Anda di halaman 1dari 4

BAB III

PEMBAHASAN
Telah diperiksa seorang pasien laki-laki usia 14 tahun di Poli PKPR PKM
Kecamatan Cengkareng, dengan keluhan utama keluarnya cairan kental kuning dari
kemaluan nyeri, disertai nyeri saat BAK. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik pada
pasien ini.
Dari anamnesis pasien mengeluhkan nyeri saat BAK disertai keluarnya cairan kental
kuning dari kemaluan yang semakin bertambah sejak 5 hari yang lalu. Nyeri saat berkemih
bisa disebabkan oleh infeksi maupun noninfeksi. Infeksi paling banyak disebabkan oleh
sistitis, namun juga terdapat penyebab lain seperti uretritis, penyakit menular seksual dan
vaginitis. Sedangkan penyebab noninfeksi dapat meliputi, adanya benda asing pada saluran
kemih yang dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran kemih. Selain itu pada pasien ini
juga mengeluhkan adanya nanah yang keluar dari muara uretra. Adanya discharge pada
pasien pada saluran kemih dipikirkan terjadinya uretritis yang disebabkan oleh infeksi dan
non-infeksi. Ada atau tidaknya infeksi dapat dibedakan dengan adanya discharge genital atau
tidak. Namun hal ini tidak sepenuhnya dapat digunakan, karena terkadang uretritis akibat
infeksi juga dapat ditemukan ketiadaan dari discharge itu sendiri.
Buang air kecil ada, jumlah sedikit-sedikit dan sering, sehingga pasien merasa kurang
puas, warna buang air kecil kuning biasa. Buang air kecil dengan jumlah sedikit dapat terjadi
dikarenakan adanya disuria, sehingga pasien merasa tidak nyaman saat berkemih. Dari warna
urin juga dapat membedakan dasar keluhan yang terjadi pada pasien. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya disuria dapat terjadi salah satunya oleh sistitis. Namun, warna urin
pada sistitis dapat berupa berwarna keruh ataupun gelap dan memiliki bau yang kuat,
sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan adanya keluhan pada urinnya sehingga diagnosis
sistitis dapat disingkirkan. Keluhan susah menahan buang air kecil tidak ada, keluhan buang
air kecil menetes tidak ada, keluhan buang air kecil berdarah tidak ada, keluhan buang air
kecil berpasir tidak ada.

Riwayat kontak seksual ada. Pasangan kontak seksual terakhir 7 hari yang lalu dengan
Pacarnya sebanyak 2 kali. Riwayat kontak seksual dengan oro-gental dan genito-genital.
Pasien mengaku tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Adanya riwayat
unprotected sexual intercourse dapat mendukung adanya uretritis yang diakibatkan oleh
sexual transmitted disease.
Dari pemeriksaan venerologi dalam batas normal, tetapi ditemukan duh pada orifisium
uretra eksterna.

BAB IV

KESIMPULAN

Uretritis gonore merupakan penyakit hubungan seksual yang disebabkan oleh kuman
Neisseria gonorrhoeae yang menyerang uretra, paling sering ditemukan dan mempunyai
insiden yang cukup tinggi. WHO memperkirakan bahwa tidak kurang dari 25 juta kasus baru
ditemukan setiap tahun di seluruh dunia. Di Amerika Serikat diperkirakan dijumpai 600.000
kasus baru setiap tahunnya.
Neisseria gonorrhoeae merupakan kuman kokus gram negatif, bersifat tahan asam,
berukuran 0,6 sampai 1,5 µm, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan sisi yang datar
berhadap-hadapan, tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas,
cepat mati dalam keadaan kering, dan tidak tahan pada zat desinfektan. Kuman ini tidak motil
dan tidak membentuk spora. Masa tunas gonore sangat singkat, pada waktu masa tunas sulit
untuk ditentukan karena pada umumnya bersifat asimtomatis.
Keluhan utama berhubungan erat dengan infeksi pada organ genital yang terkena,
keluhan pada pria yang tersering adalah kencing nanah. Gejala diawali oleh rasa panas dan
gatal di distal uretra, disusul dengan disuria, polakisuria, dan keluarnya nanah dari ujung
uretra yang kadang disertai darah. Selain itu, terdapat perasaan nyeri pada saat terjadi ereksi.
Umumnya penyulit akan timbul jika uretritis tidak cepat diobati atau mendapat
pengobatan yang kurang adekuat. Di samping penyulit, uretritis gonore pada umumnya
bersifat lokal sehingga penjalarannya sangat erat dengan susunan anatomi dan faal alat
kelamin.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pada laki-laki jauh lebih mudah daripada wanita, baik secara klinis maupun
laboratorium, karena pada wanita seringkali asimtomatis. Pada dasarnya pengobatan uretritis
baru diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Antibiotik canggih dan mahal tanpa didasari
diagnosis, dosis dan cara pemakaian yang tepat tidak akan menjamin kesembuhan dan bahkan
dapat memberi dampak berbahaya dalam penggunaannya, misalnya resistensi kuman
penyebab. Pengobatan yang benar meliputi: pemilihan obat yang tepat serta dosis yang
adekuat untuk menghindari resistensi kuman. Melakukan tindak lanjut secara teratur sampai
penyakitnya dinyatakan sembuh. Sebelum penyakitnya benar- benar sembuh dianjurkan untuk
tidak melakukan hubungan seksual. Pasangan seksual harus diperiksa dan diobati agar tidak

terjadi fenomena pingpong.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murtiastutik D. Infeksi menular seksual. Barakbah J, Lumintang H MS, editor. Surabaya:


Airlangga University Press; 2008. 109-14 p.
2. Sambonu A, Niode NJ PH. Profil uretritis gonokokus dan non-gonokokus di poliklinik kulit
dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari – Desember 2012. J e-
Clinic. 2016;4(1):1–6.
3. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2014. 301-2 p.
4. Djuanda A, Hamzah M AS. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. 369-79 p.
5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS LD. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 7th ed. United States of America: McGraw-Hill Co; 2008. 1994-6 p.
6. Jawas FA MD. Penderita gonore di divisi penyakit menular seksual unit rawat jalan ilmu
kesehatan kulit dan kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya. BIKKK. 20(3):217–28.
7. Krisnadewi PAD RL. Uretritis gonore pada laki-laki [Internet]. Denpasar: Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2014. 1-4 p.
Available from: https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1002006033-1-Uretritis Gonore.pdf
8. Silalahi YDP, Suling PL KM. Profil uretritis gonokokus dan non gonokokus pada pria di
RSUP. Prof. DR. R.D. Kandou Manado periode 2009-2011. J e-Clinic. 1(1):1–6.
9. Dalli SF, Makes WIB, Zubier F JJ. Infeksi menular seksual. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007. 65-72 p.
10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S PE. Kapita selekta kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014. 341-7 p.
11. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
primer. 1st ed. Jakarta: Bakti Husada; 2013. 556-9 p.

12. Bignell C FM. UK national guideline for the management of gonorrhoea in adults. Int J
STD AIDS [Internet]. 2011;22:541–7. Available from:
https://www.bashh.org/documents/3920.pdf
13. Karnath BM. Manifestations of gonorrhea and chlamydial infection. 2009;44–8. Available
from: http: //www. turner-white.com/ memberfile.php? PubCode= hp_may09_gonorrhea.pdf
14. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanganan infeksi menular
seksual. Jakarta: Bakti Husada; 2011. 2, 24-8 p.
15. CDC. Communicable disease management protocol – gonorrhea [Internet]. 2015. p. 1–18.
Available from: http: //www. gov. mb. ca/ health/ publichealth/ cdc/ protocol/gonorrhea.pdf
16. Silitonga JT. Uretritis [Internet]. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara;
2009. 4-9 p. Available from: http: //repository. usu. ac. id/ bitstream/
123456789/26065/4/Chapter II.pdf

Anda mungkin juga menyukai