Anda di halaman 1dari 2

BAB 6

HUBUNGAN BAHASA DAN BUDAYA

Sering kita dengar bahwa bahasa dan budaya tidak dapat dipisahkan atau merupakan dua
unsur yang berhubungan erat. Hal tersebut benar adanya karena bahasa diciptakan oleh manusia
atau suatu kelompok masyarakat yang berbudaya. Bahasa yang dilahirkan oleh masyarakat
tersebut akhirnya menjadi sebuah identitas yang melekat pada suatu kelompok dan mewakilinya.
Devianty (2017) menyebutkan 3 hal identitas bahasa yang bisa menyiratkan identitas budaya
masyarakat yakni gaya bicara, pilihan kata, dan aksen bicara. Bahasa dalam kebudayaan juga
memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai sarana pengembangan kebudayaan, sarana
pembinaan kebudayaan, jalur pemeliharaan dan penerus kebudayaan serta jalur dan sarana
inventaris kebudayaan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa bahasa memiliki identitas yang dapat menyiratkan
pada suatu kelompok. Hal lain yang dapat menunjukkan bahwa suatu bahasa merupakan milik
suatu budaya adalah aturan. Aturan dalam bahasa yang dipengaruhi budaya tidak terlepas dari
karakteristik masyarakatnya. Salah satu contoh aturan dalam bahasa adalah dialek. Dialek erat
kaitannya dengan bahasa daerah yang telah diwarisi secara turun-temurun. Dengan bahasa
daerah ini lah identitas kebudayaan tertentu dapat dikomunikasikan. Koneva dan Gural (2015)
menjelaskan bahwa Institut Bahasa Jerman telah melakukan survei pada tahun 2009 yang
mengungkapkan hasil berikut: enam puluh persen penduduk Jerman menggunakan dialek dalam
percakapan sehari-hari mereka, kebanyakan dari mereka tinggal di bagian selatan. Selain itu
dijelaskan juga bahwa secara garis besar terdapat enam belas kelompok dialek besar, seperti
Bavaria, Alemannic, Upper Saxon, Brandenburg dan lain sebagainya.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa jumlah bahasa di dunia ini sangatlah banyak.
Ketika manusia telah menyepakati berbagai bahasa sebagai media bertuturnya maka mulai
bermunculan berbagai bahasa dalam kelompok masyarakat. Terdapat keragaman satuan dialek
lokal yang kemudian dikenal dengan bahasa daerah. Hanya saja keberadaan dialek lokal ini
sifatnya terbatas karena berfungsi sebagai media bertutur di kalangannya masing-masing. Fungsi
dialek lokal ini tidak berfungsi optimal ketika digunakan untuk berinteraksi dengan kalangan di
luar kelompoknya. Oleh karena itu manusia mulai berpikir untuk meragamkan fungsi bahasa
manusia melalui kesamaan makna tutur yang ada. Lebih lanjut, manusia juga menciptakan
bahasa yang bersifat nasional sebagai bahasa persatuan dalam interaksi antar manusia di suatu
daerah.

Bila membahas bahasa, tak lengkap rasanya bila tidak membahas komunikasi verbal yang
merupakan bentuk komunikasi antar manusia dengan menggunakan kata-kata dan tulisan.
Komunikasi verbal memiliki tujuan yang dasar layaknya pengertian bahasa yakni untuk
menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain agar mereka mengerti dan memahami
keinginan kita.

Menurut Sapir-Whorf keberadaan bahasa menjadi salah satu simbol verbal pada budaya
yang memiliki pengaruh yang penting. Mereka menjelaskannya dengan teori relativitas yang
mengindikasikan bahwa bahasa dapat membentuk budaya dan pola pikir individu-individu, dan
bahasa memengaruhi cara penutur bahasa tersebut mempersepsi dunia luar. Contoh hubungan
bahasa dan budaya yang paling sering dibahas dalam pembelajaran bahasa Jerman adalah
mengenai budaya tepat waktu di Jerman. Bahasa Jerman memiliki berbagai Tempus dan kosakata
yang mendeskripsikan waktu dengan detail. Hal tersebut membuat masyarakat Jerman sangat
patuh terhadap waktu. Hal tersebut tentunya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang tidak
memiliki Tempus. Contoh lainnya adalah ragam roti di Jerman. Dikutip dari Bobo.id, terdapat
lebih dari 3.200 jenis roti yang terdaftar di German Institute of Bread. Budaya membuat roti di
Jerman juga telah masuk daftar Warisan Budaya Dunia Tak Benda dari UNESCO.

Anda mungkin juga menyukai