Case 4 Kel 3
Case 4 Kel 3
Kelompok 3:
A. Latar Belakang
Menurut Koesnadi (Widyaputra, 2006) salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh
perusahaan agar perusahaan bisa bertahan atau bahkan berkembang adalah dengan
melakukan merger dan akuisisi. Merger merupakan penggabungan dua perusahaan atau lebih
menjadi satu kekuatan untuk memperkuat posisi perusahaan. Sementara itu penggabungan
dengan cara lain adalah dengan cara akuisisi. Akuisisi merupakan pengambilalihan (take
over) sebagian atau keseluruhan saham perusahaan lain sehingga perusahaan pengambil-alih
mempunyai hak kontrol atas perusahaan target. Akuisisi ini dapat dilakukan terhadap anak
perusahaan yang semula sudah go publik dan disebut dengan akuisisi internal, atau akuisisi
terhadap perusahaan lain yang disebut dengan akuisisi eksternal.
Bila perusahaan melakukan merger maka kegiatan operasi perusahaan akan ada
campur tangan dari pihak pengambil alih, sedangkan bila perusahaan melakukan akuisisi
maka perusahaan yang diakuisisi masih dapat menjalankan operasinya tanpa ada campur
tangan dari perusahaan yang mengakuisisi. Perkembangan yang pesat di era globalisasi
sekarang ini, menjadikan kegiatan merger dan akuisisi semakin diminati oleh
perusahaan-perusahaan yang ingin terus berkembang dan meningkatkan nilai perusahaannya.
Ditambah lagi dengan semakin banyaknya perusahaan yang berhasil dalam kegiatan merger
dan akuisisi ini, mendorong para pengusaha untuk menjalankan kegiatan merger dan akuisisi
ini untuk perusahaannya.
Kegiatan merger dan akuisisi dinilai bisa menjadi salah satu strategi bisnis bagi
perusahaan, dimana perusahaan menilai bahwa strategi bisnis dengan melakukan kegiatan
merger dan akuisisi dapat membawa perubahan yang cukup signifikan kearah positif. Alasan
kuat perusahaan memilih merger dan akuisisi sebagai strateginya adalah karena merger dan
akuisisi dianggap sebagai jalan cepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan dimana
perusahaan tidak perlu memulai dari awal suatu bisnis baru.
Lintas batas mencakup kegiatan yang berlangsung antara dua negara yang berbeda.
Seiring dengan berlanjutnya trend global atas konsolidasi industri, berita mengenai merger
dan akuisisi internasional praktis merupakan kenyataan sehari-hari. Semakin banyak
perusahaan ingin go global karena mereka menawarkan peluang besar yang merupakan
pilihan yang relatif lebih murah bagi perusahaan untuk membangun dirinya sendiri secara
internal. Oleh karena itu dapat diisyaratkan bahwa perbatasan merger dan akuisisi lintas batas
pada dasarnya adalah transaksi yang dilakukan tersebut terjadi dimana perusahaan target dan
perusahaan pengakuisisi adalah dari negara asal yang berbeda. Kesepakatan ini seperti di
mana aset dan proses dari perusahaan di negara-negara yang berbeda digabungkan untuk
membentuk sebuah badan baru yang sah.
Merger dan akuisisi lintas batas terdiri dari dua jenis yaitu Inward dan Outward.
Inward lintas batas melibatkan pergerakan modal ke dalam karena penjualan sebuah
perusahaan domestik untuk investor asing. Sebaliknya Outward lintas batas melibatkan
pergerakan modal ke luar karena pembelian sebuah perusahaan asing. Merger dan akuisisi
lintas batas dapat dilakukan oleh badan usaha di dalam negeri (mengambil alih badan usaha
di luar negeri) atau badan usaha di luar negeri (mengambil alih badan usaha di dalam negeri).
Merger dan akuisisi lintas batas negara sebenarnya tidak berbeda dengan pengambilalihan
secara domestik. Perbedaannya hanya kepada sifat lintas negara, yaitu pengambilalihan suatu
badan usaha di suatu negara yang dilakukan oleh suatu badan usaha di negara lainnya.
Terdapat bukti bahwa transaksi lintas negara lebih sulit untuk direalisasikan dengan
sukses dibandingkan transaksi domestik karena karyawan tidak hanya mengalami budaya
organisasi yang berbeda, tetapi juga harus berinteraksi dengan budaya nasional yang berbeda
(Chung et al. 2014). Aturan praktisnya adalah bahwa integrasi menjadi semakin sulit seiring
dengan meningkatnya jarak dan perbedaan budaya antara penawar dan target dalam konteks
M&A. Studi kasus ini membahas tentang salah satu produsen baja Jepang terbesar di dunia
yang pada bulan Desember 2014, sebuah perusahaan Jerman berukuran sedang dalam industri
produksi pembangkit listrik tenaga sampah dengan 195 karyawan di Duisburg diambil alih
oleh perusahaan Jepang.
Pengaturan merger nasional itu dapat diperhatikan pada Bab VIII Mengenai
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan, mulai dari pasal 122 sampai 137
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, pasal 28 dan 29 UU
Nomor 5 (1999) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 57/2010 mengenai Merger dan Konsolidasi. Ringkasnya,
Indonesia belum mengatur Merger dan Akuisisi Lintas Batas berupa Undang-undang (UU),
peraturan pelaksanaannya, termasuk pedoman pelaksanaan.
B. Pernyataan Masalah
Pembahasan utama adalah tentang masalah alienasi karyawan target di Jerman pada
proses merger atau akuisisi lintas batas antara perusahaan Jepang dan perusahaan target di
Jerman. Pertama, dibahas mengenai perbedaan budaya antara Jepang dan Jerman yang dapat
menyebabkan alienasi karyawan. Integrasi menjadi lebih sulit ketika perusahaan Jepang dan
Jerman yang bergabung sangat berbeda dalam beberapa aspek seperti bahasa, budaya, jarak
budaya, dan sebagainya. Dengan akuisisi ini, pihak Jerman memiliki tujuan agar
perusahaannya menjadi lebih global dengan berpikir untuk mendapatkan akses pasar Asia
untuk solusi teknik pembangkit listrik energi mereka yang disediakan oleh pihak Jepang.
Manajemen Jerman berniat untuk menerima proyek-proyek yang lebih besar dengan dasar
yang lebih kuat secara finansial dari investor Jepang. Untuk hal ini, investor Jepang dilihat
oleh manajemen Jerman sebagai induk keuangan yang kuat agar dapat bersaing untuk
proyek- proyek yang lebih besar di Asia. Tapi ternyata pihak Jepang mengambil teknologi
dan meninggalkan Jerman. Setelah sekitar satu tahun, manajemen Jerman melihat bahwa
mereka hampir mendapatkan informasi yang salah. Selanjutnya, permasalahan kesulitan
komunikasi yang tidak efektif juga menjadi fokus pembahasan. Dimana hampir tidak ada
kontak antara manajer Jepang dan karyawan Jerman karena semua orang Jepang berada di
gedung sebelah perusahaan Jerman dan bahkan ruang makan untuk karyawan pun terpisah
(untuk orang Jerman dan Jepang) sehingga hampir tidak ada komunikasi yang
memungkinkan. Dalam kasus ini, proses due diligence dilakukan dalam waktu singkat dan
hanya melibatkan beberapa manajer dari perusahaan Jerman. Penilaian yang tidak memadai
mengenai sinergi antara kedua perusahaan juga menyebabkan masalah dalam integrasi
pasca-akuisisi.
C. Penyelesaian Masalah
1. Time context
Pada bulan desember 2014, sebuah perusahaan Jerman berukuran sedang
dalam industri produksi pembangkit listrik tenaga sampah diambil alih oleh
perusahaan Jepang.
2. View point
Kasus ini akan dibahas dari sudut pandang konsultan bisnis yang akan
menyelesaikan permasalahan akuisisi perusahaan teknologi Jerman oleh perusahaan
Jepang dengan permasalahan integrasi dan komunikasi yang menyebabkan
permasalahan di antara kedua pihak. Konsultan bisnis dalam hal ini akan membantu
kedua perusahaan dalam mengidentifikasi masalah, merumuskan strategi dan
program, dan meningkatkan efisiensi operasional dan memberikan perspektif
objektif dari luar perusahaan.
3. SWOT Analysis
S W O T
Strength ● Keunggulan teknologi Jepang yang canggih dan
inovatif dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan
yang melakukan merger dan akuisisi
● Jepang memiliki pengalaman di bidang bisnis yang
sama sehingga jepang memiliki cara-cara strategis
dalam penawaran terhadap jerman.
● Perusahaan Jepang memiliki sumber daya keuangan
yang kuat, Jepang dapat menyediakan dana yang
diperlukan untuk merger dan melakukan operasi
selanjutnya
● Keahlian manajerial perusahaan Jepang yang dapat
membantu dalam mengelola dan mengintegrasikan
karyawan dalam memenuhi target perusahaan
Dari analisis SWOT dan PESTEL dapat dilihat bahwa sebenarnya akar dari
semua permasalahan ini adalah kurangnya komunikasi, ekspektasi yang tidak
terpenuhi, dan ketidakcocokan dalam proses integrasi setelah akuisisi yang dilakukan
perusahaan Jepang ke perusahaan Jerman.
4. Ini memungkinkan tim memiliki waktu yang cukup untuk mengumpulkan dan
menganalisis data, serta mengevaluasi risiko dan peluang yang terkait dengan
kesepakatan
PRO:
a. Proses due diligence yang lebih teliti dan komprehensif karena tim
memiliki waktu yang cukup untuk menyelidiki berbagai aspek bisnis
b. Manajemen risiko yang lebih baik karena adanya kesempatan untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko dengan lebih baik.
c. Dengan alokasi waktu yang memadai untuk due diligence, tim dapat
secara menyeluruh meninjau kontrak, lisensi, izin, peraturan, dan
faktor hukum dan regulatori lainnya yang relevan dengan perusahaan
target. Ini membantu mengurangi risiko litigasi, pelanggaran hukum,
dan potensi konflik dengan regulator.
d. Dengan waktu yang memadai untuk proses due diligence, manajemen
dapat membuat keputusan yang lebih rasional dan berdasarkan pada
analisis yang komprehensif. Hal ini membantu menghindari keputusan
yang terburu-buru atau impulsif yang mungkin mengakibatkan
konsekuensi negatif jangka panjang. Dengan informasi yang cukup dan
analisis yang cermat, manajemen dapat merencanakan
langkah-langkah yang tepat untuk mengelola akuisisi dengan sukses
KONTRA:
a. Memperpanjang waktu proses due diligence akan menyebabkan biaya
tambahan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Peningkatan biaya
dapat terjadi akibat pembayaran lebih banyak jam kerja bagi tim yang
terlibat, biaya perpanjangan kontrak konsultan atau auditor, dan biaya
administratif lainnya. Hal ini dapat menambah beban keuangan
perusahaan, terutama jika proses akuisisi melibatkan perusahaan yang
besar dengan sumber daya yang terbatas.
b. Proses due diligence yang memakan waktu lama dapat menyebabkan
peluang bisnis terlewat. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, ada
kemungkinan bahwa perusahaan lain mungkin juga tertarik untuk
mengakuisisi perusahaan target. Jika proses due diligence memakan
waktu terlalu lama, perusahaan dapat kehilangan kesempatan untuk
melakukan akuisisi atau berisiko bersaing dengan penawaran lain yang
lebih cepat
c. Selama proses due diligence yang memakan waktu lama, kondisi pasar
dapat berubah secara signifikan. Perubahan ekonomi, perubahan dalam
industri, atau bahkan fluktuasi mata uang dapat mempengaruhi valuasi
perusahaan target dan mengubah asumsi dasar yang digunakan dalam
proses akuisisi. Ini dapat membuat tim harus mengulang analisis dan
penilaian yang sudah dilakukan sebelumnya
d. Proses due diligence yang berkepanjangan dapat meningkatkan risiko
bocornya informasi rahasia atau sensitif kepada pihak yang tidak
berkepentingan. Semakin lama proses berlangsung, semakin banyak
orang yang terlibat dan semakin sulit menjaga kerahasiaan informasi
penting. Hal ini dapat berdampak negatif pada reputasi perusahaan dan
mengganggu kepercayaan antara kedua belah pihak.
6. Recommendation
Rekomendasi yang dapat diberikan dalam pemecahan masalah adalah
alternatif dalam meningkatkan komunikasi dan keterlibatan antara manajemen Jepang
dan karyawan perusahaan Jerman. Pada solusi alternatif ini dapat dilakukan dengan
mengadakan pertemuan rutin antara pihak manajemen perusahaan Jepang dengan
karyawan perusahaan Jerman untuk saling berbagi informasi dan membangun
hubungan yang lebih baik. Selain hal tersebut, hal penting lain yang dilakukan adalah
untuk melibatkan karyawan perusahaan Jerman dalam proses pengambilan keputusan
dan memberikan kesempatan pada mereka untuk ikut berkontribusi dalam merancang
strategi dan implementasi sinergi antara kedua perusahaan. Dengan penerapan
alternatif ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi dan keterlibatan antara
kedua belah pihak agar hal ini dapat mengurangi ketidakpastian dan frustasi yang
dirasakan oleh karyawan Jerman. Sebagaimana permasalahan yang terjadi apabila
sebuah perusahaan melakukan ekspansi atau pengembangan bisnis ke luar negeri,
keterbatasan budaya dan bahasa adalah hal yang umum yang harus dihadapi oleh
perusahaan, baik perusahaan yang datang maupun pihak-pihak yang berhubungan
dengan perusahaan yang bersangkutan, sehingga alternatif ini dapat menjadi
pemecahan masalah yang terjadi terkait kendala bahasa antara kedua belah pihak.
Dengan komunikasi yang lebih baik, informasi yang baik dapat mengalir dengan lebih
lancar antara pihak manajemen Jepang dan pihak karyawan Jerman, hal ini akan
membantu menghindari kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya komunikasi atau
kesalahpahaman yang bisa terjadi, akibatnya operasional perusahaan dapat menjadi
lebih efektif dan efisien. Dengan adanya peningkatan komunikasi yang lebih baik dan
intens, pihak manajemen Jepang dan pihak karyawan Jerman dapat saling berbagi
keahlian, pengetahuan, dan pengalaman mereka terkait pekerjaan atau hal lain agar
komunikasi semakin baik dan lancar. Sehingga dengan lancarnya komunikasi antara
kedua belah pihak, maka dapat menghasilkan sinergi antara kedua belah pihak dan
memungkinkan tim kerja untuk mencapai tujuan bersama secara lebih efektif.
7. Implementation program
Implementasi program yang dapat diajukan dengan meningkatkan komunikasi
dan keterlibatan antara manajemen Jepang dan karyawan perusahaan Jerman dapat
dilakukan sebagai berikut:
Jangka pendek:
1. Mengadakan sesi pelatihan interkultural yang melibatkan karyawan dari kedua
perusahaan. Pelatihan ini akan membantu karyawan memahami perbedaan
budaya, nilai-nilai bisnis, dan praktik kerja antara Jepang dan Jerman.
Fokusnya dapat mencakup komunikasi verbal dan nonverbal, hierarki
organisasi, cara pengambilan keputusan, dan etika bisnis. Tujuannya adalah
untuk memperbaiki pemahaman dan mengurangi kesalahpahaman antara
kedua pihak. Dan membentuk tim gabungan yang terdiri dari pemimpin atau
manajer dari kedua perusahaan. Tim ini akan bertugas untuk mengelola
proyek-proyek strategis dan bertindak sebagai jembatan antara manajemen
Jepang dan karyawan Jerman. Pemimpin tim gabungan harus memiliki
pemahaman yang baik tentang budaya dan praktik bisnis dari kedua negara,
serta memiliki keterampilan komunikasi yang kuat untuk memfasilitasi
kolaborasi yang efektif Beberapa program yang dapat diajukan yaitu
a. Sesi pelatihan budaya: Selenggarakan sesi pelatihan singkat tentang
budaya dan praktik kerja Jepang bagi karyawan perusahaan Jerman.
Sesi ini akan membantu mereka memahami nilai-nilai, norma-norma,
dan perilaku yang diharapkan dari manajemen Jepang.
b. Pertemuan pengenalan: Atur pertemuan khusus di antara manajemen
Jepang dan karyawan perusahaan Jerman untuk saling
memperkenalkan. Dalam pertemuan ini, mereka dapat berbagi latar
belakang, pengalaman kerja, dan harapan mereka satu sama lain.
c. Tim kerja lintas budaya kecil: Bentuklah tim kerja kecil yang terdiri
dari anggota manajemen Jepang dan karyawan perusahaan Jerman.
Tim ini dapat bertemu secara berkala untuk membahas proyek-proyek
atau masalah tertentu. Melalui kerja sama langsung, mereka dapat
membangun pemahaman dan saling mengenal satu sama lain.
d. Penggunaan alat komunikasi yang efektif: Sediakan alat komunikasi
yang memungkinkan manajemen Jepang dan karyawan perusahaan
Jerman untuk berkomunikasi dengan mudah, seperti grup diskusi
online, platform kolaborasi, atau aplikasi pesan instan. Ini akan
memfasilitasi pertukaran informasi dan diskusi secara real-time.
e. Kegiatan sosial informal: Sediakan kesempatan bagi manajemen
Jepang dan karyawan perusahaan Jerman untuk berinteraksi secara
informal di luar lingkungan kerja. Ini dapat berupa acara makan
malam, pertemuan santai, atau kegiatan rekreasi. Kegiatan ini akan
membantu membangun hubungan pribadi yang lebih akrab dan
meningkatkan keterlibatan.
f. Penghargaan budaya: Adakan program penghargaan yang menghargai
kontribusi dari kedua belah pihak dalam meningkatkan komunikasi dan
keterlibatan lintas budaya. Ini dapat mencakup penghargaan individu
atau tim yang telah bekerja sama secara efektif dan mencapai hasil
yang baik dalam proyek lintas budaya.
g. Evaluasi kepuasan dan umpan balik: Lakukan survei kepuasan dan
umpan balik secara berkala dari manajemen Jepang dan karyawan
perusahaan Jerman. Ini akan membantu mengidentifikasi masalah dan
area yang memerlukan perbaikan lebih lanjut, sehingga tindakan
perbaikan dapat diambil segera.
h. Sesi diskusi terjadwal: Tetapkan waktu khusus di mana manajemen
Jepang dan karyawan perusahaan Jerman dapat berkumpul untuk
mengadakan sesi diskusi terjadwal. Dalam sesi ini, mereka dapat
membahas tantangan, saran, atau ide-ide untuk meningkatkan
komunikasi dan keterlibatan.
i. Mendorong pertukaran pengetahuan: Beri kesempatan bagi manajemen
Jepang dan karyawan perusahaan Jerman untuk berbagi pengetahuan
dan pengalaman kerja
Jangka Panjang:
1. Mengatur program pertukaran karyawan antara perusahaan Jepang dan
Jerman. Program ini akan memungkinkan karyawan dari kedua perusahaan
untuk bekerja di lingkungan budaya yang berbeda dan memperoleh wawasan
langsung tentang praktik kerja dan dinamika organisasi di negara mitra.
Pertukaran karyawan ini dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga
setahun untuk memungkinkan waktu yang cukup bagi karyawan untuk
benar-benar terlibat dan memahami lingkungan kerja baru.
2. Membuat forum komunikasi rutin antara manajemen perusahaan Jepang dan
karyawan perusahaan Jerman. Forum ini dapat berupa rapat mingguan atau
bulanan, baik secara langsung maupun melalui video konferensi, di mana
karyawan dapat berbagi informasi, memberikan umpan balik, dan bertanya
tentang hal-hal yang relevan. Forum ini akan memperkuat komunikasi dua
arah dan memastikan bahwa karyawan merasa didengar dan terlibat dalam
proses pengambilan keputusan.
3. Menyediakan pelatihan kontinu dalam pengembangan keterampilan
antarbudaya bagi karyawan dari kedua perusahaan. Pelatihan ini dapat
mencakup pemahaman budaya, kesadaran lintas budaya, negosiasi antar
budaya, dan manajemen konflik. Dengan meningkatkan pemahaman antar
budaya, karyawan akan lebih siap untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan
efektif di lingkungan multikultural.
4. Mengimplementasikan program pendampingan dan mentorship di antara
karyawan dari kedua perusahaan. Melalui program ini, karyawan yang
memiliki pengalaman dan pemahaman yang lebih dalam tentang budaya dan
praktik bisnis masing-masing negara dapat membantu karyawan lainnya untuk
menavigasi perbedaan tersebut. Pendampingan dan mentorship akan
memperkuat kolaborasi dan membangun hubungan profesional yang kuat.
8. Future trends
Meningkatkan komunikasi dan keterlibatan antara manajemen Jepang dan
karyawan perusahaan Jerman akan terus menjadi fokus utama di masa depan. Berikut
adalah beberapa tren masa depan yang dapat membantu dalam hal ini:
1. Pemanfaatan teknologi digital: Kemajuan teknologi digital akan memainkan
peran penting dalam meningkatkan komunikasi antara manajemen Jepang dan
karyawan perusahaan Jerman. Penggunaan alat kolaborasi online, platform
komunikasi, dan media sosial internal akan memungkinkan komunikasi
real-time dan memperkuat keterlibatan.
2. Keterlibatan generasi milenial: Generasi milenial semakin mendominasi
angkatan kerja di banyak perusahaan. Mereka memiliki kecenderungan untuk
berkomunikasi secara digital, terbuka, dan ingin terlibat dalam pengambilan
keputusan. Manajemen Jepang dan perusahaan Jerman perlu menyesuaikan
pendekatan mereka dengan mendorong partisipasi aktif generasi milenial
dalam komunikasi dan pengambilan keputusan.
3. Budaya kerja yang inklusif: Meningkatnya kesadaran akan pentingnya budaya
kerja yang inklusif dan keragaman akan mendorong manajemen Jepang dan
perusahaan Jerman untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendorong
partisipasi dan kontribusi semua karyawan, terlepas dari latar belakang budaya
mereka.
4. Meningkatnya program pelatihan lintas budaya: Perusahaan akan mengakui
pentingnya pelatihan lintas budaya untuk mengembangkan pemahaman dan
keterampilan yang diperlukan untuk bekerja di lingkungan multikultural.
Program pelatihan ini akan memperluas pemahaman tentang budaya dan
praktik kerja antara manajemen Jepang dan karyawan perusahaan Jerman.
5. Peningkatan mobilitas internasional: Dalam era globalisasi, mobilitas
internasional akan terus meningkat. Karyawan dari perusahaan Jerman
mungkin ditugaskan untuk bekerja di kantor cabang di Jepang, dan sebaliknya.
Ini akan menciptakan peluang bagi manajemen Jepang dan karyawan
perusahaan Jerman untuk berinteraksi secara langsung, memperdalam
pemahaman, dan memperkuat komunikasi dan keterlibatan.
6. Peningkatan kesadaran terhadap keberlanjutan: Kesadaran tentang
keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin meningkat
di masa depan. Manajemen Jepang dan perusahaan Jerman dapat
memanfaatkan isu-isu ini sebagai titik sentuh untuk memperkuat komunikasi
dan keterlibatan dengan mempromosikan proyek-proyek keberlanjutan,
inisiatif sosial, dan kolaborasi antara kedua belah pihak.
7. Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam komunikasi: Penggunaan
kecerdasan buatan (AI) dalam komunikasi dan interaksi dengan karyawan
akan terus berkembang. AI dapat membantu dalam penerjemahan bahasa, alat
komunikasi otomatis, analisis data untuk meningkatkan komunikasi dan
keterlibatan antara manajemen Jepang dan karyawan perusahaan Jerman.
Reference
Chung, G. H., Du, J., & Choi, J. N. (2014). Bagaimana karyawan beradaptasi
dengan perubahan organisasi yang didorong oleh M&A lintas batas? Sebuah
kasus di Tiongkok. Journal of World Business, 49(1), 78-86.
https://doi.org/10.1016/j.jwb.2013.01.001.
Five Lessons
Sari Mardiani
1. Merger dan akuisisi yang dilakukan melalui lintas batas negara termasuk sulit
dilaksanakan karena terdapat banyak perbedaan yang akan menjadi masalah
2. Dalam artikel dijelaskan tentang akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan baja Jepang
terhadap perusahaan limbah Jerman, yang mana akuisisi ini menimbulkan banyak
permasalahan
3. Dalam akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan Jepang kepada perusahaan Jerman
terjadi permasalahan komunikasi, dimana perusahaan Jerman mempunyai ekspektasi
kepada perusahaan Jepang setelah diakuisisi mereka mendapatkan kedudukan di pasar
Asia, namun pada kenyataannya ternyata perusahaan Jepang hanya ingin mengambil
teknologi perusahaan Jerman, yang berakhir kepada kekecewaan dari perusahaan
Jerman karena mereka tidak tahu kelangsungan hidup perusahaan saya kedepannya
setelah diakuisisi.
4. Dari permasalahan akuisisi yang terjadi antara perusahaan Jepang dan perusahaan
Jerman yang menjadi akar permasalahannya adalah karena kurangnya komunikasi,
sehingga tidak terpenuhinya ekspektasi
5. Untuk membuat akuisisi berjalan dengan baik maka seharusnya kedua perusahaan
perlu melakukan komunikasi dan keterlibatan antara manajemen pengakuisisi dengan
karyawan yang diakuisisi sehingga tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan.
1. Gaya manajemen perusahaan Jepang dan Jerman juga dapat menjadi sumber konflik.
Manajemen Jepang cenderung mengutamakan keputusan kolektif dan pengambilan
keputusan yang berbasis konsensus, sementara untuk perusahaan Jerman sering
mengedepankan pendekatan yang lebih berorientasi pada hasil dan pengambilan
keputusan yang lebih individualistik. Perbedaan ini dapat menimbulkan gesekan
dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan perusahaan.
2. Perusahaan Jepang dan Jerman memiliki perbedaan budaya yang signifikan, budaya
perusahaan Jepang umumnya didasarkan pada hierarki yang kuat, konsensus, dan
penghargaan terhadap kepatuhan, sementara budaya perusahaan Jerman lebih terbuka,
individualistik, dan cenderung memiliki pendekatan yang lebih egaliter, perbedaan
budaya ini dapat menyebabkan konflik, kesalahpahaman, dan tantangan dalam
menggabungkan perusahaan
3. Pentingnya untuk memiliki mekanisme resolusi konflik yang efektif dalam
menghadapi konflik yang mungkin timbul setelah penggabungan kedua perusahaan.
4. Komunikasi yang terbuka dan transparan antara manajemen Jepang dan Jerman
sangat penting, karena karyawan perlu diberi informasi yang jelas dan tepat waktu
mengenai rencana M&A, tujuan, dan dampaknya pada pekerjaan mereka. Hal ini akan
membantu mengurangi ketidakpastian dan ketakutan yang dapat menyebabkan
alienasi
5. Selama proses M&A, perlu dilakukan evaluasi dampak sosial dan psikologis terhadap
karyawan target, melibatkan profesional yang terlatih dalam bidang ini dapat
membantu dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah alienasi yang mungkin
timbul, perhatian yang serius terhadap kesejahteraan karyawan dapat membantu
membangun hubungan yang kuat dan meminimalkan konflik.
Afifah Ammanda
1. Merger dan akuisisi lintas batas pada dasarnya adalah transaksi yang dilakukan terjadi
dimana perusahaan target dan perusahaan pengakuisisi adalah dari negara asal yang
berbeda. Kesepakatan ini seperti di mana aset dan proses dari perusahaan di
negara-negara yang berbeda digabungkan untuk membentuk sebuah badan baru yang
sah.
2. Terdapat bukti bahwa transaksi lintas negara lebih sulit untuk direalisasikan dengan
sukses dibandingkan transaksi domestik karena karyawan tidak hanya mengalami
budaya organisasi yang berbeda, tetapi juga harus berinteraksi dengan budaya
nasional yang berbeda.
3. Merger dan akuisisi lintas batas negara sebenarnya tidak berbeda dengan
pengambilalihan secara domestik. Perbedaannya hanya kepada sifat lintas negara,
yaitu pengambilalihan suatu badan usaha di suatu negara yang dilakukan oleh suatu
badan usaha di negara lainnya.
4. Akar dari semua permasalahan yang dibahas dalam kasus adalah kurangnya
komunikasi, ekspektasi yang tidak terpenuhi, dan ketidakcocokan dalam proses
integrasi setelah akuisisi yang dilakukan perusahaan Jepang ke perusahaan Jerman.
5. Alternatif dari pemecahan masalah pada kasus adalah meningkatkan komunikasi dan
keterlibatan antara manajemen perusahaan Jepang dan karyawan perusahaan Jerman.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan rutin antara manajemen
Jepang dan karyawan Jerman untuk saling berbagi informasi.