Anda di halaman 1dari 22

TELAAH KRITIS

Population (P)
Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan catatan medis lengkap yang mengalami trauma
toraks dalam kurun waktu 10 tahun dengan total 630 pasien dalam penelitian. Total 48 pasien
tidak memenuhi kriteria inklusi karena data tidak lengkap.

Intervention (I)
Intervensi dalam penelitian ini adalah penanganan trauma toraks oleh tim bedah toraks.
Comparison (C)
Kelompok pembanding dalam penelitian ini adalah kelompok pasien trauma toraks dimana
penatalaksanaannya tidak terdapat ahli bedah toraks khusus.
Outcome (O)
Luaran dalam penelitian ini adalah overall 90-day mortality, Injury Severity Score (ISS), dan
Abbreviated Injury Score (AIS). ISS adalah sistem penilaian anatomi yang memberikan skor
keseluruhan untuk pasien dengan beberapa cedera. Sementara itu, AIS adalah sistem pengkodean
berbasis anatomi yang dibuat oleh Association for the Advancement of Automotive Medicine
untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan berbagai cedera pada pasien tertentu.

Validity

a. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?

Jawab:

Ya, tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor risiko yang memengaruhi luaran
penelitian yakni efikasi dari penatalaksaanan pasien trauma toraks oleh tim spesialis trauma
di pusat trauma level 1. Di dalam hasil penelitian, penelitian ini membahas faktor risiko yang
berkaitan dengan luaran, diantaranya adalah 90-day mortality, Abbreviated Injury Scale
(AIS), dan Injury Severity Score (ISS). Kesimpulan dalam penelitian ini juga menyampaikan
bahwa skor ISS yang tinggi (lebih dari 30), skor AIS yang tinggi (lebih dari 4), usia lanjut,
dan kontusio paru berat menjadi faktor prediktif independent terhadap nilai mortalitas. Ahli
bedah dengan pengalaman operasi toraks berperan penting di dalam tim trauma.

b. Apakah desain studi ini diambil dengan cara yang tepat?

Jawab:

Ya, desain studi diambil dengan tepat, yakni menggunakan desain case-control dimana pada
penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari German Trauma
Register (GTR) database. Data diambil antara Januari 2003 dan Desember 2012. Desain
case-control dapat digunakan untuk menilai hubungan sebab akibat antara faktor risiko dan
luaran. Penelitian ini juga menggunakan analisis multivariat sehingga dapat menghasilkan
data yang lebih relevan.

c. Apakah ada konsistensi hasil antar studi dalam review tersebut?

Jawab:

Ya, terdapat konsistensi hasil antar studi dimana pada penelitian ini menunjukkan bahwa
kontusio paru menjadi faktor risiko dalam perkembangan komplikasi respirasi, seperti
pneumonia dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Penelitian oleh Clark juga
menyebutkan bahwa kontusio paru berat adalah salah satu faktor prognostik yang penting
yang menyebabkan intubasi jangka panjang.

d. Apakah data pasien secara individu digunakan dalam analisis?

Jawab:

Ya, total pasien yang digunakan adalah 630 pasien yang terdiri dari kelompok I dengan total
285 pasien dan kelompok 2 dengan total 345 pasien. Pada tabel morbiditas dan mortalitas di
bagian hasil penelitian, jumlah pasien yang dianalisis adalah masih sama dengan total pasien
yang masuk dalam inklusi penelitian.

Importancy

a. Apakah hasil penelitian ini penting?

Jawab:

Ya, hasil penelitian ini penting dalam praktik klinis pada pasien trauma toraks. Penelitian ini
menekankan bahwa penanganan kasus trauma toraks oleh tim spesialis bedah yang memiliki
pengalaman operasi toraks sebelumnya memiliki prognosis yang lebih baik daripada
penanganan oleh tim yang tidak terdapat spesialis bedah khusus. Selain itu, peneliti juga
menilai faktor risiko yang mempengaruhi perbaikan klinis pada pasien trauma toraks dimana
peneliti menyampaikan bahwa drainase hemothorax atau pneumothorax awal, bronkoskopi
berulang, mobilisasi awal, penggunaan awal terapi antibiotik pada kasus infeksi adalah faktor
yang paling penting untuk meningkatkan perbaikan pada trauma toraks tumpul.

Applicability

a. Apakah hasil penelitian ini memiliki pengaruh penting dalam keputusan klinik

Jawab:

Ya, penelitian ini dapat diimplementasikan di Indonesia dimana kasus trauma toraks di
Indonesia sangat tinggi. Di Indonesia sendiri, kejadian kecelakaan lalu lintas meningkat
dalam jumlah dan maupun jenisnya dengan perkiraan angka kematian dari 5,1 juta pada
tahun 1990 menjadi 8,4 juta pada tahun 2020 atau meningkat dengan persentase sebanyak
65% (Farina, 2012). Penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan terkait distribusi
sarana dan prasana manajemen trauma toraks di seluruh Indonesia.

CRITICAL APPRAISAL COHORT


1. Apakah kedua kelompok serupa dan direkrut dari populasi yang sama?
Ya,
2. Apakah pajanan diukur dengan cara yang sama untuk menetapkan orang ke dalam
kelompok terpajan dan tidak terpajan?
Ya,
3. Apakah paparan diukur dengan cara yang valid dan dapat diandalkan?
Ya,
4. Apakah faktor perancu diidentifikasi?
Ya,
5. Apakah strategi untuk menangani faktor pembaur dinyatakan?
Ya,
6. Apakah kelompok/peserta bebas dari hasil pada awal penelitian (atau pada saat
pemaparan)?
Ya,
7. Apakah hasil diukur dengan cara yang valid dan dapat diandalkan?
Ya,
8. Apakah waktu tindak lanjut dilaporkan dan cukup lama untuk mendapatkan hasil?
Ya,
9. Apakah tindak lanjut selesai, dan jika tidak, apakah alasan mangkir dijelaskan dan
dieksplorasi?
Ya,
10. Apakah strategi untuk mengatasi tindak lanjut yang tidak lengkap digunakan?
Ya,
11. Apakah analisis statistik yang digunakan tepat?
Ya,
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa peran ahli bedah yang memiliki pengalaman spesifik
dalam menangani kasus trauma sangatlah penting dalam prognosis kasus trauma. Beberapa hasil
atau outcome yang berpengaruh signifikan terhadap perbedaan tim penanganan pasien trauma
toraks diantaranya adalah pneumonia, ateletaksis, sepsis, waktu intubasi, dan mortalitas.
Penatalaksanaan trauma tumpul dengan pemasangan chest tube korektif, kontrol nyeri yang
optimal dan fisioterapi dada memberikan hasil yang baik pada sebagian besar pasien.

Anda mungkin juga menyukai