Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan yang halal. Mereka akan
mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk membangun rumah tangga.
Calon pengantin harus terdiri dari laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya dan calon pengantin
perempuan tidak terhalang secara syari’i untuk menikah.
2. Adanya Wali
Bagi calon pengantin perempuan harus dihadiri oleh wali atau wali hakim.
Ketika pernikahan berlangsung harus ada dua orang saksi yang adil atau yang memenuhi syarat sebagai
saksi.
4. Diucapkan Ijab
Ijab diucapkan oleh wali dari calon pengantin perempuan atau yang menjadi wakilnya.
Calon pengantin laki-laki mengucapkan qabul di depan saksi dan wali dengan penuh keyakinan.
Terjadinya suatu pernikahan yang ditandai dengan adanya ijab dan qabul memiliki beberapa tujuan.
Beberapa tujuan dari pernikahan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, yaitu:
Dalam Islam, tujuan pertama atau tujuan utama dari pernikahan adalah melaksanakan perintah Allah.
Dengan melaksanakan perintah Allah, maka umat Muslim akan mendapatkan pahala sekaligus
kebahagiaan.
Selain melaksanakan perintah Allah, tujuan menikah berikutnya adalah melaksanakan sunah Rasul.
Dengan melaksanakan sunah Rasul, maka seorang hamba dapat terhindar dari perbuatan zina.
3. Mencegah dari Perbuatan Zina
Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang bahwa dengan menikah berarti sama halnya menjaga
kehormatan diri sendiri, sehingga kita bisa untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama Islam.
Terlaksananya pernikahan berarti sama halnya dengan menyempurnakan separuh agama Islam. Dengan
kata lain, menikah bisa menambah pahala seorang hamba. Dalam hal ini, menyempurnakan agama bisa
diartikan sebagai menjaga kemaluan dan perutnya.
5. Mendapatkan Keturunan
Setiap umat Muslim yang melakukan pernikahan pasti memiliki tujuan untuk memiliki keturunan dengan
harapan dapat menjadi penerus keluarga.
Tujuan utama menikah lainnya adalah membangun keluarga yang bahagia, sehingga bisa hidup bersama
dan menua bersama hingga menghembuskan napas terakhir.
Fardhu
Menjadi wajib apabila seorang muslim telah cukup kemampuan untuk melangsungkannya, baik secara
finansial maupun lahir batin. Di sisi lain ia memiliki hasrat seksual yang tinggi dan khawatir akan
terjerumus ke dalam perzinaan jika ia tidak menikah.
Haram
Apabila seseorang akan mendzalimi serta membahayakan pasangannya jika menikah, seperti dalam
kondisi tidak dapat memenuhi kebutuhan pernikahan lahiriah dan batiniah, atau tidak mampu berbuat
adil terhadap istri-istrinya. Juga menjadi haram bila hendak melakukan penipuan.
Sunnah
Tidak menjadi wajib melainkan sunnah jika seseorang sudah mampu dalam finansial dan pemenuhan
lahir batin, tetapi tidak takut akan tergelincir kepada perilaku yang dilarang.
Makhruh
Bagi orang yang tidak punya penghasilan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan batiniah, tetapi calon
istrinya rela dan memiliki harta cukup untuk menghidupi mereka.
Mubah
Di mana seseorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada zina, dzalim atau
membahayakan pasangannya jika tidak menikah.
Pernikahan disyari’atkan dalam Islam dengan tujuan memenuhi fitrah tersebut. Islam tidak menghalangi
dan menutupi keinginan ini, bahkan melarang kehidupan umat Muslim yang menolak pernikahan
ataupun bertahallul (membujang).
Nafsunya akan berusaha untuk memenuhi fitrah tersebut dengan berbagai cara yang dilarang agama.
Hal ini bisa menimbulkan perusakan moral dan perilaku menyimpang lainnya seperti perzinaan, kumpul
kebo, dan lain-lain. Islam hadir memberikan solusi melalui pernikahan. Ini menjadi salah satu hikmah
pernikahan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
Salah satu hikmah pernikahan yang terpenting adalah ketenangan jiwa karena terciptanya perasaan-
perasaan cinta dan kasih. Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan kepuasan
jasmaniah dan rohaniah berupa kasih sayang, ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup.
4. Menyambung Keturunan
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, beriman dan bertakwa. Anak yang cerdas
secara emosional dan intelektual juga dibutuhkan untuk melanjutkan syiar agama yang dibawa
orangtuanya.