Anda di halaman 1dari 7

JPBSI 3 (1) (2014)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpbsi

PENINGKATAN MENCERITAKAN KEMBALI CERITA ANAK DENGAN


METODE COOPERATIVE SCRIPT
PADA SISWA KELAS VII B

Esti Puji Lestari  Nas Haryati Setyaningsih, Hari Bakti Mardikantoro


Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsi proses pembelajaran menceritakan kembali
Diterima April 2014 cerita anak yang dibaca, mendeskripsi peningkatan keterampilan menceritakan kembali
Disetujui Mei 2014
cerita anak yang dibaca siswa, dan mendeskripsi perubahan perilaku siswa setelah
Dipublikasikan Juni 2014
mengikuti pembelajaran menceritakan kembali cerita anak yang dibaca dengan metode
________________
cooperative script. Penelitian ini menggunakan desain PTK yang dilakukan dalam dua
Keyword:
retelling child story,
tahap, yaitu siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
cooperative script method. hasil tes dan nontes. Nilai rata-rata siklus I 62,43 dan siklus II 77,67. Perilaku siswa dalam
__________________ mengikuti pembelajaran mengalami perubahan ke arah yang lebih positif.

Abstract
___________________________________________________________________
The aim of this research is to describe learning process of retelling children story that is read,
describing an increase of retelling children story’s skill that students read, and describe students
behavior change after following learning of retelling children story that is read using cooperative
script method. This research uses cycles PTK design that is conducted in two cycles, cycle I and cycle
II. The result shows that there is development in the result of test and nontest. The average on the
cycle I is 62,43 and cycle II is 77,67. The students behavior in following learning process changes to
the more positive side.

© 2014 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6722
Gedung B1 Lantai 1 FBS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: dede.lesta90@gmail.com

1
Esti Puji Lestari, dkk / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3 (1) (2014)

PENDAHULUAN yang dibaca pada siswa kelas VII B SMP YPE


Semarang setelah mengikuti pembelajaran
Menceritakan kembali cerita anak yang menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
dibaca merupakan salah satu kompetensi dasar dengan metode cooperative script? (3) bagaimana
yang harus dicapai siswa kelas VII SMP atau perubahan perilaku siswa kelas VII B SMP YPE
MTs. Menurut keterangan yang diperoleh dari Semarang dalam mengikuti pembelajaran
guru bahasa dan sastra Indonesia SMP YPE menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
Semarang, keterampilan menceritakan kembali dengan metode cooperative script?
cerita anak yang dibaca masih belum dikuasai Dari rumusan masalah yang telah
siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil tes dipaparkan di atas, tujuan penelitian ini untuk (1)
menceritakan kembali cerita anak yang dibaca mendeskripsi proses pembelajaran menceritakan
yang masih di bawah KKM. Siswa masih kembali cerita anak yang dibaca dengan metode
kesulitan merangkai kata-kata ketika cooperative script pada siswa kelas VII B SMP YPE
menceritakan kembali cerita anak yang dibaca Semarang; (2) mendeskripsi peningkatan
dengan bahasa sendiri dan kurang percaya diri keterampilan menceritakan kembali cerita anak
bercerita di depan teman-temannya. Oleh karena yang dibaca pada siswa kelas VII B SMP YPE
itu, peneliti memilih metode cooperative script agar Semarang setelah mengikuti pembelajaran
masalah yang dihadapi siswa dapat diatasi. menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
Pada penerapan metode cooperative script, dengan metode cooperative scrip; dan (3)
sebelum menceritakan kembali cerita anak yang mendeskripsi perubahan perilaku siswa kelas VII
dibaca, siswa terlebih dahulu menentukan dan B SMP YPE Semarang dalam mengikuti
mengurutkan pokok-pokok cerita anak yang pembelajaran menceritakan kembali cerita anak
dibaca. Pokok-pokok cerita anak yang sudah yang dibaca dengan metode cooperative script.
ditentukan sebelumnya akan membantu siswa Penelitian ini merujuk pada penelitian dari
dalam merangkai-kata dengan bahasanya sendiri peneliti lain yang masih berhubungan dengan
untuk diceritakan kembali di depan topik penelitian ini, antara lain penelitian yang
pasangannya. Koreksi yang diberikan oleh teman dilakukan oleh Mello (2001) yang mengambil
juga akan membantu siswa untuk melengkapi fokus kajian tentang kekuatan bercerita secara
bagian-bagian yang masih belum lengkap atau lisan dapat meningkatkan hubungan sosial para
kurang sesuai. siswa di dalam kelas. Wijayanti (2008)
Metode cooperative script dalam melakukan penelitian tentang penggunaan
pembelajaran menceritakan kembali cerita anak strategi Directed Reading Thinking Activity dan
yang dibaca akan memberikan pengalaman baru media gambar untuk meningkatkan keterampilan
kepada siswa untuk saling melengkapi dan membaca pemahaman. Aini (2009) melakukan
mengoreksi kesalahan antarteman (secara penelitian tentang penggunaan teknik story telling
berpasangan) dan melatih kepercayaan diri dan media flash card untuk meningkatkan
dengan berlatih menceritakan kembali di depan keterampilan menceritakan kembali cerita anak
temannya (pasangannya). Melalui metode yang dibaca. Likawati (2009) melakukan
cooperative script siswa akan mampu penelitian untuk meningkatkan kemampuan
mengembangkan kemampuan menceritakan menceritakan kembali isi cerpen dengan
kembali dengan cara berlatih secara berpasangan. menggunakan teknik latihan berjenjang. Dewi
Berdasarkan latar belakang tersebut, (2010) melakukan penelitian tentang penggunaan
penelitian ini mengkaji tiga masalah, yaitu (1) metode think-pair-share untuk meningkatkan
bagaimana proses pembelajaran menceritakan kemampuan menceritakan kembali cerita anak
kembali cerita anak yang dibaca dengan metode yang dibaca. Hidayati (2010) melakukan
cooperative script pada siswa kelas VII B SMP YPE penelitian dengan topik yang sama, yaitu tentang
Semarang? (2) bagaimana peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita anak
keterampilan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca namun dengan menggunakan model

2
Esti Puji Lestari, dkk / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3 (1) (2014)

stratta dan teknik cerita berangkai. Mokhtar dkk. tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan;
(2010) melakukan penelitian yang mengkaji (3) guru dan siswa menetapkan siapa yang
tentang keefektifan bercerita terhadap pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
kemampuan berkomunikasi siswa. yang berperan sebagai pendengar; (4) pembicara
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, membacakan ringkasannya selengkap mungkin,
penelitian dengan metode cooperative script dalam dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
pembelajaran menceritakan kembali cerita anak ringkasannya. Tugas pendengar yaitu
yang dibaca belum pernah dilakukan. Oleh menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide
karena itu, peneliti tertarik untuk menggunakan pokok yang kurang lengkap dan membantu
metode cooperative script sebagai upaya untuk mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan
meningkatkan keterampilan menceritakan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
kembali cerita anak yang dibaca siswa kelas VII materi selanjutnya; (5) bertukar peran, semula
B SMP YPE Semarang. sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar
Menceritakan diartikan sebagai: (1) dan sebaliknya; dan (6) guru dan siswa
menuturkan cerita (kepada); (2) memuat cerita; menyimpulkan pembelajaran yang sudah
dan (3) mengatakan (memberitahukan) sesuatu dilaksanakan.
kepada (Depdiknas 2005). Kegiatan
menceritakan kembali dapat dilakukan apabila METODE PENELITIAN
sebelumnya pencerita memiliki informasi yang
didapat dari hasil membaca atau menyimak. Penelitian ini menggunakan desain
Menceritakan kembali adalah menyampaikan, penelitian tindakan kelas (PTK) yang
mengungkapkan, atau memaparkan informasi dilaksanakan dalam empat tahap, yakni
dari hasil membaca atau menyimak kepada orang perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
lain dengan tujuan agar orang lain dapat Keempat tahapan ini digunakan secara sistematis
mengetahui dan memahami apa yang pencerita dalam proses penelitian yang diterapkan dalam
sampaikan. dua siklus, yaitu proses tindakan siklus I dan
Menceritakan kembali cerita anak yang proses tindakan siklus II.
dibaca adalah menyampaikan atau Subjek penelitian ini adalah keterampilan
mengungkapkan isi cerita anak yang telah dibaca menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
sebelumnya, mengingat-ingat isi cerita yang siswa kelas VII B SMP YPE Semarang. Variabel
disampaikan dengan kalimat dan bahasa sendiri penelitian dibagi dua, yaitu variabel keterampilan
tanpa harus membacakan cerita aslinya, namun menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
masih tetap berkesinambungan dengan cerita dan variabel metode cooperative script. Teknik
aslinya. Dengan kata lain bahwa siswa harus pengumpulan data dalam penelitian ini
mampu mengungkapkan cerita anak yang dibaca menggunakan teknik tes dan teknik nontes.
dengan versi siswa itu sendiri. Analisis data dilakukan dengan analisis
Dalam penelitian ini, peneliti memilih kuantitatif dan kualitatif.
metode cooperative script untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi siswa dalam HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
pembelajaran menceritakan kembali cerita anak
yang dibaca siswa kelas VII B SMP YPE Hasil Penelitian Siklus I
Semarang. Metode cooperative script (kerja sama Pembelajaran menceritakan kembali cerita
memahami teks) merupakan bagian dari model anak yang dibaca pada siklus I dilakukan
pembelajaran kooperatif. Menurut Uno dan sebanyak dua kali pertemuan. Pada pertemuan
Mohamad (2011:82), langkah-langkah metode pertama, siswa terlihat masih belum siap untuk
cooperative script (kerja sama memahami teks), mengikuti pembelajaran. Masih ada beberapa
yaitu (1) guru membagi siswa untuk berpasangan; siswa yang kesulitan untuk menentukan dan
(2) guru membagikan wacana/materi/teks pada mengurutkan pokok-pokok cerita anak yang

3
Esti Puji Lestari, dkk / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3 (1) (2014)

dibaca. Selain itu, pada penerapan metode Berdasarkan pengamatan guru, ketidakberanian
cooperative script, beberapa siswa masih tampak siswa untuk bertanya kepada guru apabila
bingung dengan pergantian peran dalam menemukan kesulitan selama proses
pasangan dan masih ada siswa yang kurang pembelajaran dan sikap siswa yang masih kurang
serius melaksanakan kegiatan ini. Pada serius selama mengikuti proses pembelajaran
pertemuan kedua, siswa masih belum bisa juga mempengaruhi hasil tes yang didapat siswa.
memanfaatkan waktu yang diberikan untuk Berdasarkan hasil penelitian siklus I, Dari
berlatih menceritakan kembali sehingga siswa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
masih belum siap ketika disuruh untuk skor rata-rata siswa hanya mencapai 62,43, dan
menceritakan kembali cerita anak yang dibaca di artinya hasil tes siswa belum mencapai batas
depan kelas. Selain itu, siswa juga kurang KKM, yakni 70. Perilaku siswa juga belum bisa
memperhatikan penampilan siswa lain yang dikatakan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan
sedang menceritakan kembali di depan kelas. perbaikan pada siklus II untuk memperbaiki hasil
Nilai rata-rata keterampilan menceritakan tes siklus I yang belum mencapai KKM.
kembali cerita anak yang dibaca siswa kelas VII
B SMP YPE Semarang siklus I mendapat 62,43 Hasil Penelitian Siklus II
dengan kategori cukup. Perolehan skor rata-rata Penelitian siklus II dilakukan sebanyak
tiap aspek penilaian keterampilan menceritakan dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama,
kembali cerita anak yang dibaca antara lain, (1) siswa tampak sudah siap untuk mengikuti
aspek pelafalan mencapai skor rata-rata sebesar pembelajaran menceritakan kembali cerita anak
65,71; (2) aspek intonasi mencapai skor rata-rata yang dibaca. Siswa juga tidak lagi mengalami
sebesar 60,95; (3) aspek pilihan kata (diksi) kesulitan saat menentukan dan mengurutkan
mencapai skor rata-rata sebesar 68,57; (4) aspek pokok-pokok cerita anak yang dibaca dan siswa
kelancaran mencapai skor rata-rata sebesar 66,67; tidak lagi bingung dengan pergantian peran dan
(5) aspek keruntutan isi cerita mencapai skor rata- pembagian tugas sesuai dengan perannya yang
rata sebesar 59,05; dan (6) aspek kesesuian terdapat pada penerapan metode cooperative script.
dengan isi cerita mencapai skor rata-rata 60. Pada pertemuan kedua, siswa sudah lebih siap
Dengan demikian, kategori skor rata-rata tiap untuk menceritakan kembali cerita anak yang di
aspek masuk dalam kategori cukup. baca di depan kelas. Bila pada siklus I, ada
Berdasarkan hasil tes I, perlu ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan dan
perbaikan pada siklus II agar nilai siswa dapat masih membuat kegaduhan saat siswa lain secara
mencapai KKM. Kekurangan yang terdapat pada individu menceritakan kembali cerita anak yang
semua aspek penilaian kemudian oleh peneliti dibaca di depan kelas maka masalah ini dapat
dicari penyebab dan solusinya sebagai upaya diatasi pada siklus II dengan cara guru
perbaikan pada pembelajaran siklus II. memberikan lembar penilaian pada tiap siswa
Seperti halnya hasil tes yang mengalami dan menugaskan siswa yang tidak maju untuk
perbaikan pada pembelajaran siklus II, hasil menilai penampilan siswa lain yang sedang
nontes pada siklus I juga perlu dievaluasi dan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca di
untuk selanjutnya mendapat perbaikan pada depan kelas.
pembelajaran siklus II. Berdasarkan data yang Nilai rata-rata keterampilan menceritakan
diperoleh dari jurnal siswa, beberapa siswa kembali cerita anak yang dibaca siswa kelas VII
mengatakan bahwa teks cerita anak yang B SMP YPE mengalami peningkatan menjadi
diberikan guru masih terlalu panjang sehingga 77,67 dengan kategori baik. Perolehan skor rata-
sulit dipahami dalam waktu singkat. Oleh karena rata tiap aspek penilaian keterampilan
itu, guru akan menggunakan teks cerita anak menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
yang isi ceritanya tidak terlalu panjang pada pada siklus II antara lain, (1) aspek pelafalan
siklus II sehingga akan lebih mudah untuk mencapai skor rata-rata 78,09; (2) aspek intonasi
dipahami dan diceritakan kembali oleh siswa. mencapai skor rata-rata 76,19; (3) aspek pilihan

4
Esti Puji Lestari, dkk / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3 (1) (2014)

kata (diksi) mencapai skor rata-rata 83,81; (4) skor 70-84 dicapai oleh 6 siswa atau 28,57%
aspek kelancaran mencapai skor rata-rata 82,86; dengan bobot 457 pada siklus I dan pada siklus II
(5) aspek keruntutan isi cerita mencapai skor dicapai oleh 16 siswa atau 76,20% dengan bobot
74,28; dan (6) aspek kesesuaian dengan isi cerita 1187. Kategori cukup dengan rentang skor 70-84
anak yang dibaca mencapai skor 75,24. Dengan diperoleh oleh 10 siswa atau 47,62% dengan
demikian, semua aspek masuk dalam rentang bobot 602 pada siklus I dan pada siklus II tidak
nilai 70-84 dengan kategori baik. ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori
Berdasarkan hasil observasi, jurnal (jurnal cukup. Kategori kurang dengan rentang skor 40-
guru dan jurnal siswa), wawancara, dan 54 pada siklus I diperoleh oleh 5 siswa atau
dokumentasi foto menunjukkan perubahan 23,81% dengan bobot 25, sedangkan pada siklus
perilaku siswa pada pembelajaran siklus II lebih II tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan
positif dibandingkan siklus I. Siswa tampak lebih kategori kurang. Pada siklus I maupun siklus II,
antusias, serius, aktif, dan lebih bertanggung tidak ada siswa yang mendapat kategori kurang
jawab dalam melaksanakan dan menyelesaikan dengan rentang skor 0-39.
tugas yang diberikan guru. Perolehan nilai rata-rata kelas yang dicapai
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbaikan siswa disebabkan oleh peningkatan skor rata-rata
yang dilakukan dalam pembelajaran tiap aspek penilaian menceritakan kembali cerita
menceritakan kembali cerita anak yang dibaca anak yang dibaca. Peningkatan ini disebabkan
pada siklus II ini berhasil. Terjadi peningkatan kekurangan atau permasalahan yang terdapat
pada hasil tes dan nontes siswa. Hasil tes siswa pada tiap aspek penilaian dapat diatasi. Skor rata-
sudah melampaui batas KKM dan hasil nontes rata aspek pelafalan pada siklus I hanya 65,71,
siswa juga menunjukan perubahan perilaku yang sedangkan skor rata-rata aspek intonasi pada
lebih baik (positif). siklus I yang hanya mencapai 60,95. Kekurangan
Hasil keterampilan menceritakan kembali pada aspek pelafalan dan intonasi adalah
cerita anak yang dibaca pada siklus II lebih baik terkadang siswa masih salah melafalkan kata dan
bila dibandingkan dengan hasil keterampilan belum memberikan tekanan yang tepat pada
menceritakan kembali cerita anak yang dibaca bagian-bagian penting ketika menceritakan
pada siklus I. Peningkatan kemampuan siswa kembali cerita anak yang dibaca. Solusi yang
dalam menceritakan kembali cerita anak yang dilakukan untuk mengatasi kekurangan siswa
dibaca pada siklus II merupakan bukti bahwa pada aspek pelafalan dan intonasi dengan cara
siswa dapat memahami teks cerita anak yang guru lebih memotivasi siswa dan membantu
telah dibaca. Oleh karena itu, tidak perlu ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa ketika
penelitian siklus berikutnya. berlatih menceritakan kembali cerita anak yang
dibaca. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus
PEMBAHASAN II, skor rata-rata aspek pelafalan menjadi 78,09
dan skor rata-rata intonasi meningkat menjadi
Berdasarkan perbandingan hasil tes 76,19.
menceritakan kembali cerita anak yang dibaca Pada aspek pilihan kata (diksi), siswa
siklus I dan siklus II menunjukkan adanya masih mengalami kesulitan menggunakan
peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus pilihan kata yang tepat dan merangkai kata-kata
I skor rata-rata hanya mencapai 62,43 dengan tersebut menjadi sebuah cerita ketika
kategori cukup dan meningkat pada siklus II menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
menjadi 77,67 dengan kategori baik. dengan bahasa sendiri. Pada aspek keruntutan isi
Pada siklus I, belum ada siswa yang cerita, siswa mengalami kesulitan untuk
mendapat skor dengan kategori sangat baik, menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
sedangkan pada siklus II terdapat 5 siswa atau secara runtut. Ketika menceritakan kembali,
sebesar 23,80% yang memperoleh kategori baik kadangkala siswa melewatkan bagian cerita
dengan bobot 444. Kategori baik dengan rentang tertentu dan akan mengulang kembali bagian

5
Esti Puji Lestari, dkk / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3 (1) (2014)

cerita tersebut apabila siswa tersebut ingat atau Hal ini terbukti dari peningkatan skor rata-rata
menyadari kekeliruannya. Kesulitan yang aspek kelancaran yang pada siklus I mendapat
dialami siswa pada aspek kesesuaian dengan isi 66,67 pada siklus II meningkat menjadi 82,86.
cerita yang dibaca adalah ada bagian cerita yang Saran-saran yang diberikan siswa pada
terlupakan atau cerita yang diceritakan tidak siklus I juga menjadi pertimbangan guru untuk
sesuai dengan isi cerita anak yang dibaca. perbaikan pada siklus II. Pada siklus I, siswa
Langkah perbaikan untuk mengatasi mengaku cerita anak yang diberikan guru masih
kekurangan pada ketiga aspek, yakni pilihan kata terlalu panjang sehingga sulit untuk dipahami
(diksi), keruntutan isi cerita, dan kesesuaian dalam waktu singkat dan diceritakan kembali.
dengan isi cerita yang dibaca yaitu dengan cara Pada siklus II, guru memberikan cerita anak yang
guru memberikan contoh langsung atau ceritanya lebih pendek sehingga lebih mudah
pemodelan cara menceritakan kembali cerita dipahami dan diceritakan kembali oleh siswa.
anak yang dibaca dengan mengembangkan Berdasarkan hasil observasi, jurnal siswa
pokok-pokok cerita anak yang sudah ditentukan dan guru, wawancara, dan dokumentasi foto
sebelumnya. Langkah ini dilakukan pada tahap dapat diketahui bahwa perilaku siswa pada siklus
inti kegiatan pertemuan pertama siklus II. Selain II mengalami perubahan yang lebih positif. Siswa
itu, setelah siswa menentukan unsur intrinsik lebih antusias, aktif, serius, dan lebih
(tokoh dan penokohan, alur, dan latar) dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas
menentukan secara urut pokok-pokok cerita anak yang diberikan guru. Perilaku negatif siswa pada
yang dibaca, teks cerita anak akan diambil lagi pembelajaran siklus I seperti siswa masih
oleh guru sehingga siswa dapat berlatih membuat kegaduhan dan kurang memperhatikan
menceritakan kembali dengan mengembangkan siswa lain yang sedang menceritakan kembali
pokok-pokok cerita anak yang sudah ditentukan. cerita anak yang dibaca di depan kelas juga dapat
Perbaikan yang dilakukan untuk diatasi pada pembelajaran siklus II dengan cara
mengatasi kekurangan pada aspek pilihan kata guru memberikan lembar penilaian pada tiap
(diksi), keruntutan isi cerita, dan kesesuaian siswa dan menugasi siswa untuk menilai
dengan isi cerita yang dibaca pada siklus II juga keterampilan menceritakan kembali cerita anak
berdampak pada peningkatan skor rata-rata kelas yang dibaca yang dilakukan oleh siswa lain di
untuk ketiga aspek tersebut. Skor rata-rata aspek depan kelas.
pilihan kata (diksi) pada siklus I mencapai 65,71 Dari hasil penelitian dan pembahasan
dan meningkat pada siklus II menjadi 78,09. Skor yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan
rata-rata aspek keruntutan isi cerita yang semula bahwa nilai rata-rata siswa untuk keterampilan
hanya mendapat 59,05 pada siklus I meningkat menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
menjadi 74,28 pada siklus II. Adapun skor rata- mengalami peningkatan dari yang semula hanya
rata aspek kesesuaian dengan isi cerita yang mendapat 62,43 pada siklus I meningkat menjadi
dibaca yang pada siklus I mendapat 60 77,67 pada siklus II. Hal ini karena kekurangan
mengalami peningkatan pada siklus II menjadi yang terdapat pada siklus I dapat diperbaiki di
75,24. siklus II. Selain itu, perilaku siswa juga
Kekurangan aspek kelancaran merupakan menunjukkan perubahan ke arah yang lebih
dampak dari kekurangan yang terdapat pada positif. Pembelajaran menceritakan kembali
aspek pelafalan, intonasi, pilihan kata (diksi), cerita anak yang dibaca dengan metode
keruntutan isi cerita, dan kesesuaian dengan isi cooperative script berjalan baik, tertib, lancar, dan
cerita yang dibaca sehingga setelah kekurangan kondusif sehingga pelaksanaan proses
pada aspek-aspek tersebut dapat diatasi, skor pembelajaran menjadi lebih efektif.
untuk aspek kelancaran pun dapat meningkat.

6
Esti Puji Lestari, dkk / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3 (1) (2014)

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

Simpulan Aini, Nurul. 2009. “Peningkatan Keterampilan


Berdasarkan hasil penelitian dan Menceritakan Kembali Cerita Anak Melalui
pembahasan dapat disimpulkan bahwa Teknik Story Telling dengan Media Flash Card
pada Siswa Kelas VII-C SMP Islam Sudirman
keterampilan menceritakan kembali cerita anak
Sumowono Kabupaten Semarang Tahun
yang dibaca siswa kelas VII B SMP YPE
Pelajaran 2008/2009”. Skripsi. Unnes.
Semarang mengalami peningkatan setelah Dewi, Fitri Laela Kurnia. 2010. “Peningkatan
melaksanakan pembelajaran menceritakan Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita
kembali cerita anak yang dibaca dengan metode Anak Melalui Metode Think-Pair-Share Siswa
cooperative script. Siswa juga mengalami Kelas VII SMP Negeri 2 Jekulo Kudus”.
perubahan perilaku ke arah yang lebih positif. Skripsi. Unnes.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi
Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Saran
Hidayati, Nurul. 2010. “Peningkatan Keterampilan
Saran untuk guru mata pelajaran bahasa
Menceritakan Kembali Cerita Anak yang
Indoneasi agar dapat menerapkan metode Dibaca Melalui Model Stratta dengan Teknik
cooperative script dalam pembelajaran Cerita Berangkai Siswa Kelas VII B MTs Al
menceritakan kembali cerita anak yang dibaca Islam Limpung Kabupaten Batang”. Skripsi.
sebagai alternatif pelaksanaan pembelajaran yang Unnes.
bervariasi. Selain itu, guru hendaknya Likawati. 2009. “Peningkatan Kemampuan
memberikan materi secara teoretis, tetapi juga Menceritakan Kembali Isi Cerpen dengan
harus memberikan pemodelan menceritakan Teknik Latihan Berjenjang Siswa Kelas VII-B
SMP Negeri 13 Semarang”. Skripsi. Unnes.
kembali cerita anak yang dibaca sehingga dapat
Mello, Robin. 2001. “The Power of Storytelling: How
mengamati dan memiliki gambaran bagaimana
Oral Narrative Influences Children’s
cara menceritakan kembali cerita anak yang Relathionships in Classrooms.” International
dibaca dengan baik. Saran untuk siswa yaitu agar Journal of Educatieron and Art, volume 2 No. 1,
siswa lebih memperhatikan memperhatikan February.
penjelasan yang diberikan guru, aktif dalam Mokhtar, Nor Hasni dkk. 2011. “The Effectiveness of
kegiatan pembelajaran, tidak malu untuk Storytelling in Enhancing Communicative
bertanya kepada guru apabila menemukan Skills” Procedia - Social and Behavioral Sciences,
kesulitan dalam pembelajaran, dan lebih percaya Volume 18, 2011.
Uno, Hamzah B. dan Nurdin Mohamad. 2011. Belajar
diri dengan kemampuan sendiri. Selanjutnya,
dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: Bumi
saran yang dapat peneliti berikan untuk peneliti
Aksara.
atau praktisi pendidikan bidang bahasa
Wijayanti, Henna. 2008. “Peningkatan Keterampilan
hendaknya dapat melakukan penelitian lanjutan Membaca Pemahaman Cerita Anak Melalui
dengan model, metode, atau teknik yang berbeda Strategi Directed Reading Thinking Activity
sehingga diperoleh berbagai alternatif dengan Media Gambar pada Siswa Kelas V SD
pembelajaran dalam keterampilan menceritakan N Mantingan Jaken Pati”. Skripsi. Unnes.
kembali cerita anak yang dibaca.

Anda mungkin juga menyukai