Anda di halaman 1dari 2

Apa ia paham feminisme sekejam itu?.

Membaca opini sebelumnya, yang menurut


Noviia feminis itu sebagai cara merayakan perceraian. Apa dengan adanya Feminisme nantinya
perceraian bukan lagi hal yang dihindari dari sakralnya suatu pernikahan, sepasang kekasih yang
awalnya begitu saling mencintai tidak lagi berusaha menumbuhkan kepercayaan dan
kepeduliannya satu sama lain, ia yang telah memiliki peran sebagai orang tua tidak lagi
memikirkan tumbuh kembang anaknya dengan memberikan keluarga yang utuh dari kasih
sayang peran sebagai ibu juga rasa tanggung jawab seorang ayah dan tidak mengingat perjanjian
sucinya pada Tuhan.  

Awalnya paham feminisme hadir lantaran adanya ketimpangan antara perempuan dan
laki-laki. Feminisme sebagai gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Hak
perempuan secara publik, ekonomi maupun domestik. Kesetaraan antara perempuan dan laki-
laki, setara dalam mengakses pendidikan, setara dalam memegang jabatan politik dan
melindungi perempuan dari segala laku yang melecehkan hak asasi manusia baik secara verbal
dan nonverbal.

Banyak sejarah yang menceritakan betapa tidak adilnya dunia pada kaum perempuan,
cerita perjuangan RA. Kartini menjadi saksi ketimpangan gender di Indonesia akibat adanya
stereotip, subordinasi, beban ganda juga kekerasan terhadap perempuan begitu nyata.  Dari itulah
feminis hadir membantah stereotype bahwa hanya laki-lakilah yang lebih layak mengakses
pendidikan dan tugas perempuan cukup di ranah domestic saja, bahwa permpuan juga berhak
untuk menjadi cerdas, berani mengambil keputusan dan tampil di depan umum, bahwa dalam
mengurus rumah tangga dan mendidik anak itu ibu bukan semata-mata tugas dan tanggung
jawab ibu saja.

Perceraian bukanlah hal yang patut untuk dilanggengkan apalagi untuk dijadikan sebagai
tren. Perlu diingat bahwa pernikahan adalah hal yang sakral dan perjanjian seumur hidup. Setiap
sepasang manusia yang saling mencintai menginginkan pernikahan yang langgeng dan harmonis.
Meningkatnya angka perceraian dan beranggapan bahwa dengan feminismelah permpuan bebas
untuk menggugat dan memutuskan pernikahan, perlu kita lihat apa yang menjadi faktor pemicu
penyebab terjadinya perceraian itu terjadi.
Meningkatnya kasus perceraian hingga 54% itu dipicu berbagai faktor, Menurut Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), hal ini berkaitan dengan
kondisi pandemi dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berpengaruh
terhadap tingkat stres keluarga.

Hasil survei dinamika rumah tangga di masa Covid-19 oleh Komnas Perempuan pada
April sampai Mei 2020 juga menyimpulkan, pandemi Covid-19 mendorong perubahan beban
kerja rumah tangga dan pengasuhan. Adapun penyebab terbanyak perceraian sepanjang tahun
2021 yaitu perselisihan dan pertengkaran berkelanjutan (tidak harmonis), yakni sebanyak
279.205 kasus.

Kemudian, kasus perceraian yang dilatarbelakangi dengan alasan ekonomi sebanyak


113.343 kasus. Sebanyak 42.387 kasus perceraian terjadi karena ada salah satu pihak yang
meninggalkan. Lalu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga menjadi faktor terjadinya
perceraian dengan 4.779 kasus. Faktor lainnya yaitu karena mabuk 1.779 kasus, murtad 1.447
kasus, hingga poligami 893 kasus. dilansir pada detaboks.katadata.co.id

Faktor perselingkuhan, ekonomi dan KDRT menjadi alasan tertinggi dari perceraian itu
lahir. Setiap manusia berhak memiliki rasa aman dan nyaman . Feminisme hadir memberi
kekuatan bagi perempuan untuk dapat berfikir dan bertindak rasional dalam menentukan pilihan
dan hidup secara mandiri. Bukan berarti membenarkan perceraian, tetapi menjadi bijak dalam
menjalani hidup. Bahwa setiap manusia berhak memilih jalan untuk bahagia, dan perceraian
adalah pilihan yang bijaksana.

            

Anda mungkin juga menyukai