Anda di halaman 1dari 52

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG

MERAH (Allium ascalonicum L. varietas bima) TERHADAP


PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DAN PUPUK
ANORGANIK

LITA DWI INDRIANI

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1444 H
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG
MERAH (Allium ascalonicum L. varietas bima) TERHADAP
PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DAN PUPUK
ANORGANIK

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

LITA DWI INDRIANI

11180950000054

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1444 H

i
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Desember 2022

Lita Dwi Indriani


11180950000054

iv
ABSTRAK

Lita Dwi Indriani. Respon Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah


(Allium ascalonicum L. varietas bima) Terhadap Pemberian Pupuk Organik
Cair (POC) dan Pupuk Anorganik. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2022. Dibimbing oleh Dasumiati dan Junaidi.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki peran
penting dalam perekonomian Indonesia. Pemakaian pupuk organik cair (POC)
dalam budi daya bawang merah dapat menekan penggunaan pupuk anorganik
berlebih. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respon pertumbuhan dan
produksi bawang merah terhadap pemberian POC dan pupuk anorganik.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor.
Faktor pertama dosis POC (0 ml, 16,08 ml, dan 32,16 ml), faktor kedua pupuk
anorganik dosis persentase berdasarkan rekomendasi 0%, 50%, dan 100%. POC
diaplikasikan setiap minggu selama 8 kali, sedangkan pupuk anorganik
diaplikasikan 7 hari setelah tanam (HST) dan 30 HST. Analisis data menggunakan
sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut DMRT. Hasil menunjukkan pemberian POC
dan kombinasi kedua pupuk berpengaruh tidak nyata (P>0,05), sedangkan
pemberian pupuk anorganik berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan dan
produksi bawang merah (P<0,01). Pemberian pupuk anorganik dosis 50%
menghasilkan tanaman tertinggi (38,51 cm), jumlah daun terbanyak (48,13),
jumlah umbi terbanyak (22,50), diameter umbi terbesar (24,18 mm), bobot basah
umbi terberat (152,20 g), dan bobot kering umbi terberat (133,22 g). Kadar
klorofil a tertinggi yaitu pemberian POC 32,16 ml + pupuk anorganik 100%
(32,09 µg/ml), sedangkan klorofil b dan total tertinggi POC 32,16 ml + pupuk
anorganik 50% (53,01 µg/ml) (81,66 µg/ml). Respon pertumbuhan dan produksi
bawang merah terbaik diperoleh pada pupuk anorganik dosis 50%.

Kata kunci: Bawang Merah; Pertumbuhan; Produksi; Pupuk Anorganik; Pupuk


Organik Cair (POC)

v
ABSTRACT

Lita Dwi Indriani. Growth and Production Response of Shallot


(Allium ascalonicum L. varietas bima) with the Application of Liquid Organic
Fertilizer (LOF) and Inorganic Fertilizer. Thesis. Biology Study Program.
Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta. 2022. Supervised by Dasumiati and Junaidi.

Shallot is one of the horticultural commodities that has an important role


regarding the economy of Indonesia. The use of Liquid Organic Fertilizer (LOF)
in shallot cultivation can be reducing the use of excess inorganic fertilizer. The
purpose of this study is to determine the response of the growth and production of
shallot to the application of LOF and inorganic fertilizer. The study used
Randomized Block Design (RBD) with two factors. The first factor is the dose of
LOF (0 ml, 16,08 ml and 32,16 ml). The second factor is the percentage dose of
inorganic fertilizer based on the recommendations 0%, 50% and 100%. LOF was
applied every week for 8 times, while inorganic fertilizer was applied 7 days after
planting (DAP) and 30 DAP. Data were analyzed by using ANOVA and DMRT
follow up test. The results showed that the application of LOF and the
combination of the two fertilizers had no significant effect (P>0,05), while the
application of inorganic fertilizer had a very significant effect on the growth and
production of shallot (P<0,01). The application of 50% inorganic fertilizer
produced the highest plant (38,51 cm), highest number of leaves (48,13), highest
number of tubers (22,50), the largest tuber diameter (24,18 mm), the heaviest
tuber wet weight (152,20 g) and the heaviest tuber dry weight (133,22 g). The
highest levels of chlorophyll a were 32,16 ml LOF + 100% inorganic fertilizer
(32,09 µg/ml), while chlorophyll b and total were 32,16 ml LOF + 50% inorganic
fertilizer (53,01 µg/ml) (81,66 µg/ml). The best growth response and production
of shallot were obtained at a dose of 50% inorganic fertilizer.

Keywords: Growth; Inorganic Fertilizer; Liquid Organic Fertilizer (LOF);


Production; Shallot

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Respon Pertumbuhan dan
Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L. varietas bima) Terhadap
Pemberian Pupuk Organik Cair (POC) dan Pupuk Anorganik” yang
digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program
Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas dukungan dari banyak pihak yang terlibat dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penulis ucapkan kepada:
1. Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen Penguji I seminar
proposal dan seminar hasil yang telah memberikan masukan dan saran kepada
penulis.
3. Narti Fitriana, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Biologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Dasumiati, M.Si dan Ir. Junaidi, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan II
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi selama penelitian
kepada penulis.
5. Etyn Yunita, M.Si dan Fahri Fahrudin, M.Si selaku Dosen Penguji I dan II
sidang munaqosyah yang telah memberikan masukan dan saran kepada
penulis.
6. Ardian Khairiah, M.Si selaku Dosen Penguji II seminar proposal dan seminar
hasil yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
7. Jamsuri, S.Si dan Jourdan Alexander Niagara, S.P selaku pembimbing
lapangan yang telah memberikan bimbingan serta bahan-bahan belajar yang
dapat menambah pengetahuan bagi penulis selama penelitian.
8. PT. Xpro Nusantara Raya yang telah memfasilitasi dan banyak membantu
penelitian ini.
9. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan doa dan dukungan.

vii
Penulis hanya dapat mendoakan semoga kebaikan yang telah diberikan oleh
semua pihak mendapat balasan terbaik dari Allah SWT. Penulis menyadari dalam
penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan yang harus diperbaiki. Oleh karena
itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, sehingga
penulisan skripsi ini menjadi lebih bermanfaat.

Jakarta, Desember 2022

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 3
1.4. Tujuan Penelitian...................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.6. Kerangka Berpikir .................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5


2.1. Bawang Merah ......................................................................................... 5
2.2. Bawang Merah Varietas Bima .................................................................. 9
2.3. Pupuk Organik ......................................................................................... 9
2.4. Pupuk Anorganik .................................................................................... 11

BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 12


3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................. 12
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 12
3.3. Rancangan Penelitian ............................................................................. 12
3.4. Cara Kerja .............................................................................................. 13
3.5. Parameter Pengamatan............................................................................ 15
3.6. Analisis Data .......................................................................................... 16

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 17


4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian .......................................................... 17
4.2 Pertumbuhan Bawang Merah .................................................................. 18
4.3 Produksi Bawang Merah ......................................................................... 20
4.4 Kadar Klorofil Bawang Merah................................................................ 25

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 27


5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 27
5.2 Saran ...................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 28

LAMPIRAN ...................................................................................................... 33

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair, pupuk anorganik, dan kombinasinya ..18
Tabel 2. Jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering
umbi bawang merah terhadap pemberian pupuk organik cair, pupuk
anorganik, dan kombinasinya .............................................................21

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian respon pertumbuhan dan produksi
bawang merah (Allium ascalonicum L. varietas bima) terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik ............. 4
Gambar 2. Morfologi bawang merah (Allium ascalonicum L. varietas bima) ..... 6
Gambar 3. Nilai perhitungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total daun
bawang merah pada setiap perlakuan yang berbeda ...................... 25

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Perhitungan dosis pupuk organik cair (POC) dan pupuk
anorganik .................................................................................. 33
Lampiran 2. Hasil analisis N,P,K tanah sebelum tanam ................................. 34
Lampiran 3. Kombinasi perlakuan ................................................................. 34
Lampiran 4. Denah penelitian........................................................................ 35
Lampiran 5. Kondisi iklim harian di lokasi penelitian dan sekitarnya ............ 36
Lampiran 6. Analisis ragam tinggi bawang merah terhadap pemberian
pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik ........................ 38
Lampiran 7. Analisis ragam jumlah daun bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik....... 38
Lampiran 8. Analisis ragam jumlah umbi bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik....... 38
Lampiran 9. Analisis ragam diameter umbi bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik....... 39
Lampiran 10. Analisis ragam bobot basah umbi bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik....... 39
Lampiran 11. Analisis ragam bobot kering umbi bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik....... 39
Lampiran 12. Kadar klorofil a, b, dan total bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik....... 40
Lampiran 13. Deskripsi bawang merah varietas bima ...................................... 40
Lampiran 14. Dokumentasi penelitian bawang merah...................................... 41

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang
tinggi maupun dari kandungan gizinya. Bawang merah selain digunakan sebagai
bumbu masak juga memiliki khasiat yang berpotensi sebagai obat untuk
antiinflamasi, antioksidan, dan antiseptik (Istina, 2016).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, bawang
merah menjadi produksi komoditas nabati tahunan terbesar. Produksi nasional
bawang merah pada tahun 2021 mencapai 2,04 juta ton. Sejak tahun 2015 hingga
2018 perkembangan produksi bawang merah terus meningkat. Pada tahun 2018
produksi bawang merah mengalami kenaikan sebesar 2,26% dibandingkan tahun
2017. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2020), konsumsi
bawang merah penduduk Indonesia rata-rata mencapai 3,2 kg/kapita/tahun.
Mengalami kenaikan sebesar 10-20% menjelang hari-hari besar keagamaan.
Permintaan bawang merah di masyarakat selalu tinggi dan tidak bisa
diimbangi dengan produksi yang terus-menerus. Hal tersebut disebabkan bawang
merah merupakan tanaman semusim terutama ditanam pada musim kemarau dan
akhir musim hujan. Setiap tahun hampir selalu terjadi peningkatan produksi
bawang merah, akan tetapi hal tersebut belum mampu mengimbangi peningkatan
permintaan bawang merah secara nasional seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri olahan (Nurafni, 2018).
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2020),
konsumsi bawang merah secara nasional dari tahun 2017 hingga 2019 meningkat.
Pada tahun 2017 konsumsi bawang merah sebesar 2.570 kg/kapita/tahun, tahun
2018 sebanyak 2.758 kg/kapita/tahun, dan tahun 2019 meningkat sebanyak 2.802
kg/kapita/tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan
produksi bawang merah dalam negeri melalui perbaikan teknologi budi dayanya.
Teknik budi daya tanaman dalam upaya peningkatan produksi bawang merah

1
2

yang optimal adalah dengan pemilihan varietas unggul dan pemupukan (Mehran
et al., 2016).
Salah satu varietas unggul bawang merah adalah varietas bima. Keunggulan
dari varietas bima adalah mampu menghasilkan produksi 9,9 ton/ha, umur panen
60-70 HST, tahan ditanam di musim hujan, ukuran umbi sedang sampai besar (5-
10 g), warna umbi merah muda-merah tua, dan disukai pasar (Sinung et al., 2018).
Teknik budi daya selain penggunaan varietas unggul adalah pemupukan.
Pemupukan juga memiliki peran penting sebagai penyuplai unsur hara bagi
tanaman oleh karena itu pemupukan dapat meningkatkan produksi bawang merah
(Wati et al., 2015).
Pemupukan dapat dilakukan dengan pemberian pupuk anorganik dan pupuk
organik. Pupuk anorganik memiliki kandungan unsur hara nitrogen, fosfor, dan
kalium dalam jumlah yang banyak. Peran pupuk anorganik untuk bawang merah
yaitu sebagai peningkatan pertumbuhan, pembelahan sel maupun pembesaran sel
tanaman, merangsang pembentukan klorofil, dan menyebabkan warna daun lebih
hijau (Napitupulu & Winarto, 2010). Pupuk anorganik yang dipakai secara terus-
menerus tidak memperhatikan kondisi lahan dapat mengurangi kesuburan tanah
(Sujitno & Fahmi, 2014). Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki
kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga mampu menjadi solusi dalam
mengurangi pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan (Zulia et al., 2017).
Pupuk organik cair (POC) merupakan ekstrak dari hasil pengomposan atau
fermentasi bahan-bahan organik yang berasal dari buah-buahan yang mengandung
unsur hara makro dan mikro dalam bentuk cair dan mudah diserap oleh tanaman.
Pupuk organik cair dapat diaplikasikan melalui daun. Keuntungan penggunaan
POC adalah apabila disemprotkan ke bagian daun dan sebagian pupuk tersebut
jatuh ke tanah, masih dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Lasmini et al., 2017).
Penelitian Zulkifli dan Maemunah (2021) terdapat interaksi pemberian dosis
POC 750 l/ha dan pupuk anorganik (Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl
100 kg/ha) pada parameter pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot umbi
per rumpun, dan bobot umbi per hektar serta dapat meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman bawang merah varietas lembah palu. Penelitian Rambe et al.
(2019), pemberian 30 g/plot pupuk NPK mutiara dan 4 cc/l air POC GDM
3

merupakan dosis optimal yang dapat meningkatkan tinggi tanaman, produksi per
tanaman, dan produksi per plot bawang merah varietas bima. Kebaruan dari
penelitian ini adalah mengetahui respon pertumbuhan dan produksi bawang merah
(A. ascalonicum L. varietas bima) terhadap pemberian POC dari PT. Xpro
Nusantara Raya dan pupuk anorganik, serta diharapkan dapat memperoleh dosis
POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya yang mampu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi bawang merah.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana respon pertumbuhan dan produksi bawang merah terhadap
pemberian POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya?
2. Berapa dosis POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya yang optimal dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah?

1.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pertumbuhan dan produksi bawang merah dipengaruhi oleh pemberian POC,
pupuk anorganik, dan kombinasinya.
2. Terdapat dosis POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya yang optimal dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui respon pertumbuhan dan produksi bawang merah terhadap
pemberian POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya.
2. Memperoleh dosis POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya yang optimal
dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dalam penelitian ini adalah diharapkan dapat memperoleh
informasi berupa data-data mengenai respon pertumbuhan dan produksi bawang
4

merah terhadap pemberian POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya serta dosis
POC, pupuk anorganik, dan kombinasinya yang optimal dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi bawang merah. Penelitian ini dilakukan untuk
memberikan informasi kepada petani, pemilik POC PT. Xpro Nusantara Raya,
dan masyarakat mengenai pemberian dosis yang tepat untuk menekan dan
mengurangi penggunaan pupuk anorganik sehingga dapat mengurangi
penggunaan pupuk anorganik yang berlebih.

1.6 Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini terdapat
pada gambar 1.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki


nilai ekonomis, sehingga permintaan bawang merah akan terus meningkat

Varietas unggul dan pemupukan dapat meningkatkan pertumbuhan dan


produksi bawang merah

Varietas bima memiliki Penggunaan pupuk anorganik dapat


keunggulan dalam meningkatkan meningkatkan pertumbuhan dan
hasil produksi dan disukai pasar produksi bawang merah

Penambahan POC dapat


memperbaiki kesuburan fisik,
kimia, dan biologi tanah

Aplikasi pemberian kombinasi POC dan pupuk anorganik dilakukan dengan


berbagai dosis perlakuan yang berbeda

Didapatkan dosis optimal untuk meningkatkan produksi bawang merah

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian respon pertumbuhan dan produksi bawang


merah (Allium ascalonicum L. varietas bima) terhadap pemberian pupuk
organik cair (POC) dan pupuk anorganik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawang Merah


Bawang merah merupakan tanaman semusim yang tergolong dalam genus
Allium. bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Famili: Liliaceae, Genus:
Allium, Spesies: Allium ascalonicum (Tjitrosoepomo, 2010). Bawang merah
memiliki kandungan karbohidrat, lemak, protein yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia. Setiap 100 g bawang merah terdapat 39 kalori, 1,5 g protein, 0,3 g hidrat
arang, 0,2 g lemak, 36 mg kalsium, 40 mg fosfor, 0,8 mg besi dan 2 g vitamin C
(Istina, 2016).
Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran tentang penciptaan tumbuh-
tumbuhan. Berbagai jenis tumbuhan telah diciptakan Allah SWT seperti buah-
buahan, sayuran, dan tumbuhan pangan serta papan. Satu di antara berbagai
tumbuhan tersebut adalah tanaman bawang merah yang memiliki berbagai
manfaat bagi manusia. Sebagaimana yang telah tercantum dalam Al-Qur’an surat
Asy-Syu’ara’ (26) : 7

Artinya: “Apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak Kami telah
menumbuhkan di sana segala jenis (tanaman) yang tumbuh baik?" (QS Asy-
Syu’ara’ (26) : 7).
Lafadz awalam bermakna memperhatikan, maksud dari memperhatikan
adalah bukan hanya melihat, tetapi mengamati dan mempelajari. Lafadz kam
memiliki arti banyak, lafadz ini menunjukkan jenis tumbuhan yang tak terbilang
jumlahnya, sedangkan lafadz zawj artinya “berpasang-pasangan” lafadz ini
bersifat jamak. Tanaman bawang merah merupakan tanaman yang hidupnya
berkelompok atau berpasangan (zawjin), yaitu tanaman yang ditanam dalam
jumlah banyak untuk menghasilkan panen, tidak seperti pohon yang bisa tumbuh
berdiri sendiri. Lafadz karim bermakna mulia, baik, berkualitas, bermutu
maksudnya adalah Allah SWT mengingatkan kekuasaan-Nya bahwa Dia-lah yang

5
6

menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik dan bermanfaat bagi


kehidupan manusia dan makhluk lainnya di bumi (Al-Qurthubi, 2007).
Secara morfologi bagian atau organ-organ penting bawang merah adalah
akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akar bawang merah terdiri atas akar pokok
(primary root) yang berfungsi sebagai tempat tumbuh akar adventif (adventitious
root) dan bulu akar yang berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman serta
menyerap air dan zat-zat hara dari dalam tanah. Akar dapat tumbuh hingga
kedalaman 30 cm dan berwarna putih (Pitojo, 2003).

Gambar 2. Morfologi bawang merah (Allium ascalonicum L. varietas bima)


bagian: 1. akar, 2. batang, 3. umbi, 4. daun

Batang bawang merah memiliki batang sejati atau disebut diskus yang
berbentuk seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan
mata tunas (titik tumbuh). Batang semu yang tersusun dari pelepah–pelepah daun
berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Manalu, 2019).
Daun bawang merah berwarna hijau muda hingga hijau tua, berbentuk
silinder seperti pipa memanjang dan berongga, serta ujung meruncing, berukuran
panjang lebih dari 45 cm. Daun yang baru bertunas biasanya belum terlihat
adanya rongga. Rongga ini terlihat jelas saat daun tumbuh menjadi besar. Daun
bawang merah ini berfungsi sebagai tempat fotosintesis dan respirasi, sehingga
secara langsung kesehatan daun sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman.
Setelah tua daun menguning tidak lagi setegak daun yang masih muda dan
akhirnya mengering (Sunarjono, 2007).
7

Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna yang memiliki benang


sari dan putik. Setiap kuntum bunga terdiri atas enam daun bunga yang berwarna
putih, enam benang sari yang berwarna hijau kekuning-kuningan, dan sebuah
putik (Wibowo, 2009). Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh)
yang panjangnya antara 30 sampai 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 sampai 200
kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah berbentuk payung. Pada bagian
ujung tangkai terdapat bagian yang berbentuk kepala dan berujung agak runcing,
yaitu tandan bunga yang masih terbungkus seludang. Setelah seludang terbuka,
secara bertahap tandan akan tampak dan muncul kuncup-kuncup bunga dengan
ukuran tangkai kurang dari 2 cm (Sumadi, 2003). Seludang tetap melekat erat
pada pangkal tandan dan mengering, tidak luruh hingga bunga-bunga mekar.
Kuncup bunga mekar secara tidak bersamaan. Bunga yang pertama kali mekar
hingga bunga dalam satu tandan mekar seluruhnya memerlukan waktu sekitar
seminggu (Pitojo, 2003).
Buah bawang merah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus
biji berjumlah 2 sampai 3 butir, bentuk biji agak pipih saat muda berwarna bening
atau putih setelah tua berwarna hitam. Biji bawang merah dapat digunakan
sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif. Bakal biji bawang merah
tampak seperti kubah, terdiri atas tiga ruangan yang masing-masing memiliki
bakal biji. Bunga yang berhasil mengadakan persarian akan tumbuh membentuk
buah, sedangkan bunga-bunga yang lain akan mengering dan mati (Aoyama &
Yamamoto, 2007).

2.1.1. Syarat Tumbuh Bawang Merah


Syarat tumbuh bawang merah yaitu iklim bawang merah lebih menghendaki
tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-320C, dan
kelembapan nisbi 50-70% (Wibowo, 2009). Bawang merah dapat membentuk
umbi di daerah yang suhu udaranya 220C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di
daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih
besar apabila ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Bawang
merah tidak akan berumbi saat suhu udara kurang dari 220C. Oleh karena itu,
8

bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
(Pitojo, 2003).
Bawang merah di Indonesia dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (m dpl). Ketinggian tempat yang
optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m dpl
(Sumadi, 2003). bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran
tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5 sampai 1 bulan dan hasil
umbinya lebih rendah (Rukmana, 2002).
Bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, gembur, subur, tekstur
lempung berpasir, dan banyak mengandung bahan organik, drainase/aerasi baik,
dan derajat keasaman (pH) tanah 5,6-6,5. Tanah yang paling cocok untuk bawang
merah adalah tanah aluvial atau kombinasinya dengan tanah glei humus atau
latosol. Tanah yang cukup lembap dan air tidak menggenang (Wibowo, 2009).
Bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase
generatif. Bawang merah mulai memasuki fase vegetatif setelah berumur 11-35
HST, dan fase generatif terjadi pada saat tanaman berumur 36 HST. Fase generatif
ada yang disebut fase pembentukan umbi (36-50 HST) dan fase pematangan umbi
(51-65 HST). Umbi bawang merah dapat digolongkan menjadi 3 ukuran, yaitu
umbi besar (diameter >1,8 cm atau berbobot 10 g), umbi sedang (diameter 1,5–1,8
cm atau berbobot 5-10 g), dan umbi kecil (diameter <1,5 cm atau berbobot <5 g).
Bibit bawang merah yang baik merupakan umbi yang telah melalui masa
dormansi, sehat, tidak cacat, dan berukuran sedang-besar (Sumarni & Hidayat,
2005).
Bawang merah diperbanyak menggunakan umbi sebagai bibit. Kualitas
umbi bibit merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil
produksi bawang merah. Umbi yang baik untuk bibit harus berasal dari tanaman
yang sudah cukup tua umurnya, yaitu sekitar 70-80 HST. Umbi bibit sudah siap
ditanam apabila telah disimpan selama 2-4 bulan sejak panen, dan tunasnya sudah
sampai ke ujung umbi (Sumarni & Hidayat, 2005).
9

2.2. Bawang Merah Varietas Bima


Varietas merupakan salah satu di antara banyak faktor yang menentukan
dalam pertumbuhan dan hasil tanaman. Varietas bawang merah terdapat beberapa
jenis yang sudah dilepas oleh Dinas Pertanian. Menurut Baswarsiati et al. (2015),
terdapat 21 varietas bawang merah, antara lain: varietas Bima, Maja, Sembrani,
Katumi, Pikatan, Trisula, Pancasona, Mentes, TSS Agrihorti 1, TSS Agrihorti 2,
Kramat-1, Kramat-2, Kuning, Super Philip, Violetta 1 Agrihorti, Violetta 2
Agrihorti, Violetta 3 Agrihorti, Ambassador 1 Agrihorti, Ambassador 2 Agrihorti,
Ambassador 3 Agrihorti, dan Ambassador 4 Agrihorti.
Varietas Bima adalah varietas yang berasal dari hasil seleksi kultivar Brebes
yang tersebar di sentra bawang merah di Jawa Tengah. Bentuk umbi bulat, ujung
meruncing, warna umbi merah gelap, berat umbi 5-15 g/umbi, dan produksi umbi
9,9 ton/ha (Nur & Thohari, 2007). Varietas bima resisten terhadap penyakit busuk
umbi (Botrytis alli) dan peka terhadap busuk daun (Phytophthora porri) sehingga
cocok ditanam di dataran rendah. Karakteristik varietas bima, yaitu tinggi
tanaman 25–44 cm, jumlah anakan 7–12 umbi per rumpun. Daun berbentuk
silindris, berlubang, berwarna hijau dan jumlah daun berkisar 14–50 helai. Bentuk
bunga menyerupai payung, dan berwarna putih. Bawang merah varietas ini
berasal dari daerah lokal Brebes dan agak sukar berbunga. Umbi berbentuk
silindris, lonjong, bercincin kecil pada leher cakram yang merupakan batang sejati
atau diskus dan berwarna merah muda (Putrasamedja & Suwandi, 1996).

2.3. Pupuk Organik


Pupuk organik adalah bahan organik yang pada umumnya berasal dari
tumbuhan dan/atau hewan yang ditambahkan ke dalam tanah berperan sebagai
sumber unsur hara. Pupuk organik mengandung beberapa keutamaan seperti kadar
unsur hara tinggi, daya higroskopisitasnya atau kemampuan menyerap dan
melepaskan serta mudah larut dalam air sehingga mudah diserap oleh tanaman.
Pupuk organik dengan sifat tersebut memiliki beberapa keistimewaan. Beberapa
keistimewaan tersebut di antaranya sedikit pemakaiannya, praktis, dan efek
kerjanya cepat sehingga pengaruh pada tanaman dapat dilihat (Boiratan, 2019).
10

Pupuk organik cair sudah mengalami fermentasi berupa cairan dan


menghasilkan unsur hara yang bermanfaat bagi tanaman. Pupuk organik cair
formulasi PT Xpro Nusantara merupakan POC yang berasal dari ekstrak buah-
buahan yang difermentasi menggunakan molase dan starter mikroorganisme
seperti Rhizobium, Azotobacter sp., Pseudomonas sp., Trichoderma sp.,
Lactobacillus sp., dan fungi. Mikroorganisme tersebut sangat berguna bagi
tanaman, mikroorganisme berperan dalam meningkatkan kadar unsur hara makro
dan mikro secara alami dengan cepat yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan
lingkungan, dapat memicu percepatan proses keluarnya akar, pertumbuhan,
pembungaan, dan pembuahan serta peningkatan produksi tanaman melalui
aktivitas biologi yang berinteraksi dengan sifat fisik dan kimia tanah (Kartikawati
et al., 2017). Hara makro yang terkandung pada POC PT Xpro Nusantara, yaitu
0,83% N, 3,86% P2O5, 4,16% K2O, 21,04% Ca, 0,51% Mg, 7,89% S, dan 0,31%
H2. Hara mikro yang terkandung pada POC PT Xpro Nusantara, yaitu 10,892 ppm
Fe, 480 ppm Mn, 101 ppm Cu, 93 ppm Zn, dan 59 ppm B.
Pemberian POC pada tanaman tidak akan meninggalkan residu pada hasil
tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia (Kurniawati et al., 2015).
Pemakaian POC dapat memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat pemakaian
pupuk kimia terus-menerus, selain itu POC ditujukan untuk menggemburkan
tanah. Berbagai mikroba dan bakteri yang terdapat dalam POC akan melarutkan
dan mengikat zat-zat yang dibutuhkan tanah, agar produktivitas meningkat
(Wenda et al., 2017).
Triwulaningrum (2009), menyatakan keseimbangan pemakaian POC dan
pupuk anorganik merupakan kunci dari pemupukan yang tepat. Hal tersebut
dikarenakan POC dan pupuk anorganik memiliki keunggulan masing-masing.
Pupuk anorganik berperan menyediakan nutrisi dalam jumlah yang besar bagi
tanaman, sedangkan POC cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar unsur
hara dalam tanah yang berasal dari pupuk anorganik dapat tersedia dan mudah
diserap oleh tanaman. Pupuk organik cair juga dapat menambah unsur hara makro
dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman (Damanik et al., 2011).
11

2.4. Pupuk Anorganik


Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia hasil
industri atau pabrik pembuat pupuk. Kandungan haranya yang beragam dan
disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Keunggulan pupuk anorganik yaitu,
kandungan zat hara dalam pupuk anorganik dibuat secara tepat, pemberiannya
dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, mudah dijumpai karena tersedia
dalam jumlah banyak, beberapa jenis pupuk anorganik dapat langsung
diaplikasikan sehingga menghemat waktu (Khairunisa, 2015).
Unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan hara esensial bagi
tanaman. Nitrogen merupakan unsur penting dalam beberapa senyawa yang ada di
dalam sel tanaman. Nitrogen dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih besar
karena berfungsi sebagai penyusun protein, asam amino, vitamin, dan
pembentukan klorofil untuk fotosintesis Peningkatan dosis pemupukan nitrogen di
dalam tanah secara langsung dapat meningkatkan kadar protein dan produksi
tanaman (Fahmi et al., 2010). Fosfor berfungsi sebagai pembentuk energi hasil
metabolisme dalam tanaman, merangsang pembungaan dan pembuahan,
merangsang pertumbuhan akar, merangsang pembentukan biji, merangsang
pembelahan sel tanaman, dan memperbesar jaringan sel (Asngad, 2014). Kalium
memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam pembentukan, pemecahan
dan translokasi pati, sintesis protein mempercepat pertumbuhan jaringan tanaman,
meningkatkan kadar tepung pada umbi bawang merah, menambah daya tahan
terhadap penyakit, dan memberikan hasil umbi yang lebih baik serta
meningkatkan mutu dan daya simpan umbi bawang merah (Gunadi, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari–Maret 2022. Lokasi
penelitian di lahan pertanian CV. Hadid Indonesia Berkarya yang terletak di Desa
Gaga, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten dan Pusat
Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cangkul,
penggaris, cutter, gelas ukur, pipet, soil meter, timbangan digital, timbangan
analitik, botol spray, jangka sorong, kertas label, kertas coklat, alat tulis,
spektrofotometer, tabung reaksi, mortar dan alu, aluminium foil, corong, kertas
whatman, spatula, tissue, dan kuvet. Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah bibit bawang merah varietas bima, POC yang diformulasikan oleh
perusahaan PT. X-pro Nusantara Raya, pupuk anorganik tunggal terdiri dari urea,
SP-36, dan KCl, insektisida (spontan) dan aseton.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor
pertama pemberian dosis POC terdiri dari 3 taraf, yaitu 0 ml, 16,08 ml, dan 32,16
ml. Faktor kedua pemberian pupuk anorganik tunggal (urea, SP-36, dan KCl)
terdiri dari 3 taraf, yaitu 0%, 50%, dan 100% dari rekomendasi (Lampiran 2)
dengan kombinasi perlakuan sebanyak 9 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali.
Setiap perlakuan terdiri dari 1 plot yang di dalamnya terdapat 3 polybag, tiap
polybag berisi 1 tanaman. Polybag berukuran 40x40 cm, jarak antar polybag 10
cm, jarak antar plot 20 cm, dan jarak antar ulangan 40 cm (Lampiran 4).

12
13

3.4. Cara Kerja


Persiapan Tanam
Persiapan tanam dilakukan dengan menyiapkan media tanam, pemilihan
bibit, dan pengukuran faktor fisik kimia. Media tanam yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan tanah humus yang diperoleh dari lahan CV. Hadid
Indonesia Berkarya. Media tanam diambil dan dikumpulkan pada satu tempat
kemudian diaduk dan dimasukkan ke dalam polybag berukuran 40x40 cm
sebanyak 3/4 polybag. Lahan dibersihkan dari gulma dan sampah, setelah lahan
dibersihkan kemudian polybag tersebut dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan
dan disusun sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang telah ditetapkan.
Pemilihan bibit bawang merah yang memiliki ciri-ciri tampilan kulit umbi
mengkilap berwarna merah muda, masa simpan sudah mencapai 3 bulan dengan
ciri jika umbi dipotong 1/3 bagian terdapat titik tumbuh tampak berwarna hijau,
kualitas umbi yang baik, dan tidak terdapat luka. Bibit bawang merah diseleksi
serta diambil yang mempunyai ukuran yang sama yaitu bibit berukuran sedang
(diameter 1,5–1,8 cm atau berbobot 5-10 g).
Pengukuran faktor kimia tanah yaitu analisis tanah untuk melihat kandungan
nitrogen, fosfor, dan kalium tanah yang dilakukan sebelum tanam. Tanah yang
akan dianalisis adalah tanah humus pada polybag yang akan digunakan sebagai
media tanam. Analisis tanah dilakukan di laboratorium PT. X-pro Nusantara Raya
(Lampiran 2). Pengukuran fisik tanah yaitu dengan mengukur pH dan kelembapan
menggunakan alat soil meter. Pengukuran pH tanah yaitu dengan cara ujung alat
soil meter ditancapkan ke dalam tanah hingga mencapai titik tanda kedalaman
tanah pada soil meter, lalu tunggu beberapa saat hingga angka pada soil meter
stabil. Jika ingin mengganti faktor fisik lainnya, yaitu kelembapan tanah ujung
soil meter dibersihkan secara perlahan dengan tissue, sehingga soil meter dapat
digunakan kembali. Pengukuran fisik tanah dilakukan 1 kali saat sebelum tanam.
Penanaman
Bawang merah dipotong 1/3 siung pada bagian horizontal. Tujuan
pemotongan adalah untuk mempercepat pertumbuhan tunas dan merangsang
tumbuhnya umbi. Bibit bawang merah diseragamkan dengan mengelompokkan
bibit yang memiliki 2 tunas dan 3 tunas. Selanjutnya bibit ditanam pada polybag
14

yang sudah berisi media tanam dengan cara memasukan 1 siung bawang merah
perlubang tanam dengan kedalaman ±2-3 cm. Bibit yang memiliki 2 tunas akan
ditanam untuk ulangan 1 dan 2, sedangkan yang memiliki 3 tunas akan ditanam
untuk ulangan 3 dan 4. Bibit yang telah ditanam lalu disiram dengan
menggunakan 500 ml air.
Pemupukan
Pengaplikasian POC diberikan saat usia tanaman sudah mencapai 7 HST.
Pemupukan dilakukan sebanyak 8 kali dengan interval pemberian, yaitu setiap 7
hari sekali. Pemberian POC dimulai pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB
dengan cara disemprot secara merata pada bagian seluruh tanaman. Jumlah POC
yang diaplikasikan ke tanaman pada masing-masing perlakuan sebanyak 0 ml,
16,08 ml, dan 32,16 ml. Pemberian pupuk anorganik dilakukan sebanyak 2 kali
pada 7 dan 30 HST dengan cara ditaburkan secara merata pada permukaan tanah.
Jumlah pupuk anorganik yang diaplikasikan ke setiap tanaman pada masing-
masing perlakuan sebanyak 0%, 50%, dan 100%.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi hari dimulai pukul 07.00 WIB
dan sore hari pukul 17.00 WIB menggunakan 500 ml air, atau disesuaikan dengan
keadaan cuaca di lapangan, apabila hujan penyiraman tidak dilakukan.
Penyulaman dilakukan dengan bibit sulaman yang pertumbuhannya baik.
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati atau
pertumbuhannya kurang baik. Penyulaman dilakukan sampai umur tanaman 7
HST. Penyiangan dilakukan bila di sekitar tanaman bawang merah terdapat
gulma, penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut gulma
menggunakan tangan. Pengendalian hama dilakukan terhadap tanaman yang
memiliki gejala terserang hama yang ditemukan di lapangan dengan
menggunakan insektisida (spontan). Insektisida tersebut diberikan pada seluruh
tanaman.
Pemanenan
Ciri-ciri bawang merah yang dapat dipanen adalah sebagian besar daun
sudah berwarna kuning pucat biasanya pada umur 60-70 hari atau 60% leher
batang sudah lunak, tanaman rebah, umbi sudah terbentuk penuh, dan sebagian
15

umbi sudah terlihat di permukaan tanah. Pemanenan dilakukan pada pagi hari
dengan mencabut seluruh tanaman, setelah itu umbi dibersihkan dari tanah dan
dipotong bagian daun dan akar.

3.5. Parameter Pengamatan


Parameter pengamatan terhadap tanaman dilakukan pada fase vegetatif, fase
generatif, dan pada saat panen yang meliputi:
1. Tinggi tanaman (cm) diukur dengan cara mengukur daun terpanjang dari
pangkal batang sampai ujung daun menggunakan penggaris. Pengukuran
dilakukan mulai dari 1 minggu setelah tanam (MST) hingga 8 MST dengan
interval waktu pengamatan setiap 1 minggu sekali.
2. Jumlah daun (helai) dihitung dengan menghitung daun yang telah keluar per
rumpun tanaman. Pengamatan dilakukan dimulai dari 1 MST hingga 8 MST
dengan interval waktu pengamatan setiap 1 minggu sekali.
3. Jumlah umbi setiap rumpun dihitung secara manual menggunakan tangan.
Umbi dihitung pada saat umur tanaman mencapai umur panen yaitu pada umur
65 hari.
4. Diameter umbi (cm) yang terdapat pada setiap rumpun tersebut diukur
menggunakan jangka sorong. Diameter umbi diukur dengan cara mengukur
bagian terbesar umbi pada bagian horizontal. Umbi diukur pada saat umur
tanaman mencapai umur panen yaitu pada umur 65 hari.
5. Bobot basah umbi (g) ditimbang per rumpun setelah dilakukan pemanenan,
umbi dipisahkan dari daun dan perakarannya dengan cara digunting dan
dibersihkan dari tanah, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital.
6. Bobot kering umbi (g) ditimbang per rumpun menggunakan timbangan digital
setelah dikeringkan di bawah sinar matahari selama 14 hari.
7. Kadar klorofil (µg/ml) ditentukan dengan mengekstrak daun bawang merah lalu
dilakukan analisis klorofil a, b, dan total. Kadar klorofil daun bawang merah
dihitung menggunakan metode Arnon (1949), klorofil a = 12,7 D-663 – 2,69
D-645 (mg/l), klorofil b = 22,9 D-645 – 4,68 D-663 (mg/l), klorofil total = 20,2
D-645 + 8,02 D-663 (mg/l). Sampel yang digunakan yaitu daun bawang merah
pada masa generatif saat tanaman berumur 50 HST. Daun ditimbang sebanyak
16

2 g menggunakan timbangan analitik kemudian daun digerus dengan mortar


dan alu. Hasil gerusan daun diekstraksi dengan aseton sebanyak 10 ml sampai
semua klorofil terlarut. Ekstrak disaring dengan kertas whatman. Pengukuran
kadar klorofil dilakukan dengan mengambil filtrat kemudian dimasukan ke
dalam kuvet sebanyak 1 ml. Filtrat diukur pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang 663 dan 645 nm. Analisis dilakukan di Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.6. Analisis Data


Hasil penelitian yang diperoleh yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
umbi, diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi dianalisis
menggunakan Analisis of Variance (ANOVA). Hasil sidik ragam yang
berpengaruh nyata (P<0,05 atau P<0,01) dilanjutkan dengan Uji Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 5% untuk mengetahui
perlakuan yang berbeda nyata. Software yang digunakan pada analisis adalah
SPSS 22.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian


Lokasi tempat pertumbuhan bawang merah berdasarkan data Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (2022), memenuhi beberapa
persyaratan tumbuh, yaitu ketinggian tempat 0-25 m dpl, lama penyinaran 3,84
jam/hari, suhu harian rata-rata 27,010 C, pH 6,5, dan kelembapan harian 82,41%
(Lampiran 5). Berdasarkan Sumarni dan Hidayat (2005), bawang merah dapat
tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi 1.100 m dpl, namun
idealnya pada ketinggian 0-800 m dpl. Bawang merah membutuhkan tempat
terbuka dengan pencahayaan 70% terutama bila lama penyinaran lebih dari 12 jam
dengan suhu antara 25–320 C, derajat keasaman (pH) 5,5-6,5, beriklim kering, dan
kelembapan 80-90%.
Lokasi tempat pertumbuhan bawang merah ditemukan hama yang
menyebabkan pertumbuhan bawang merah terhambat, hama yang ditemukan
adalah Spodoptera exigua (Lampiran 14). Daun bawang merah yang terserang S.
exigua memiliki gejala seperti bercak-bercak transparan pada daun akibat
termakannya jaringan daun bagian dalam, sedangkan lapisan epidermis luar
ditinggalkan. Serangan tersebut mengakibatkan daun mengering dan gugur
sebelum waktunya sehingga kualitas dan kuantitas hasil tanaman menurun
(Moekasan & Prabaningrum, 2012). Pengendalian serangan hama tersebut
dilakukan dengan cara penyemprotan insektisida (spontan) sebanyak 2 kali, yaitu
pada saat tanaman menunjukkan gejalanya pada 5 MST dan 8 MST.
Hal di atas sejalan dengan penelitian Silvani dan Syaku (2016), S. exigua
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi bawang
merah. Populasi S. exigua sangat tinggi dan kemampuan meletakkan telur juga
sangat tinggi. Rata-rata populasi larva adalah 11,52 perumpun tanaman dengan
intensitas serangan 63% pada umur tanaman antara 4-7 MST. Kerusakan yang
ditimbulkan oleh S. exigua di pertanaman dapat mengakibatkan kehilangan hasil

17
18

hingga 57%, bahkan gagal panen dapat terjadi apabila tidak dilakukan
pengendalian.

4.2 Pertumbuhan Bawang Merah


Pertumbuhan bawang merah dilihat dari tinggi tanaman dan jumlah daun.
Kombinasi POC dan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
tanaman dan jumlah daun (P>0,05) (Tabel 1; Lampiran 6-7).
Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah terhadap pemberian
pupuk organik cair, pupuk anorganik, dan kombinasinya
Perlakuan
Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai)
Pupuk organik cair
C0 (0 ml) 36,40a 40,80a
a
C1 (16,08 ml) 35,80 40,63a
C2 (32,16 ml) 36,19a 44,61a
Pupuk anorganik
A0 (0%) 33,00a 36,30a
A1 (50%) 38,51c 48,13c
b
A2 (100%) 36,87 41,61b
Kombinasi
C0A0 (0 ml + 0%) 32,35a 31,41a
d
C0A1 (0 ml + 50%) 39,48 49,08bc
cd
C0A2 (0 ml + 100%) 37,36 41,91abc
C1A0 (16,08 ml + 0%) 32,92a 37,33ab
d
C1A1 (16,08 ml + 50%) 38,89 44,16bc
C1A2 (16,08 ml + 100%) 35,60bc 40,41abc
ab
C2A0 (32,16 ml + 0%) 33,73 40,16abc
C2A1 (32,16 ml + 50%) 37,17cd 51,16c
cd
C2A2 (32,16 ml + 100%) 37,66 42,50abc
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom dan
perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% uji
duncan

Hal tersebut dikarenakan kandungan unsur hara yang dimiliki oleh POC dan
pupuk anorganik sama-sama menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman, tetapi unsur hara tersebut belum optimal. Kombinasi POC (C0, C1, dan
C2) dengan pupuk anorganik dosis 50% (A1) dapat berpotensi meningkatkan
tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal tersebut terlihat pada perlakuan C1A1 dan
C2A1 yang memiliki rata-rata lebih tinggi dari perlakuan C1A2 dan C2A2. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pemberian POC dapat mengefisiensikan
19

penggunaan pupuk anorganik sebanyak 50%. Pupuk organik cair bertujuan untuk
penyeimbang pupuk anorganik sehingga kondisi unsur hara tanah lebih esensial
dan dapat menyuburkan tanah (Wardana & Hariyati, 2016). Penelitian Khaliriu
(2020), menyatakan bahwa pemberian POC sabut kelapa dosis 250 ml/l yang
dikombinasikan dengan pupuk anorganik dosis 30 g/plot merupakan dosis yang
optimal dan dapat menekan pemberian pupuk NPK (16:16:16) sebanyak 25%
pada tanaman bawang merah.
Perlakuan POC berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan
jumlah daun (P>0,05) (Tabel 1; Lampiran 6-7). Hal ini dikarenakan POC yang
digunakan berasal dari buah-buahan, kandungan unsur hara yang dimiliki POC
tersebut belum mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah
daun. Peni (2022), menyatakan pemberian POC kulit nanas berpengaruh tidak
nyata terhadap pengamatan jumlah daun bawang merah, dikarenakan kandungan
dalam unsur hara yang dimiliki POC kulit nanas belum tersedia dalam jumlah
optimal.
Pupuk anorganik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan
jumlah daun (P<0,01) (Tabel 1; Lampiran 6-7). Tanaman tertinggi (38,51) dan
jumlah daun terbanyak (48,13) diperoleh pada perlakuan A1 yang berbeda nyata
dengan perlakuan A0 dan A2. Perlakuan A1, yaitu pemberian pupuk anorganik
dosis 50% memberikan pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan
pertumbuhan bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa dosis tersebut
merupakan dosis yang optimal untuk tinggi tanaman dan jumlah daun bawang
merah. Unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium yang tersedia dalam jumlah cukup
untuk tanaman bawang merah. Suatu tanaman dapat tumbuh subur apabila segala
elemen yang dibutuhkan berada dalam keadaan cukup dan sesuai untuk diserap
tanaman.
Unsur hara yang diperlukan dalam proses pertumbuhan adalah unsur
nitrogen. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun dapat dikaitkan dengan
keterlibatan nitrogen pada proses sintesis asam amino, karena protein diperlukan
untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen dimanfaatkan oleh tanaman untuk
pembentukan klorofil, semakin banyak klorofil yang terbentuk maka
meningkatkan fotosintat yang dihasilkan (Wijaya, 2008). Fosfor juga dapat
20

meningkatkan pembentukan daun. Kedua unsur hara ini berperan dalam


pembentukan sel-sel baru dan komponen utama penyusun senyawa organik dalam
tanaman seperti asam amino, asam nukleat, klorofil, ADP, dan ATP. Apabila
tanaman mengalami defisiensi kedua unsur hara tersebut maka metabolisme
tanaman akan terganggu sehingga proses pembentukan daun menjadi terhambat
(Nyakpa et al., 1998).
Kalium berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim sintesis protein maupun
metabolisme karbohidrat. Fosfor berperan aktif dalam mentransfer energi di
dalam sel tanaman. Kandungan klorofil yang meningkat maka fotosintat yang
terbentuk akan semakin besar dan mendorong pembelahan sel serta diferensiasi
sel, yang mana pembelahan sel erat hubungannya dengan pertambahan organ
tanaman. Menurut Latarang dan Syukur (2006), pembentukan jumlah daun
ditentukan oleh unsur hara yang diserap akar untuk dijadikan bahan makanan. Hal
ini sesuai dengan penelitian Peni (2022), tinggi tanaman berpengaruh nyata
terhadap pemberian NPK 16:16:16 pada umur 6 MST yaitu 34,71 cm. Perlakuan
N1, yaitu pemberian 2 g/polybag pupuk NPK 16:16:16 merupakan perlakuan
terbaik dikarenakan sudah mencukupi kebutuhan hara dalam tanah. Salah satu
jenis pupuk anorganik yang dapat digunakan adalah pupuk NPK, dikarenakan
pupuk NPK adalah unsur hara makro pertama yang diperlukan pada tanaman
bawang merah dengan jumlah yang cukup.

4.3 Produksi Bawang Merah


Parameter produksi bawang merah yang diamati adalah jumlah umbi,
diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi. Kombinasi POC dan
pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap parameter produksi seperti
jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi (P>0,05)
(Tabel 2; Lampiran 8-11). Hal ini disebabkan masing-masing pupuk memberikan
pengaruh yang sama sebagai penyedia unsur hara dan belum mencapai titik
optimal dari parameter yang diteliti. Rambe et al. (2019), menyatakan pemberian
pupuk NPK mutiara dan POC GDM berpengaruh tidak nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah. Tidak adanya pengaruh antara
pupuk NPK Mutiara dan POC GDM juga disebabkan karena masing-masing
faktor memberikan pengaruh yang sama sebagai penyedia unsur hara, sehingga
21

sampai pada dosis yang dicobakan belum ditemukan adanya interaksi. Hal ini
bermakna bahwa peningkatan dosis pupuk NPK Mutiara tidak dipengaruhi oleh
peningkatan konsentrasi POC GDM, tetapi demikian ada kecenderungan bahwa
dengan pemberian pupuk NPK Mutiara yang dikombinasikan dengan POC GDM
maka respon pertumbuhan dan produksi tanaman semakin baik.
Tabel 2. Jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi
bawang merah terhadap pemberian pupuk organik cair, pupuk
anorganik, dan kombinasinya
Diameter Bobot Bobot
Perlakuan Jumlah
umbi basah kering
umbi
Pupuk organik cair (mm) umbi (g) umbi (g)
C0 (0 ml) 19,19a 23,27a 118,34a 103,97a
a a a
C1 (16,08 ml) 20,16 23,54 129,76 113,56a
C2 (32,16 ml) 19,47a 23,50a 121,22a 106,56a
Pupuk anorganik
A0 (0 %) 16,61a 22,65a 92,68a 81,61a
A1 (50%) 22,50c 24,18b 152,20c 133,22c
b ab b
A2 (100%) 19,72 23,48 124,45 109,26b
Kombinasi
C0A0 (0 ml + 0%) 15,50a 21,93a 79,75a 70,40a
C0A1 (0 ml + 50%) 23,16c 25,33b 166,86d 147,55d
abc a ab
C0A2 (0 ml + 100%) 18,91 22,55 108,42 93,96ab
C1A0 (16,08 ml + 0%) 18,08ab 22,81a 106,63ab 93,76ab
bc ab cd
C1A1 (16,08 ml + 50%) 22,50 23,94 151,28 130,95cd
C1A2 (16,08 ml + 100%) 19,91abc 23,87ab 131,38bc 115,96bc
a ab a
C2A0 (32,16 ml + 0%) 16,25 23,19 91,67 80,68a
C2A1 (32,16 ml + 50%) 21,83bc 23,26ab 138,46bcd 121,16bcd
abc ab
C2A2 (32,16 ml + 100%) 20,33 24,04 133,53bc 117,84bcd
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom dan
perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% uji
duncan

Kombinasi POC (C0, C1, dan C2) dengan pupuk anorganik dosis 50% (A1)
dan 100% (A2) menghasilkan rata-rata parameter produksi bawang merah lebih
besar dibandingkan tanpa pemberian pupuk anorganik (A0) (Tabel 2). Sama
halnya dengan parameter pertumbuhan, pemberian POC dapat mengefisiensikan
penggunaan pupuk anorganik sebanyak 50%. Perlakuan C1A1 dan C2A1 mampu
menghasilkan jumlah umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi lebih tinggi
dibanding dengan perlakuan C1A2 dan C2A2. Hal ini menunjukkan penambahan
22

POC mampu mengurangi pemberian pupuk anorganik sebanyak 50% dan dapat
mengefisiensikan penggunaannya.
Kelebihan yang dimiliki POC adalah dapat memperbaiki sifat fisika tanah,
yaitu struktur dan kegemburan tanah, memperbaiki sifat kimia tanah, melalui
pengaruhnya terhadap ketersediaan hara makro dan mikro, memperpanjang daya
serap dan daya simpan air yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Tanah yang
gembur menyebabkan akar tanaman mudah menembus lebih dalam sehingga
tanaman lebih kokoh dan mampu menyerap unsur hara yang menyebabkan
pertumbuhan dan produksi lebih meningkat. Pupuk organik cair juga dapat
memperbaiki sifat biologi tanah melalui peningkatan aktivitas mikroorganisme
tanah (Lestari et al., 2010).
Pemberian pupuk anorganik yang tepat akan memaksimalkan pertumbuhan
karena unsur hara makro seperti nitrogen berfungsi dalam merangsang akar,
batang, dan daun sebagai zat penyusun warna hijau daun (klorofil) dan sebagai
penyusun protoplasma dalam tubuh tanaman. Unsur fosfor berfungsi memacu
pertumbuhan akar dan batang, merangsang pembentukan titik tumbuh,
meningkatkan pembentukan karbohidrat, dan protein. Unsur kalium membantu
dalam proses fotosintesis, pengangkutan hasil asimilasi, dan meningkatkan daya
tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit (Nurshanti, 2010).
Pemberian POC berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah umbi,
diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi (P>0,05) (Tabel 2;
Lampiran 8-11). Sama halnya dengan parameter tinggi tanaman dan jumlah daun,
dikarenakan POC yang berasal dari buah-buahan kandungan unsur hara tersebut
belum mampu meningkatkan parameter produksi bawang merah. Peni (2022),
pemberian POC kulit nanas berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi per
anakan, diameter umbi, dan berat umbi tanaman bawang merah. Pertambahan
jumlah umbi per anakan, diameter umbi, dan berat umbi tanaman bawang merah
dengan pemberian POC kulit nanas menunjukkan hasil baik, namun belum
mencapai pada taraf yang nyata. Menurut Ralahalu et al. (2017), pemberian POC
sebaiknya diperhatikan konsentrasi pengaplikasian yang akan diberikan pada
tanaman. Tanaman memiliki frekuensi pemberian pupuk yang berbeda dalam
memperoleh hasil yang optimal.
23

Pemberian pupuk anorganik berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah


umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi (P<0,01), sedangkan pada
diameter umbi pemberian pupuk anorganik hanya berpengaruh nyata (P<0,05)
(Tabel 2; Lampiran 8-11). Jumlah umbi terbanyak (22,50), bobot basah umbi
terberat (152,20 g), dan bobot kering umbi terberat (133,22 g) diperoleh pada
perlakuan A1 yang berbeda nyata dengan perlakuan A0 dan A2, sedangkan
diameter umbi terbesar (24,18 mm) diperoleh pada perlakuan A1 yang berbeda
nyata dengan perlakuan A0 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2.
Perlakuan A1 yaitu pemberian pupuk anorganik dosis 50% sudah mampu
mencukupi kebutuhan unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium di dalam tanah
sehingga menghasilkan pertumbuhan tanaman fase vegetatif dan generatif yang
lebih optimal. Menurut Munawar (2011), ketersediaan hara dalam jumlah cukup
dan optimal berpengaruh terhadap tumbuh dan berkembangnya tanaman sehingga
menghasilkan produksi sesuai dengan potensinya. Pemberian nitrogen yang
optimal dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan sintesis
protein, pembentukan klorofil yang menyebabkan warna daun menjadi lebih
hijau, dan meningkatkan jumlah daun bawang merah. Unsur fosfor berfungsi
merangsang pertumbuhan akar sehingga mempercepat pertumbuhan umbi dan
merangsang pertambahan jumlah umbi, serta unsur kalium yang berfungsi untuk
pembentukan pati dan translokasi hasil-hasil fotosintesis.
Pemberian pupuk anorganik dosis 50% merupakan dosis yang optimal pada
fase vegetatif dan fase generatif tanaman bawang merah. Ketersediaan unsur hara
yang optimal pada fase vegetatif dan fase generatif berkaitan dengan
meningkatnya jumlah umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi. Fase
vegetatif pada tanaman bawang merah meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun.
Tinggi tanaman dan jumlah daun merupakan faktor yang menentukan besar
kecilnya bobot basah umbi dan bobot kering umbi. Meningkatnya tinggi tanaman
dan jumlah daun sebagai sarana penghasil karbohidrat maka akan semakin besar
pula jumlah asimilat. Asimilat tersebut kemudian ditranslokasikan ke seluruh
bagian tanaman termasuk pada bagian penyimpanan cadangan makanan.
Hal di atas sesuai dengan penelitian Supariadi dan Yoseva (2017),
peningkatan berat umbi berkaitan dengan parameter jumlah daun serta jumlah
24

umbi per rumpun. Banyaknya daun akan meningkatkan proses fotosintesis dan
menghasilkan banyak fotosintat yang kemudian ditranslokasikan ke organ
penyimpanan seperti umbi. Banyaknya fotosintat yang disimpan dalam umbi akan
meningkatkan berat umbi.
Ketersediaan unsur hara kalium mempengaruhi jumlah umbi. Anisyah et al.
(2014), berpendapat bahwa jumlah umbi yang dihasilkan dari bawang merah
dipengaruhi oleh unsur kalium yang berperan aktif. Unsur kalium memacu
translokasi hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman lainnya, sehingga
meningkatkan ukuran, jumlah, dan hasil umbi. Jumlah umbi berkaitan dengan
bobot basah umbi dan bobot kering umbi. Semakin banyak jumlah umbi yang
dihasilkan maka peluang untuk menghasilkan bobot basah umbi dan bobot kering
umbi juga tinggi dikarenakan dengan penambahan jumlah umbi maka akan diikuti
penambahan bobot.
Bobot basah umbi suatu tanaman sangat ditentukan oleh laju fotosintesis,
laju penyerapan unsur hara dan air atau kandungan air pada tanaman. Kandungan
air di dalam tanaman dipengaruhi oleh lingkungan terutama suhu dan kelembapan
udara. Pada suhu yang tinggi akan mempengaruhi laju transpirasi pada organ
tanaman. Sifat dari persediaan zat makanan yang terkandung di dalam umbi, yaitu
bersifat basah karena mengandung air, sehingga air memberikan kontribusi
terhadap bobot basah umbi (Hairuddin & Ariani, 2017).
Bobot kering umbi dipengaruhi oleh penyerapan unsur hara yang ada di
dalam tanah. Laju pertambahan bobot umbi lebih ditentukan oleh fotosintat yang
dihasilkan selama periode perkembangan umbi. Bobot kering umbi
mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari
senyawa anorganik, terutama air dan karbon dioksida (Lakitan, 2011).
Besar kecilnya diameter umbi tanaman bawang merah tidak hanya
dipengaruhi oleh unsur hara yang tersedia, namun dapat dipengaruhi juga oleh
faktor genetik. Hal ini sesuai dengan pendapat Putrasamedja dan Soedomo (2017),
setiap varietas bawang merah memiliki deskripsi yang berbeda-beda, dalam
ukuran diameter umbi yang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik
masing-masing varietas. Faktor genetik berkaitan dengan karakteristik yang
25

biasanya bersifat khas pada tanaman, seperti kondisi batang, bentuk bunga, dan
bentuk daun (Mamang et al., 2017).

4.4 Kadar Klorofil Bawang Merah


Kadar klorofil a tertinggi, yaitu pada perlakuan C2A2 (32,09 µg/ml),
sedangkan klorofil b dan klorofil total tertinggi pada perlakuan C2A1 (53,01
µg/ml) (81,66 µg/ml) (Gambar 3; Lampiran 12). Pemberian POC dan pupuk
anorganik dosis tinggi terhadap kadar klorofil bawang merah memiliki
kandungan klorofil lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut
dikarenakan ketersediaan unsur hara dapat meningkatkan kandungan klorofil a,
klorofil b, dan klorofil total.

90
80 C0A0
70 C0A1
Kadar klorofil µg/ml

60 C0A2
50 C1A0
40 C1A1

30 C1A2
C2A0
20
C2A1
10
C2A2
0
Klorofil a Klorofil b Klorofil total

Gambar 3. Nilai perhitungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total daun bawang
merah pada setiap perlakuan yang berbeda

Ketersediaan unsur hara nitrogen, fosfor, kalium, dan magnesium yang


terdapat pada POC dan pupuk anorganik dapat meningkatkan pembentukan
klorofil. Kandungan klorofil berkaitan dengan laju fotosintesis, sehingga
berkorelasi dalam meningkatkan pertumbuhan pada fase vegetatif dan fase
generatif tanaman. Klorofil a dan b berperan dalam proses fotosintesis tanaman.
Klorofil b berfungsi sebagai antena fotosintetik yang mengumpulkan cahaya
kemudian ditransfer ke pusat reaksi. Pusat reaksi tersusun dari klorofil a. Energi
cahaya akan diubah menjadi energi kimia di pusat reaksi yang kemudian dapat
digunakan untuk proses reduksi dalam fotosintesis (Dharmadewi, 2020).
26

Fotosintat yang dihasilkan akan mendukung bobot kering umbi. Bobot kering
merupakan indikator yang berkaitan dengan ketersediaan hara, karena bobot
kering menunjukkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis oleh
tanaman (Sitorus et al., 2014).
Unsur hara nitrogen dapat meningkatkan metabolisme tanaman. Nitrogen
dalam tanah akan diserap oleh tanaman yang akan digunakan untuk menyusun
protein dan asam amino. Peranan nitrogen bagi tanaman adalah untuk
merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, baik batang, cabang, akar, daun,
dan umbi (Efendi et al., 2017). Kandungan nitrogen total tanah akan mengalami
peningkatan apabila diberi POC, selain itu POC dapat menyebabkan pori-pori
tanah menjadi lebih baik sehingga akar dapat menyerap unsur hara secara
maksimal (Kurniawan et al., 2020).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian POC, kombinasi POC dengan pupuk anorganik tidak meningkatkan
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah umbi,
dan bobot kering umbi.
2. Pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi. Pupuk
anorganik dosis 50% rekomendasi merupakan dosis yang optimal pada
pertumbuhan dan produksi bawang merah.

5.2 Saran
Penelitian ini perlu dilakukan lebih lanjut terhadap respon pertumbuhan dan
produksi bawang merah dengan menggunakan dosis POC yang lebih tinggi (>10
l/ha) dan pupuk anorganik rekomendasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qurthubi, I. (2009). Tafsir al qurthubi. Pustaka Azzam. Jakarta.

Anisyah, F., Sipayung, R., & Hanum, C. (2014). Pertumbuhan dan produksi
bawang merah dengan pemberian berbagai pupuk organik. Jurnal Online
Agroteknologi, 2(2), 482–496.

Aoyama, & Yamamoto. (2007). Morfologi bawang merah. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Arnon, D. I. (1949). Copper enzymes in isolated chloroplasts polyphenoloxidase


in beta vulgaris. Plant Physiology, 24(1), 1-15.

Asngad, A. (2014). Inovasi pupuk organik kotoran ayam dan eceng gondok
dikombinasi dengan bioteknologi mikoriza bentuk granul. Jurnal MIPA
Unnes, 36(1), 115-221.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2022). Laporan iklim harian


stasiun meteorologi budiarto. Diakses 28 Maret 2022.
https://dataonline.bmkg.go.id/.

Badan Pusat Statistik. (2021). Produksi tanaman sayuran 2021. Diakses 10


September 2021. https://www.bps.go.id/indicator/55/61/1/produksi-tanaman-
sayuran.

Baswarsiati, S. T., Andri, K. B., & Purnomo, S. (2015). Inovasi Hortikultura


Pengungkit Peningkatan Pendapatan Rakyat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Boiratan, A. Y. (2019). Pengaruh pemberian bokashi berbahan dasar alga coklat


terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman seledri (Apium graveolens L.).
Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Ambon.

Damanik, M. M. B., Bachtiar, E. H., Fauzi, S., & Hamidah, H. (2011). Kesuburan
tanah dan pemupukan. USU Press. Medan.

Dharmadewi, A. A. I. M. (2020). Analisis kandungan klorofil pada beberapa jenis


sayuran hijau sebagai alternatif bahan dasar food supplement. Jurnal
Emasains: Jurnal Edukasi Matematika dan Sains, 9(2), 171-176.

Efendi, E., Nasution, N. U. H., & Purba, D. W. (2017). Respon pemberian pupuk
NPK mutiara dan bokashi jerami padi terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Penelitian
Pertanian, 13(3), 20-29.

Fahmi, A., Syamsudin, U. S. N. H., & Radjagukguk, B. (2010). Pengaruh

28
29

interaksi hara nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea
mays L.) pada tanah regosol dan latosol. Berita Biologi, 10(3), 297–304.

Gunadi, N. (2009). Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber pupuk
kalium Pada Tanaman Bawang Merah. Jurnal Hortikultura, 19(2), 174–185.

Hairuddin, R., & Ariani, N. P. (2017). Pengaruh pemberian pupuk organik (POC)
batang pisang (Musa sp.) terhadap pertumbuhan dan produktivitas bawang
merah (Allium ascalonicum L.). Agricultura, 5(3), 31-40.

Istina, I. N. (2016). Peningkatan produksi bawang merah melalui teknik


pemupukan NPK. Jurnal Agro, 3(1), 36–42.

Kartikawati, A., Trisilawati, O., & Darwati, O. (2017). Pemanfaatan pupuk hayati
(biofertilizer) pada tanaman rempah dan obat. Perspektif, 16(1), 33–43.

Khairunisa. (2015). Pengaruh pemberian pupuk organik, anorganik dan


kombinasinya terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau (Brassica juncea
L. varietas kumala). Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.

Khaliriu, F. (2020). Pengaruh pupuk organik cair sabut kelapa dan NPK 16:16:16
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah (Allium
ascalonicum L.). Skripsi.Universitas Islam Riau Pekanbaru.

Kurniawan, G. R., Rahima, P., & Satria, C. (2020). Perancangan aplikasi


pemanfaatan klorofil bagi kesehatan sebagai media informasi berbasis
android. Universitas Bumigora. Mataram.

Kurniawati, H. Y., Karyanto, A., & Rugayah. (2015). Pengaruh pemberian pupuk
organik cair dan dosis pupuk NPK (15:15:15) terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.). Jurnal Agrotek Tropika,
3(1), 30–35.

Lakitan, B. (2011). Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta.

Lasmini, S. A., Wahyudi, I., Nasir, B., & Rosmini. (2017). Pertumbuhan dan hasil
bawang merah lembah palu pada berbagai dosis pupuk organik cair biokultur
urin sapi. Jurnal Agroland, 24(3), 199–207.

Latarang, B., & Syukur, A. (2006). Pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium
ascalonicum L.) pada berbagai dosis pupuk kandang. Jurnal Agroland,
13(3), 265–269.

Lestari, P., Sarman, S., & Indraswari, E. (2010). Subtitusi pupuk anorganik
dengan kompos sampah kota terhadap tanaman jagung (Zea mays).
Universitas Jambi. Jambi.
30

Mamang, K. I., Umarie, I., & Hasbi, H. (2017). Pengaplikasian berbagai macam
pupuk azolla (Azolla microphylla) dan interval waktu aplikasi terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L) Merill). Agritrop, 15(1),
25–43.

Manalu, B. E. (2019). Respon pertumbuhan dan produksi bawang merah


(Allium ascalonicum L.) terhadap pemberian pupuk organik cair (POC)
kotoran kambing dan kompos limbah Brassica. Skripsi. Universitas Medan
Area.

Mehran, K. E., & Sufardi. (2016). Pertumbuhan dan hasil beberapa varietas
bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada tanah aluvial akibat pemberian
berbagai dosis pupuk NPK. Jurnal Floratek, 11(2), 117–133.

Moekasan, B. R. S., & Prabaningrum. (2012). Penerapan ambang pengendalian


organisme pengganggu tumbuhan pada budidaya bawang merah dalam upaya
mengurangi penggunaan pestisida. Jurnal Hortikultura, 22(1), 47–56.

Munawar, A. (2011). Kesuburan tanaman dan nutrisi tanaman. IPB Press. Bogor.

Napitupulu, D., & Winarto, L. (2010). Pengaruh pemberian pupuk N dan K


terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Jurnal Hortikultura,
20(1), 27–35.

Nur, S., & Thohari. (2007). Tanggap dosis nitrogen dan pemberian berbagai
macam bentuk bolus terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
merah (Allium ascalonicum L). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian, 4(1),30–
33.

Nurafni. (2018). Analisis permintaan komoditas bawang merah di Sulawesi


Selatan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Makassar.

Nurshanti, D. F. (2010). Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap


pertumbuhan dan hasil tanaman sawi caisim (Brassica juncea L.). Jurnal
Agronobis Tropika, 1(1), 89–98.

Nyakpa, M. Y., Lubi, M. A., Pulungan, M., Amran, G. B. H., & Hakim. (1998).
Kesuburan tanah. Universitas Lampung Press. Lampung.

Peni. (2022). Pemberian POC kulit nanas dan pupuk NPK 16:16:16 terhadap
respon pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian (JIMTANI), 2(1), 1–13.

Pitojo, S. (2003). Benih bawang merah. Kanisius. Yogyakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. (2020). Statistik lahan pertanian
tahun 2015-2019. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat
Jenderal Kementerian Pertanian. Jakarta.
31

Putrasamedja, S., & Soedomo, P. (2017). Evaluasi bawang yang akan dilepas.
Jurnal Pembangunan Perdesaan, 7(3), 133–146.

Putrasamedja, S., & Suwandi. (1996). Bawang merah di Indonesia. Balai


Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.

Ralahalu, D. A., Ririhena, R. E., & Kilkoda, A. K. (2017). Pemberian pupuk


organik dan jarak tanam untuk pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
merah (Allium ascalonicum L.). ISSN, 13(2), 94–102.

Rambe, B. S., Ningsih, S. S., & Gunawan, H. (2019). Pengaruh pemberian pupuk
NPK mutiara dan pupuk organik cair GDM terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman bawang merah (Allium ascalonicum). Bernas, 15(2), 64–
73.

Rukmana. (2002). Bawang merah : budidaya dan pengelolaan pascapanen.


Kanisius. Yogyakarta.

Silvani, Y. R., & Syaku, A. (2016). Pengaruh kombinasi pupuk anorganik,


organik dan mulsa jerami padi terhadap pertumbuhan dan hasil bawang
merah varietas Lembah Palu di Desa Oloboju Kecamatan Sigi Biromaru
Kabupaten Sigi. Jurnal Agrotekbis, 4(5), 537–543.

Sinung, R. B., Khaririyatun, N., Sembiring, A., & Arsanti, I. W. (2018). Studi
adopsi varietas bawang merah bima brebes dari Balitsa di Kabupaten Brebes.
Jurnal Hortikultura, 27(2), 261.

Sitorus, U. K. P., Siagin, B., & Rahmawati, N. (2014). Respon pertumbuhan bibit
kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian abu boiler dan pupuk urea
pada media pembibitan. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(3), 1021-1029.

Sujitno, E. K., & Fahmi, T. (2014). Penggunaan berbagai pupuk organik pada
tanaman padi di lahan sawah irigasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP). Jawa Barat.

Sumadi. (2003). Intensifikasi budidaya bawang merah. Kanisius. Yogyakarta.

Sumarni, N., & Hidayat, A. (2005). Budidaya bawang merah. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Bandung.

Sunarjono, H. H. (2007). Bertanam 30 jenis sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Supariadi, H. Y., & Yoseva, S. (2017). Pengaruh pemberian pupuk kandang dan
pupuk N, P dan K terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bawang
merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal FAPERTA, 3(2), 1–13.

Tjitrosoepomo, G. (2010). Taksonomi tumbuhan spermatophyta. Gajah Mada


32

University Press. Yogyakarta.

Triwulaningrum, W. (2009). Pengaruh pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk


fosfor terhadap pertumbuhan dan hasil buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.).
Jurnal Ilmiah Pertanian, 23(4), 154–162.

Wardana, R., & Hariyati, I. (2016). Optimalisasi jumlah anakan produktif padi
dengan pengairan macak-macak serta penambahan pupuk P dan K. Jurnal
Ilmiah Inovasi, 16(3), 208–212.

Wati, Y. T., Nurlaelih, E. E., & Santoso, M. (2015). Pengaruh aplikasi biourin
pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum
L.). Jurnal Produksi Tanaman, 2(8), 613–619.

Wenda, M., Hidayati, S., & Purwanti, S. (2017). Aplikasi pupuk organik cair dan
komposisi media tanam terhadap hasil tanaman selada (Lactuca sativa L.).
Gontor AGROTECH Science Journal, 3(2), 99–118.

Wibowo, S. (2009). Budidaya bawang putih, bawang merah, bawang bombay.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Wijaya, K. A. (2008). Nutrisi tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Zulia, C., Purba, D. W., Hirawan, H. D., & Ma’ruf, A. (2017). Pengaruh
pemberian pupuk urea dan pupuk organik cair sampah kota terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman selada (Lactuca sativa L.). Bernas,
13(3), 1–7.

Zulkifli, & Maemunah. (2021). Strategi meningkatkan produksi bawang merah


varietas lembah palu (Allium wakegi Araki) melalui pupuk. Jurnal
Agrotekbis, 9(6), 1558–1567.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan dosis pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Penentuan dosis POC = 5 l/ha pengencerannya 5000/10.000 = 0,5 ml
Untuk 1 Plot 40 x 40 cm = 0,4 x 0,4 m
= 0,16 m
5.000/10.000 = 0,5 ml 5/1000 x 0,96/x
0,5 x 0,16 = 0,08 x 12 X = 192 ml (air)
= 0,96 ml (POC) 1 polybag = 192 + 0,96 / 12 = 16,08 ml

Penentuan dosis POC = 10 l/ha pengencerannya 10.000/10.000 = 1 ml


Untuk 1 Plot 40 x 40 cm = 0,4 x 0,4 m
= 0,16 m
10.000/10.000 = 1 ml 5/1000 x 1,92/x
1 x 0,16 = 0,16 x 12 X = 3842 ml (air)
= 1,92 ml (POC) 1 polybag = 384 + 1,92 / 12 = 32,16 ml

Penentuan dosis pupuk anorganik (N,P,K) 100% untuk per plot


Urea (N) => 250 kg/ha : 10.000 m2 = 0,025 kg/m2
= 25 g/m2
Sp-36 (P) => 100 kg/ha : 10.000 m2 = 0,01 kg/m2
= 10 g/m2
Kcl (K) => 100 kg/ha : 10.000 m2 = 0,01 kg/m2
= 10 g/m2

Penentuan dosis pupuk anorganik (N,P,K) 50% untuk per plot


Urea (N) => 125 kg/ha : 10.000 m2 = 0,0125 kg/m2
= 12,5 g/m2
Sp-36 (P) => 50 kg/ha : 10.000 m2 = 0,005 kg/m2
= 5 g/m2
Kcl (K) => 50 kg/ha : 10.000 m2 = 0,005 kg/m2
= 5 g/m2

33
34

Lampiran 2. Hasil analisis N,P,K tanah sebelum tanam


Rekomendasi
Kandungan zat Status tersedia Metode
penambahan (kg/ha)
N Rendah 250 urea PUTS
P Sedang 100 SP-36 PUTS
K Sedang 100 KCL PUTS

Lampiran 3. Kombinasi perlakuan


No Pemberian POC Pemberian Pupuk Anorganik Kombinasi
(N,P,K)
1. C0 A0 C0A0
2. A1 C0A1
3. A2 C0A2
4. C1 A0 C1A0
5. A1 C1A1
6. A2 C1A2
7. C2 A0 C2A0
8. A1 C2A1
9. A2 C2A2
Jumlah kombinasi perlakukan adalah 3 x 3 = 9 Kombinasi
Jumlah ulangan : 4 ulangan
Jumlah plot seluruhnya : 36 plot
Luas plot : 40 cm x 40 cm
Jumlah tanaman per polybag : 1 tanaman
Jumlah polybag per plot : 3 polybag
Jumlah tanaman per plot : 3 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 108 tanaman
Jarak antar plot : 20 cm x 20 cm
Jarak antar ulangan : 40 cm
35

Lampiran 4. Denah penelitian


Blok I Blok II Blok III Blok IV

C0A1U2.1 C2A1U3.1 C2A0U3.1 C1A1U1.1


10 cm
Plot 1 C0A1U1.2 C2A1U3.2 C2A0U3.2 C1A1U1.2
C0A1U1.3 C2A1U3.3 C2A0U3.3 C1A1U1.3
20 cm
C0A1U3.1 C2A0U4.1 C2A2U1.1 C2A2U4.1
Plot 2 C0A1U3.2 C2A0U4.2 C2A2U1.2 C2A2U4.2
C0A1U3.3 C2A0U4.3 C2A2U1.3 C2A2U4.3

C2A0U1.1 C1A0U1.1 C0A1U2.1 C1A0U4.1


Plot 3 C2A0U1.2 C1A0U1.2 C0A1U2.2 C1A0U4.2
C2A0U1.3 C1A0U1.3 C0A1U2.3 C1A0U4.3

C1A0U3.1 C1A1U3.1 C0A0U1.1 C1A2U3.1


Plot 4 C1A0U3.2 C1A1U3.2 C0A0U1.2 C1A2U3.2
C1A0U3.3 C1A1U3.3 C0A0U1.3 C1A2U3.3

C0A1U4.1 C0A0U2.1 C2A1U1.1 C0A2U3.1


Plot 5 C0A1U4.2 C0A0U2.2 C2A1U1.2 C0A2U3.2
C0A1U4.3 C0A0U2.3 C2A1U1.3 C0A2U3.3

C2A1U2.1 C1A2U2.1 C0A2U4.1 C0A2U2.1


Plot 6 C2A1U2.2 C1A2U2.2 C0A2U4.2 C0A2U2.2
C2A1U2.3 C1A2U2.3 C0A2U4.3 C0A2U2.3

C1A0U2.1 C1A2U4.1 C2A2U3.1 C0A2U1.1


Plot 7 C1A0U2.2 C1A2U4.2 C2A2U3.2 C0A2U1.2
C1A0U2.3 C1A2U4.3 C2A2U3.3 C0A2U1.3

C1A1U4.1 C2A2U2.1 C2A0U2.1 C0A0U3.1


Plot 8 C1A1U4.2 C2A2U2.2 C2A0U2.2 C0A0U3.2
C1A1U4.3 C2A2U2.3 C2A0U2.3 C0A0U3.3

C1A2U1.1 C2A1U4.1 C1A1U2.1 C0A0U4.1


Plot 9 C1A2U1.2 C2A1U4.2 C1A1U2.2 C0A0U4.2
C1A2U1.3 C2A1U4.3 C1A1U2.3 C0A0U4.3

C0, C1, C2 = Dosis pupuk organik cair


A0, A1, A2 = Dosis pupuk anorganik
U1, U2, U3, U4 = Ulangan
36

Lampiran 5. Kondisi iklim harian di lokasi penelitian dan sekitarnya


ID WMO : 96739 Lintang : -6.28670
Nama stasiun : Stasiun Meteorologi Budiarto Bujur : 106.56389
Elevasi : 42
Lamanya penyinaran
Suhu (0C) Kelembapan (%)
No matahari (jam)
1. 26,7 80 -
2. 26,8 79 5
3. 28,2 78 -
4. 27,9 85 -
5. 27,4 80 -
6. 28,2 73 -
7. 27,7 80 -
8. 27,9 78 -
9. 27,1 83 -
10. 28,1 80 -
11. 26,3 89 -
12. 25,4 92 3,9
13. 26,8 82 0
14. 27,3 83 -
15. 28,3 80 -
16. 27,2 83 -
17. 27,6 78 -
18. 28,2 80 -
19. 27,1 86 -
20. 26,8 84 -
21. 25,5 92 -
22. 24,8 95 -
23. 27,7 79 -
24. 27,3 82 -
25. 27,3 84 -
26. 25,5 93 3,4
27. 26,2 87 0
28. 26,9 85 6,5
29. 27,6 84 -
30. 26,6 86 -
31. 28,2 84 -
32. 26,9 85 -
33. 27,5 81 -
34. 27,7 86 -
35. 27 82 -
36. 26,8 86 -
37

37. 27,5 79 -
38. 27,3 84 -
39. 27,8 81 -
40. 26,4 83 -
41. 27,9 74 -
42. 28,3 76 -
43. 27,1 79 -
44. 25,2 90 -
45. 27,3 78 0
46. 27,9 80 3,6
47. 26,9 83 1,8
48. 25,4 85 4
49. 28,1 67 0
50. 26,7 79 -
51. 27,7 80 -
52. 26,2 84 -
53. 26 86 3
54. 26,8 81 2,7
55. 27,5 80 4,5
56. - - -
57. - - -
58. - - -
59. - - -
60. - - -
61. - - -
62. - - -
63. - - -
64. - - -
65. - - -
Rata-rata
27,1 82,41 3,84
38

Lampiran 6. Analisis ragam tinggi bawang merah terhadap pemberian pupuk


organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F hitung
keragaman bebas kuadrat tengah 5% 1%
Kelompok 3 1,629 0,543 0,236 3,01 4,72
POC (C) 2 2,183 1,092 0,475 3,4 5,61
Anorganik (A) 2 192,418 96,209 41,927** 3,4 5,61
Interaksi CxA 4 23,157 5,789 2,522 2,76 4,22
Galat 24 55,072 2,294
Total 35 274,459 105,927 45,162 12,57 20,16
Keterangan: *Berpengaruh nyata, **Berpengaruh sangat nyata pada uji F dengan
taraf kepercayaan 5% dan 1%

Lampiran 7. Analisis ragam jumlah daun bawang merah terhadap pemberian


pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F hitung
keragaman bebas kuadrat tengah 5% 1%
Kelompok 3 585,252 195,084 5,32 3,01 4,72
POC (C) 2 121,154 60,577 1,65 3,4 5,61
Anorganik (A) 2 843,154 421,577 11,497** 3,4 5,61
Interaksi CxA 4 150,901 37,725 1,028 2,76 4,22
Galat 24 879,969 36,665
Total 35 2580,43 751,628 19,499 12,57 20,16
Keterangan: *Berpengaruh nyata, **Berpengaruh sangat nyata pada uji F dengan
taraf kepercayaan 5% dan 1%

Lampiran 8. Analisis ragam jumlah umbi bawang merah terhadap pemberian


pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F hitung
keragaman bebas kuadrat tengah 5% 1%
Kelompok 3 100,012 33,337 5,657 3,01 4,72
POC (C) 2 6,019 3,009 0,51 3,4 5,61
Anorganik (A) 2 208,296 104,148 17,673** 3,4 5,61
Interaksi CxA 4 15,907 3,976 0,674 2,76 4,22
Galat 24 141,432 5,893
Total 35 471,666 150,363 24,514 12,57 20,16
Keterangan: *Berpengaruh nyata, **Berpengaruh sangat nyata pada uji F dengan
taraf kepercayaan 5% dan 1%
39

Lampiran 9. Analisis ragam diameter umbi bawang merah terhadap pemberian


pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F hitung
keragaman bebas kuadrat tengah 5% 1%
Kelompok 3 12,516 4,172 2,109 3,01 4,72
POC (C) 2 0,506 0,253 0,127 3,4 5,61
Anorganik (A) 2 14,151 7,075 3,578* 3,4 5,61
Interaksi CxA 4 17,078 4,270 2,159 2,76 4,22
Galat 24 47,459 1,977
Total 35 91,71 17,747 7,973 12,57 20,16
Keterangan: *Berpengaruh nyata, **Berpengaruh sangat nyata pada uji F dengan
taraf kepercayaan 5% dan 1%
Lampiran 10. Analisis ragam bobot basah umbi bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F hitung
keragaman bebas kuadrat tengah
5% 1%
Kelompok 3 1364,978 454,992 1,131 3,01 4,72
POC (C) 2 846,582 423,291 1,052 3,4 5,61
Anorganik (A) 2 21284,998 10642,499 26,465** 3,4 5,61
Interaksi CxA 4 3771,432 942,858 2,344 2,76 4,22
Galat 24 9651,184 402,133
Total 35 36919,174 12865,773 30,993 12,57 20,16
Keterangan: *Berpengaruh nyata, **Berpengaruh sangat nyata pada uji F dengan
taraf kepercayaan 5% dan 1%

Lampiran 11. Analisis ragam bobot kering umbi bawang merah terhadap
pemberian pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Tabel
F hitung
keragaman bebas kuadrat tengah 5% 1%
Kelompok 3 1094,863 364,954 0,991 3,01 4,72
POC (C) 2 590,15 295,075 0,801 3,4 5,61
Anorganik (A) 2 16008,0915 8004,045 21,74** 3,4 5,61
Interaksi CxA 4 3340,545 835,136 2,268 2,76 4,22
Galat 24 8835,954 368,164
Total 35 29869,603 9867,374 25,8 12,57 20,16
Keterangan: *Berpengaruh nyata, **Berpengaruh sangat nyata pada uji F dengan
taraf kepercayaan 5% dan 1%
40

Lampiran 12. Kadar klorofil a, b, dan total bawang merah terhadap pemberian
pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik
Perlakuan Klorofil a Klorofil b Klorofil total
C0A0 20,80 41,32 62,10
C0A1 29,36 50,78 80,12
C0A2 26,90 37,27 64,16
C1A0 26,01 22,72 48,73
C1A1 30,48 30,43 60,90
C1A2 30,89 32,49 63,37
C2A0 30,84 35,40 66,23
C2A1 28,68 53,01 81,66
C2A2 32,09 29,53 61,61

Lampiran 13. Deskripsi bawang merah varietas bima


No Karakter Nilai
1. Tinggi tanaman 25-44 cm
2. Jumlah anakan 7-12/rumpun
3. Bentuk daun Silindris dan berlubang
4. Warna daun Hijau
5. Jumlah daun 14-50 helai
6. Kemampuan berbunga Sukar
7. Bentuk umbi Lonjong bercincin kecil pada leher cakram
8. Warna umbi Merah muda
9. Produksi umbi 9,9 ton/ha umbi kering
Susut bobot umbi
10.
(basah-kering 21,5%
11. Umur panen 60-70 hst
12. Jumlah umbi 7-12 umbi per tanaman
13. Bentuk bunga Seperti payung
14. Warna bunga Putih
15. Banyak bunga/tangkai 120-200
Banyak tangkai
16.
bunga/rumpun 2-4
17. Bentuk biji Bulat, gepeng, berkeriput
18. Warna biji Hitam
Ketahanan terhadap Cukup tahan terhadap busuk umbi
19.
penyakit (Botrytis allii)
Kepekaan terhadap Peka terhadap busuk ujung daun
20.
penyakit (Phytophthora porri)
Hendro Sunarjono, Prasodjo, Darliah, dan
21.
Peneliti Nasran Horizon Arbain
22. No. SK 594/Kpts/TP.240/8/1984
41

Lampiran 14. Dokumentasi penelitian bawang merah


A B

A. Hama ulat grayak (Spodoptera exigua); B. Gejala serangan hama ulat grayak
(Spodoptera exigua)

Anda mungkin juga menyukai