TINDAKAN
2022
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Konservatif dan Ekstra Hati2 : Pada penderita perlu high flow oxygen, ESRD On dialysis or
CHF, Geriatri dan Covid-19
Agresif : Tidak ada overload/edema paru, intubated/ mechanical ventilated
MAP ≥
Observasi Ya 65 mmHg Tidak
Evaluasi kecukupan
cairan
menggunakan ***Titrasi Norepineprine
parameter dinamis (Mulai 0,05 µg /kg/min – maks 0,5
Turunkan dosis µg/kg/min)
morephineprin,
vasopressin,
adrenalin (Target Titrasi Vasopressin maks 0,03
MAP > 65mmHg) Steroid µg/kg/min
Pertimbangkan
titrasi Dobutamin
Hydrocortison
pada persisten 200 mg
hipoperfusi dan perhari Titrasi Epinephrine maks 0,5
Cardiac dysfunction units/min
6 Kepustakaan
1. Perhimpunan dokter intensive care, 2017. Penatalaksanaan sepsis dan syok
septik optimalisasi FASTHUGSBID
2. Rhodes,A., et al. 2017. Surviving sepsis campaign : International guidelinesfor
management of sepsis and septic shock : 2016, Critical Care Medicine, vol 45
no.3 p. 486-552
3. Levy, MM., et al. 2018. The surviving sepsisng campaign bundle 2018 Update,
Ciritical care medicine, vol 46, no.6 p. 486-552. P.997-1000.
4. Dellinger, RP., et al. 2017. A User’s guide to the 2016 Surviving sepsis campaign
guidelines, Intensive Care vol. 43, p299-303
5. Alhazzani W., et al. 2020 Surviving sepsis campaig: guidelines on the
managemennt of critically ill adult with Cotonavirus Disease 2019 (COVID-19).
Intensive Care Med.
6. Monnet. Et al. 2016, Prediction of Fluid Responsiveness. Ann. Intensive Care
(2016) 6 : 111
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
4 Komplikasi IIB
1. Teknis : malfungsi akses vakular, sirkuit tersumbat, sirkuit
pecah, kateter, sirkuit terlipat, insufisiensi aliran darah,
jalur kateter tidak tersambung, emboli udara, gangguan
cairan dan elektrolit1 (Level of Evidence 3)
2. Klinis : pendarahan, hematoma, thrombosis, infeksi dan
sepsis, reaksi alergi, hipotermia, kehilangan nutrient,
insufisiensi blood purification, hipotensi dan aritmia (Level
of Evidence 3)
5 Edukasi IIB
1. Terkait komorbid
2. Rencana pemeriksaan penunjang
3. Rencana terapi jangka Panjang
4. Monitor efek samping
6 Kepustakaan
1. Bellomo R, Ronco C. Continuous haemofiltration in the intensive care unit.
Critical Care. 2000 Dec;4(6):1-7.
2. Chaturvedi M. Continuous Renal Replacement Therapy. InThe Indian
Anaesthetists' Forum 2004 Oct 7.
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
1. Hipokalsemia/Hipomagnesemia
2. Hipotermia
3. Reaksi transfusi
4. Hipotensi
5. Trombositopenia, hipofibrinogenik
6 Edukasi IA
5. Terkait indikasi tindakan
6. Terkait tahapan prosedur
7. Terkait resiko tindakan
7 Kepustakaan
1. Kaplan AA. Therapeutic plasma exchange: core curriculum 2008. Am J Kidney
Dis. 2008 Dec. 52 (6):1180-96.
2. [Guideline] Padmanabhan A, Connelly-Smith L, Aqui N, Balogun RA, Klingel R,
Meyer E, et al. Guidelines on the Use of Therapeutic Apheresis in Clinical
Practice - Evidence-Based Approach from the Writing Committee of the
American Society for Apheresis: The Eighth Special Issue. J Clin Apher. 2019
Jun. 34 (3):171-354.
3. Siami GA, Siami FS. Membrane plasmapheresis in the United States: a review
over the last 20 years. Ther Apher. 2001 Aug. 5 (4):315-20.
4. Gerhardt RE, Ntoso KA, Koethe JD, Lodge S, Wolf CJ. Acute plasma separation
with hemodialysis equipment. J Am Soc Nephrol. 1992 Mar. 2 (9):1455-8.
5. Hashemian SM, Shafigh N, Afzal G, Jamaati H, Tabarsi P, Marjani M, et al.
Plasmapheresis reduces cytokine and immune cell levels in COVID-19 patients
with acute respiratory distress syndrome (ARDS). Pulmonology. 2020 Dec 4.
6. Kamran SM, Mirza ZE, Naseem A, Liaqat J, Fazal I, Alamgir W, et al.
Therapeutic plasma exchange for coronavirus disease-2019 triggered cytokine
release syndrome; a retrospective propensity matched control study. PLoS One.
2021. 16 (1):e0244853.
7. Mokrzycki MH, Kaplan AA. Therapeutic plasma exchange: complications and
management. Am J Kidney Dis. 1994 Jun. 23 (6):817-27.
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Ekstubasi
No Keterangan Derajat Rekomendasi
1. Pengertian
Merupakan prosedur pelepasan pipa endotrakheal setelah 1A
tindakan pembedahan atau anestesi selesai dilakukan.1
(Level of Evidence 2)
Prosedur ini dapat dibagi menjadi dua yaitu : Ekstubasi
dalam dan ekstubasi sadar baik. Ekstubasi dilakukan pada
saat yang tepat bagi pasien untuk menghindari terjadinya
reintubasi dan komplikasi lain.2 (Level of Evidence 1)
2 Indikasi 1A
Pasien yang telah melalui SBT (Spontaneous Breathing Trial)
dengan baik dapat dilakukan esktubasi1 (Level of Evidence 2)
3 Kontraindikasi 1A
Kontraindikasi dari ekstubasi adalah:3 (Level of Evidence 2)
19. Penyebab gagal napas belum tertangani
20. PF Ratio < 150, membutuhkan FiO2 > 40%, PEEP > 10,
MV lebih dari 15Lpm, RSBi > 105, Sekret berlebihan,
Foto Thoraks memburuk
21. Pasien harus mampu mempertahankan oksigenasi dan
ventilasi dengan bantuan respirasi minimal yang dapat
diberikan secara spontan atau dengan modalitas non
invasif
22. Pasien harus mampu mempertahankan jalan napas
paten, mampu batuk adekuat, sekret minimal
23. Akronim MOVE (Mental status, oksigenasi, ventilasi,
ekspectorant)
24. Instabilitas hemodinamik (Takikardia, membutuhkan
dosis vasopresor tinggi)
25. GCS kurang dari 8
26. Adanya trauma akut pada otak
27. Rencana kembali ke ruang operasi dalam 24 jam
kedepan
28. Sedang dalam pengaruh pelemas otot
29. Adanya abdomen yang terbuka
30. Sedang dalam hipotermia terapeutik
4 Prosedur 1A
Prosedur dari ekstubasi4: (Level of Evidence 2)
1. Ekstubasi dalam :
• Pada pasien yang tidak diperbolehkan batuk atau
mengejan
• Pasien dalam kondisi hemodinamik stabil
• Pasien bernafas spontan dengan frekuensi nafas lebih
dari 10 kali per menit, volume tidak minimal 6ml/kgbb
dan bukan pernapasan abdominal
• Bila perlu dapat ditambahkan obat-obatan untuk
menumpulkan reflek dari jalan napas
• Setelah memenuhi prosedur sebelumnya, dapat
dilakukan pelepasan pipa endotrakeal dan kemudian
pasien dibantu untuk dapat mempertahankan patensi
jalan nafas sampai pasien sadar
• Suctioning dan bersihkan kembali jalan napas pasien
• Catat rekam medis ICU pasien (keadaan pasien selama
ekstubasi, obat-obat yang diberikan, komplikasi yang
terjadi selama dan paska ekstubasi)
2. Ekstubasi Sadar Baik3,4 :
• Pada pasien yang tidak terdapat indikasi ekstubasi
dalam
• Pasien dapat mempertahankan patensi jalan napas
• Pasien dalam kondisi hemodinamik stabil
• Pasien bernafas spontan dengan frekuensi nafas lebih
dari 10 kali per menit, volume tidak minimal 6ml/kgbb
dan bukan pernapasan abdominal
• Pasien sadar baik dan dapat mengikuti perintah yang
diberikan
• Pasien dapat menahan kepalanya selama 5 detik yang
menandakan bahwa sisa pelemas otot yang diberikan
kurang lebih 30%
• Dilakukan pembersihan sekret jalan nafas
• Setelah memenuhi prosedur sebelumnya maka dapat
dilakukan pelepasan pipa endotrakeal
• Suctioning dan bersihkan kembali jalan napas pasien
• Catat rekam medis ICU pasien (keadaan pasien selama
ekstubasi, obat-obat yang diberikan, komplikasi yang
terjadi selama dan paska ekstubasi)
5 Komplikasi 1A
Komplikasi dari ektubasi3,4: (Level of Evidence 2)
6. Gagal ekstubasi, butuh reintubasi dalam 72 jam
7. Gagal penyapihan
8. Stridor post ekstubasi
6 Edukasi 1A
8. Terkait indikasi tindakan
9. Terkait tahapan prosedur
10.Terkait resiko tindakan
7 Kepustakaan
1. Baptistella AR, Sarmento FJ, Silva KRD, Baptistella SF, Taglietti M, Zuquello RA,
et al. Predictive Factors of Weaning from Mechanical Ventilation and Extubation
Outcome: A Systematic Review. Yjcrc. 2018. 48:56-62. doi:
10.1016/j.jcrc.2018.08.023
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Airway Management. In: Clinical
anesthesiology. 5th Edition. New York: McGraw-Hill Education, LLC. p333-334
3. Margaret L. Campbell. How to Withdraw Mechanical Ventilation: A Systematic
Review of the Literature. AACN. 2007. 18(4):397-403.
4. Saeed F, Lasrado S. Extubation.In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK539804/
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Pemberian Norepinephrine
No Keterangan Derajat Rekomendasi
1 Pengertian (definisi)
Norepinephrine adalah salah satu obat penting dalam II B
kegawatdaruratan kardiak.1 (Level of Evidence 3)
2 Tujuan II B
• Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai
dan dengan cara pemberian yang tepat.2 (Level of
Evidence 3)
• Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada
rekam medis pasien
3 Indikasi II B
Indikasi pemberiannya pada syok kardiogenik berat atau
hipotensi signifikan tekanan darah sistolik < 70 mmHg)
dengan resistensi perifer total rendah 1,2(Level of Evidence
2)
4 Prosedur IIB
Prosedur pemberian norepinephrine3: (Level of Evidence 3)
1. Larutan 4 mg norepinephrine dalam Dektrose 5% atau
Dektrose 5% NaCl 0,9%
2. Hindari pengenceran dengan menggunakan NaCl 0,9%
saja
3. Diberikan melalui infus intravena 0,5 sampai 1,5
ug/menit dititrasi sampai didapat perbaikan tekanan
darah (sampai 30 ug/menit).
Tidak boleh diberikan dalam satu jalur dengan larutan basa
(Level of Evidence 2)
5 Komplikasi II B
Ekstravasasi dapat menimbulkan nekrosis jaringan.2 (Level
of Evidence 1)
6 Edukasi
11. Terkait tujuan diberikan norepinephrine II B
12. Terkait efek samping dan komplikasi pemberian obat
13. Monitor Efek Samping
7 Kepustakaan
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical
anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange
2. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al. Surviving Sepsis Campaign:
international guidelines for management of severe sepsis and septic shock:
2008. Intensive Care Med 2008;34:17-60
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Pemberian Dopamin
No. Keterangan Derajat Rekomendasi
1. Pengertian (definisi) 1A
Dopamin adalah salah satu obat penting dalam
kegawatdaruratan1 (Level of Evidence 2)
2. Indikasi 1A
• Obat kedua setelah atropine untuk bradikardi
simptomatik (Level of Evidence 2)
• Hipotensi (sistolik < 70-100 mmHg) dengan tanda dan
gejala dan garis syok.2 (Level of Evidence 1)
• Dapat digunakan pada pasien hipovolemik setelah
pemberian cairan adekuat (Level of Evidence 3)
• Pemberiannya tidak dicampur dengan natrium
bikarbonat2 (Level of Evidence 2)
3. Tujuan 1A
• Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai
dan dengan cara pemberian yang tepat.3 (Level of
Evidence 1)
• Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada
rekam medis pasien
4. Efek Samping 1A
Takikardia, vasokontriksi hebat.3 (Level of Evidence 1)
5. Edukasi 1A
• Terkait tujuan diberikan dopamin
• Terkait efek samping dan komplikasi pemberian obat
• Monitor Efek Samping
6. Prosedur 1A
Prosedur dari pemberian dopamine2,3 (Level of Evidence 2)
• Dopamine 400-800 mg dicampurkan dalam NaCl 0,9%
atau Ringer Laktat, atau Dekstrose 5%.
• Diberikan dengan infus kontinu, dititrasi sesuai respon
pasien.
• Dosis rendah : 1-5 ug kg/men
• Dosis sedang : 5-10 ug/kg/men (dosis kardiak)
• Dosis tinggi : 10-20 ug/kg/men (dosis vasopresor)
7. Kepustakaan
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology.
5th Edition. New York: Lange
2. Boulain T, Runge I, Bercault N, Benzekri-Lefevre D, Wolf M, Fleury C.
Dopamine therapy in septic shock: detrimental effect on survival? J Crit
Care 2009;24:575-582
3. Ungar A, Fumagalli S, Marini M, et al. Renal, but not systemic, hemodynamic
effects of dopamine are influenced by the severity of congestive heart
failure. Crit Care Med 2004;32:1125-1129
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Pemberian Dobutamin
No. Keterangan Derajat Rekomendasi
1. Pengertian (definisi)
Dobutamin adalah salah satu obat penting dalam 1A
kegawatdaruratan kardiak.1 (Level of Evidence 2)
2. Indikasi 1A
• Indikasi Kegagalan pompa jantung (gagal jantung
kongestif, edema paru) dengan tekanan darah sistolik
70-100 mmHg dan tidak ada gejala syok.2 (Level of
Evidence 1)
• Hindari pemberiannya pada tekanan darah < 100
mmHg dengan gejala syok.2 (Level of Evidence 2)
• Pemberiannya tidak dicampurkan dengan bikarbonat.
(Level of Evidence 3)
3. Tujuan 1A
Tujuan dari pemberian dobutamine2,3: (Level of Evidence 2)
• Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai
dan dengan cara pemebrian yang tepat.
• Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada
rekam medis pasien.
4. Efek Samping 1A
Takiaritmia, fluktuasi tekanan darah, sakit kepala, mual 2
(Level of Evidence 1)
5. Edukasi 1A
• Terkait tujuan diberikan dobutamin
• Terkait efek samping dan komplikasi pemberian obat
• Monitor Efek Samping
6. Prosedur 1A
Prosedur dari pemberian dobutamine (Level of Evidence 2)
• 250 mg Dobutamin dicampurkan dengan NaCl 0.9%
atau Dekstrose 5% sesuai kebutuhan.
• Diberikan secara intus intravena dengan kecepatan 2
sampai 20 ug/kg/men.
• Titrasi sesuai kebutuhan selama pemakaian
dobutamin.
• Monitoring hemodinamik selama pemakaian
dobutamin.
7 Kepustakaan
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical
anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange
2. Stevenson LW. Clinical use of inotropic therapy for heart failure: looking
backward or forward? Part I: inotropic infusions during
hospitalization. Circulation. 2003 Jul 22;108(3):367-72
3. McNally EM. Can we do better than dobutamine? Circ Res. 2013 Aug
02;113(4):355-7.
Panduan Praktik Klinis
SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Pemeriksaan Ekokardiografi
No Keterangan Derajat Rekomendasi
1. Pemeriksaan Pada Saat Rawat Inap
Pasien rawat inap yang secara klinis menunjukkan adanya 1C
gejala gagal jantung memiliki indikasi dilakukan
ekokardiografi sebagai langkah awal untuk penegakan
diagnosis.1 (Level of Evidence 2)
Gejala adanya gagal jantung antara lain dengan gejala
sesak nafas, mudah lelah, ronki pada basal paru, atau
adanya tanda gagal jantung kanan seperti peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, dan edema perifer. 2
(Level of Evidence 1)
Adanya kelainan suara jantung pada auskultasi, bising
jantung, kardiomegali, dan kelainan pada pemeriksaan
elektrokardiografi juga merupakan indikasi untuk
pemeriksaan ekokardiografi pada rawat inap.3 (Level of
Evidence 2)
Ekokardiografi pada pasien gagal jantung meliputi
ekokardiografi 2 dimensi (2D) / tiga dimensi (3D), pulsed
wave (PW), continuous wave (CW) Doppler, colour flow
Doppler, tissue Doppler imaging (TDI), deformation
imaging (strain and strain rate). Ekokardiografi pada
dinding dada atau Transthoracic echocardiography (TTE)
adalah metode pilihan untuk penilaian fungsi sistolik dan
diastolik ventrikel kiri dan kanan.2 (Level of Evidence 1)
Pemeriksaan ekokardiografi pada pasien rawat inap dalam
kondisi tidak stabil, selain untuk diagnostik juga dapat
diindikasikan untuk mengetahui status hemodinamik,
pemberian terapi dan evaluasi terhadap respon terapi dan
perkembangan pasien gagal jantung akut.1 (Level of
Evidence 3)
3 Kontraindikasi IIB
Kontrindikasi relatif untuk memantau tekanan
intrakranial yaitu 3: (Level of Evidence 2)
1. Koagulopati dapat meningkatkan risiko perdarahan
pada pemasangan pemantauan tekanan intrakranial.
Bila memungkinkan pemantauan ditunda sampai
International Normalized Ratio (INR), Prothrombin
Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT)
terkoreksi ( INR < 1,4 dan PT < 13,5 detik).
2. Trombosit 100.000/mm³
3. Bila pasien menggunakan obat anti platelet, sebaiknya
berikan sekantong platelet dan fungsi platelet dengan
menghitung waktu perdarahan.
4. Imunosupresan baik iatrogenik maupun patologis juga
merupakan kontraindikasi relatif.
Evidence 3)
1) Mencapai analgesia dan anxiolysis yang
adekuat sebagai salah satu target manajemen
primer di ICU
2) Fasilitasi pasien untuk pemasangan ETT dan
penggunaan ventilator
3) Fasilitasi prosedur invasif di ICU
4) Pasca operasi pembedahan
Delirium
3 Prosedur Tindakan 1A
. Prosedur tindakan sedasi : (Level of Evidence 3)
1
2 Indikasi IIB
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan
enteral tidak dapat dipenuhi dengan baik.1(Level of
Evidence 2)
Terdapat kecenderungan untuk tetap memberikan nutrisi
enteral walaupun parsial dan tidak adekuat dengan
suplemen nutrisi parenteral. (Level of Evidence 3)
Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan
dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat
mungkin. Pada pasien ICU, kebutuhan dalam sehari
diberikan lewat infus secara kontinu dalam 24 jam.2(Level of
Evidence 2)
Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin
kecukupan energi dan nitrogen, namun harus dihindari
overfeeding seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis
hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-
ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia.(Level of Evidence
3)
3 Komplikasi IIB
Komplikasi dari TPN2: (Level of Evidence 2)
1. Translokasi mikroorganisme pada sirkulasi portal
2. Morbiditasi septik yang meningkat
3. Memberikan dukungan tumbuhnya bakteri
4. Atrofi jaringan limfoid sistem digestif
4 Edukasi IIB
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:2