Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA

KASUS GANGGUAN PSIKOSOSIAL DAN GANGGUAN KONSEP DIRI

Dosen Pembimbing :

Ns. Muhhammad Pauzi, S.kep, M.kep

Disusun Oleh

Fauzia Herdila
191012114201006

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

TAHUN AJAR 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Gangguan Psikososial dan
Gangguan Konsep Diri”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah pisikologi budaya dalam keluarga di Institut Kesehatan Prima Nusantara
Bukittinggi. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami Ns. Muhhammad Pauzi, S.kep, M.kep yang telah memberikan
tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Solok, 8 April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 STUDI KASUS GANGGUAN PSIKOSIAL...................................03
1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN
4. MANFAAT
5. PEMBAHASAN
6. KESIMPULAN

BAB II STUDI KASUS GANGGUAN KONSEP DIRI ............................ 10


1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN
4. MANFAAT
5. PEMBAHASAN
6. KESIMPULAN

BAB III JURNAL GANGGUAN PSIKOSOSIAL


1. JURNAL 1.........................................................................................20
2. JURNAL 2.........................................................................................28

BAB IV JURNAL GANGGUAN KONSEP DIRI


1. JURNAL 1..........................................................................................50
2. JURNAL 2..........................................................................................57

BAB V PENUTUP
KESIMPULAN DAN ANALISA..................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
STUDI KASUS TENTANG GANGGUAN PSIKOSOSIAL PADA LANSIA

SUCCESFULL AGING PADA LANJUT USIA

(Studi Kasus Pada Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Desa Slarang
Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap)

A. LATAR BELAKANG KASUS

Seharusnya lanjut usia menikmati hari tuanya bersama anak dan cucunya namun justru
mereka harus tingal di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata dan harus berpisah jauh
dari anak dan keluarga. Pastinya mereka yang diwakili oleh Mbah Sunarmo, Mbah Arif
Kustanto dan Mbah Diran Sumarto mempunyai cara sendiri supaya hidupnya dapat sukses
dan memiliki pemahaman sendiri tentang arti sukses yang ingin dikejar di masa-masa tuanya.
Dari latar belakang masalah itu maka munculah rumusan masalahnya yaitu, Apa pengertian
succesful aging dari Mbah Sunarmo, Mbah Diran Sumarto, dan Mbah Ari Kustanto? Dan
bagaimana cara mereka meraih succesful aging dalam kehidupannya?Untuk menjawab
rumusan masalah maka metode penelitian yang digunakan adalah termasuk ke dalam jenis
penelitian kualitatif deskriptif, dengan lokasi penelitiannya di Balai Pelayana Sosial Lanjut
Usia Desa Slarang Dewanata Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap. Teknik
pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitiannya adalah Succesful aging (sukses) lansia pada dasarnya menurut
Mbah Sunarmo, Mbah Diran Sumarto dan Mbah Arif Kustanto itu tidak beda jauh. Sukses
tidak bisa diukur dengan banyaknya uang dan hart, sukses adalah bila mereka dapat menjalani
hidup dan menikmati hidup. Cara memperoleh sukses juga tidak berbeda jauh, justru banyak
kesamaannya. Semangat adalah salah satu cara ketiga subjek yaitu:

• Semangat, hal yang awalnya tidak mungkin bisa jadi mungkin kuncinya adalah yakin
kepada Allah,
• Harus memperbaiki dan meningkatkan ibadah kepada Allah karena dengan
peningkatan ibadah maka meningkat juga keyakinan untuk sukses dan pastinya akan
mengefek ke semangat yang membara,
• Selalu optimis dan Mandiri.
Itu semua adalah cara yang dilakukan oleh ketiga subjek. Mbah Sunarmo dan Mbah
Diran Sumarto dalam hidupnya termasuk aktif dalam hidup, serta mandiri sedangkan
berpikir optimisnya tidak terlalu kuat dibandingkan Mbah Arif Kustanto yang selalu
optimis dalam hidup untuk meraih apa yang diinginkannya. Maka dari itu hidupnya Mbah
Arif Kustanto termasuk aktif, mandiri serta berikir optimis.

Kasus ini membahas tentang kemandirian yaitu kemampuan untuk mengatur perilaku
sendiri untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung
pada orang lain. Sedangkan kemandirian lanjut usia sudah tidak aktif dalam kegiatan sehari-
hari karena perubahan pada fisik, mental, psikologis, sosial secara perlahan. Sementara itu
lanjut usia yang tinggal dipanti sosial dapat mengembangkan perilaku mandiri yaitu dengan
menghabiskan waktu untuk berinterakti dengan teman-temannya serta mampu mengatasi
masalah yang terjadi.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalahnya yaitu
bagaimana cara Lansia meraih succesful aging dalam kehidupannya di Balai Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Dewanata Desa Slarang Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan Penelitian ini untuk dapat mengetahui cara Lansia meraih succesful aging
dalam kehidupannya di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Desa Slarang
Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi seluruh
masyarakat bahwa lanjut usia itu mempunyai hak dan kebutuhan yang sama seperti yang
muda dan dewasa. Dan bagi yang lebih muda dapat menghargai atau menghormati setiap
saran dan pemikiran para lanjut usia.

b. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian teoritis tentang lanjut
usia ataupun successful aging. Serta menjadi bahan referensi penelitian selanjutnya.
D. PEMBAHASAN KASUS

Pertumbuhan lanjut usia di Indonesia pada saat ini sangat pesat bahkan tidak hanya di
Indonesia melaikan mendunia. Predisksi jumlah penduduk lansia di Indonesia hingga tahun
2100 akan menunjukan angka kelipatan yang luar biasa, 5 kali lebih tinggi dibandingkan
tahun 2013 (8,9% menjadi 41%), bahkan melebihi prediksi jumlah lansia dunia yang hanya
35,1%. Dari gambaran tersebut jumlah lanjut usia di indonesia dibandingkan jumlah lanjut
usia dunia masih lebih rendah 4,5%, demikian pula ditahun 2050 prediksi lansia di Indonesia
masih 3,9% lebih rendah dibandingkan lanjut usia didunia.

Menurut Undang-undang No. 13 Ayat 1-2 Tahun 1998 dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan lanjut usia adalah seorang yang berumur 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur- angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada masa lanjut usia
dalam mempersiapkan lingkungannya, kemungkinan yang pertama rangsangan- rangsangan
yang dipersiapkan akan berada dalam batasan-batasan optimal sehingga timbulnya kondisi
keseimbangan (homeostatis). Kemungkinan yang kedua adalah rangsangan-rangsangan itu
berada diatas batasan optimal (overtsimulation) atau dibawahnya (understimulation) akibat
dari kemungkinan kedua ini adalah stress dan manusia harus melakukan perilaku penyesuain
diri (coping behavior).

Seperti juga lanjut usia yang berada di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata
Desa Slarang Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap bahwa lanjut usia yang datang ke
sana dengan dipaksa awal mula mengalami stress dan tidak terima dengan perlakuan yang
dialaminya. Tetapi dengan menerima keadaan maka lanjut usia di Balai Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Dewanata Desa Slarang Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap berhasil
meraih successful aging. Successful aging ditandai dengan lanjut usia yang selalu merasa
bahagia, damai dan mampu bergaul dengan teman-teman barunya. walaupun jauh dari
keluarga dan tinggal di Panti Jompo atau Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia tidak tentu mau
sampai kapan.

Lanjut usia yang meraih successful again (optimal aging) adalah tipe lanjut usia yang
berhasil. Banyak kriterianya untuk dikatakan sebagai lanjut usia (lansia) yang berhasil, dapat
dilihat dari sudut pandang misalnya : fungsi jantung, fungsi kognitif, kesehatan mental dan
ada juga yang dilihat dari produktifitas, kondisi ekonomi, yang memiliki arti penting bagi
kondisi kesehatan lanjut usia. Selain itu, ada yang melihat dari panjangnya umur, sebagai
tanda kesehatan fisik dan mental seseorang.
Seharusnya Lanjut usia menikmati hari tuanya bersama keluarga, tentunya sesuai adat
dan budaya yang ada dimasyarakat. Orang yang umurnya lebih tua harus dihormati,
dihargai dan dibahagiakan oleh orang yang lebih muda. Bahkan dalam agama dijelaskan
bahwa orang yang lebih muda dianjurkan untuk menghormati dan bertanggung jawab atas
kesejahteraan orang yang lebih tua, khusunya orang tua sendiri. Apabila masih memiliki
orang tua maka hendaklah memperhatikan, mengetahui serta mengamalkan tata kesopanan
dan moral terhadap ayah ibu. Sebab itu merupakan kewajiban bagi seorang anak terhadap
orang tua. Hal ini harus mendapat perhatian secara khusus oleh setiap insan yang beriman.
Yaitu harus siap berbakti dan mengabdi kepada kedua orang tua bukan justru memasukan
lansia ke panti jompo.

Kenapa orang tua harus dihormati karena untuk kemajuan suatu generasi adalah berkat
kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh generasi sebelumnya. Oleh karenanya wajarlah,
sebagai rasa terima kasih, kalau generasi yang kemudian menghormati generasi sebelumnya.
Dalam al-quran surat al-isra ayat 24 yang juga menjelaskan yang artinya “dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : wahai tuhanku
kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mengasihi dan mendidikku waktu
kecil” menurut ibn jarir dan ibn al-munzir yang dimaksud dengan rendakkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan adalah tunduk kepada kedua orang
sebagaimana tunduknya kepada tuannya yang bengis dan keras.

Maka tidak salah kalau lansia yang dimasukan di panti jompo akan merasa stress
dan merasa tidak terima dengan perlakuan dari anak-anaknya dan ini akan membuat lansia
tidak bisa meraih successful again (optimal aging) disaat usia lanjut. Walaupun tidak
dipungkiri ada juga lansia yang hidup di panti jompo bisa meraih successful again (optimal
aging) dari kehidupannya sekaran. Tentunya lansia harus tahu pengertian dari successful
again (optimal aging) supaya dalam kehidupan mereka selalu diliputi oleh successful again
(optimal aging).
1. Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Undang-undang No. 13 Ayat 1-2 Tahun 1998 dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan lanjut usia adalah seorang yang berumur 60 tahun ke atas. Lanjut usia
(lansia) adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana
seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Karena lanjut usia biasanya lebih pasif tidak
seaktif pada waktu masih muda karena banyaknnya keterbatasa. Bahkan ada yang lebih
memilih untuk hidup sendiri atau memilih untuk tinggal di Panti Jompo agar lebih banyak
teman yang usianya sama agar lebih mudah dalam komunikasi dan bersosialisasi.

2. Succesful Aging

Menurut Suardiman yang dikutip Aji Darma successful aging adalah suatu kondisi
dimana seorang lansia tidak hanya berumur panjang tetapi juga umur panjang dalam kondisi
sehat, sehingga memungkinkan untuk melakukan kegiatan secara mandiri, tetap berguna dan
memberikan manfaat bagi keluarga dan kehidupan sosial. Kondisi demikian sering disebut
sebagai harapan hidup untuk tetap aktif. Sebaliknya orang tidak menghendaki umur panjang,
apabila umur panjang ini dilalui dalam keadaan sakit.

Sedangkan menurut Dorris dalam Aji Dharma mengatakan bahwa successful aging
adalah kondisi yang tidak ada penyakit, artinya secara fisik sehat, aman secara finansial,
hidupnya masih produktif, mandiri dalam hidupnya, mampu berpikir optimis dan positif dan
masih aktif dengan orang lain yang dapat memberikan makna dan dukungan secara sosial dan
psikologis dalam hidupnya. Secara lebih mendasar dapat dikatakan bahwa successful aging
adalah kondisi yang seimbang antara aspek lingkungan, emosi, spiritual, sosial, fisik,
psikologis dan budaya.

Berbeda lagi dengan yang dikatakan oleh Siti Partini, lanjut usia yang meraih
successful again atau optimal aging adalah tipe lanjut usia yang berhasil. Banyak kriterianya
untuk dikatakan sebagai lanjut usia (lansia) yang berhasil, dapat dilihat dari sudut pandang
misalnya : fungsi jantung, fungsi kognitif, kesehatan mental dan ada juga yang dilihat dari
produktifitas, kondisi ekonomi, yang memiliki arti penting bagi kondisi kesehatan lanjut usia.
Selain itu, ada yang melihat dari panjangnya umur, sebagai tanda kesehatan fisik dan mental
seseorang.

Indikator lansia yang succesful aging dalam penelitian ini ditandai dengan hidup aktif,
mampu berpikir optimis dan mandiri dalam hidup.
E. KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan dalam bab
IV, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berumur lebih
dari 60 tahun dan sudah banyak mengalami penurunan fisik, seperti mengeluh karena sering
sakit, kulit sudah mulai keriput dan kurangnya daya untuk berpikir. Tipe lanjut usia dilihat
dari ketiga subjek mereka termasuk kedalam tipe mandiri karena berfikir untuk tidak
merepotkan anak- anaknya ataupun keluarganya karena itu ketiga subjek memilih tinggal di
Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata.

Succesful aging atau sukses pada masa tua yaitu tidak bisa diukur dari banyaknya uang
atau harta yang dimilki, melainkan sukses diukur dari sehat jasmani dan rohaninya. Agar bisa
tetap semangat, aktif dalam setiap kegiatan, mandiri melakukan kebutuhan sehari-hari tanpa
meminta bantuan siapa pun, rajin dalam ibadahnya, dan berpikir optimis.

Sedangkan cara untuk meraih succesful aging yaitu pertama dengan semangat, karena
dengan semangat hal yang tidak mungkin maka bisa menjadi mungkin, yaitu dengan kata
kunci yakin kepada Allah. Kedua meningkatkan ibadah, karena dengan meningkatkan ibadah
juga tingkat keyakinan bertambah kepada Allah, efeknya semangat meraih sukses pada masa
lansia akan bertambah. Ketiga mandiri, lanjut usia walaupun sudah berumur lanjut tidak
seharusnya segala kebutuhnnya harus dengan bantuan orang lain tetapi harus tetap mandiri
yang akan menjadikan lansia banyak kegiatan dan menikmati hidupnya karena banyak
aktivitas yang dilakukan sendiri. Keempat aktif, lansia harus tetap aktif bukan karena sudah
tua tetapi berhenti mengikuti kegiatan dan hanya berdiam diri dirumah, itu akan membuat
lansia kurang bahagia, kurang sosialisasi dengan teman sebayanya dan tidak bisa menikmati
hidup.
STUDI KASUS TENTANG GANGGUAN KONSEP DIRI PADA LANSIA

KONSEP DIRI LANJUT USIA DALAM MEMPERTAHANKAN


KESEHATAN MENTAL DAN SOSIAL
(STUDI KUALITATIF DI GRIYA LANSIA KABUPATEN LUMAJANG)

A. LATAR BELAKANG

Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua
orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang terakhir. Di
masa ini seseorang pada umumnya akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara
bertahap (Azizah, 2011:13). Memasuki usia tua individu mulai menarik diri dari masyarakat
sehingga memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas- aktivitas yang
berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan stadium ini (Rosita, 2016:11). Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia,
menjelaskan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu
permasalahan yang sangat mendasar pada lansia adalah masalah kesehatan sehingga diperlukan
pembinaan kesehatan pada kelompok pra lansia dan lansia, bahkan sejak dini (Kemenkes RI,
2016:3).

Jumlah penduduk lansia di dunia terus mengalami peningkatan. Menurut WHO dalam
National Institute of Aging presentase penduduk lansia di dunia pada tahun 2010 sebesar 524 juta
orang atau sekitar 8% dari penduduk di dunia. Pada tahun 2025 populasi lansia diperkirakan
hampir tiga kali lipat menjadi sekitar 1,5 miliar, yaitu sekitar 16% dari populasi di dunia. Pada
tahun 2010 hingga 2050, populasi lansia di negara-negara maju diproyeksikan meningkat sebesar
71% sedangkan di negara berkembang meningkat lebih dari 250% (WHO, 2011:4).

Pertambahan penduduk lansia lebih cepat terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat setelah Cina,
India, dan Jepang. Saat ini Indonesia memiliki 20,8 juta penduduk lansia atau empat kali jumlah
penduduk Singapura. Pada tahun 2035, jumlah lansia diperkirakan akan mencapai 80 juta, di
mana setiap empat orang Indonesia terdapat satu orang berumur diatas 60 tahun (BKKBN, 2014).

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 18,1 juta jiwa atau
7,6% dari total penduduk, sedangkan data Susenas mencapai 20,24 juta jiwa atau 8,03% dari total
penduduk (Kemenkes RI, 2016:3). Pada tahun 2020 estimasi jumlah penduduk lansia di Indonesia
meningkat menjadi 28,8 juta jiwa atau sekitar 11,34% dari populasi. Tahun 2025 seperlima
penduduk Indonesia merupakan lansia (Ma’rifatul dalam Rahmah, 2014:1).

JawaTimur merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah lansia tinggi di Indonesia
yaitu sebesar 9,36% atau sekitar 2,7 juta jiwa (BPS Jawa Timur, 2012). Kabupaten Lumajang
adalah salah satu kabupaten yang memiliki jumlah penduduk lansia sepanjang tahun 2016
sebanyak 75.311 jiwa dari 132.757 sasaran jumlah penduduk usila atau sebesar 56,73% (Dinas
Kesehatan Kabupaten Lumajang, 2016:51). Peningkatan jumlah penduduk lansia juga merupakan
suatu tantangan, karena kelompok lansia jika ditinjau dari aspek kesehatan akan mengalami
penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah maupun akibat penyakit sehingga meningkatkan
angka ketergantungan lansia (Kemenkes RI, 2014:1). Peningkatan jumlah penduduk lansia akan
membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu lansia itu sendiri,
keluarga, masyarakat maupun pemerintah (Azizah, 2011:65).

Upaya pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan lansia yang mengutamakan upaya


promotif dan preventif diwujudkan salah satunya melalui Standart Pelayanan Minimal (SPM)
(Permenkes RI, 2016). Salah satu sasaran SPM yaitu lansia. Upaya preventif yang dilakukan pada
lansia berupa skrinning kesehatan yang diberikan di puskesmas dan jaringan. Lingkup deteksi
meliputi gangguan mental emosional dan perilaku lansia (BKKBN Provinsi Jawa Timur, 2016:1).
Program pemerintah lainnya dalam peningkatan kesejahteraan lansia diantaranya adalah posbindu
lansia, posyandu lansia, dan puskesmas santun lansia. Pelaksanaan posbindu lansia selama ini
belum bisa berjalan dengan baik dan maksimal, karena tidak semua kader bisa hadir dalam
pelaksanaan posyandu lansia. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat ini pemerintah mulai
memberikan perhatian terhadap kesehatan lansia, akan tetapi perhatian tersebut belum mencakup
keseluruhan lansia yang ada (Handayani, 2012:75).

Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan lansia secara
perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar (Pieter dan Lubis dalam Rosita,
2012:11). Penelitian Wahyuni (2016:4) menyatakan lansia yang tidak mengikuti partisipasi sosial
sebanyak 55,2%. Penelitian Rohmah (2012:122) 42% lansia mengalami interaksi sosial yang
kurang aktif. Hilangnya peranan sosial, hilangnya ekonomi, kematian teman atau sanak
saudaranya, penurunan kesehatan, hilangnya interaksi sosial akan membuat lansia menutup diri
dari lingkungan sekitar (Kusumowardani dan Puspitosari, 2014:185). Lansia berpikir bahwa dia
tidak dibutuhkan lagi dan mengundurkan diri dari kegiatan sosial di lingkungannya, sehingga hal
ini akan menjadikan lansia mengalami kemunduran kesehatan secara sosial dengan
lingkungannya (Rosita, 2012:12).

Lansia akan mengalami banyak perubahan dan penurunan fungsi fisik dan psikologis, hal
ini akan menyebabkan berbagai masalah pada lansia yang akan mempengaruhi lansia dalam
menilai dirinya sendiri yang disebut konsep diri (Nugroho, 2009:32). Konsep diri adalah penilaian
tehadap diri sendiri yang merupakan suatu konsep yang ada pada setiap manusia. Konsep diri
berkembang dengan bertambahnya usia. Konsep diri pada lansia sangat berhubungan dengan apa
yang mereka rasakan dengan menjadi tua (Melati, et al., 2013:2). Lansia yang tidak dapat
menerima perubahan pada dirinya, cenderung memiliki konsep diri negatif yang akan berdampak
pada status kesehatan yang semakin menurun (Sidabutar, 2014:4). Zulfitri (2011:29) menyatakan
bahwa konsep diri lansia yang negatif akan memiliki gaya hidup yang tidak sehat. Konsep diri
yang negatif juga akan berdampak pada perawatan diri, kemandirian, dan kualitas hidup lansia
(Tani, 2017:23).
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana konsep diri lansia di Griya
Lansia Kabupaten Lumajang dalam mempertahankan kesehatan mental dan sosial?”

C. Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis konsep diri lansia di Griya Lansia
Kabupaten Lumajang dalam mempertahankan kesehatan mental dan sosial.
D. PEMBAHASAN

1. Konsep Diri Lanjut Usia

Lansia bukan merupakan hal yang adekuat untuk menilai status kesehatan, terutama
karena definisi seorang tentang kesehatan berubah seiring dengan bertambahnya umur. Pada
kelompok usia ini yang lebih ditekankan adalah pada kesehatan sebagai suatu kondisi mental,
bukan dalam situasi kegagalan tubuh. Hal yang menjadi prioritas dalam kesehatan di kalangan
lansia yang biasanya sering ditunjukkan adalah kualitas perasaan yang baik, mampu untuk
melakukan sesuatu yang penting, dapat menghadapi tuntutan-tuntutan dalam kehidupan,
mencapai hal yang memungkinkan baginya. Satu definisi kesehatan untuk lansia adalah
kemampuan untuk hidup dan berfungsi secara efektif dalam masyarakat dan untuk melatih rasa
percaya diri dan otonomi sampai tingkat maksimum yang dilakukannya, tetapi tidak perlu bebas
dari penyakit secara total (Stanley dan Patricia, 2007:4).

Karakteristik lansia salah satunya adalah mengenali pola penyesuaian terhadap dirinya
sendiri dalam penuaan yang dialami, dalam hal ini adalah konsep dirinya. Yusuf, et al., (2015:93)
mengatakan bahwa konsep diri akan berkembang seiring dengan bertambahnya umur. Kejadian
ini salah satunya dialami oleh lansia. Lansia dalam menilai konsep dirinya akan terus berkembang
seiring bertambahnya umur. Konsep diri mulai berkembang sejak masa kanak-kanak sampai
lanjut usia. Orang dengan usia yang lebih matang, biasanya cenderung memiliki konsep diri yang
lebih kompleks, hal ini dikarenakan konsep diri tersebut terus berkembang pada masing-masing
individu. Penurunan konsep diri akan mempengarui pola pemikiran lanjut usia terhadap
perilakunya. Perubahan konsep diri pada lanjut usia terutama disebabkan oleh kesadaran
subyektif yang terjadi yang sejalan dengan bertambahnya usia.

Tani (2017:24) mengatakan bahwa lansia cenderung memiliki konsep diri yang negatif.
Konsep diri yang negatif ini dapat disebabkan karena berbagai hal, seperti kehilangan teman,
keluarga, kerabat, dan orang-orang terkasih lainnya. Kehilangan orang-orang yang dicintai lansia
cenderung menyebabkan lansia akan mengalami penurunan konsep diri. Lansia memandang
rendah terhadap dirinya, pesimis terhadap kondisi yang sedang terjadi, dan biasanya cenderung
menutup diri. Hal-hal semacam ini akan menyebabkan lansia mengalami harga diri yang rendah.
Apabila lanjut usia menyadari perubahan adanya perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri
mereka maka akan berfikir dan bertingkah laku yang seharusnya dilakukan oleh lanjut usia.
Lanjut usia akan banyak mengalami perubahan fisik kemampuan dan fungsi tubuh yang akan
mengkibatkan tidak stabilnya konsep diri (Nugroho, 2009:33).

Priyoto (2015:118-119) mengungkapkan bahwa aspek apsek konsep diri lanjut usia
mengalami penurunan, seperti ambaran diri pada lanjut usia ditandai dengan semakin
menurunnya kondisi fisiknya misalnya, kulit keriput, rambut memutih, perubahan gaya berjalan,
penurunan pendengaran, penglihatan menurun, dan kelaian fungsi organ vital, maka dari itu
perubahan-perubahan yang terjadi akan menyebabkan terjadinya citra diri yang menurun. harga
diri pada lanjut usia dipengarui karena sudah mengalami pensiun, ditinggal oleh orang- orang
yang dekat seperti anak cucu mereka, hal ini lah yang membuat lansia cenderung merasa tidak
berguna dan beranggapan bahwa harga dirinya rendah. Pada lansia penilaian atau penerimaan
pada diri sendiri, karena adanya suatu nilai dasar, baik lemah ataupun terbatas, seorang individu
apabila merasa memiliki harga diri yang tinggi maka mereka mengaggap bahwa dirinya dihargai
dan dihormati tetapi sebaliknya apabila individu merasa tidak memiliki harga diri maka mereka
akan merasa tidak akan dihargai oleh orang lain, pemikiran ini dipengarui oleh faktor eksternal
dan internal, merupakan suatu evaluasi dari nilai diri atau harga diri seseorang. penampilan dan
peran pada lanjut usia dipengarui oleh penurunan kondisi fisik lanjut usia disebabkan karena
adanya penurunan ADL dan akan berpengaruh pada kondisi psikis lanjut usia. Dengan
berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indera menyebabkan lanjut usia merasa
rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi.

2. Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua dengan segala keterbatasannya pasti
akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur (Noorkasiani dan Tamher, 2011:1). Lanjut usia
adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi
berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat
mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses
alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi
tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Di masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011:1).

Lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah
tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam
peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak
lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas
rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam
masyarakat kepulauan Pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari
garis keturunan keluarganya (Azizah, 2011:1).

3. Batasan Lanjut Usia

WHO dalam Azizah (2011:2) menggolongkan lansia berdasarkan usia kronologis/biologis


menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun

b. Lansia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun

c. Lansia tua (old) usia 75 - 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun


Nugroho dalam Azizah (2011:2) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa
ahli, bahwa yang disebut lansia adalah orang yang berumur 65 tahun ke atas.

Menurut Setyonegoro dalam Azizah (2011:2), lansia dikelompokkan menjadi:

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood), 18 atau 19 – 25 tahun

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau 65 tahun

c. Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi dengan 70-75
tahun (young old), lebih dari 80 tahun (very old).

4. Masalah yang Terjadi pada Lanjut Usia

Secara umum telah diidentifikasi bahwa lansia pada umumnya mengalami berbagai gejala
akibat terjadinya penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya (Noorkasiani dan
Tamher, 2011:5). Di sisi lain, permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan
lansia (yang bersifat negatif) antara lain adalah sebagai berikut:

a. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik
secara fisik biologis, mental, maupun sosial ekonomi. Semakin lansia seseorang, maka
kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan
kemunduran pada peran-peran sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya
gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.

b. Semakin lansia seseorang, maka kesibukan sosialnya akan semakin berkurang. Hal ini
dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya yang dapat
memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang.

c. Sebagian para lansia masih mempunyai kemampuan untuk bekerja. Permasalahannya


adalah bagaimana memfungsikan tenaga dan kemampuan mereka tersebut ke dalam
situasi keterbatasan kesempatan kerja.

d. Masih ada sebagian dari lansia dalam keadaan terlantar, selain tidak mempunyai bekal
hidup, dan pekerjaan/penghasilan, mereka juga tidak mempunyai keluarga/sebatang
kara.

e. Dalam masyarakat tradisional biasanya lansia dihargai dan dihormati, sehingga mereka
masih dapat berperan dan berguna bagi masyarakat. Akan tetapi, dalam masyarakat
industri ada kecenderungan mereka kurang dihargai, sehingga mereka terisolir dari
kehidupan masyarakat.
f. Berdasarakan pada sistem kultural yang berlaku, maka mengharuskan generasi tua atau
lansia masih dibutuhkan sebagai pembina agar jati diri budaya dan ciri khas Indonesia
tetap terpelihara kelestariannya.

5. Tipe-Tipe Lanjut Usia

Menurut Azizah (2011:3) tipe-tipe lansia adalah sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan jaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang terang, mengikuti
kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, mental,
sosial, dan ekonominya.

Tipe ini antara lain:

1) Tipe optimis

2) Tipe konstruktif

3) Tipe ketergantungan (dependent)

4) Tipe defensif

5) Tipe militan dan serius


6. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang konsep diri lanjut usia dalam
mempertahankan kesehatan mental dan sosial studi kualitatif di Griya Lansia Kabupaten
Lumajang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Karakteristik informan seluruhnya adalah perempuan, sebagian besar memiliki umur


>70 tahun, beragama islam, sebagian besar tidak bersekolah, janda, sebagian besar
memilih tinggal di Griya Lansia atas keputusannya sendiri, sebagian besar masih
memliliki keluarga, dan sebagian besar tidak pernah dikunjungi keluarganya.

b. Konsep diri lansia yang tinggal di Griya Lansia dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

1) Sebagian besar informan memiliki identitas diri positif, hal ini ditunjukkan
dengan penerimaan dan penilaian dirinya yang memiliki watak keras, di samping
itu sebagian kecil informan memliki identitas diri negatif yang ditunjukkan
dengan watak yang cengeng atau mudah menangis. Identitas diri positif dan
negatif informan terbentuk dari pengalaman hidupnya selama menjadi tua.

2) Sebagian besar informan memiliki gambaran diri positif. Gambaran diri positif
ditunjukkan dengan penerimaan kondisi tubuhnya di masa tua dan mampu
berpenampilan menarik, di samping itu sebagian kecil informan memiliki
gambaran diri negatif ditunjukkan dengan penyesalan dirinya terhadap kondisi
tubuhnya di masa tua. Gambaran diri informan terbentuk dari pengalaman sehat-
sakit yang dialami selama masa tua.

3) Sebagian besar informan memiliki harga diri positif. Informan merasa bahwa
dirinya dicintai oleh keluarganya dan orang lain di sekitarnya, di Kesimpulan

4) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang konsep diri lanjut usia
dalam mempertahankan kesehatan mental dan sosial studi kualitatif di Griya
Lansia Kabupaten Lumajang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

5) Karakteristik informan seluruhnya adalah perempuan, sebagian besar memiliki


umur >70 tahun, beragama islam, sebagian besar tidak bersekolah, janda,
sebagian besar memilih tinggal di Griya Lansia atas keputusannya sendiri,
sebagian besar masih memliliki keluarga, dan sebagian besar tidak pernah
dikunjungi keluarganya.

6) Konsep diri lansia yang tinggal di Griya Lansia dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

7) Sebagian besar informan memiliki identitas diri positif, hal ini ditunjukkan
dengan penerimaan dan penilaian dirinya yang memiliki watak keras, di samping
itu sebagian kecil informan memliki identitas diri negatif yang ditunjukkan
dengan watak yang cengeng atau mudah menangis. Identitas diri positif dan
negatif informan terbentuk dari pengalaman hidupnya selama menjadi tua.

8) Sebagian besar informan memiliki gambaran diri positif. Gambaran diri positif
ditunjukkan dengan penerimaan kondisi tubuhnya di masa tua dan mampu
berpenampilan menarik, di samping itu sebagian kecil informan memiliki
gambaran diri negatif ditunjukkan dengan penyesalan dirinya terhadap kondisi
tubuhnya di masa tua. Gambaran diri informan terbentuk dari pengalaman sehat-
sakit yang dialami selama masa tua.

9) Sebagian besar informan memiliki harga diri positif. Informan merasa bahwa
dirinya dicintai oleh keluarganya dan orang lain di sekitarnya,

c. Informan seluruhnya memiliki mental yang sehat. Informan dapat mempertahankan daya
ingat, mengenali masalah, sumber penyebab masalah, dan dapat mengatasi masalahnya.
Informan juga memiliki sifat- sifat positif yang mengacu pada karakter individu sehat
mental yaitu psychological well-being. Sebagian besar informan juga memiliki keadaan
sehat dalam aspek sehat sosial. Informan yang sehat secara sosial dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari yang tidak menutup dirinya dengan lingkungannya, menjalankan
fungsi sosialnya, dan dapat berinteraksi dengan orang lain yang di dalam panti maupun di
luar panti dengan sangat baik. Sebagian kecil informan tidak sehat secara sosial, hasil
observasi menunjukkan bahwa informan masih memiliki rasa cemburu antar sesama teman,
menggunjing, dan memiliki perasaan iri hati kepada teman sebayanya.
JURNAL KEPERAWATAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL PADA LANSIA

JURNAL 1

MASALAH PSIKOSOSIAL PADA LANJUT USIA

Kartinah * Agus Sudaryanto *

Abstract

Elderly population now is tenderly to be higher than 5 or 10 years ago. In the future
population of elderly people in Indonesia will in high amount. The great number of elderly
population in this nation have some consequency for example: economic, social,
demografik, and helath care system. Ministry of Health have program to maintain health
status of elderly people. One of common health problem in elderly was psikososial problem.
Elderly people can suffer from many psikososial problem. Psikosial problem in elderly is
varied, for example : depression, low of support system from family and society, Dimensia
and other health problem. Nurses as helath care personil must aware about psikososial
aspect or psikososial problem in elderly, so they can give some direction to family or
society.

Key word : elderly , psikososial.

* Kartinah

Dosen Jurusan Keperawatan FIK UMS Jalan A yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura

**Agus Sudaryanto

Dosen Jurusan Keperawatan FIK UMS jalan A yani Tromol Pos I pabelan Karatsura
PENDAHULUAN

Proses menua (aging) adalah proses kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
alami yang disertai adanya penurunan yang menyertai kehidupan lansia.
kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling berinteraksi satu sama lain. Ada ciri-ciri yang dapat dikategorikan
Keadaan itu cenderung berpotensi sebagai pasien Geriatri dan
menimbulkan masalah kesehatan Psikogeriatri, yaitu : Keterbatasan
secara umum maupun kesehatan jiwa fungsi tubuh yang berhubungan dengan
secara khusus pada lansia. makin meningkatnya usia Adanya
akumulasi dari penyakit- penyakit
Masalah kesehatan jiwa lansia degeneratif
termasuk juga dalam masalah
kesehatan yang dibahas pada pasien- Lanjut usia secara psikososial yang
pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang dinyatakan krisis bila :
merupakan bagian dari Gerontologi, a) Ketergantungan pada orang lain
yaitu ilmu yang mempelajari segala (sangat memerlukan pelayanan orang
aspek dan masalah lansia, meliputi lain),
aspek fisiologis, psikologis, sosial,
kultural, ekonomi dan lain-lain b) Mengisolasi diri atau menarik diri
(Depkes.RI, 1992) dari kegiatan kemasyarakatan karena
berbagai sebab, diantaranya setelah
Geriatri adalah cabang ilmu menajalani masa pensiun, setelah sakit
kedokteran yang mempelajari masalah cukup berat dan lama, setelah kematian
kesehatan pada lansia yang pasangan hidup dan lain-lain.
menyangkut aspek promotof, preventif,
kuratif dan rehabilitatif serta Lanjut usis mengalami berbagai
psikososial yang menyertai kehidupan permasalah psikologis yang perlu
lansia. Sementara Psikogeriatri adalah diperhatikan oleh perawat, keluarga
cabang ilmu kedokteran jiwa yang maupun petugas kesehatan lainnya.
mempelajari masalah kesehatan jiwa Penanganan maslah secara dini akan
pada lansia yang menyangkut aspek membantu lanjut usia dalam melakukan
promotof, preventif, strategi pemecahan amsalah
tersebut dan dalam beradaptasi e. Perubahan Dalam Peran Sosial di
untuk kegiatan sehari hari (Miller, Masyarakat
1995)
f. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia


MASALAH PSIKOSOSIAL umumnya mulai dihinggapi adanya
PADA LANJUT USIA kondisi fisik yang bersifat patologis
berganda (multiple pathology),
Hal-hal yang dapat menimbulkan misalnya tenaga berkurang, energi
gangguan keseimbangan (homeostasis) menurun, kulit makin keriput, gigi
sehingga membawa lansia kearah makin rontok, tulang makin rapuh, dsb.
kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) Secara umum kondisi fisik seseorang
yang progresif terutama aspek yang sudah memasuki masa lansia
psikologis yang mendadak, misalnya mengalami penurunan secara berlipat
bingung, panik, depresif, apatis dsb. ganda. Hal ini semua dapat
Hal itu biasanya bersumber dari menimbulkan gangguan atau kelainan
munculnya stressor psikososial yang fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
paling berat, misalnya kematian yang selanjutnya dapat menyebabkan
pasangan hidup, kematian sanak suatu keadaan ketergantungan kepada
keluarga dekat, terpaksa berurusan orang lain.
dengan penegak hukum, atau trauma
psikis. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap
menjaga kondisi fisik yang sehat, maka
Ada beberapa faktor yang sangat perlu menyelaraskan kebutuhan-
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa kebutuhan fisik
lansia. Faktor-faktor tersebut
hendaklah disikapi secara bijak
sehingga para lansia dapat menikmati
hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi
para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai
berikut:

a. Penurunan Kondisi Fisik

b. Penurunan Fungsi dan Potensi


Seksual

c. Perubahan Aspek Psikososial

d. Perubahan yang Berkaitan Dengan


Pekerjaan
dengan kondisi psikologik maupun kehendak seperti gerakan, tindakan,
sosial, sehingga mau tidak mau harus koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
ada usaha untuk mengurangi kegiatan menjadi kurang cekatan.
yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur Dengan adanya penurunan kedua
cara hidupnya dengan baik, misalnya fungsi tersebut, lansia juga mengalami
makan, tidur, istirahat dan bekerja perubahan aspek psikososial yang
secara seimbang. berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia. Beberapa perubahan tersebut
dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe
Faktor psikologis yang menyertai kepribadian lansia sebagai berikut:
lansia antara lain :
a. Tipe Kepribadian Konstruktif
a. Rasa tabu atau malu bila (Construction personalitiy), biasanya tipe
mempertahankan kehidupan seksual ini tidak banyak mengalami gejolak,
pada lansia tenang dan mantap sampai sangat tua.

b. Sikap keluarga dan masyarakat yang b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent


kurang menunjang serta diperkuat personality), pada tipe ini ada
oleh tradisi dan budaya kecenderungan mengalami post power
sindrome, apalagi jika pada masa lansia
c. Kelelahan atau kebosanan karena
kurang variasi dalam kehidupannya

d. Pasangan hidup telah meninggal


Disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan
jiwa lainnya misalnya cemas,
depresi, pikun dsb.

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang


memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain
sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik
(konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat Bagaimana menyiasati pensiun agar
memberikan otonomi pada dirinya tidak merupakan beban mental setelah
lansia? Jawabannya sangat tergantung
c. Tipe Kepribadian Tergantung pada sikap mental individu dalam
(Dependent personalitiy), pada tipe ini menghadapi masa pensiun. Dalam
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan kenyataan ada menerima, ada yang takut
keluarga, apabila kehidupan keluarga kehilangan, ada yang merasa senang
selalu harmonis maka pada masa lansia memiliki jaminan hari tua dan ada juga
tidak bergejolak, tetapi jika pasangan yang seolah-olah acuh terhadap pensiun
hidup meninggal maka pasangan yang (pasrah).
ditinggalkan akan menjadi merana,
apalagi jika tidak segera bangkit dari Masing-masing sikap tersebut
kedukaannya. sebenarnya punya dampak bagi masing-
masing individu, baik positif maupun
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility
negatif. Dampak positif lebih
personality), pada tipe ini setelah menenteramkan diri lansia dan dampak
memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, banyak keinginan
yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya
menjadi morat-marit.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate


personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang
lain atau cenderung membuat susah
dirinya.

Perubahan yang berkaitan dengan


pekerjaan Pada umumnya perubahan
ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah
agar para lansia dapat menikmati hari
tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan
sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan,
peran, kegiatan, status dan harga diri.
Reaksi setelah orang memasuki masa
pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya (Kuntjoro, 2007)
negatif akan mengganggu pendengaran sangat berkurang,
kesejahteraan hidup lansia. Agar penglihatan kabur dan sebagainya
pensiun lebih berdampak positif sehingga sering menimbulkan
sebaiknya ada masa persiapan pensiun keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
yang benar-benar diisi dengan dengan selalu mengajak mereka
kegiatan-kegiatan untuk melakukan aktivitas, selama yang
mempersiapkan diri, bukan hanya bersangkutan masih sanggup, agar tidak
diberi waktu untuk masuk kerja atau merasa terasing atau diasingkan. Karena
tidak dengan memperoleh gaji penuh. jika keterasingan terjadi akan semakin
Persiapan tersebut dilakukan secara menolak untuk berkomunikasi dengan
berencana, terorganisasi dan terarah orang lain dan kdang-kadang terus
bagi masing-masing orang yang akan muncul perilaku regresi seperti mudah
pensiun. Jika perlu dilakukan menangis, mengurung diri,
assessment untuk menentukan arah mengumpulkan barang-barang tak
minatnya agar tetap memiliki kegiatan berguna serta merengek-rengek dan
yang jelas dan positif. Untuk menangis bila ketemu orang lain
merencanakan kegiatan setelah pensiun sehingga perilakunya seperti anak kecil.
dan memasuki masa lansia dapat (Kuntjoro, 2007)
dilakukan pelatihan yang sifatnya
memantapkan arah minatnya masing-
masing. Misalnya cara berwiraswasta,
cara membuka usaha sendiri yang
sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat
praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan
pada lansia bahwa disamping
pekerjaan yang selama ini ditekuninya,
masih ada alternatif lain yang cukup
menjanjikan dalam menghadapi masa
tua, sehingga lansia tidak
membayangkan bahwa setelah
pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang
dan sebagainya.

Perubahan dalam peran sosial di


masyarakat Akibat berkurangnya
fungsi indera pendengaran,
penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk,
Melihat masalah – masalah yang telah
dikemukakan sudah sewajarnya bahwa
kelompok lansia perlu mendapat
pembinaan untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mutu kehidupan untuk
mencapai masa tua yang bahagia dan
berfuna bagi kehidupan keluarga dan
masyarakat sesuai dengan
eksistensinya dalam strata
kemasyarakatan. Direktorat Binkes
Keluarga mengeluarkan beberapa
acuan untuk pembinaan usia lanjut
(Depkes 1992).

Permasalah psikologis pada lanjut usia


cenderung menjadi beban kehidupan
yang menjadi hambatan dalam aktifitas
sehari hari dan aktifitas social.
Pengkajian dini dan penanganan yang
tepat terhadap permasalahan
psikologis ini akan sangat berguna
(Keltner dan Schwecke,1995).

Para lanjut usia dengen berbagai


gangguan yang ada mempunyai
permaslahan psikosial. Permasalahan
psikosialpada lanjut usia memerlukan
penanganan secara baik dan
berkualitas.

Panti Werdha sebagai tempat untuk


pemeliharaan dan perawatan bagi
lansia di samping sebagai long stay
rehabilitation yang tetap memelihara
kehidupan bermasyarakat.

Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi


kepada masyarakat bahwa hidup dan
kehidupan dalam lingkungan sosial
Panti Werdha adalah lebih baik dari
pada hidup sendirian dalam masyarakat
sebagai seorang lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Deartemen Kesehatan RI, 1992 . Pedoman pelayanan kesehatan Jiwa Usia Lanjut.
Cetakan kedua. Jakarta : Depkes Ditjen Pelayanan medik

Miller, 1995. Nursing Care of Older Adult : Theory and Practise. Second edition.
Philadelphia : J.B. Lippincott.

Keltner, Schwecke, ( 1995). Psychiatri Nursing. Second edition. Philadelphia : Mosby


Year Book

Kuntjoro, Zainuddin (2007), Masalah Kesehatan Jiwa Lansia.


http://www.e psikologi.com

/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=182
JURNAL 2

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 23-35

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH

The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at Home

Abstract: The research objective was to determine changes in psychosocial elderly who live alone
in the house. This study uses qualitative research with descriptive phenomenology approach. In
this study, researchers sought to understand the meaning and significance of the events
experienced by the elderly living at home. Number of participants 10 people, with the method of
data collection is in-depth inter- views. Analysis of the data used is according to the method
Colaizzi (1978). The results of the study produced five themes, namely the reason to stay at home,
the feeling of living lives alone in the house, the perceived problem staying alone at home, how to
resolve the problem and hope to the future. The reason the elderly living alone has three sub-
themes, namely loss of family members, conflicts with family and independent living. The feeling
of staying at home has two sub-themes, namely the feeling of beginning to live alone and feeling
currently live alone. The perceived problems currently has four sub-themes, namely physical
health, psychological, and problems with family. How to solve the problem of having two sub-
themes, namely enlist the help of family and solve problems on their own. Expectations ahead of
elderly living alone has two sub-themes, namely optimistic and pessimistic.

Keywords: psychosocial change, elderly, live alone at Home

Abstrak: Tujuan penelitian adalah mengetahui perubahan psikososial lansia yang tinggal sendiri
di rumah. Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
deskriptif. Pada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti dan makna dari peristiwa-
peristiwa yang dialami oleh usia lanjut tinggal sendiri di rumah. Jumlah partisipan 10 orang,
dengan metode pengumpulan data adalah wawancara mendalam. Analisis data yang digunakan
adalah menurut metode Colaizzi (1978). Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu alasan
tinggal sendiri di rumah, perasaan tinggal tinggal sendiri di rumah, masalah yang dirasakan
tinggal sendiri di rumah, cara mengatasi masalah dan harapan ke depan. Alasan lansia tinggal
sendiri memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga, konflik dengan keluarga dan
hidup mandiri. Perasaan tinggal sendiri di rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat
awal tinggal sendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiri. Masalah yang dirasakan saat ini
memiliki empat sub-tema yaitu kesehatan fisik, psikologis, dan masalah dengan keluarga. Cara
mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuan keluarga dan mengatasi masalah
sendiri. Harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub- tema yaitu optimis dan
pesimis.

Kata Kunci: perubahan psikososial, lansia, tinggal sendiri di rumah


PENDAHULUAN akibatnya timbul kesepian akibat pengasingan
dari lingkungan sosial serta perubahan cara
Menurut Nugroho (2008) perubahan hidup. Kebanyakan di jaman sekarang ini
psikososial pada lansia yang dapat terjadi banyak keluarga yang menganggap repot
berupa ketika seseorang lansia mengalami mengasuh atau merawat orang yang sudah
pensiun (purna tugas), maka yang dirasakan lanjut usia, sehingga tidak jarang ada yang
adalah pendapatan berkurang (kehilangan menitipkan orang tuanya di panti maupun
finansial),
ISSN 2460-0334 kehilangan status (dulu ditinggal sendiri di rumah. Pilihan tinggal23
mempunyai jabatan/ posisi yang cukup tinggi, sendiri di rumah memiliki kelebihan dan
lengkap dengan semua fasilitas), kehilangan kekurangan. Tinggal sendiri di rumah berarti
relasi, kehilangan kegiatan,
memiliki kebebasan, kenyamanan batin, menyebabkan usia lanjut menjadi kurang
mandiri, dan memiliki harga diri tersendiri terpenuhinya kebutuhan sehari-hari (Miller,
bagi lansia. 2004). Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya
dukungan dari keluarga merupakan
Menurut Kusumiati (2012), masalah- masalah konsekuensi dari pilihan usia lanjut tinggal
yang dapat timbul ketika lansia tinggal sendiri sendiri di rumah.
di rumah adalah kurang dukungan keluarga,
kesepian, perubahan perasaan, perubahan Perubahan yang dirasakan usia lanjut tinggal
perilaku, masalah kesehatan, ketakutan sendiri di rumah tersebut menggambarkan
menjadi korban kejahatan, masalah suatu kondisi pengalaman hidup yang unik,
penghasilan, dan masalah seksual. Pilihan menarik
tinggal di rumah pada usia lanjut memiliki
kelebihan dan kekurangan. Tinggal dirumah
sendiri berarti memiliki kebebasan,
kenyamanan batin dan memiliki harga diri.
Tinggal bersama anaknya berarti tergantung
pada dukungan keluarga dan berkurangnya
kebebasan. Sedangkan tinggal di rumah
sendiri terpisah dengan anak seringkali
menimbulkan masalah pada usia lanjut, yaitu
kesepian dan kurangnya dukungan dari
keluarga (Lueckenotte, 2000; Eliopolous,
2005).

Kurangnya dukungan sosial dapat ber-


dampak negatif pada usia lanjut (Miller,
2004). Kurangnya dukungan berupa perhatian
dari keluarga dapat mengakibatkan usia lanjut
mengalami kesedihan atau keprihatinan.
Kondisi tersebut biasanya ditambah dengan
adanya ketergantungan terhadap bantuan
anggota keluarga dalammemenuhi kebutuhan
sehari-hari, sedangkan anggota keluarga yang
diharapkan untuk membantunya tidak selalu
ada ditempat. Kurangnya sumber pendukung
keluarga dalam merawat, karena tidak adanya
anak dan kesibukan anak bekerja,
menyebabkan seringnya usia lanjut terlantar di
rumah (Subekti, 2012). Sedangkan kurangnya
dukungan dari aspek keuangan dapat
ISSN 2460-0334
untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut maka dipilih pendekatan studi kualitatif
melalui suatu kegiatan penelitian. fenomenologi, yaitu dengan menggali respon
Sepengetahuan penulis, belum pernah ada fisik maupun emosional dan dampak dari suatu
penelitian tentang pengalaman usia lanjut peristiwa atau pengalaman, termasuk
tinggal sendiri di rumah di Indonesia. Guna dukungan-dukungan yang diharapkan oleh usia
memahami suatu fenomena dengan baik, lanjut selama tinggal sendiri di rumah.
maka penelitian kualitatif dengan metode Pemahaman terhadap arti dan makna dari
fenomenologi penting untuk dilakukan. fenomena pengalaman usia lanjut tinggal
Penelitian kualitatif diasumsikan bahwa ilmu sendiri di rumah merupakan tujuan utama
pengetahuan tentang perilaku manusia hanya penelitian ini.
dapat diperoleh melalui penggalian langsung
terhadap pengalaman yang didefinisikan dan
dijalani oleh manusia tersebut (Polit, Beck &
Hungler, 2001). Sedangkan definisi
fenomenologi menurut Streubert dan
Carpenter (1999), adalah mempelajari
kesadaran dan perspektif pokok individu
melalui pengalaman subjektif atau peristiwa
hidup yang dialaminya. Jadi fokus telaah
fenomenologi adalah pengalaman hidup
manusia sehari-hari. Penelitian fenomenologi
didasarkan pada landasan filosofis:
mempercayai realitas yang kompleks;
memiliki komitmen untuk mengidentifikasi
suatu pendekatan dan pemaha- man yang
mendukung fenomena yang diteliti,
melaksanakan suatu penelitian dengan
meyakini partisipasi peneliti; serta
penyampaian suatu pemahaman dari
fenomena dengan mendes- kripsikan secara
lengkap elemen-elemen penting dari suatu
fenomena (Burn & Groove, 2001; Polit &
Hungler, 1997, dalam Streubert & Car-
penter,1999).

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis


ini difokuskan pada pengalaman hidup usia
lanjut tinggal sendiri di rumah. Selanjutnya
peneliti mengeksplorasi fenomena
pengalaman usia lanjut tinggal di rumah,

ISSN 2460-0334
Dengan memahami tentang arti dan makna coding adalah menyusun kode-kode tertentu
dari pengalaman atau peristiwa tersebut, pada transcript verbatim dan catatan lapangan
dapat digunakan sebagai informasi dan yang telah dibuat. Pengorganisasian data
bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan dilakukan secara rapi, sistematis dan selengkap
keperawatan yang dibutuhkan usia lanjut mungkin dengan cara mendokumentasikan dan
dalam perawatan keluarga atau home care menyimpan data secara baik. Data-data yang
pada pelayanan kesehatan di komunitas. harus diorganisasi- kan dengan baik meliputi
Berdasarkan masalah tersebut peneliti tertarik data mentah (hasil rekaman wawancara, catatan
meneliti tentang bagaimana perubahan lapangan); tran-
psikososial lansia yang tinggal dirumah
sendiri

Tujuan penelitian ini mengidentifikasi


perubahan psikososial lansia yang muncul
pada lansia yang tinggal sendiri yang meliputi
latar belakang lansia tinggal sendiri, perasaan
lansia tinggal sendiri, masalah-masalah yang
dirasakan tinggal sendiri dan cara mengatasi
masalah, serta harapan lansia

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode riset


kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
deskriptif. Pada penelitian ini peneliti
berusaha untuk memahami arti dan makna
dari peristiwa- peristiwa yang dialami oleh
usia lanjut tinggal sendiri di rumah. Partisipan
penelitian ini adalah usia lanjut yang tinggal
sendiridi rumah dimana penetapannya dengan
menggunakan metode pursposif. Metode
pengumpulan data melalui wawancara
mendalam, dan pencatatan lapangan (field
note), yaitu metode berisikan tentang
deskripsi mengenai hal-halyang diamati
peneliti atau apapun yang dianggap penting
oleh peneliti. Instrumen yang digunakan
meliputi : pedoman wawancara dan tape
recorder. Pengolahan data meliputi kegiatan
ISSN 2460-0334
script verbatim; kisi-kisi tema dan kategori- Tema I. Alasan lansia tinggal sendiri di rumah
kategori; skema tema dan teks laporan
penelitian Langkah selanjutnya adalah Tema ini memiliki tiga sub-tema yaitu :
memberikan perhatian pada substansi yaitu kehilangan anggota keluarga, konflik dengan
dengan metode analisis data. Pada studi keluarga dan hidup mandiri. Kehilangan
fenomenologi ini analisis data yang anggota keluarga mempunyai satu kategori
digunakan adalah menurut metode Colaizzi yaitu berpisah dengan keluarga. Berpisah
(1978), dalam Polit, Beck & Hungler (2001). dengan keluarga disebabkan oleh beberapa
Tempat penelitian di wilayah Puskesmas keadaan seperti bercerai dengan istri, anak
Mulyorejo Kota Malang dan dilaksanakan sudah berkeluarga semuanya, suami sudah
pada bulan Agustus-Oktober 2016 meninggal dunia, tidak punya anak dan anak
sudah punya rumah sendiri. Kehilangan
anggota keluarga

HASIL PENELITIAN

Partisipan berjumlah 15 orang, namun pada


tahap pengumpulan data tinggal 10 orang.
Data- data yang terkumpul berdasarkan
pedoman wawancara tersaturasi pada
partisipan yang ke-

10. Dari 10 partisipan tersebut berumur antara


59-62 tahun, enam orang partisipan berjenis
kelamin perempuan dan empat orang berjenis
kelamin laki-laki. Pada status perkawinan
enam partisipan berstatus janda dan empat
partisipan berstatus duda.

Peneliti dapat mengidentifikasilima tema dari


lima tujuan khusus penelitian. Lima tema
tersebut adalah: 1) alasan tinggal sendiri di
rumah, 2) perasaan tinggal tinggal sendiri di
rumah, 3) masalah yang dirasakan tinggal
sendiri di rumah,

4) cara mengatasi masalah dan 5) harapan ke


depan.

ISSN 2460-0334
seperti misalnya suami karena meninggal perasaan positif lansia yaitu merasa bisa hidup
dunia, ditambah dengan anak-anak sudah bebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yang
dewasa dan sudah berkeluarga serta tinggal di melarang melakukan apapun. Kebebasan
rumahnya sendiri adalah alasan yang sering seperti ini tidak akan lansia dapatkan bilamana
terjadi pada lansia sehingga tinggal sendiri di masih tinggal bersama anak-anaknya.
rumah. Konflik dengan keluarga memiliki
satu kategori yaitu hubungan tidak harmonis. Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri di
Hubungan tidak harmonis dengan anggota rumah dirasakan oleh lansia dengan berbagai
keluarga juga menjadi alasan lansia tinggal macam keadaan. Lansia merasa sedih karena
sendiri di rumah. Salah satu partisipan
terpaksa harus meninggalkan rumah anaknya
dan harus mengontrak rumah sendiri karena
diusir oleh anaknya. Ingin hidup mandiri
memiliki satu kategori yaitu tidak bergantung
dengan keluarga. Tidak bergantung keluarga
juga merupakan alasan lansia tinggal sendiri
di rumah. Mereka beranggapan dengan hidup
sendiri di rumah, terpisah dari anak-anaknya
membuat lansia dapat hidup mandiri, tidak
membebani anak-anaknya serta tidak
bergantung pada anak- anaknya.

Tema II. Perasaan tinggal sendiri di rumah.

Perasaan tinggal sendiri di rumah memiliki


dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal
sendiri dan perasaan saat ini tinggal sendiri.
Perasaan saat awaltinggalsendiri memiliki
empat kategori yaitu perasaan positif,
kesedihan, kesepian dan ketakutan.

Perasaan positif yang dirasakan lansia saat


awal tinggalsendiri di rumah karena suami
sudah lama meninggal dan anak-anaknya baru
saja meninggalkan rumah, berupa perasaan
tenang karena lansia merasa sudah
menyelesaikan tugasnya mengantarkan anak-
anaknya hidup berkeluarga dan tinggaldi
rumah mereka sendiri. Disamping itu
ISSN 2460-0334
harus hidup sendiri, terpisah dari anak- Perasaan saat ini tinggal sendiri memiiki enam
anaknya, merasa kesepian, tidak ada orang di kategori yaitu mampu beradaptasi, keinginan
rumah yang bisa diajak berkomunikasi dan menikah, kemandirian, kesulitan, kesepian dan
merasa takut sendirian, kalau terjadi sesuatu kesedihan. Mampu beradaptasi dirasakan oleh
pada lansia tidak ada orang yang akan lansia saat ini setelah beberapa waktu lamanya
membantunya. Kesepian juga dirasakan lansia tinggal sendiri di rumah. Lansia sudah bisa
saat awal tinggal sendiri di rumah. Selain menerima kenyataan bahwa sudah tidak ada
merasa sedih, lansia juga merasakan kesepian orang lain yang tinggal di rumah selain dirinya
sejak anak terakhir meninggalkan rumah. sendiri. Disamping itu saat ini lansia merasakan
Rumah yang biasanya diramaikan oleh sudah terbiasa tinggalsendiridi rumah.
beberapa orang seperti anak, menantu, cucu, Keinginan menikah lagi dirasakan oleh lansia
berubah menjadi sepi. saat ini setelah beberapa lama tinggal sendiri,

Ketakutan yang dirasakan lansia saat awal


tinggal sendiri di rumah disebabkan adanya
perubahan siatuasi dirumah lansia. Semula
masih ada beberapa anggota keluarga yang
menemani lansia dirumah, selanjutnya
berubah menjadi sepi, hanya lansia seorang
yang tinggal di rumah. Kondisi rumah yang
sepi inilah yang membuat lansia merasa takut
sendiri tinggal di rumah. Ketakutan yang
dimaksud adalah kekhawatiran bilamana
lansia mengalami suatu kondisi yang tidak
diinginkan, tidak ada yang bisa membantu-
nya. Perasaan takut lainnya adalah
kekhawatiran lansia tidak bisa menghidupi
dirinya sendiri. Semula masih ada anak di
rumah yang membantu lansia dalam
kebutuhan sehari-hari, selanjutnya berubah
harus menghidupi dirinya sendiri. Sekalipun
anak-anak lansia berkomitmen untuk selalu
membantu orang tuanya, namun lansia masih
merasa takut apakah bisa menghidupi dirinya
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

ISSN 2460-0334
terutama pada lansia yang laki-laki. Keinginan merasa tidak ada orang yang bisa
menikah lagi didorong oleh kebutuhan ada or- membantunya atau sebagai tempat mengeluh.
ang yang membantu lansia ketika lansia ingin
melakukan suatu kegiatan, terutama kegiatan Tema 3. Masalah yang dirasakan saat ini
di luar seperti pengajian, periksa kesehatan Masalah yang dirasakan saat ini pada lansia
dan diundang hajatan. Membantu kebutuhan tinggal sendiri dirumah memiliki empat sub-
lansia yang dimaksud adalah misalnya tema yaitu masalah kesehatan fisik, masalah
menyiapkan pakaian yang akan dikenakan dan psikologis, masalah ekonomi dan masalah
asesoris lainnya. Kemandirian dirasakan oleh dengan keluarga. Masalah kesehatan fisik yang
lansia saat ini setelah beberapa lama tinggal dirasakan lansia
sendiri, yaitu berupa perasaan merasa bebas
dengan tinggal sendiri di rumah. Merasa bebas
yang dimaksud lansia adalah lansia dapat
melakukan kegiatan apapun yang
diinginkannya tanpa ada orang yang
melarangnya dan tidak disibukkan dengan
kegiatan yang terkait dengan anak atau cucu.

Kesulitan yang dirasakan lansia dengan


tinggal sendiri saat ini adalah tidak adanya
orang yang membantu lansia ketika lansia
mengalami kondisi tertentu seperti kelelahan,
sakit, ada kerusakan barang, kerusakan rumah.
Tidak adanya orang lain yang membantu saat
dibutuhkan memuncul- kan perasaan merasa
kesulitan pada lansia saat ini. Kesepian yang
dirasakan lansia saat ini dengan tinggal sendiri
lebih banyak disebabkan oleh kejenuhan
lansia dengan rutinitas kegiatan harian di
rumahnya dan jarangnya frekwensi pertemuan
dengan anak-anaknya. Meskipun lansia sudah
terbiasa hidup sendiri, namun perasaan
kesepian kadang-kadang muncul dalam
dirinya.

Kesedihan yang dirasakan lansia juga muncul


setelah beberapa lama tinggal sendiri.
Perasaan sedih ini diakibatkan adanya kondisi
tertentu seperti sedang sakit, dimana lansia

ISSN 2460-0334
tinggal sendiri mempunyai dua kategori yaitu Masalah ekonomi mempunyaidua kategori
sehat dan tidak sehat. Sehat yang dirasakan yaitu kekurangan dan tidak ada masalah.
lansia saat ini menunjukkan kondisi lansia saat Kekurangan yang dialami beberapa lansia
ini baik-baik saja. Tinggal sendiri di rumah tinggal sendiri di rumah, disebabkan oleh
bagi lansia bukan menjadi halangan bagi beberapa siatuasi seperti tergantung dari
lansia untuk merasakan kesejahteraan fisik pemberian anak, lansia merasa kekurangan
berupa sehat. Sedangkan tidak sehat yang finansial sehingga tidak bisa memenuhi
dialami lansia saat ini merupakan suatu kebutuhan sehari-hari sehingga harus
masalah yang dirasakan sudah sejak lama. meminjam uang kepada orang lain. Tidak ada
Lansia merasakan adanya keluhan penyakit masalah ekonomi yang dirasakan lansia tinggal
yang sudah dideritanya beberapa tahun ini. sendiri dikarenakan

Masalah psikologis mempunyai tiga kategori


yaitu tidak ada masalah, kesedihan dan sulit
tidur. Tidak ada masalah psikologis saat ini
yang dirasakan lansia tinggal sendiri
menunjukkan bahwa lansia sudah bisa
menikmati keadaan hidup sendiri di rumah.
Kondisi ini dialami oleh lansia yang kebetulan
berstatus duda. Hidup sendiri bagi lansia
dirasakan sebagai suatu hal yang bukan
masalah dan justru dinikmati sebagai suatu
kebebasan. Kesedihan yang dirasakan lansia
saat ini merupakan masalah psikologis yang
disebabkan oleh berbagai macam situasi
seperti sedih karena ada keluarganya yang
sedang sakit, sedih karena tidak memiliki
uang, sedih karena merasa kesepian, dan sedih
karena anaknya tidak memperhatikannya.

Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiri


di rumah. Situasiini dikarenakan lansia
mengalami masalah psikologis berupa
kesedihan akibat memikir sesuatu, sehingga
lansia mengalami sulit tidur, sering terbangun
di malam hari dan tidak bisa tidur lagi.

ISSN 2460-0334
mereka memiliki penghasilan sendiri sebagai Tema IV. Cara mengatasi masalah
tukang bangunan dan tukang pijat panggilan.
Penghasilan yang diperoleh lansia tersebut Tema ini memiliki dua sub-tema yaitu minta
sudah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, bantuan keluarga dan mengatasi masalah
bahkan bisa memberi sesuatu kepada cucunya. sendiri. Minta bantuan keluarga mempunyai
satu kategori yaitu mengatasi masalah
Masalah dengan keluarga mempunyai tiga ekonomi. Mengatasi masalah ekonomi yang
kategori yaitu tidak ada masalah, hubungan dialami oleh lansia tinggal sendiri pada
kurang baik dan putus hubungan dengan umumnya adalah kekurangan finansial untuk
keluarga. Tidak ada masalah dengan keluarga pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Untuk
pada lansia tinggal sendiri ditunjang adanya mengatasi permasalahan tersebut, berbagai
hubungan lansia dengan keluarga (anak, cucu) upaya dilakukan lansia seperti menunggu
baik-baik saja. Meskipun sudah tidak serumah pemberian dari anak, meminta uang anak, dan
dengan lansia, anak-anak dan cucu sering meminjam kepada keluarga.
berkunjung ke rumah lansia. Hal ini
menunjukkan tidak adanya masalah hubungan
lansia dengan keluarganya. Hubungan
keluarga kurang baik yang dialami lansia
tinggal sendiri di rumah berupa suatu kondisi
dimana lansia memiliki hubungan yang tidak
harmonis dengan keluarganya seperti anak dan
menantu. Putus hubungan dengan keluarga
yang dialami lansia tinggal sendiri dirumah
terjadi karena situasi jarak terpisah yang jauh
antara lansia dengan keluarganya. Akibat
jarak terpisah yang jauh dengan keluarganya
dan adanya hambatan lansia untuk
bersilahturahmi dengan keluarganya yang
jauh tersebut, maka hubungan dengan
keluarga- nya tersebut terputus. Tidak ada
kontak sama sekali antara lansia dengan
keluarganya selama ini.

ISSN 2460-0334
Mengatasi masalah sendiri mempunyai tiga Memiliki pasangan juga merupakan harapan ke
kategori yaitu mengatasi masalah kesepian, depan lansia tinggalsendiri. Keinginan
mengatasi masalah sakit dan mengatasi memiliki pasangan hidup atau menikah lagi
masalah hubungan dengan keluarga. didorong oleh kebutuhan akan teman hidup
Mengatasi masalah kesepian yang dialami yang juga dapat membantu lansia dalam
lansia tinggal sendiri, cara mengatasinya ada memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti
beberapa macam seperti kalau malam hari memasak dan merawat rumah. Disamping itu
tidur di rumah anak, membaca do’a sebelum juga pasangan yang dikehendakinya adalah
tidur, mengobrol dengan tetangga, dibuat seorang istri yang
bekerja ke sawah atau bekerja di bangunan,
dan hiburan menonton TV. Mengatasi
masalah hubungan keluarga yang telah
dilakukan lansia tinggal sendiri adalah dengan
membicarakan dengan anak-anaknya atau
membiarkan masalah tersebut. Masalah
hubungan dengan keluarga biasanya berupa
konflik dengan anak. Salah satu cara
mengatasi masalah konflik tersebut, lansia
membicarakan dengan anaknya dan akhirnya
konflik dapat diselesaikan.

Tema V. Harapan ke depan.

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendiri


memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan
pesimis. Kegiatan sosial di masyarakat yaitu
dengan mengikuti kegiatan-kegiatan di
kampungya merupakan keinginan atau
harapan lansia yang tinggal sendiri di rumah.
Kegiatan kampung yang dimaksud adalah
pengajian atau tahlilan, pertemuan RT dan ikut
membantu bilamana ada tetangga yang punya
hajatan. Kesejahteraan hidup di hari tua adalah
harapan yang diinginkan lansia tinggal sendiri
di rumah. Harapan tersebut berupa keinginan
agar tetap hidup sehat di hari tua, diberikan
umur yang panjang sehingga masih bisa
melihat anak dan cucunya.

ISSN 2460-0334
bisa menerima keadaan lansia apa adanya Pada individu yang tinggal sendiri biasanya
tanpa banyak menuntut. Pesimis mempunyai akhirnya menjadi lebih mandiri, tidak selalu
satu kategori yaitu tidak memiliki harapan lagi tergantung pada orang lain. Menurut Kusumiati
dengan keluarga. Tidak memiliki harapan lagi (2009) salah satu kriteria individu lanjut usia
dengan keluarga yang dirasakan lansia dilatar yang berkualitas sehingga dapat mencapai
belakangi oleh hubungan dengan keluarga kehidupan di hari tua yang sukses adalah ketika
yang kurang baik, yaitu pernah diusir dari individu tidak tergantung secara sosial ataupun
rumah oleh istri dan anaknya sehingga lansia finansial atau mandiri secara sosial maupun
terpaksa hidup sendiri dan akhirnya bercerai finansial. Aging in place
dengan istrinya. Kondisi ini menumbuhkan
perasaan tidak memiliki harapan dengan
keluarga, artinya lansia pesimis hubungan
dengan keluarganya akan baik kembali.

PEMBAHASAN

Tema 1. Alasan tinggal sendiri di rumah

Alasan tinggal sendiri di rumah pada lansia


salah satunya adalah kehilangan anggota
keluarga. Kehilangan yang dimaksud adalah
pasangan sudah meninggal dunia, bercerai,
dan berpisah dengan anak-anaknya karena
sudah berkeluarga. Hal ini sesuai dengan
Santrock (2000) dan Kusumiati (2009) bahwa
perubahan psikososial yang terjadi pada lansia
adalah hidup sendiri akibat anak-anak sudah
menikah dan mulai meninggalkan rumah serta
kehilangan pasangan. Kondisi ini menjadi
alasan atau penyebab lansia tinggal sendiri di
rumah.

Alasan kedua lansia tinggal sendiri di rumah


adalah ingin hidup mandiri dan tidak
bergantung dengan keluarga. Pada dasarnya,
mereka tidak ingin merepotkan anak sehingga
sedapat mungkin berusaha untuk mandiri.

ISSN 2460-0334
merupakan keinginan menghabiskan masa tua Adanya kebebasan, lansia merasa tidak ada
dengan tetap tinggal di rumah sendiri yang membatasi dan tidak ada rasa sungkan
merupakan karena mereka merasa sudah ketika ingin melakukan sesuatu kegiatan. Hal
nyaman dan lama sekali tinggal di tempat yang ini dikarenakan pada masa lanjut ini, mereka
didiaminya saat ini. Orang tua yang ingin ingin tetap dapat melakukan aktivitas yang
menikmatimasa tua dengan tetap tinggal disukainya meski dengan kondisi fisik yang
sendiri di rumah sampai mati atau aging in lebih terbatas dan mereka lebih bebas dalam
place, biasanya karena mereka ingin tetap melakukan kegiatan seperti berkarya, bekerja,
mempertahankan relasi yang nyaman daripada mencipta dan melaksanakan dengan baik
harus menyesuaikan di tempat yang baru. karena mencintai kegiatan tersebut. Selain
kebebasan, perasaan positif lainnya adalah
kemandirian. Tinggal sendiri di rumah juga
Tema II. Perasaan lansia tinggal sendiri di menimbulkan kondisi lansia bisa hidup mandiri
rumah tanpa perlu bergantung kepeda

Perasaan positif yang dirasakan lansia saat


awal tinggal sendiri di rumah salah satunya
adalah kebebasan, yaitu lansia merasa bisa
hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada
yang melarang melakukan apapun. Kebebasan
seperti ini tidak akan lansia dapatkan bilamana
masih tinggal bersama anak-anaknya.
Kebebasan merupakan alasan lansia tetap
memilih tinggal sendiri meski sebenarnya ada
kesempatan untuk tinggal dengan anak-anak.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Gonyea (1990) dalam Kusumiati (2009)
bahwa lanjut usia biasanya memilih tinggal
sendiri karena privasi akan lebih terjaga
sehingga bebas melakukan kegiatannya
dibanding jika harus tinggal bersama anak dan
cucu.

ISSN 2460-0334
anak-anaknya. Pada dasarnya, mereka tidak Tidak adanya orang lain yang membantu saat
ingin merepotkan anak sehingga sedapat dibutuhkan memuncul- kan perasaan merasa
mungkin berusaha untuk mandiri. Pada kesulitan pada lansia yang tinggal sendiri di
individu yang tinggal sendiri biasanya rumah.
akhirnya menjadi lebih mandiri, tidak selalu
tergantung pada orang lain. Menurut WHO Gambaran ini menunjukkan bahwa tidak
(1993) dalam Kusumiati (2009) salah satu adanya sumber dukungan dari keluarga
kriteria individu lanjut usia yang berkualitas terutama anak dalam merawat orang tuanya,
sehingga dapat mencapai successful aging menyebab- kan usia lanjut mengalami
adalah ketika individu tidak tergantung secara kesulitan memenuhi
sosial ataupun finansial atau mandiri secara
sosial maupun finansial.

Kesedihan lansia saat awal tinggal sendiri di


rumah juga dirasakanoleh lansia dengan
berbagai macam keadaan. Lansia merasa sedih
karena harus hidup sendiri, terpisah dari anak-
anaknya, merasa kesepian, tidak ada orang di
rumah yang bisa diajak berkomunikasi dam
merasa takut sendirian, kalau terjadi sesuatu
pada lansia tidak ada orang yang akan
membantunya.

Selain kesedihan, perasaan ketakutan juga


timbul pada lansia tinggal sendiri. Perasaan
takut yang dimaksud adalah kekhawatiran
bilamana lansia mengalami suatu kondisi yang
tidak diinginkan, tidak ada yang bisa
membantunya. Perasaan takut lainnya adalah
kekhawatiran lansia tidak bisa menghidupi
dirinya sendiri. Semula masih ada anak di
rumah yang membantu lansia dalam
kebutuhan sehari-hari, selanjutnya berubah
harus menghidupi dirinya sendiri.

Perasaan yang ketiga adalah kesulitan.


Kesulitan yang dirasakan lansia dengan
tinggal sendiri saat ini adalah tidak adanya
orang yang membantu lansia ketika lansia
mengalami kondisi tertentu seperti kelelahan,
sakit, ada kerusakan barang, kerusakan rumah.
ISSN 2460-0334
kebutuhan sehari-hari di rumah. Kemunduran Menurut Gubrium (dalam Santrock 2000)
kemampuan fisik akibat usia tua dalam Kusumiati (2009) orang dewasa lanjut
mengakibatkan kesulitan partisipan dalam yang belum pernah menikah tampaknya
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, memiliki kesulitan paling sedikit menghadapi
sedangkan anggota keluarga yang diharapkan kesepian diusia lanjut. Bagi individu yang
untuk membantunya tidak ada ditempat, sudah menikah dan anak-anak mulai
bahkan sama sekali tidak ada. Kesulitan dalam meninggalkan rumah serta kehilangan
memenuhi kebutuhan sehari-hari akibat pasangan, akan lebih merasakan kesepian
tinggal sendiri inilah yang mengakibatkan terlebih mereka yang memutuskan tetap tinggal
lansia mempunyai perasaan kesedihan, sendiri.
kekhawatiran dan kesulitan pada lansia.

Kurang dukungan keluarga biasanya hanya


dirasakan pada saat-saat tertentu seperti
diawal- awal tinggal sendiri. Memang pada
masa lanjut usia, masalah kurangnya
dukungan sosial biasa dialami oleh sebagian
orang terutama ketika mereka mengalami
stress dan menghadapi masalah. Hubungan
yang kurang harmonis dengan anak, anak yang
kurang perhatian terhadap lansia menjadi
sumber stress pada lansia yang tinggal sendiri
di rumah.

Kesepian juga dirasakan lansia saat awal


tinggal sendiri di rumah. Lansia juga
merasakan kesepian sejak anak terakhir
meninggalkan rumah. Rumah yang biasanya
diramaikan oleh beberapa orang seperti anak,
menantu, cucu, berubah menjadi sepi.
Masalah kesepian merupakan sesuatu yang
umum dialami oleh para lanjut usia. Tidak
dapat dipungkiri bahwa kesendirian yang
dialami para lanjut usia dapat menimbulkan
kesepian.

ISSN 2460-0334
Tema III. Masalah yang dirasakan saat ini

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansia tinggal sendiri dirumah memiliki empat sub-tema yaitu
masalah kesehatan fisik, masalah psikologis, masalah ekonomi dan masalah dengan keluarga.
Masalah kesehatan fisik, kondisi kesehatan yang sudah menurun atau tidak sehat yang dialami
lansia saat ini merupakan suatu masalah yang dirasakan sudah sejak lama. Lansia merasakan adanya
keluhan penyakit yang sudah dideritanya beberapa tahun ini.

Masalah kesehatan muncul pada usia yang semakin lanjut dan kondisi fisik yang semakin menurun,
masalah yang berkaitan dengan kesehatan seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, asam urat,
rematik atau sekadar masuk angin serta berkurangnya kemampuan fisik merupakan hal yang biasa
dialami. Hal ini sejalan dengan pendapat Santrock (2000) dalam Kusumiati (2009) yang
mengungkapkan bahwa semakin tua, individu kemungkinan akan memiliki beberapa penyakit atau
berada dalam kondisi sakit yang meningkat. Keadaan ini semakin menjadi masalah bagi lansia yang
tinggal sendiri karena bisanya mereka harus berusaha sendiri untuk mengatasinya ketika
penyakitnya kambuh. Masalah psikologis yang dirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihan
yang disebab- kan oleh berbagai macam situasi seperti sedih karena ada keluarganya yang sedang
sakit, sedih karena tidak memiliki uang, sedih karena merasa kesepian, dan sedih karena anaknya
tidak memperhatikannya. Hal ini yang menjadi beban pikiran lansia dan menyebabkan lansia
mengalami masalah sulit tidur. Sulit tidur yang dialami lansia tinggal sendiri di rumah berupa
kurangnya frekuensi atau jumlah jam tidur dan kualitas tidurnya.

Gejalanya adalah sulit memulaitidur dan sering terbangun di malam hari dan tidak bisa tidur lagi.
Gejala fisik sulit tidur gangguan psikologis tersebut termasuk dalam kategori kecemasan (Lubis,
2009). Kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman, baik bersifat nyata ataupun khayal.
Ancaman yang nyata pada lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan ancaman yang tidak nyata seperti perasaan kekhawatiran bila
terjadi sesuatu pada dirinya tidak ada orang yang akan membantunya. Kecemasan juga bisa
berkembang menjadi suatu gangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebat dan menetap pada
individu tersebut (Lubis, 2009).

Tidak ada masalah psikologis juga dirasakan lansia tinggal sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
lansia sudah bisa menikmati keadaan hidup sendiri di rumah. Kondisi ini dialami oleh lansia yang
kebetulan berstatus duda. Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalah
dan justru dinikmati sebagai suatu kebebasan. Kusumiati (2009) menjelaskan bahwa lansia yang
dapat menikmati hari tua sebagai suatu kebebasan karena tidak bergantung kepada keluarganya
adalah suatu bentuk kemandirian. Kemandirian lansia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
termasuk dalam successful aging, yaitu sukses di hari tua tidak bergantung secara finansial kepada
orang lain.

Masalah ekonomi berupa kekurangan finansial juga dialami beberapa lansia tinggal sendiri di
rumah. Hal ini disebabkan oleh situasi seperti tergantung dari pemberian anak karena tidak
memiliki pendapatan, lansia merasa kekurangan finansial dan tidak bisa memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Masalah penghasilan yang dialami lansia dapat memicu mereka untuk tetap bekerja
diusia yang sudah lanjut. Hal ini tentunya dapat dilakukan bila lansia masih memiliki kemampuan
fisik dan keterampilan.

Dalam penelitian ini ada beberapa lansia yang masih mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti menjadi tukang bangunan dan menjadi tukang pijat. Menurut Hurlock (1996)
dalam Kusumiati (2009) penurunan penghasilan hampir dialami semua individu yang memasuki
masa lanjut usia sehingga mereka perlu menyesuaikan diri dengan berkurangnya pendapatan,
namun demikian lebih lanjut dijelaskan bahwa lebih dari 40% kemiskinan dialami lanjut usia yang
menjanda dan tinggal sendiri.

Pada usia yang sudah lanjut, tugas perkembangan untuk tetap bekerja sudah tidak menjadi tanggung
jawab mereka yang memasuki usia pensiun. Namun demikian, karena tidak ada pensiun, tabungan
dan dukungan dana dari pihak lain menyebabkan lansia harus bekerja untuk sekedar tetap dapat
bertahan hidup karena penghasilannya yang diperoleh juga terbatas. Bagi lansia yang tidak
memiliki penghasilan sendiri dari bekerja, pemberian uang dari anak adalah satu- satunya sumber
pendapatan yang bisa diandal- kan. Namun kondisi ini menimbulkan kekhawa- tiran bagi lansia
karena bilamana pemberian dari anak tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidup, maka lansia
terpaksa harus meminjam kepada orang lain seperti tetangganya atau keluarganya. Kondisi
kekurangan finansial seperti ini merupakan masalah yang sering dihadapi dan umum bagi lansia
terutama yang berstatus janda.

Tema IV. Cara mengatasi masalah

Tema cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuan keluarga dan mengatasi
masalah sendiri. Cara mengatasi masalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggal sendiri yang
dilakukan lansia adalah dengan bekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Sedang- kan yang tidak bekerja, upaya yang dilakukan lansia adalah
menunggu pemberian dari anak, meminta uang anak, dan meminjam kepada keluarga. Upaya-upaya
tersebut adalah dalam rangka untuk memepertahankan hidup dan termasuk dalam tugas
perkembangan lansia ketika pada usia lanjut harus mampu melakukan penyesuaian terhadap
kehilangan pendapatan dengan cara mengatasi sendiri maupun dengan meminta bantuan keluarga
dan orang lain.

Mengatasi masalah kesepian yang dialami lansia tinggal sendiri adalah dengan cara kalau malam
hari tidur di rumah anak, mengobrol dengan tetangga, dibuat bekerja ke sawah atau bekerja di
bangunan, dan hiburan menonton TV. Hal ini menunjukkan bahwa pada lansia kemampuan dalam
mengatasi masalah dengan mekanisme koping individual yang baik masih bisa dilaksanakan.

Tidak semua masalah yang dihadapi lansia yang tinggal sendiri harus diratapi dengan kesedihan
terus menerus. Adanya semangat untuk tetap melanjutkan kehidupan sekalipun hidup sendiri di
rumah bukan sebagai halangan bagi lansia. Hal ini menunjukkan bahwa lansia sudah bisa menerima
kenyataan pada akhir siklus kehidupannya pasti akan terjadi kehilangan pasangan, kehilangan anak-
anaknya dan akhirnya hidup sendiri di rumah. Miller (2004) dan Stanley, dkk (2005) menyatakan
bahwa keputusan lansia untuk tinggal sendiri di rumah adalah situasiyang harus dihadapi lansia,
semakin orang bertambah tua dan situasi keluarga mereka berubah, kehilangan pasangan dan anak-
anak meninggalkan rumah akan dialaminya dalam siklus kehidupan lansia.

Demikian juga dengan mengatasi masalah hubungan keluarga berupa konflik dengan anak, adalah
dengan membicarakan dengan anak- anaknya atau membiarkan masalah tersebut. Salah satu cara
mengatasi masalah konflik tersebut, lansia membicarakan dengan anaknya dan akhirnya konflik
dapat diselesaikan. Hal ini menunjukkan kemampuan mengatasi konflik pada usia lanjut masih bisa
dilakukan dan tidak dipengaruhi oleh usia.

Menurut Miller (2004) dan Stanley, dkk ( 2005), konflik yang terjadi pada lansia salah satunya
adalah dengan anak yang disebabkan kurangnya komunikasi dan interaksi yang ditimbulkan akibat
anak sudah berkeluarga sendiri dan sibuk bekerja. Lansia masih memiliki cara untuk mengatasi
masalah tersebut dengan kedewasaannya dan pengalamannya selama ini

Tema V. Harapan ke depan

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis.
Salah satu bentuk harapan ke depan yang optimis lansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitu
dengan mengikuti kegiatan-kegiatan dikampung- nya. Hubungan dengan masyarakat merupakan
dukungan sosial pada lansia yang tinggal sendiri. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Berk (2002) dalam Kusumiati (2009) bahwa individu yang lanjut usia lebih menyukai tinggal dalam
komunitas yang kecil dengan suasana yang tenang seperti di kota kecil atau pedesaan. Kehadiran
tetangga dan teman dekat merupakan dukungan sosial yang penting karena mengharap- kan
dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatu yang tidak memungkinkan. Dengan tetap berada di
lingkungannya dan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat menjadikan lansia tetap bisa
melanjutkan kehidupannya dan hal inilah yang menjadi harapan lansia yang tinggal sendiri di
rumah.

Dengan memiliki hubungan yang baik dengan tetangga dan masyarakat melalui kegiatan- kegiatan
dikampungnya, lansia merasa nyaman terutama karena mereka merasa tetangga sebagai orang yang
dekat yang juga bisa dijadikan tempat untuk meminta pertolongan bilamana lansia mengalami
masalah, dan tempat mereka dapat saling berbagi. Menjaga hubungan yang baik dengan tetangga
memungkinkan para lansia dapat melibatkan diri mereka dengan aktif mengikuti kegiatan di
lingkungan atau menjadi tempat bertanya para tetangga yang relatif lebih muda usianya.

Kesejahteraan hidup di hari tua berupa kesehatan adalah harapan yang diinginkan lansia tinggal
sendiri di rumah. Harapan berupa keinginan agar tetap hidup sehat di hari tua, diberikan umur yang
panjang sehingga masih bisa

melihat anak dan cucunya merupakan semangat hidup lansia yang tinggal sendiri di rumah untuk
tetap mempertahan atau melanjutkan kehidupan- nya. Halinisesuai dengan pendapat Miller (2004)
dan Stanley, dkk (2005) bahwa tugas perkem- bangan lansia yang mengalami perubahan
psikososial hidup sendiri adalah dengan menyesuaikan diri untuk tetap hidup sehat agar mampu
bertahan hidup dan agar masih bisa berinteraksi dengan keluarganya.
PENUTUP

Alasan lansia tinggal sendiri di rumah memiliki tiga sub-tema yaitu kehilangan anggota keluarga,
konflik dengan keluarga dan hidup mandiri. Kehilangan pasangan karena sudah meninggal dunia,
bercerai, dan berpisah dengan anak- anaknya karena sudah berkeluarga menyebab- kan lansia
tinggal sendiri di rumah. Keinginan hidup mandiri dan tidak bergantung dengan keluarga, juga
merupakan alasan lansia tinggal sendiri. Disamping itu konflik dengan istri dan anak juga kondisi
yang melatar belakangi lansia tinggal sendiri di rumah.

Perasaan tinggal sendiri di rumah memiliki dua sub-tema yaitu perasaan saat awal tinggal sendiri
dan perasaan saat ini tinggal sendiri. Perasaan positif yang dimilikilansia salah satunya adalah
kebebasan, yaitu lansia merasa bisa hidup bebas tinggal sendiri di rumah tanpa ada yang melarang
melakukan apapun. Perasaan positif kedua adalah kemandirian, dimana lansia bisa hidup mandiri
tanpa perlu bergantung kepeda anak-anaknya.

Timbulnya kesedihan karena harus hidup sendiri, terpisah dari anak-anaknya, merasa kesepian,
tidak ada orang di rumah yang bisa diajak berkomunikasi merupakan kondisi yang dialami lansia
tinggal sendiri. Perasaan takut juga muncul pada lansia, dimana lansia merasa khawatir bila mana
lansia mengalami suatu kondisi yang tidak diinginkan, tidak ada yang bisa membantunya. Perasaan
kesulitan juga dirasakan.

lansia dengan tinggal sendiri adalah tidak adanya orang yang membantu lansia ketika lansia
mengalami kondisi tertentu seperti kelelahan, sakit, ada kerusakan barang, kerusakan rumah.
Kesepian juga dirasakan lansia saat awal tinggal sendiri di rumah. Lansia juga merasakan kesepian
sejak suami meninggal dunia dan anak terakhir meninggalkan rumah.

Masalah yang dirasakan saat ini pada lansia tinggal sendiri dirumah memiliki empat sub-tema yaitu
masalah kesehatan fisik, masalah psikologis, masalah ekonomi dan masalah dengan keluarga.

Masalah kesehatan fisik, kondisi kesehatan yang sudah menurun atau tidak sehat yang dialami
lansia saat ini merupakan suatu masalah yang dirasakan sudah sejak lama. Masalah psikologis yang
dirasakan lansia tinggal sendiri berupa kesedihan yang disebabkan lansia tidak memiliki uang, sedih
karena merasa kesepian, dan sedih karena anaknya tidak memperhatikannya. Namun lansia juga
tidak ada masalah psikologis juga dirasakan lansia tinggal sendiri.

Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagai suatu hal yang bukan masalah dan justru dinikmati
sebagai suatu kebebasan. Masalah ekonomi berupa kekurangan finansial juga dialami beberapa
lansia tinggal sendiri di rumah. Lansia yang masih aktif bekerja, penghasilan bukan
sebagaimasalah, namun lansia yang sudah menjanda mengalami kekurangan finansial untuk bisa
memenuhi kebutuhan sehari- hari.

Tema cara mengatasi masalah memiliki dua sub-tema yaitu minta bantuan keluarga dan mengatasi
masalah sendiri. Cara mengatasi masalah ekonomi yang dialami oleh lansia tinggal sendiri adalah
dengan bekerja agar bisa mendapatkan penghasilan dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Sedangkan yang tidak bekerja, upaya yang dilakukan lansia adalah menunggu pemberian dari anak,
meminta uang anak, dan meminjam kepada keluarga. Mengatasi masalah kesepian yang dialami
lansia tinggal.

sendiri adalah dengan cara kalau malam hari tidur di rumah anak, mengobrol dengan tetangga,
dibuat bekerja ke sawah atau bekerja di bangunan, dan hiburan menonton TV. Sedangkan mengatasi
masalah hubungan keluarga berupa konflik dengan anak, adalah dengan membicara- kan dengan
anaknya dan akhirnya konflik dapat diselesaikan.

Tema harapan ke depan lansia tinggal sendiri memiliki dua sub-tema yaitu optimis dan pesimis.
Salah satu bentuk harapan ke depan yang optimis lansia adalah kegiatan sosial di masyarakat yaitu
dengan mengikuti kegiatan-kegiatan di kampungnya.

Dengan tetap menjaga hubungan baik dengan merupakan dukungan sosial yang penting karena
mengharapkan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatu yang tidak memungkinkan. Sedangkan
lansia yang pesimis karena merasa hubungan dengan keluarganya sudah terputus akibat
keluarganya tinggal jauh di luar kota dan tidak memungkinkan lansia untuk mengunjunginya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan Puskesmas Mulyorejo Kota Malang dapat
mengembangkan pelayanan kesehatan pada lansia yang tinggal sendiri di rumah dengan
meningkatkan dan mengembangkan kegiatan- kegiatan di posyandu lansia dengan kegiatan yang
bersifat sosial seperti paguyuban lansia, pengajian, dan kegiatan olah raga, senam dan rekreasi
untuk meningkatkan kesejahteraan lansia yang tinggal sendiri di rumah. Diharapkan keluarga yang
memiliki anggota lansia dan masyarakat yang memiliki kelompok lansia dapat meningkatkan
perhatian pada lansia yang tinggal sendiri dengan memberikan perhatian dan memfasilitasi dengan
kegiatan-kegiatan sosial agar lansia dapat mencapai status kesehatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Copel, L.C. (2007). Kesehatan jiwa dan psikiatri: pedoman klinis perawat / Linda

Carmal Comel. alih bahasa: Akemat. Edisi

2. Jakarta: EGC.

Cummings. (2002). Loneliness in older people.

(Online). jurnal.unpad.ac.id

Eliopoulos,C. (2005). Gerontogical nursing(6 th.ed ) (hal. 527-535). Philadelphia : Lippincot


Williams & Wilkins

Kusumiati R.Y.E. (2009). Tinggal Sendiri Di Masa Lanjut Usia. Jurnal Humanitas. Vol. 6, no 1
(hal. 24-38). (Online) http:// journal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/ article/view/700

Lubis, N.L. (2009). DEPRESI: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana.

Nugroho, H.W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamen- tal keperawatan: konsep, proses, dan praktik /
Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry ; alih bahasa, Yasmin Asih…[et al.]. Edisi 4. Jakarta: EGC.
JURNAL GANGGUAN KONSEP DIRI PADA LANSIA

JURNAL 1

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PENERIMAAN


DIRI PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA BUDHI LUHUR KASONGAN
BANTUL YOGYAKARTA

CORRELATION BETWEEN SELF CONCEPT AND SELF


ACCEPTANCE AMONG ELDERLY IN PSTW
BUDI LUHUR KASONGAN BANTUL
YOGYAKARTA

Thoha, Kirnantoro
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES‘Aisyiyah Yogyakarta
Email: drevananda@yahoo.com

Penelitian mengidentifikasi hubungan antara konsep diri dengan penerimaan diri lansia
di PSTW Budi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta. Metode penelitian deskriptif
korelasi dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian terdiri dari 68 lansia
dan diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner dengan teknik uji Spearman. Sebagian besar lansia memiliki
konsep diri positif dan penerimaan diri yang tinggi. Analisis Spearman menunjukkan
bahwa pada taraf signifikansi diperoleh nilai sehingga . Ada hubungan signifikan antara
konsep diri dengan penerimaan diri lansia di PSTW Budi Luhur Kasongan Bantul
Yogyakarta.

Kata Kunci : penerimaan diri, konsep diri, lansia

This research analyzed the correlation between self concept and self acceptance among
elderly in PSTW Budi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta. Descriptive correlative
research with cross sectional time approach used in this research. Respondent
consisted of 68 elderly and were taken by simple random sampling. Data collected by
questionnaire and analyzed by Spearman. Most respondents reported positive self
concept and high self acceptance. Spearman analysis showed that at,values
obtained, so.There was a significant correlation between self concept and self
acceptance among elderly in PSTW Budi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta.

Keywords : self acceptance, self concept, elderly


LATAR BELAKANG
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Haryanto, 2009). Dalam menghadapi
perubahan tersebut, setiap individu akan berespons dan mempunyai persepsi yang
berbeda-beda tergantung pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stress, konsep
diri dan citra diri (Syodiqi, 2010).
Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi
dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya (Margi,
2014). Untuk mencapai suatu konsep diri maka seseorang harus dapat menjalankan
penerimaan atas dirinya. Jika seseorang memiliki konsep diri yang positif maka ia akan
memiliki penerimaan diri yang positif, dan jika ia memiliki konsep diri yang negatif
maka ia tidak akan memiliki penerimaan atas dirinya (Hamidah, 2012).
Pada umumnya para lansia yang tinggal di panti menginginkan pelayanan yang
baik, dan juga perhatian dari keluarganya. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa sebagian besar lansia tidak mendapat perhatian, jarang dijenguk keluarganya
sendiri, sehingga seperti ditelarkan. Hal ini akan mempengaruhi penerimaan diri lansia
tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Penerimaan Diri Lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta“.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasi, yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang konsep diri
dan penerimaan diri secara objektif yang diteliti melalui data sampel atau populasi
yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara ke dua variabel
tersebut pada sekelompok objek dengan pendekatan waktu crossectional
(Notoatmodjo, 2012).

HASIL PENELITIAN
PSTW Budi Luhur terletak di Kasongan Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta.
PSTW Budi Luhur memiliki beberapa program, yaitu pelayanan regular (rutin),
pelayanan subsidi silang, pelayanan harian lansia (Day Care Service), trauma service,
pelayanan perawatan rumah (Home Care Service) dan pelayan tinggal sementara.
Aktivitas yang dilakukan di PSTW Budi Luhur antara lain, Pemenuhan ADL (Activity
Daily Living), bimbingan sosial dan rohani, kesenian, senam, serta rekreasi setiap 2
tahun sekali.
Posyandu lansia dilaksanakan pada setiap hari Rabu di bawah naungan Puskesmas
Kasihan 1 Bantul yang mempunyai tugas melakukan pengukuran tinggi badan, berat
badan, dan tekanan darah, kemudian dilakukan pencatatan di KMS (Kartu Menuju
Sehat) lansia secara rutin. Penyuluhan kesehatan peroangan berdasarkan KMS, seperti
perencanaan diet harian dan pemberian makanan tambahan, yang terakhir adalah
pemeriksaan dan pengobatan ringan.

Karakteristik Karakteristik Responden Lansia PSTW Budi Luhur Kasongan


Bantul Yogyakarta

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Kelas IV SDN 2 Jambidan Banguntapan


Bantul
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Lansia PSTW Budi Luhur Kasongan
Bantul Yogyakarta

Frekuensi Persentase (%)


Karakteristik Responden
(f)
Jenis kelamin Laki-laki 23 33,82
Perempuan 45 66,18
Kelompok usia Lansia akhir (56-65 tahun) 12 17,6
Manula (>65 tahun) 56 82,4
Lama tinggal ≤ 5 tahun 26 38,2
6-10 tahun 40 58,8
>10 tahun 2 3
Jumlah (n) 68 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa ditinjau dari karakteristik jenis
kelamin, sebagian besar responden (66,18%) diketahui berjenis kelamin perempuan
Ditinjau dari karakteristik kelompok usia responden, sebagian besar responden
(82,4%) pada penelitian ini diketahui berada pada kelompok usia manula atau berusia
lebih dari 65 tahun.

Ditinjau dari lamanya responden lansia tinggal di panti, diketahui bahwa sebagian
besar responden (58,8%) telah tinggal di panti selama 6-10 tahun. Hanya 3%
responden saja yang telah tinggal di panti selama lebih dari 10 tahun.

Konsep Diri Lansia dan Penerimaan Diri Lansia di PSTW Budi Luhur
Kasongan Bantul Yogyakarta
Tabel 4.2 Konsep Diri Lansia PSTW Budi Luhur
Konsep Diri Frekuensi (f) Persentase (%)
Positif 54 79,4
Negatif 14 20,6
Jumlah (n) 68 100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar atau 79,4% responden
lansia pada penelitian ini diketahui memiliki konsep diri positif. Hanya terdapat 20,6%
responden lansia yang diketahui memiliki konsep diri negatif.
Tabel 4.3 Penerimaan Diri Lansia PSTW Budi Luhur
Tabel 4.3 Penerimaan Diri Lansia PSTW Budi Luhur Kasongan
Bantul Yogyakarta
Penerimaan Diri Frekuensi (f) Persentase (%)
Tinggi 28 41,2
Sedang 34 50,0
Rendah 6 8,8
Jumlah (n) 68 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa bahwa sebagian atau 50% responden
lansia pada penelitian ini diketahui memiliki penerimaan diri yang sedang. Hanya
terdapat 8,8% responden lansia yang diketahui memiliki penerimaan diri rendah.

Hasil Uji Spearman Rho


Tabel 4.4 Hasil Uji Spearman Rho
Penerimaan Diri
Jumlah
Tinggi Sedang Rendah p r
f % F % f % F %
Konsep positif 27 50 26 48,1 1 1,9 54 100
Diri negatif 1 7,1 8 57,1 5 35,7 14 100 0,001 0,461
Total 28 41,2 34 50 6 8,8 68 100

Hasil uji pada tabel 4.4 menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 yang
besarnya di bawah 0,05 sehingga mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan
antara konsep diri dan penerimaan diri lansia. Nilai korelasi (r) positif sebesar 0,461
pada rentang 0,400-0,599 menunjukkan hubungan yang terjadi adalah sedang dan
bersifat positif (Sugiyono, 2010). Disimpulkan adanya hubungan signifikan antara
konsep diri dengan penerimaan diri pada lansia PSTW Budi Luhur Kasongan Bantul
Yogyakarta. Hubungan yang terjadi adalah semakin positif konsep diri lansia maka
penerimaan dirinyakan semakin tinggi pula.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar atau 79,4% responden lansia
pada penelitian ini diketahui memiliki konsep diri positif. Hanya terdapat 20,6%
responden lansia yang diketahui memiliki konsep diri negatif. Persentase konsep diri
positif yang besar tersebut didukung dengan aktivitas keseharian lansia yang mampu
meningkatkan faktor-faktor pembentuk konsep diri. Aktivitas tersebut adalah senam,
shalat fardhu, bimbingan rohani dan kesenian.

Senam ringan secara rutin dilakukan setiap pagi dengan dibimbing oleh seorang
pemandu.Senam tersebut diikuti oleh sebagian besar lansia dan hanya sedikit lansia
yang tidak mengikuti karena mengalami gangguan kejiwaan dan lansia yang
melakukan bed rest total. Pelaksanaan senam di waktu pagi dimana udara masih segar,
dan gerakan relaksasi apabila dilakukan secara rutin akan berdampak positif terhadap
kondisi fisik para lansia. Kondisi fisik inilah yang kemudian berpengaruh pada
pembentukan konsep diri yang positif pada lansia.

Aktivitas ibadah rutin yang juga ditunaikan adalah shalat fardhu lima waktu. Pihak
panti memberikan fasilitas sebuah musholla yang setiap harinya digunakan untuk
shalat fardhu.Petugas adzan dan imam shalat adalah dari para lansia sendiri.Ibadah
shalat ini dapat berkontribusi membentuk konsep diri yang positif. Bimbingan rohani
dilaksanakan seminggu sekali. Para lansia diberikan tausyiyah kerohanian sebagai
salah satu kebutuhan di usia mereka yang dapat menambah pengalaman yang memicu
untuk mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.Hal ini menjadi
pengalaman spiritual yang berkontribusi besar pada pembentukan konsep diri.

Adapun hiburan yang diikuti oleh para lansia adalah bernyanyi dan menari
bersama. Aktivitas ini diiringi oleh alunan musik dan tarian. Keikut sertaan para
pegawai panti dan mahasiswa profesi dalam hiburan tersebut juga menambah
penghargaan terhadap diri lansia sendiri bahwa meski di usia lanjut mereka masih bisa
melakukan hal-hal yang serupa dilakukan usia di bawahnya.

Pada penelitian ini diketahui bahwa 41,2% lansia memilikipenerimaan diri tinggi,
50% penerimaan diri sedang, dan hanya 8,8% responden lansia yang memiliki
penerimaan diri rendah. Presentase penerimaan diri tinggi yang yang mecapai 41,2%
tersebut didukung dengan beberapa keadaan panti yang mampu meningkatkan
penerimaan diri para lansia yaitu kedatangan mahasiswa dan lama tinggal di panti.

Setiap bulannya PSTW menerima mahasiswa dari berbagai insitusi pendidikan


kesehatan untuk melakukan praktek keperawatan gerontik. Jumlah mahasiswa tersebut
amatlah banyak. Setiap mahasiswa tersebut selesai dari tugasnya, selalu datang
kembali mahasiswa dari kelompok atau institusi pendidikan lain. Sehingga para lansia
tersebut setiap harinya berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswa kesehatan. Dari
interaksi itu mahasiswa-mahasiswa tersebut memperhatikan keadaan wisma dengan
membersihkan ruangan dan tempat tidur agar senantiasa terjaga kebersihan dan
kerapiannya.

Perhatian juga terwujud dalam membantu para lansia dalam beraktivitas. Sehingga
banyak aktivitas atau keperluan yang para lansia kesulitan atau tidak mampu
melakukannya bisa terpenuhi dengan kehadiran mahasiswa tersebut. Tidak hanya itu,
interaksi mahasiswa dengan lansia tentunya bisa menjadi teman bercakap- cakap
sehingga bisa mengurangi beban yang mereka alami. Jadi, walaupun para lansia
tersebut tidak selalu beserta keluarganya, namun mereka seperti mendapatkan
pengganti keluarga mereka dari perhatian para mahasiswa tersebut.

Selain itu sebagian besar lansia sudah lama tinggal di panti, yaitu sebesar 58,8%
dari keseluruhan lansia sudah tinggal selama 6-10 tahun. Lamanya mereka tinggal ini
akan menjadikan mereka sudah terbiasa dengan keadaan panti.

Hasil uji korelasi Spearman menyimpulkan adanya hubungan signifikan antara


konsep diri dengan penerimaan diri pada lansia PSTW Budi Luhur Kasongan Bantul
Yogyakarta. Hubungan yang terjadi adalah semakin positif konsep diri seorang lansia
maka penerimaan dirinya akan semakin tinggi pula.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Katula dkk. (2010) serta
Antoneli dkk. (2010). Katula dkk. (2010) dalam studinya mengemukakan bahwa
penerimaan diri secara fisik (physical self-acceptance) lansia berhubungan positif
dengan keyakinan diri (self efficacy) dan harga diri (self pride) lansia itu sendiri. Dalam
hal ini keyakinan diri (self efficacy) dan harga diri (self pride) adalah unsur- unsur yang
membentuk konsep diri (self concept) seorang lansia. Lansia yang mampu menerima
perubahan fisik pada dirinya akan memiliki keyakinan diri dan harga diri yang tinggi.
Keyakinan diri dan harga diri yang tinggi membentuk konsep diri yang positif pada
diri lansia.

Adapun Antoneli dan kawan-kawan (2010) dalam studinya mengemukakan bahwa


penerimaan diri merupakan komponen evaluasi kognitif dan afektif dari penyusunan
konsep diri lansia. Konsep diri merupakan struktur interprestasi dari penerimaan diri
lansia terhadap proses perubahan personal dan interpersonal yang terjadi pada diri
lansia dan lingkungan sekitarnya. Semakin baik proses penerimaan diri maka semakin
positif pula konsep diri yang terbentuk pada akhirnya. Lansia
lansia, untuk meneliti faktor
yang tinggal di tengah keluarga
lain yang mempengaruhi
umumnya memiliki konsep diri yang
penerimaan diri selain
lebih positif dibandingkan dengan
konsep diri. Hasil penelitian
lansia yang tinggal di institusi karena
ini sekiranya juga bisa
dalam proses penerimaan dirinya
menjadi data awal untuk
lansia yang tinggal di tengah keluarga
penelitian selanjutnya.
mendapatkan lebih banyak dukungan
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Antoneli, E.; Rubini, V.;
SIMPULAN DAN SARAN
Fassone, C. (2010). The
Simpulan Self Concept in
1. Lansia di PSTW Budi Luhur Institutionalized and
Kasongan Bantul Yogyakarta Non-Institutionalized
sebagian besar atau 79,4% Eldery People. Journal
memiliki konsep diri positif. of Environmental
Psychology 20:151-164
2. Lansia di PSTW Budi Luhur
Haryanto, 2009. Psikologi Lansia.
Kasongan Bantul Yogyakarta
http://belajarpsikologi.co
sebagian atau 50% memiliki
m/ diakses pada 23
penerimaan diri yang tinggi.
September 2013
3. Ada hubungan signifikan antara
Hamidah, 2012. Hubungan antara
konsep diri dengan penerimaan
penerimaan diri dengan depresi ada wanita
diri pada lansia di PSTW Budi pre menopause.
Luhur Kasongan Bantul http//:journal.unair.ac.id/.
Yogyakarta tahun 2015. Diakses pada 17 Februari 2015.
Katula, J.; Duncan, T.E.;
Saran McAuley, E.; Blissmer,
1. Bagi profesi keperawatan B. Physical Activity,
Self-Esteem, and Self-
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
Efficacy Relationship
sebagai acuan dalam memberikan in Older Adults: A
konseling dan layanan psikososial Randomized Controlled
kepada lansia berupa dukungan Trial. Annals of
sosial dan motivasi kepada lansia Behavioral Medicine
untuk membentuk konsep diri 22(2):131-139
positif sehingga dapat Margi, 2014. Hubungan antara
dukungan keluarga dengan
meningkatkan kemampuan kemandirian lansia dalam
penerimaan diri lansia. pemenuhan aktivitas sehari-
2. Bagi institusi pendidikan hari.
Hasil penelitian dapat digunakan http://keperawatan.unsoed.a
untuk menambah referensi c.id/ diaksespada 17
informasi pustaka dan pengajaran Februari 2015.
terkait dengan konsep diri dan
penerimaan diri pada lansia.
3. Bagi peneliti lanjut
Bagi yang peneliti yang ingin
meneliti tentang penerimaan diri
JURNAL 2

Bogor.
KONSEP DIRI DAN
KETIDAKBERDAYAAN
BERHUBUNGAN DENGAN Kata kunci: bullying, konsep diri,
RISIKO BUNUH DIRI PADA ketidakberdayaan, risisko bunuh diri
REMAJA YANG MENGALAMI
BULLYING SELF-CONCEPT AND
INEQUALITY CONNECTED WITH
Udi Wahyudi*, Bram Burnamajaya RISK OF SELF- SUFFICIENT IN
Program Studi Keperawatan Bogor,
Politeknik Kesehatan Bandung, Jl. DR. ADOLESCENTS WHO HAVE
Sumeru No.116, Menteng, Bogor Barat., Kota BULLYING
Bogor, Jawa Barat, Indonesia 16111
*udi120872@gmail.com ABSTRACT
Bullying is a negative behavior that is carried
ABSTRAK out repeatedly by a person or group of people
Bullying merupakan perilaku negatif yang who are attacking because of an imbalance of
dilakukan secara berulang-ulang oleh power between the parties involved. Bullying
seseorang atau sekelompok orang yang actions can have a negative impact on victims
bersifat menyerang karena adanya and perpetrators in the future. These impacts
ketidakseimbangan kekuatan antara pihak include loneliness, poor academic
yang terlibat.Tindakan bullying dapat achievement, adaptation difficulties,
berdampak buruk bagi korban maupun increased risk of substance use, involvement
pelakunya di masa depannya. Dampak in criminal acts and susceptibility to mental
tersebut meliputi kesepian, pencapaian emotional disorders such as anxiety,
akademik yang buruk, kesulitan penyesuaian insomnia, substance abuse, depression, low
(adaptasi), meningkatnya risiko penggunaan self-esteem, interpersonal difficulties,
zat, keterlibatan dalam tindakan kriminal disturbances self concept, and depression
dan kerentanan gangguan mental emosional (helplessness). The purpose of this study was
seperti cemas, insomnia, penyalahgunaan to determine the relationship between self-
zat, depresi, mempunyai self-esteem rendah, concept and powerlessness with the risk of
kesulitan interpersonal, gangguan konsep suicide in adolescents who experienced
diri, dan depresi (ketidakberdayaan). Tujuan bullying in SMA Negeri 7 Kota Bogor. This
penelitian ini adalah untuk mengetahui research is a quantitative study using a cross-
hubungan antara konsep diri dan sectional study method with a correlation
ketidakberdayaan dengan risiko bunuh diri study design approach. The sample in this
pada remaja yang mengalami bullying di study amounted to 183 people obtained from
SMA Negeri 7 Kota Bogor. Penelitian ini random sampling techniques. The results
merupakan penelitian kuantitatif dengan showed that based on the results of the
menggunakan metode cross- sectional study relationship test using Chi-Square between
dengan bentuk pendekatan rancangan self-concept and powerlessness, the value of ρ
correlation study. Sampel dalam penelitian (0,000) was smaller than the value of α (0.05),
ini berjumlah 183 orang didapat dari teknik while the test of the relationship between self-
randomsampling. Hasil penelitian concept and risk of suicide obtained a value of
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji ρ (0.013 ) is smaller than the value of α (0.05).
hubungan dengan menggunakan Chi-Square Thus that there is a relationship between self-
antara konsep diri dengan ketidakberdayaan concept and powerlessness with the risk of
didapatkan nilai ρ (0,000) lebih kecil suicide in adolescents who experience
daripada nilai α (0,05), sedangkan uji bullying in SMA Negeri 7 Kota Bogor.
hubungan antara konsep diri dengan risiko
bunuh diri didapatkan nilai ρ (0,013) lebih Keywords: bullying, self-concept, helplessness,
kecil daripada nilai α (0,05). Dengan suicide risk
demikian bahwa ada hubungan antara
konsep diri dan ketidakberdayaan dengan
risiko bunuh diri pada remaja yang
mengalami bullying di SMA Negeri 7 Kota
PENDAHULUAN

Bullying (perundungan) merupakan memunculkan perilaku menarik diri,


perilaku negatif yang dilakukan secara berulang- menjadikan remaja rentan terhadap stress dan
ulang oleh seseorang atau sekelompok orang yang
depresi serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang
bersifat menyerang karena adanya
ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan
terlibat. Menurut Murphy (2009) bullying adalah remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau
saat seseorang mengalami kekerasan, melakukan bunuh diri (commited suicide).
dipermalukan, memperoleh ancaman oleh orang
lain melalui media internet maupun melalui
berbagai media teknologi interaktif, seperti telepon Menurut Rievers (2010) bahwa korban
seluler, termasuk diantaranya pesan teks singkat bullying rentan memiliki ide atau percobaan bunuh
(SMS) atau email ancaman, membuat webpage diri serta melakukan pembalasan. Hasil survey
berisikan informasi baik yang benar maupun tidak yang dilakukan di Amerika Serikat bahwa ada 10%
benar yang mempermalukan seseorang atau atau 1 dari 13 siswa SMU korban bullying
aktivitas membagikan/menceritakan rahasia pribadi melakukan percobaan bunuh diri yang disebabkan
seseorang dalam publik di internet. oleh depresi atau ketidakberdayaan.

Tindakan bullying dapat berdampak buruk Rutter dan Behrendt juga menjelaskan
bagi korban maupun pelakunya di masa depannya. bahwa ada empat faktor psikososial yang penting
Dampak buruk akibat perilaku bullying terhadap sebagai faktor risiko bunuh diri pada remaja yaitu
korban yang paling sering adalah gangguan konsep ketidakberdayaan, permusuhan, konsep diri yang
diri. Konsep diri merupakan suatu cara untuk negatif, dan terisolasi. Selain itu, penelitian Kwok
memprediksi tingkah laku individu. Konsep diri dan Shek (2010) memperoleh hasil bahwa ide-ide
terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh bunuh diri pada remaja memiliki hubungan dengan
pengalaman atau kontrak eksternal dengan ketidak berdayaan, dan kuatnya hubungan antara
lingkungannya dan juga pengalaman internal ide-ide bunuh diri dengan ketidakberdayaan
tentang dirinya. Pengalaman internal ini akan tersebut terjadi dalam kondisi lemahnya
mempengaruhi respon terhadap pengalaman komunikasi antara orang tua dengan remaja.
eksternalnya. Konsep diri merupakan faktor yang Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dilihat
sangat menentukan dalam perilaku seseorang. bahwa salah satu faktor yang kuat yang dikenali
Konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu positif dan sebagai faktor yang menyebabkan bunuh diri
negatif (Fatimatul, 2009). adalah ketidakberdayaan.

Pada seorang remaja yang mengalami Bunuh diri adalah suatu tindakan
perilaku bullying akan mempunyai konsep diri yang mengakhiri kehidupan dengan sengaja. Sedangkan
negatif, yaitu remaja akan memandang dirinya menurut Stuart (2009) bunuh diri adalah kematian
lemah, tidak berdaya, tidak kompeten, tidak dengan melukai diri sendiri, menggunakan racun
menarik, cenderung bersikap pesimistik terhadap atau mati lemas yang dilakukan sendiri. Perilaku
kesempatan yang ada. Dengan konsep diri negatif bunuh diri dibagi dalam kategori ide bunuh diri,
remaja akan mudah menyerah, selalu menyalahkan ancaman bunuh diri, upaya bunuh diri dan bunuh
dirinya maupun orang lain jika mengalami diri. Ide bunuh diri adalah pikiran yang membebani
kegagalan. seseorang untuk mengakhiri hidupnya baik yang
disampaikan oleh diri sendiri maupun melalui
orang lain. Ancaman bunuh diri adalah tanda secara
Hasil studi yang dilakukan National langsung ataupun tidak langsung, verbal atau
Youth Violence Prevention Resource Center nonverbal dari individu untuk mengakhiri
Sanders (Ansty, 2009) menunjukkan bahwa hidupnya. Percobaan bunuh diri adalah tindakan
bullying dapat membuat remaja cemas dan seseorang secara langsung, ditujukan pada diri
ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sendiri yang dapat menyebabkan kematian jika
tidak dihentikan.
sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari
sekolah, bila bullying berlanjut dalam jangka
waktu yang lama, dapat mempengaruhi self
esteem remaja, meningkatkan isolasi sosial,
Pengambilan data dilakukan dengan
Hasil survey di kota Bogor yang dilakukan oleh menggunakan kuesioner yang terdiri dari format
Mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Measuring Bullying Victimization, untuk mengukur
Konsumen (IKK) (2014) terhadap siswa SMK di bullying, format Tennessee Self Concept Scale
kota Bogor menunjukkan bahwa persentase (TSCS) untuk mengukur konsep diri remaja, Format
terbesar bentuk bullying yang dilakukan oleh Learned Helplessnes (LHS) untuk mengukur
remaja berjenis kelamin laki-laki (36,4%) adalah ketidakberdayaan dan instrumen Scale of Suicidal
Ideation untuk mengukur risiko bunuh diri. Sebelum
bullying fisik. Sedangkan, remaja berjenis
dilakukan random sampling untuk menentukan
kelamin perempuan cenderung melakukan responden, peneliti melakukan screening terhadap
bullying dalam bentuk verbal (44,2%) (Hastuti, siswa yang mengalami bullying dari sejumlah
2015). populasi yang ada, yaitu 308 siswa. Dari hasil
screening didapatkan 183 siswa yang mengalami
Berdasarkan hasil studi pendahuluan bullying yang kemudian dijadikan sebagai sampel
didapatkan informasi bahwa kasus bullying yang penelitian. Setelah menentukan responden, maka
dilakukan oleh kakak kelas terhadap adik kelas peneliti menjelaskan tujuan dari kegiatan dan
nya pun terjadi di SMAN 7 Kota Bogor (tempat meminta persetujuan keikutsertaan dalam kegiatan
penelitian), yaitu seorang siswa kelas X di bully penelitian serta menjelaskan cara pengisian
oleh 20 orang seniornya dengan cara dipaksa kuesioner. Penelitian ini telah lolos Ethical
untuk minum-minuman beralkohol dan diajari Clearence dengan
cara tawuran dan dipukuli serta ditendang oleh nomor:41/KEPK/PE/IX/2018.
kakak kelasnya, yaitu kelas XII.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan metode cross-
sectional study dengan bentuk pendekatan
rancangan correlation study, yaitu suatu
rancangan yang digunakan untuk mencari
hubungan antara konsep diri dan
ketidakberdayaan dengan risiko bunuh diri pada
remaja yang mengalami bullying.Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri
7 Kota Bogor Kelas X dengan jumlah sampel
sebanyak 183 siswa. Pengambilan sampel
menggunakan teknik randomsampling, yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak. Adapun kriteria sampel adalah siswa yang
mengalami bullying dan bersedia sebagai
responden penelitian. Kegiatan penelitian mulai
dari perijinan sampai dengan pengambilan data
dilakukan dari bulan April sampai Agustus
2018.
HASIL
Adapun karakteristik remaja sebagai berikut

Tabel 1
Karakteristik Remaja Yang Mengalami Bullying(n = 183)
Karakteristik Responden Katagori f %
12 – 15 tahun 79 43,17
Usia
16 – 18 tahun 106 57,92

Laki-laki 97 53,55
Jenis Kelamin
perempuan 86 46,44

Tabel1 menunjukkan bahwa usia responden yang


terbanyak dalam penelitian ini adalah 16 – 18
tahun dan berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 2
Konsep Diri pada Remaja Yang Mengalami Bullying (n = 183)
Konsep Diri f %
Positif 88 48,09
Negatif 95 51,91
Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi Negatif lebih banyak dibandingkan yang
Responden yang mempunyai konsep diri positif.

Tabel 3
Ketidakberdayaan remaja yang mengalami bullying (n = 183)
Ketidakberdayaan f %
Tinggi 102 55,74
Rendah 81 44,26
Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang banyak dibandingkan dengan
mengalami ketidakberdayaan tingga lebih ketidakberdayaan rendah.

Tabel 4
Risiko bunuh diri remaja yang mengalami bullying (n = 183)
Risiko Bunuh Diri F %
Tinggi 24 13,11
Rendah 159 86,88
Tabel 4 menunjukkan bahwa responden
cenderung berisiko bunuh diri rendah lebih
banyak dibandingkan yang berisiko tinggi.

Tabel 5
Hubungan konsep diri dengan ketidakberdayaan pada remaja yang mengalami bullying (n = 183)
Konsep Diri p
Variabel Total 95% CI
value
Positif Negatif
f % f % f %
Tinggi 32 17,49 53 28,96 85 46,45 -0,446 - -0,187 0,000
Ketidakberdayaan
Rendah 54 29,51 44 24,04 98 53,55

Tabel 5 menunjukkan bahwa ada sebanyak 53 responden (28,96%) yang memiliki konsep diri negatif
kecenderungan mengalami ketidakberdayaan tinggi. Sedangkan diantara responden yang
mempunyai konsep diri yang positif ada 32 responden (17,49%) yang mengalami ketidakberdayaan
tinggi.Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsep diri dengan ketidakberdayaan
(p < 0,05).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik remaja menunjukkan bahwa usia responden
yang terbanyak dalam penelitian ini adalah 16 – 18 tahun, yaitu sebesar 57,92% (106 responden) dan
responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu sebesar 53,55%
(97 responden). Menunjukkan bahwa perilaku bullying sering kali dilakukan oleh remaja putra Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki konsep diri yang negatif maka kecenderungan
mengalami ketidakberdayaan tinggi. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara konsep diri dengan ketidakberdayaan (p=0.000, α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan pula
bahwa konsep diri yang negatif berhubungan dengan ketidakberdayaan.

Menurut Rogers (dalam Tholib, 2010) dalam teorinya menyatakan bahwa konsep diri adalah
konsep kepribadian yang paling utama, berisi ide-ide, persepsi dan nilai-nilai yang mencakup tentang
kesadaran diri. Seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif, maka seseorang tersebut tidak mampu
mempersepsikan, bereaksi,
memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, yang artinya sesorang tersebut
tidak menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari diri untuk melihat dirinya
sendiri. Sedangkan menurut Calhound & Acocella bahwa sesorang yang memiliki konsep diri yang negatif
adalah individu yang tidak bisa memahami dan mengerti tentang dirinya dan tidak dapat menerima segala
macam fakta yang ada pada dirinya, baik kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki.

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmerat, ada empat tanda orang yang memiliki konsep
diri negatif, yaitu: peka terhadap kritikan orang lain, tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya, mudah
marah, baginya koreksi sering kali dipersepsikan sebagai usaha menjatuhkan harga dirinya. Sangat
responsif terhadap pujian, bersifat hiperkritis terhadap orang lain, selalu mengeluh, mencela dan
meremehkan apapun atau siapapun, mereka tidak bisa mengungkapkan penghargaan atau kelebihan orang
lain. Merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, karena itu ia bereaksi kepada orang lain
sebagai musuh, tidak pernah mempermasalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban
dari sistem sosial yang tidak beres. Cenderung bersifat pesimis tehadap kompetensi, seperti terungkap
dalam keenggananya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Seseorang cenderung
menunjukkan ketidakberdayaanya terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain maupun oleh dirinya
sendiri.
Menurut Nanda dalam teorinya (Nanda, 2010) bahwa ketidakberdayaan merupakan persepsi atau
tanggapan seseorang bahwa perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil
yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga seseorang
sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi.

Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa adanya hubungan yang sangat erat antara konsep diri
negatif dengan risiko bunuh diri, yaitu (p < 0,012, α=0,05).Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa
konsep diri negatif berhubungan dengan risiko bunuh diri. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Rutter dan Behrendt bahwa ada empat faktor psikososial yang penting sebagai faktor
risiko bunuh diri pada remaja yaitu ketidakberdayaan, permusuhan, konsep diri yang negatif.

Teori yang menyatakan bahwa masalah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan stres.
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa ketidakberdayaan atau stres dan kehidupan yang penuh stres
merupakan peristiwa yang sangat terkait dengan gejala depresi atau ketidakberdayaan, yang kemudian akan
meningkatkan risiko bunuh diri (Zhang et al. 2011, You et al. 2014).

Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian Kwok dan Shek (2010) bahwa ide- ide bunuh
diri pada remaja memiliki hubungan dengan ketidak berdayaan, dan kuatnya hubungan antara ide-ide bunuh
diri dengan ketidakberdayaan. Penelitian lain dari Chung dan Joung (2012) di Amerika dan Korea, depresi
atau ketidakberdayaan adalah faktor risiko yang signifikan untuk bunuh diri. Sejalan pula dengan hasil
penelitian sertiasih, at al (2013) di Yogyakarta menyatakan bahwa depresi atau ketidakberdayaan
merupakan faktor terjadinya bunuh diri pada remaja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Reed, Nugent &
Cooper (2015) didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang kuat antara perilaku intimidasi dan perilaku
yang berhubungan dengan bunuh diri, tetapi hubungan ini sering dimediasi oleh faktor-faktor lain, termasuk
depresi, perilaku kekerasan, dan penyalahgunaan zat (Reed, Nugent, & Cooper, 2015).

SIMPULAN

Perilaku bullying sering terjadi pada remaja, baik dalam bentuk verbal maupun non verbal, sehingga akan
berdampak terhadap pelaku maupun korban bullying, terutama dampak psikososial yaitu berupa
ketidakberdayaan yang akan berlanjut pada terjadinya risiko bunuh diri. Hal ini dibuktikan dari hasil
penelitian ini, yaitu terdapat hubungan antara konsep diri dengan ketidakberdayaan dan risiko bunuh diri
pada remaja yang mengalami bullying.

DAFTAR PUSTAKA

Astusti, Retno. (2008). 3 Cara Efektif Mengatasi K.P.A (Kekerasan Pada Anak). Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia

Wirawan Sarwono, Sarlito. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta.

Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET


BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN DAN ANALISA

Dari Kasus diatas Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan
dalam bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berumur
lebih dari 60 tahun dan sudah banyak mengalami penurunan fisik, seperti mengeluh karena sering
sakit, kulit sudah mulai keriput dan kurangnya daya untuk berpikir. Tipe lanjut usia dilihat dari
ketiga subjek mereka termasuk kedalam tipe mandiri karena berfikir untuk tidak merepotkan anak-
anaknya ataupun keluarganya karena itu ketiga subjek memilih tinggal di Balai Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Dewanata.

Succesful aging atau sukses pada masa tua yaitu tidak bisa diukur dari banyaknya uang
atau harta yang dimilki, melainkan sukses diukur dari sehat jasmani dan rohaninya. Agar bisa tetap
semangat, aktif dalam setiap kegiatan, mandiri melakukan kebutuhan sehari-hari tanpa meminta
bantuan siapa pun, rajin dalam ibadahnya, dan berpikir optimis.

Sedangkan cara untuk meraih succesful aging yaitu pertama dengan semangat, karena
dengan semangat hal yang tidak mungkin maka bisa menjadi mungkin, yaitu dengan kata kunci
yakin kepada Allah. Kedua meningkatkan ibadah, karena dengan meningkatkan ibadah juga
tingkat keyakinan bertambah kepada Allah, efeknya semangat meraih sukses pada masa lansia
akan bertambah. Ketiga mandiri, lanjut usia walaupun sudah berumur lanjut tidak seharusnya
segala kebutuhnnya harus dengan bantuan orang lain tetapi harus tetap mandiri yang akan
menjadikan lansia banyak kegiatan dan menikmati hidupnya karena banyak aktivitas yang
dilakukan sendiri. Keempat aktif, lansia harus tetap aktif bukan karena sudah tua tetapi berhenti
mengikuti kegiatan dan hanya berdiam diri dirumah, itu akan membuat lansia kurang bahagia,
kurang sosialisasi dengan teman sebayanya dan tidak bisa menikmati hidup.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang konsep diri lanjut usia dalam
mempertahankan kesehatan mental dan sosial studi kualitatif di Griya Lansia Kabupaten
Lumajang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Konsep diri lansia yang tinggal di Griya Lansia dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1) Sebagian besar informan memiliki identitas diri positif, hal ini ditunjukkan dengan
penerimaan dan penilaian dirinya yang memiliki watak keras, di samping itu
sebagian kecil informan memliki identitas diri negatif yang ditunjukkan dengan
watak yang cengeng atau mudah menangis. Identitas diri positif dan negatif
informan terbentuk dari pengalaman hidupnya selama menjadi tua.

2) Sebagian besar informan memiliki gambaran diri positif. Gambaran diri positif
ditunjukkan dengan penerimaan kondisi tubuhnya di masa tua dan mampu
berpenampilan menarik, di samping itu sebagian kecil informan memiliki
gambaran diri negatif ditunjukkan dengan penyesalan dirinya terhadap kondisi
tubuhnya di masa tua. Gambaran diri informan terbentuk dari pengalaman sehat-
sakit yang dialami selama masa tua.

Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam
lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat
sebagai seorang lansia.

Dengan tetap menjaga hubungan baik dengan merupakan dukungan sosial yang penting karena
mengharapkan dukungan dari anak-anaknya adalah sesuatu yang tidak memungkinkan. Sedangkan
lansia yang pesimis karena merasa hubungan dengan keluarganya sudah terputus akibat
keluarganya tinggal jauh di luar kota dan tidak memungkinkan lansia untuk mengunjunginya.

Adapun dalam penerimaan diri merupakan komponen evaluasi kognitif dan afektif dari
penyusunan konsep diri lansia. Konsep diri merupakan struktur interprestasi dari penerimaan diri
lansia terhadap proses perubahan personal dan interpersonal yang terjadi pada diri lansia dan
lingkungan sekitarnya. Semakin baik proses penerimaan diri maka semakin positif pula konsep
diri yang terbentuk pada akhirnya.
DAFTAR PUSTAKA

Carmal Comel. alih bahasa: Akemat. Edisi

2. Jakarta: EGC.

Cummings. (2002). Loneliness in older people.

(Online). jurnal.unpad.ac.id

Eliopoulos,C. (2005). Gerontogical nursing(6 th.ed ) (hal. 527-535). Philadelphia : Lippincot Williams &
Wilkins

Kusumiati R.Y.E. (2009). Tinggal Sendiri Di Masa Lanjut Usia. Jurnal Humanitas. Vol. 6, no 1 (hal. 24-
38). (Online) http:// journal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/ article/view/700

Lubis, N.L. (2009). DEPRESI: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana.

Nugroho, H.W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamen- tal keperawatan: konsep, proses, dan praktik / Patricia A.
Potter, Anne Griffin Perry ; alih bahasa, Yasmin Asih…[et al.]. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Lueckenotte,A.G. (2000). Gerontological Nursing. St.Louis : Mosby-Year Books, Inc. Miller,C.A.


(2004). Nursing for wellness in older adult : theory and practice (4 th.ed) (hal.140-142, 91-101).
Philadelphia :

Lippincot Williams & Wilkins.

Potter, P.A., Perry, A.G. (1997). Fundamental of nursing : concept, process and prac- tice ( 4 th.ed).
St.Louis : Mosby-Year Book, Inc.

Polit, D.F.,Beck, C.T., Hungler, B.P. (2001). Essentials of nursing research : methods, apprasial, and
utilization (5 th.ed.). Phila- delphia : Lippincot.

Streubert. H.J & Carpenter, D.M. (1999). Qualitative research in nursing: Advanc- ing the humanistic
imperative (2nded). Philadephia: Lippincott

Stanley, M., Blair, K.A., Beare, P.G. (2005). Gerontogical nursing (3 th.ed ) (hal. 11- 15 ). Philadelphia :
F.A Davis Company

Anda mungkin juga menyukai