Anda di halaman 1dari 12

TAFSIR PENDIDIKAN QS.

AL-MUZAMMIL
Eka Siti Namirah
Maria Ulfa
Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur`an (PTIQ)
(namiraheka@gmail.com)
(mariafha03@gmail.com)
ABSTRAK

Kata al-Muzammil terambil dari kata az-Zaml yang berarti beban yang berat. Beberapa ahli
tafsir menafsirkan beban berat tersebut adalah Al-Qur`an yang akan di wahyukan kepada Nabi
Muhammad berupa perintah dan larangan-Nya. Dalam karya tulis ini, surah al-Muzammil
menyingkap nilai nilai pendidikan kecerdasan secara spritual pada ayat 1-14. Kandungan al-
Qur`an Surah al-Muzammil ayat 1-14 antara lain: Perintah qiyaam al-lail agar senantiasa
merasakan kehadiran Allah, bersikap positif dengan membaca al-Qur`an secara tartil, berdzikir,
bersikap tulus, tawakkal, bersabar, dan berbuat baik kepada orang lain merupakan usaha untuk
menumbuhkan mental nabi sebelum berdakwah.

Kata kunci: Tafsir, Pendidikan, Al-Muzammil

ABSTRACT

The word al-Muzammil is taken from the word az-Zaml which means a heavy burden. Some
mufassir interpret this heavy burden as the Qur'an which will be revealed to the Prophet
Muhammad SAW in the form of His commands and prohibitions. In this paper, surah al-
Muzammil reveals the values of spiritual intelligence education in verses 1-14. The contents of
Al-Qur'an Surah al-Muzammil verses 1-14 include: The command of qiyaam al-lail to always
feel the presence of Allah, to be positive by reading the Qur'an tartil, dhikr, sincerity, trust,
sincere. patient, and doing good to others is an effort to grow the mentality of the prophet
before preaching.

Keywords: Tafsir, Education, Al-Muzammil


PENDAHULUAN

Pendidikan, sebuah kata yang kerap diasosiakan dengan sebuah institusi yang disebut
dengan sekolah. Institusi dimana orangtua dapat menjadikannya “partner”, dalam mengemban
tanggung jawab mendidik anak-anak mereka. Pendidikan merupakan sebuah upaya yang
meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hatidan ruhani, akhlak, dan tingkah laku.

Manusia sesuai dengan penjelasan al-Qur`an dilahirkan dalam keadaan tidak


mengetahui apa-apa, tetapi manusia sejak lahir telah membawa potensi akal, qalbu, ruh
disamping potensi jasmaniyah. Semua potensi itu akan berkembang sesuai dengan stimulus
yang diberikan lewat pendidikan. Qalbu manusia akan mengalami kecerdasan emosional dan
spiritual apabila diberi upaya-upaya pendidikan. Tanpa pendidikan potensi tersebut tidak bisa
berkembang dengan baik.

Kecerdasan spritual memberi kemampuan pada seseorang untuk menemukan langkah


yang lebih bermakna dan bernilai diantara langkah-langkah yang lain. Kecerdasan spiritual
merupakan kesadaran dalam diri seseorang yang membuat seseorang menemukandan
mengembangkan bakat-bakat bawaan, intuisi, ooritas batin, kemampuan membedakan yang
salah dan yang benar serta kebijaksanaan.

Al-Qur`an adalah petunujuk bagi orang-orang yang bertakwa. Di dalam qur`an surah
al-Muzammil Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk melakukan ibadah-ibadah malam
seperti shalat, membaca zikir, dan ibadah. Tentuna ketika hal ini diamalkan oleh manusia, maka
akan menjadikan ruhani manusia dekat dengan Rabbnya, Jiwa dan raganya akan sehat dan
dijauhkan dari segala penyakit yang berhunungan dengan =hati mauoun jasmani.

PEMBAH ASAN

Allah Ta`ala memerintahkan Rasul-Nya meninggalkan keadaan berselimut, yaitu menutupi diri
pada malam hari, untuk selanjutnya bangun menghadap Rabb-nya. Allah Ta`ala berfirman:

ً‫) أ ْأو ِّزْد أعلأْي ِّه أوأرتِّ ِّل ال ُق ْرآ أن تأ ْرتِّْيال‬3( ً‫ص ِّمْنهُ قألِّْيال‬ ِّ ِّ ِّ
ْ ‫) ن‬2( ً‫) قُِّم اللَّْي أل إِّالَّ قألْيال‬1( ‫أَيأيُّ أها اْملُأزم ُل‬
ْ ‫ص أفهُ أ ِّأوانْ ُق‬
‫ك ِِّف‬ َّ )6( ً‫أش ُّد أوطْئًا أوأأقْ أوُم قِّْيال‬
‫إن لأ أ‬ ‫) إِّ َّن أَّن ِّشئأةأ اللَّْي ِّل ِّه أي أ أ‬5( ً‫ك قأ ْوالً ثأِّقْيال‬ ِّ
‫) إِّ ََّّن أسنُ ْلق ْي أعلأْي أ‬4(
ِّ ‫َّه‬
)7( ً‫ار أسْب ًحا طأ ِّويال‬ ‫الن أ‬
Tafsir Ayat 1-7

Dalam ayat ini )2 ً‫ قُِّم اللَّْي أل إِّالَّ قألِّْيال‬1 ‫)َيأيُّ أها اْملأزِّم ُل‬,
‫أ‬ Allah memerintahkan Nabi
ُ
Muhammad yang sedang berselimut supaya mendirikan salat pada sebagian malam. Seruan
Allah kepada Nabi Muhammad ini didahului dengan kata-kata “Hai orang yang berselimut”.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menuliskan bahwa pada ayat ini Allah Ta`ala menjelaskan

kadar waktu bangun, )2 ً‫ قُِّم اللَّْيل إِّالَّ قألِّْيال‬1 ‫)َيأيُّ أها اْملأزِّم ُل‬
ُ ‫أ‬
“Hai orang yang berselimut, bangunlah
‫أ‬
(untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya)” Qatadah mengakatakan: “Al-
Muzammil adalah orang yang terbungkus didalam bajunya.” Ibrahim an-Nakha`i
mengemukakan: ayat ini turun ketika beliau masih berselimut beludru.1

Dalam tafsir al-Misbah, tertera pendapat umum para ulama menjadikan seruan “Wahai
orang yang berselimut” Sebagai panggilan akrab dan mesra dari Allah terhadap Nabi-Nya.
Memang disisi lain, panggilan itu dapat tertuju kepada setiap orang yang tidur malam agar
memperhatikan pesan ayat ini dengan menggunakan waktu malam untuk mendekatkan diri
kepada Allah.

Kata )‫ (قُ ْم‬terambil dari kata )‫ (قوم‬yang kemudian berubah menjadi )‫ام‬
َ َ‫ (ق‬yang secara
umum di artikan sebagai melaksanakan sesuatu secara sempurna dalam berbagai seginya. Dan
perintah qum hanya ditemukan dua kali dalam al-Qur`an, masing-masing pada ayat kedua
surah al-Muddatsir. Sayyid Quthub dalam tafsirnya menulis tentang ayat ini, bahwa: “Ini
adalah ajakan langit serta suara Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi. Bangkitlah, bangkitlah
untuk menghadapi persoalan besar yang menantimu. Suatu beban yang berat yang dipersiapkan
serta diletakkan di pundakmu. Bangkitlah, untuk bekerja keras, letih dan sungguh-sungguh.2

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk mempersiapkan diri
menghadapi turunnya wahyu yang berat. Wahai orang yang berselimut, yaitu seruan ini di
tunjukkan kepada Nabi Muhammad. Dan diterangkan pada ayat kedua, Allah Ta`ala
memerintahkan Nabi Muhammad yang sedang berselimut supaya mendirikan shalat pada
sebagian malam, Seruan Allah kepada Nabi Muhammad didahului dengan kata-kata “Hai orang
yang berselimut”. Dalam ayat ini pula, memberikan pesan bahwa seruan ini ditunjukkan

1
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 320
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati, 2007, hal. 514
kepada Nabi Muhammad juga umatnya, melaksanakan shalat malam sebagai bentuk ibadah
seorang hamba kepada Sang Pencipta, Allah Ta`ala. Dan pada ayat kedua mengajarkan kepada
Nabi dan Umatnya, menyadari bahwa mendirikan qiyamul lail selain merupakan cara seorang
hamba mengingat tuhannya, juga mengajak seorang hamba untuk bersabar atas perintah
tuhannya, dan ayat ini mengajak para pembaca al-Qur`an agar senantiasa mendekatkan diri
kepada Allah.

ِّ
Firman Allah Ta`ala ُ‫“ نِ ْسفَ ُه‬Seperduanya”, merupakan kata ganti dari kata al-lail. ُ‫ص أفه‬
ْ‫ن‬
‫) أ ْأو ِّزْد أعلأْي ِّه‬3( ً‫ص ِّمْنهُ قألِّْيال‬
ْ ‫ أ ِّأوانْ ُق‬atau kurangilah dari seperduanya itu sedikit, atau lebih dari
seperdua itu. Yakni, kami memerintakanmu untuk bangun pada pertengahan malam dengan
sedikit tambahan atau sedikit pengurangan dari shalat malam, tidak ada dosa bagimu dalam hal
itu.3

Allah menerangkan maksud perkataan sebagian yang terdapat dalam ayat sebelumnya,
yaitu separuh atau lebih. Allah menyerahkan kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu
melakukan salat malam. Ia dapat memilih antara sepertiga, seperdua, atau dua pertiga malam.
Allah memberi kebebasan kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu-waktu tersebut.

Firman Allah Ta`ala )4( ً‫أوأرتِّ ِّل ال ُق ْرآ أن تأ ْرتِّْيال‬ “Dan bacalah al-Qur`an itu dengan
perlahan”. Ibnu katsir menulis lanjutan penjabaran pada ayat ke empat, Bacalah Al-Qur`an
dengan perlahan, sebab hal itu akanmembantu dalam memajami dan merenunginya.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya membaca Al-Qur'an
secara seksama (tartil). Maksudnya ialah membaca Al-Qur'an dengan pelan-pelan, bacaan yang
fasih, dan merasakan arti dan maksud dari ayat-ayat yang dibaca itu, sehingga berkesan di hati.
Perintah ini dilaksanakan oleh Nabi saw. 'Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw
membaca Al-Qur'an dengan tartil, sehingga surah yang dibacanya menjadi lebih lama dari ia
membaca biasa. Pengarang buku Fathul Bayan berkata, "Yang dimaksud dengan tartil ialah
kehadiran hati ketika membaca. Nilai kecerdasan spritual dalam ayat ini adalah, pentingnya
memperhatikan tata cara membaca al-Qur`an dengan benar, selain membacanya dengan
memperhatikan tajwid, dan waqaf, merupakan salah satu hal yang baik, ketika membaca al-
Qur`an, juga mentadabburi surah yang di baca.

3
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 320
Firman Allah Ta`ala )5( ً‫ك قأ ْوالً ثأِّقْيال‬ ِّ
‫إِّ ََّّن أسنُ ْلق ْي أعلأْي أ‬ “Sesungguhnya Kami akan

menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan: “Yakni
(untuk) mengamalkannya.” Dalam ayat ini dijabarkan alasan mengapa Allah Ta`ala
memerintahkan Nabi Muhammad untuk beribadah diwaktu malam, yaitu Sesungguhnya Kami
melalui malaikat jibril akan menurunkan perkataan yang berat, yaitu firman-firman Allah
berupa al-Qur`an kepadamu wahai Nabi Muhammad.4

Ayat ini menerangkan bahwa Allah akan menurunkan Al-Qur'an kepada Muhammad
saw yang di dalamnya terdapat perintah dan larangan-Nya. Hal ini merupakan beban yang
berat, baik terhadap Muhammad saw maupun pengikutnya. Tidak ada yang mau memikul
beban yang berat itu kecuali orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah. Nilai spritual yang
terkandung dalam ayat ini, adalah menyeru Nabi dan umatnya agar senantiasa bersabar atas
perintah dan larangan-Nya.

Firman Allah Ta`ala )6( ً‫قِّْيال‬ ‫“ إِّ َّن أَّن ِّشئأةأ اللَّْي ِّل ِّه أي أ أ‬Sesungguhnya bangun
‫أش ُّد أوطْئًا أوأأقْ أوُم‬
di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu`) dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan”.
Disebut kata nasya-a jikaseseorang bangun pada malam hari. Diriwayatkan Mujahid, yaitu
waktu setelah isya`. Demikian pula yang dikatakan oleh Abu Majlaz, Qatadah , Salim, Abu
Hazim, dan Muhammad bin al-Munkadir. Tujuannya bahwa naasyi`atul lail berarti berarti
waktu malam, dan setiaap saat pada malam hari disebut dengan naasyi-ah. Dijelaskan bahwa
bangun malam itu lebih sesuai antara hati dan lisan, dan bacaan al-Qur`an pada waktu itu akan
memberikan kesan yang lebih dalam. Oleh karena itu, Allah Ta`ala memperjelas pada kalimat

setelahnya )6( ً‫ ِّه أي أَ َش ُّد أوطْئًا أوأأقْ أوُم قِّْيال‬yang artinya “Adalah lebih tepat dan bacaan diwaktu
itu lebih berkesan, akan lebih memberikan kesan mendalam bagi seseorang dalam membaca
dan memahami al-Qur`an dari pada bangun di siang hari, karena siang merupakan waktu orang
melakukan aktivitas dengan banyaknya terdengar suara keras sekaligus menjadi waktu untuk
mencari nafkah.5

4
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 320
5
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 323
Diperintahkannya ibadah di waktu malam adalah mengandung hikmah yang sangat
besar di antaranya seperti yang disebut pada ayat ini. Sungguh, bangun untuk beribadah di
waktu malam itu lebih kuat mengisi jiwa. dan bacaan di waktu itu lebih berkesan serta lebih
mudah untuk dipahami dan dihayati. Ayat ini menegaskan bahwa ibadah yang dilakukan pada
malam hari terasa lebih berkesan dan mantap, baik di hati maupun di lidah, sebab bacaan ayat-
ayat itu lebih jelas dibandingkan bacaan pada siang hari di saat manusia sedang disibukkan
oleh urusan-urusan kehidupan duniawi.

Firman Allah Ta`ala )7( ً‫طأ ِّويال‬ ِّ ‫َّه‬


‫ار أسْب ًحا‬ ‫ك ِِّف الن أ‬ َّ “Sesungguhnya kamu pada siang
‫إن لأ أ‬
hari mempunyai urusan yang panjang”. Ibnu `Abbas, Ikrimah, dan `Atha bin Abi Muslim

mengatakan “Yakni, Kekosongan dan tidur”. As-Suddi mengakatakan ً‫أسْب ًحا طأ ِّويال‬ yakni

aktivitas yang cukup banyak.6 Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa`di7, mentadabburi ayat
ini “tidak seperti di siang hari, karena diwaktu siang maksud-maksud ini tidak bisa dicapai,
yakni untuk memenuhi kebutuhan dan penghidupan yang menyebabkan hati sibuk dnegan yang
lain, tidak konsentrasi secara sempurna.

Ayat ini memerintahkan supaya Nabi Muhammad dapat membedakan antara suasana
melakukan ibadah pada siang hari dan malamnya, saat ketenangan jiwa bermunajat kepada
Tuhan, menghendaki kebebasan pikiran. Kesibukan yang terdapat pada siang hari membuat
perhatian beliau tidak terfokus kepada kesibukan menjalankan risalah Tuhan. Karena itu,
diperintahkan untuk bangun dimalam hari agar pekerjaanmu di siang hari yang banyak itu dapat
sukses dengan pertolongan Allah. Ayat ini memerintahkan untuk selalu menyebut dan
mengingat Allah. Dan sebutlah nama tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh
hati, seruan ayat ini senantiasa menagajak muslim agar bersikap positif.

Tafsir Ayat 8-14

‫اصِّ ِْب أعلأ َٰى‬ ِّ َِّّ ‫ب ٱلْم ْش ِّرِّق وٱلْم ْغ ِّر ِّب أالٓ إَِّٰلأه إَِّّال هو فأ‬ ِّ ِّ ِّ ‫ك وتأب ت‬ ِّ ْ ‫وٱذْ ُك ِّر‬
ْ ‫ أو‬, ‫ٱَّت ْذهُ أوك ًيال‬ ‫أ ُأ‬ ‫أ أ‬ ‫ َّر ُّ أ‬, ‫َّل إلأْيه تأ ْبت ًيال‬
ْ ‫ٱس أم أرب أ أ أ‬ ‫أ‬
ِّ‫ما ي ُقولُو أن و ْاهجرهم هجرا أ‬
‫َج ًيال‬ ًْ ‫أ ُْ ُ ْ أ‬ ‫أ أ‬

6
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 321
7
https://tafsirweb.com/37321-surat-al-muzzammil-lengkap.html
“Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh
ketekunan. (Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai Pelindung. Dan bersabarlah terhadap
apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.”8

Pada ayat 8-9 ini dijelaskan dalam tafsir ibnu katsir memuat sebuah perintah kepada
Nabi Muhammad Saw yang bertuan untuk memperbanyak berdzikir kepada-Nya,
mengabdikan diri kepada-Nya bilamana telah selesai dengan urusan yang menyibukkan, yaitu
urusan dan kebutuhan duniamu. Meskipun sejatinya Nabi Muhammad Saw tidak
membutuhkan perkara dunia. Sebagaimana hal ini sejalan dengan firman Allah pada Q.S Al-
َ ‫“ ) فَإِذَاُ فَ َر ْغتَ ُ فَٱن‬maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan),
insyirah ayat 7 (ُْ‫صب‬
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” Yang bermaksud jika engkau sudah
selesai dengan urusanmu maka berkonsentrasilah untuk mentaati dan beribadah kepada-Nya
agar hatimu benar-benar konsentrasi. Demikian ibnu zaid dengan pengertiannya, dan
ikhlaskanlah ibadah hanya untuk-Nya semata.

Selain itu arti dari kata Dia pada ayat selanjutnya yaitu Raja yang memegang kendali
dari belahan timur maupun barat, yang tiada patut diibadahi lagi dengan benar selain Dia.
Sebagimana engkau telah mengesakan diri-Nya dalam ibadah, maka esakan pula Dia dalam
bertawakkal, lalu jadikan Dia sebagai pelindung.9

Mustafa Al-Marigi menafsirkan kosongkan dirimu untuk beribadah, ikhlaskan kepada-


Nya dirimu dan berpalinglah dari selain Dia. Apabila engkau telah selesai dari urusan-
urusanmu, maka berdirilah engkau untuk taat dan beribadah kepada-nya agar engkau kosong
hati dan sepi keinginan dan bisikan keduniaan. Dalam kamus bahasa Indonesia kata tulus
berarti sunngguh dan bersih hati, sedankan ketulusan ialah kesungguhan dan kebersihan (hati).

Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah barang siapa yang mengetahui
bahwa Allah ialah Tuhan dari segala penjuru, maka pastikan kalian akan berserah diri hanya
kepada-Nya dan menggunakan waktu dengan sebaikbaiknya untuk beribadah kepada Allah
SWT.

Isi kandungan dari ayat ini Allah Swt memerintahkan kepada kita sebagai umat Islam
untuk selalu senantiasa mengingatnya dan beribadah kepada Allah Swt dengan sungguh serta

8
https://tafsirweb.com/37321-surat-al-muzzammil-lengkap.html
9
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 161.
hanya menjadikan Allah Swt sebagi wakil maka manusia dituntut untuk melakukan sesuatu
yang berada dalam batas kemampuannya.

Harus diingat bahwa hanya kepada-Nya diwakilkan segala persoalan, adalah Maha
Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan Maha yang mengandung makna dari pujian.
Maka manusia seharusnya memiliki keterbatasan dalam segala hal. Dengan begitu makna dari
kata wakil disini “mewakilkan-Nya” berbeda dengan perwakilan manusia. 10

Pada ayat ke 10 ini Allah Swt berfirman seraya memerintahkan kepada Nabi
Muhammad Saw untuk senantiasa bersabar atas apa yang dikatakan oleh orang-orang bodoh
dari kaumnya yang mendustakannya. Dan hendaklak beliau menjauhkan mereka dengan cara
yang baik, yaitu upaya penjauhan diri yang tidak disertai cacian.11

Ayat ini adalah yang menguatkan bahwa surah Al-Muzammil adalah surah Makkiyah.
Karena Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk bbersabar atas perkataan
orang-orang kafir, dan Nabi Saw banyak dicerca dan dimaki tatkala beliau masih di Mekkah.
Pada saat Nabi Saw di Mekkah beliau dituduh sebagai dukun, penyihir, pendusta, oranng yang
keluar dari ajaran nenek moyangnya, orang gila dan tuduhan buruh lainnya. Maka ayat ini
diturunkan untuk mengajarkan Nabi Saw bersabar terhadap cacian dan makian oranng-orang
kafir. Dan Allah juga mengingatkan kepada Nabi Saw agar tidak perlu membalas atas
perbuatan-perbuatan buruk yang beliau dapatkan, dan juga agar beliau bersikap untuk menjauh
dari sikap yang orang kafir berikan dalam artian acuh tak acuh terhadap sikap mereka dan terus
melanjutkan dakwahnya.

Dalam tafsir lain menjelaskan maksud dengan menjauhkan mereka dengan cara yang
baik ialah dengan memperhatikan mereka, tetapi engkau jauhi juga mereka, dimana engkau
menutup mata terhadap apa kesalahan-kesalahan mereka dan tidak pula mencela mereka.12

Sedangkan menurut Quraish Shihab, sabar adalah menekankan gejolak hati demi mencapainya
suatu yangn baik dan yang lebih baik. Petunjuk yang diterima Nabi dalam awal surat ini ialah
mengandung sebuah pengajaran yang dimana akan adanya sebuah caci makian. Maka jika
seorang inngin melakukan hal baik dan menjadikan orang lain menjadi lebih baik maka ia harus

10
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati, 2007, hal. 523.
11
Abdullah bin Muhammad Abu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 161.
12
Al-Marigi, Tafsir Al-Marigi juz XXIX, ter. Bahrun Abu Bakar, hal. 198.
terlebih dahulu menyiapkan mental agar tidak mundur karena mendengar cemohan dan kritikan
dari orang-orang.13

Dalam ayat ini merupakan bekal untuk menumbuhkan mental Nabi Muhammad Saw
dalam melakukan dakwah, yaitu dengan bersabar dan bertawakal dalam menghadapi gangguan
kaum musyrikin. Pada dasarnya ayat ini merupakan pedoman dan dasar dalam mencintai
kelemahlembutan ialah bagian dari akhlak yang luhur yang harus diterapkan dalam masyarakat
muslim. Dan setiap muslin haruslah memahami sifat lemah lembut ini merupakan sifat Allah
yang Maha tinggi. Allah mencintai sifat itu pula bagi hamba-hamba-Nya dalam segala urusan.

Allah berfirman:

ِّ‫ك وب ي نأهۥ ع َٰأدوةٌ أك أنَّهۥ وِِّلٌّ أ‬ ِّ ِّ ِّ


, ‫َح ٌيم‬ ْ ‫ٱلسيِّئأةُ ۚ ْٱدفأ ْع بِّٱلَِِّّت ه أى أ‬
‫أح أس ُن فأإذأا ٱلَّذى بأْي نأ أ أ أْ ُ أ أ ُ أ‬ ْ ‫أوأال تأ ْستأ ِّوى‬
َّ ‫ٱْلأ أسنأةُ أوأال‬
۟ ِّ َّ ِّ
‫ص أِبُوا أوأما يُلأق ََّٰى أهآ إَِّّال ذُو أح ٍّظ أع ِّظ ٍّيم‬ ‫أوأما يُلأق ََّٰى أهآ إَّال ٱلذ أ‬
‫ين أ‬
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antaranya dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepda orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada oranng-orang
yang mempunyai keuntunngan yang besar.”

Hal ini perlu diperhatikan, bahwa tidak semua orang yang berbuat buruk
terhadap kita atau menjatuhkan kita itu harus kita tanggapi. Seharusnya kita bersikap
acuh tak acuh terhadap mereka, dengan maksud tidak terlalu memperdulikannya.
Karena sejatinya orang yang merugikan orang lain akan terus ada.

ۙ
َّ ُ‫ َّوطأ أع ًاما أذا غ‬, ‫ اِّ َّن لأ أديْنأآ اأنْ أك ًاال َّو أج ِّحْي ًما‬, ‫ْي اُ ِّوِل الن َّْع أم ِّة أوأم ِّه ْل ُه ْم قألِّْي ًال‬
‫ص ٍّة َّو أع أذ ًاًب‬ ِّ
‫ِن أوالْ ُم أكذبِّ ْ أ‬ِّ
ْ ‫أو أذ ْر‬
‫ال أكثِّْي بًا َّم ِّهْي ًال‬
ُ ‫اْلِّبأ‬
ْ ‫ت‬ ِّ ‫ال وأكانأ‬ ِّْ ‫ ي وم تأرجف ْاالأرض و‬, ‫األِّيما‬
‫اْلبأ ُ أ‬ ‫ْ ً أْ أ ْ ُ ُ ْ ُ أ‬
“Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orangn-orang yang mendustakan itu, orang-
orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar. Karena
sesungguhnya kami pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan Neraka yang

13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati, 2007, hal. 524.
menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan adzab yang pedih. Pada
hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-
tumpukan pasir yang berterbangan.”

pada ayat selanjutnya, yaitu 11-14 ini dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir maksudnya
ialah, biarkanlah hal itu menjadi urusan Allah Swt yaitu untuk orang-orang yang bertindak
dengan semaunya yitu berdusta dan orang-orang yang melampaui batas dari orang-orang
kalangan yang memiliki banyak harta, karena mereka lebih mampu berbuat ketaatan daripada
yang lainnya. Mereka ditunttut untuk memberikan hak-hak yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Lalu maksud dari ‫الا‬


ً ‫لأ أديْنأآ اأنْ أك‬ ‫ اِّ َّن‬adalah tali kekang. Demikianlah yang dikemukakan oleh Ibnu

‘Abbas. Kemudian kata adari ‫ص ٍّة‬


َّ ُ‫غ‬ ‫ َّوطأ أع ًاما أذا‬maksud dari nya Ibnu ‘Abbas mengatakan: “yang

menyumbat dikerongkongan sehingga tidak ada yang bisa masuk atau keluar.” , ‫َّو أع أذ ًاًب األِّْي ًما‬

‫ال أكثِّْي بًا َّم ِّهْي ًال‬


ُ ‫اْلِّبأ‬
ْ ‫ت‬ ِّ ‫ال وأكانأ‬ ِّْ ‫ ي وم تأرجف ْاالأرض و‬pada kutipan ayat ini yakni, menjadi seperti
‫اْلبأ ُ أ‬ ‫أْ أ ْ ُ ُ ْ ُ أ‬
gundukan pasir setelah sebelumnya adalah batu yang keras. Kemudian gundukan pasir setelah
sebelumnya adalah batu yang keras. Kemudian gundukan pasir itu diterbangkan sehingga tidak
ada sedikitpun yang tersisa. Dan akhirnya bumi menjadi tempat yang datar, yang dimana
engkau tidak bisa lagi melihat keindahan seperti sebelumnya, seperti lembah dan bukit.
Artinya, tidak ada yang datar dan tidak ada yang menjulang tinggi. Hal ini ditunjukan kepada
orangn-oranng kafir Quraisy, adapun maksud lainnya adalah ditunjukkan kepada seluruh umat
manusia.14

Dalam hal ini sangat berkesinambungan dengan ayat sebelumnya, dimana Allah
memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk bersabar dan menjauhkan dirinya dari
orang-orang yang telah mencaci dan memaki, kemudian Allah mengingatkan pula kepada Nabi
Saw untuk menggunakan cara yang bijaksana tanpa melontarkan hal yang tidak baik terhadap
mereka. Lalu pada ayat selanjutnya ini menjelaskan bahwa hendaklah Nabi Saw untuk
membiarkan mereka bermegah-megahan dengan kekayaan dan apa yang mereka punya dalam

14
Abdullah bin Muhammad Abu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008, hal. 163.
waktu yang sementara, karena hal ini sudah pasti Allah akan memenuhi janji-Nya yaitu
memberikan azab kepada mereka.

Selanjutnya pada ayat setelahnya ini merupakan janji Allah yang tidak mendapatkan
azab di dunia, mereka pasti akan mendapatkan azab di akhirat nanti. Terkadang diantara mereka
yang merasa tetap santai dan eksisi dalam kehidupan ini karena mereka merasa tidak aada azab
atau balasan untuknya. Seperti Fir’aun yanng hidup dalam kezaliman dalam waktu lama,
disebutkan bahwa usianya sangat panjang. Karena usianya yang panjang dan belum meninggal
pada zamannya maka ia mengira bahwa dirinya adalah Tuhan. Dan kalau saja bukan karena
mengejar Nabi Musa a.s dan pengikutnya, maka ia akan terus eksis terus di Mesir. Sampai
suatau saat Allah memerintahkan Nabi Musa yang kabur untuk memberikan kebinasaan bagi
Fir’aun.

Maka dalam hal itu sungguh kedzaliman akan hilang, hanya saja hal itu berlangsung
dengan waktu yang cepat atau waktu yang lama untuk mencapainya. Oleh karena itu ayat ini
menerangankan bahwa jika orang-orang zalim tidak akan mendapatkan azab di dunia maka ia
pasti akan mendapatkan azab di akhirat nanti. Hal ini ditegaskan dalam Surat Ibrahim/13: 42
sebagai berikut,

‫ص ُار‬ ِّ ِّ ‫اَّلل أغافِّ ًال ع َّما ي عمل الظَّالِّمو أن إََِّّّنأا ي ؤ ِّخرهم لِّي وٍّم تأ ْشخ‬
‫ص فيه ْاْلأبْ أ‬ُ ‫أ‬ ْ ‫ُأ ُ ُ ْ أ‬ ُ ُ ‫أ أْ أ‬ ‫َب َّأ‬َّ ‫أوأال أَْت أس أ‬

”Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh
orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu
itu mata (mereka) terbelalak.”

Sudah jelas bukan berarti Allah tidak memberikan balasan kepada mereka di dunia
dengan perbuatannya, akan tetapi Allah hanya menunda hukuman untuk mereka atau balasan
tersebut hingga hari kiamat. Dan oleh karenanya bukan hal yang gugur bagi orang orang yang
zalim atas perbuatannya di dunia. Yang paling terpenting ialah bagaimana sikap kita dalam
menghadapi kezaliman tersebut.

Dalam ayat ini menggambarkan bahwa disisi Allah bersama atau melalui malaikat-Nya
terdapat beberapa macam alat dan sarana penyiksaan yang kesemuanya pada akhirnya
ditetapkan oleh-Nya sendiri.15

15
Husnu Maab, Muizzatul Hasanah, “Penguatan Kapasitas Diri Menuju Panggilan Publik: Analisis Al-
Qur’an Surat Al-Muzammil Ayat 1-14,” dalam Jurnal Tafakkur, Vol. 2 No. 02 Tahun 2022, hal. 138.
Nilai pendidikan yang dapat diambil dari surat Al-Muzammil pada ayat 8-14 ini ialah,
mengenai pendidikan dzikir dan kesabaran, dimana dengan pendidikan dzikir ini dapat
menstabilkan emosi dengan berzikir atau mengingat Allah Swt secara terus menerus dan
mengerjakannya dengan penuh khusyu’ dimana hal itu akan mentrentramkan hati. Serta
pendidikan kesabaran, hampir semua kegiatan yang dilakukan oleh kita membutuhkan
kesabaran, karena dengan kesabaran kita akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Dengan
begitu untuk para pendidik hendaknya kita mengembangkan dan mengaplikasikan nya dengan
baik, tidak hanya segi kognitif saja tetapi dari segi afektif san psikomotorik pun harus
seimbang.

KESIMPULAN

Pandangan mufassir mengenai surat Al-Muzammil 1-14 ini pada umumnya berpendapat sama
dalam menafsirkan ayat tersebut. Dimana didalamnya Allah memberikan solusi atas
permasalahan yang ada di dunia, khusus nya dalam berdakwah. Kemudian pada ayat 1-14 ini
juga mempunyai nilai Pendidikan kecerdasan spiritual , yaitu qiyam al-lail yang bertujuan agar
kita selalu mendekatkan diri kepada-Nya, bersikap positif, berdzikir, bersikap tulus, tawakkal,
bersabar dan berbuat baik kepada orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008
Al-Marigi, Tafsir Al-Marigi juz XXIX, ter. Bahrun Abu Bakar, hal. 198.
Husnu Maab, Muizzatul Hasanah, “Penguatan Kapasitas Diri Menuju Panggilan Publik: Analisis Al
Qur’an Surat Al-Muzammil Ayat 1-14,” dalam Jurnal Tafakkur, Vol. 2 No. 02 Tahun
2022, hal. 138.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati, 2007
Tafsir Surat Al-Muzammil, https://tafsirweb.com/37321-surat-al-muzzammil-lengkap.html, diakses tanggal 22
Februari 2023.

Anda mungkin juga menyukai