OLEH :
KELOMPOK 05
Kelas Akuntansi A Malam
Salah satu tujuan pelaporan keuangan adalah memberikaninformasi keuangan yang dapat
menunjukkan prestasi perusahaandalam menghasilkan laba (earning per share). Dengan
konsep yangselama ini digunakan diharapkan para pemakai laporan dapatmengambil
keputusan ekonomi yang tepat sesuai dengankepentingannya. Meskipun konsep laba yang
digunakan diharapakanmampu memenuhi kebutuhan para pemakai, namun adanya berbagai
konsep dan tujuan laba, mengakibatkan konsep laba tunggal tidakdapat memenuhi semua
kebutuhan pihak pemakai laporan. Atas dasarkenyataan ini ada dua alternatif yang dapat
digunakan yaitumemformulasikan konsep laba tunggal untuk memenuhi berbagaitujuan secara
umum atau menggunakan berbagai konsep laba danmenyajikannya secara jelas konsep laba
tersebut secara khusus.
Tanpa memperhatikan masalah yang muncul, informasi labasebenarnya dapat digunakan
untuk memenuhi berbagai tujuan.Tujuan pelaporan laba adalah untuk menyediakan informasi
yangbermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. Informasi tentang labaperusahaan dapat
digunakan :
a. sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanamdalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkatkembalian (rate ofreturn on invested capital)
b. sebagai pengukur prestasi manajemen
c. sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak
d. sebagaialat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatunegara
e. sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus
f. sebagai alat motivasi menajemen dalam pengendalianperusahaan
g. sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran
h. sebagai dasar pembagian dividen
B. Pendekatan Kegiatan
Laba dianggap timbul bila kegiatan tertentu telahdilaksanakan. Jadi laba bisa timbul
pada tahap perencanaan,pembelian, produksi, penjualan dan pengumpulan kas.
Dalampenerapannya, pendekatan ini merupakan perluasan dari pendekatantransaksi. Hal
ini disebabkan pendekatan kegiatan dimulai dengantransaksi sebagai dasar pengukuran.
Perbedaannya adalah bahwa pendekatan transaksi didasarkan pada proses pelaporan
yangmengukur transaksi dengan pihak luar.
Sementara pendekatan kegiatan didasarkan pada konsepperistiwa/kegiatan dalam arti
luas, tidak dibatasi pada kegiatandengan pihak luar. Meskipun demikian, keduanya
gagalmenunjukkanpengukuran laba dalam dunia nyata. Hal ini disebabkan duapendekatan
tersebut didasarkan pada hubungan struktural yang samayang tidak ada dalam dunia nyata
Kebaikan pendekatan kegiatan adalah :
1. Laba yang berasal dari produksi dan penjualan barang memerlukanjenis evaluasi dan
prediksi yang berbeda dibandingkan laba yangberasal dari pembelian dan penjualan
surat berharga yang ditujukanpada usaha memperoleh capital gain.
2. Efisiensi manajemen dapat diukur dengan lebih baik bila labadiklasifikasikan menurut
jenis kegiatan yang menjadi tanggungjawab manajemen.
3. Memungkinkan prediksi yang lebih baik karena adanyaperbedaan pola perilaku dari
jenis kegiatan yang berbeda.
Perbedaan utama kapital fisik dan finansial terletak perlakuan terhadap perubahan
nilai aktiva dan hutang dalam penentuan laba.Menurut konsep kapital finansial perubahan
nilai aktiva dan hutang merupakan bagian dari laba. Pendukung kapital finansial
memilikialasan bahwa kapital merupakan persediaan kemakmuran, sedanglaba adalah
kenaikan dalam kemakmuran.
Pendukung kapital finansial mengatakan bahwa perubahan pada nilai aktiva pada
dasarnya merupakan holding gains/losses. Sedang pendukung kapital fisik mengatakan
perubahan tersebut bukan bagian dari laba tetapi dianggap sebagai"penyesuaian terhadap
pemeliharaan kapital" (capital maintenance adjustment) yang harus ditempatkan padae
kuitas pemilik. Jumlah penyesuaian ini dianggap sebagai pengganti aktiva.Atau dengan
kata lain,untuk dapat mempertahankan kapital fisik, maka harus ada suatu penyesuaian
(capital maintenance adjustment) agar dihasilkan jumlah yang nilainya sama dengan
fasilitas fisik pada awal priode. Atas dasar hal tersebut, laba yang dapat dinikmati
pemegang saham adalah laba setelah dikurangi dengan jumlah rupiah untuk
mempertahankan kapital.
Dari contoh di atas, pada tahun I PT"X" akan menghasilkan laba sebesar Rp.
200.000. Apabila setiap tahun jumlah tersebut dibagikan kepada pemegang saham, berati
PT "X" menyisihkan kapital sebesar Rp.300.000 agar dapat melanjutkan kegiatan
usahanya.Sementara tahun II apabila digunakan cost historis, PT"X" akan memperoleh
laba Rp. 200.000.Apabila jumlah tersebut di ambil seluruhnya berarti jumlah sebesar
Rp.300.000 yang dimiliki PT"X"tidak cukup untuk melanjutkan kegiatan usahanya.Hal
inidisebabkan PT"X" memerlukan sumber ekonomi sebesar Rp.350.000 untuk
mempertahankan kemampuan mereka dalam membeli 1 unit peralatan kantor. Atas dasar
current cost,besarnya laba menurut pendekatan finansial dan pendekatan fisik dapat dilihat
pada tabel 11.1
Jadi menurut pandangan kapital fisik laba yang dihasilkan hanya sebesar Rp
150.000.Jumlah sebesar Rp.50.000 merupakan kenaikan cost peralatan kantor yang
dianggap sebagai penyesuian agar kegiatan fisik yang dimiliki dapat tetap dipertahankan
(capital maintenance adjustment).Penyesuaian ini diperlukan untuk mempertahankan
posisi kapital fisik yang sama seperti pada awalperiode, yaitu berupa kemampuan untuk
membeli dan menjual 1unit peralatan kantor. Dengan demikian, jika laba yang dinikmati
hanya Rp 150.000,berarti kapital yang ada adalah Rp.350.000.
Tampilan 12.1
1. Skala Pengukuran
Pengukuran harus memiliki suatu skala untuk memberi arti atas angka-angka yang ada.
Skala menunjukkan seberapa besar informasi yang dihasilkan oleh sejumlah angka
tertentu. Nilai atau unit pengukur yang digunakan dalam akuntansi (unit
moneter)melibatkan dimensi waktu. Oleh karena itu,skala pengukuran dalam akuntansi
dapat dibagi menjadi dua yaitu skala nominal dan skala daya beli konstan:
A. Skala Nominal
Unit pengukur yang digunakan dalam skala pengukuran nominal adalah jumlah
rupiah (nominal) yang telah tejadi dan dicatat dalam akuntansi tanpa
memperhatikan perubahan daya beli. Dengan demikian,jumlah tersebut dapat
ditambahkan bersama-sama atau dikurangkan satu sama lain. Skala ini digunakan
dalam model akuntansi konvensional.
B. Skala Daya Beli Konstan
Unit pengukur yang digunakan adalah unit moneter yang nilainya dinyatakan dalam
bentuk daya beli. Oleh karena dayabeli uang berubah, maka unit moneter sebagai
indikator nilai ekonomi dari barang,juga berubah.Untuk memperoleh nilai atas
dasar skala daya beli konstan,unit moneter diubah dengan menggunakan indeks
tertentu(misalnya indek harga konsumen).Atas dasar skala ini, semua nilai (rupiah)
dapat menunjukkan daya beli yang sama.
Oleh karena ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran kapital, laba
yang dihasilkan juga akan berbeda.Meskipun konsep laba ini memungkinkan untuk
diterapkan,namun ada beberapa kesulitan dalam penerapannya. Kesulitan utama
apabila konsep ini digunakan adalah masalah pengukuran aktiva neto pada awal dan
akhir periode.Namun demikian,ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menilai aktiva neto. Metode tersebut adalah sebagai berikut (Hendricksen,1989):
1. Kapitalisasi.
Nilai kapitalisasi adalah nilai sekarang dari distribusi kasoleh perusahaan yang diharapkan
akan diterima oleh pemegangsaham selama sisa umur perusahaan.Termasuk dakam nilai
tersebutadalah jumlah akhir yang diterima dari likuidasi perusahaan.Labamerupakan selisih
kapitalisasi awal dan akhir periode. Nilaikapitalisasi ditentukan oleh kas yang diharapkan
diterima tiap tahun.sisa umur perusahaan dan faktor diskonto(bunga). Hubungan ketigafaktor
tersebut adalah sbb:
Keterangan :
i = factor diskonto
Contoh:
Kas yang akan didistribusikan setaip tahun pada pemegang saham adalah sebagai berikut :
1 100 0.9524
2 300 0,9070
3 200 0.8638
4 400 0.8227
5 500 0.7835
Tarif diskonto yang menjadi opportunity cost bagi pemegang saham adalah 5%. Nilai sekarang
pada awal dan akhir tahun dapat dihitung sebagai berikut:
TAHUN 1
Nilai sekarang awal tahun 1 :
Total = 1.261
Total = 1.224
Laba tahun 1 63
Dengan cara yang sama besarnya laba untuk tahun ke 2,3,4 dan 5 adalah Rp 61, Rp 50, Rp
41 dan Rp 24.
- Ekspektasi yang menyangkut aliran kas mendatang tidak dapat dikonversi menjadi nilai
tunggal atau ekuivalen secara tertentu tanpa mengetahui preferensi para pemakai.
Penyesuaian terhadap resiko dengan memasukkan resiko tersebut ke dalam tingkat
kapitalisasi secara konseptual tidak tepat. Hal ini disebabkan preferensi resiko para
pemakai laporan tidak dapat diketahui dengan pasti sehingga tarif diskonto yang
digunakan, tidak merefleksikan resiko sebenarnya yang melekat pada investasi. Dengan
demikian, informasi laba yang disajikan mungkin tidak relevan bagi pemakai atau bahkan
menyesatkan.
- Konsep ini lebih menekankan nilai waktu uang dan aliran kas tanpa memperhatikan faktor
ekonomi lainnya.
- Konsep kapitalisasi tak dapat menunjukkan operasi dan efisiensi manajemen. Hal ini
disebabkan pengukuran laba dengan konsep ini tidak dapat menunjukkan apakah laba
tersebut hasil kegiatan manajemen atau karena faktor lain.
- Nilai perusahaan yang ditentukan dengan mengkapitalisasi aliran kas harapan dalam
periode mendatang, menyebabkan informasi yang disajikan tidak memiliki hubungan
dengan kegiatan sekarang atau masa lalu.
- Karena semua informasi yang digunakan dalam menghitung laba didasarkan pada prediksi
yang sering tidak konsisten dari periode ke periode, informasi menjadi kurang dapat
diandalkan.
Salah satu fenomena menarik dalam akuntansi yang berkaitan dengan laba adalah kejadian
yang berkaitan dengan perataan laba (income smoothing). Ada beberapa pendapat yang
mencoba membahas fenomena tersebut dan mencoba menguji secara empiris kebenaran
praktik income simbothing yang dilakukan oleh manajer, Perataan laba merupakan
normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu
(Belkaoui, 1993), Definisi income smoothing lainya adalah definisi yang dikemukakan oleh
Beidelman (1973) Perataan laba yang dilaporkan dapat didefiniskan sebagai usaha yang
disengaja untuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang
dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu
usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas
yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.
Gordon (1964) mengajukan proposisi berkaitan dengan perataan laba sebagai berikut:
1. Kriteria yang digunakan manajemen perusahaan dalam memilih metode akuntansi adalah
untuk memaksimumkan kepuasan atau kemakmurannya.
2. Kepuasan fungsi dari keamanan pekerjaan, level dan tingkat pertumbuhan gaji serta level
dan tingkat pertumbuhan besaran (size) perusahaan.
3. Kepuasan pemegang saham dan kenaikan performan perusahaan dapat meningkatkan
status dan reward bagi manajer.
4. Kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba perusahaan.
Atas dasar proposisi tersebut Gordon mengajukan teori sebagai berikut Jika empat
proposisi di atas diterima atau terbukti benar, maka manajamen dengan keterbatasan kekuasan
(power) yang dimiliki. sesuai dengan aturan akuntansi, akan (1) meratakan laba yang
dilaporkan, dan (2) meratakan tingkat pertumbuhan laba. Dengan meratakan tingkat
pertumbuhan laba berarti: jika tingkat pertumbuhan laba tinggi, maka manajemen akan
mengadopsi praktik/metode akuntansi yang dapat mengurangi laba dan sebaliknya.
Beidelman (1973) menyatakan bahwa ada dua alasan yang digunakan manajemen untuk
melakukan income smoothing. Alasan pertama didasarkan pada asumsi bahwa pola laba
periodik yang stabil dapat mendukung tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan pola
laba periodik yang berfluktuasi. Dengan anggapan tersebut perataan laba diharapkan
memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan karena risiko
perusahaan dapat dikurangi.
Ada berbagai dimensi atau media yang biasanya digunakan manajemen dalam
melakukan income smoothing. Dascher dan Malcolm (1970) membedakan bentuk income
smoothing menjadi dua yaitu real smoothing dan artificial smoothing, dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Real Smoothing berkaitan dengan transaksi aktual yang dilakukan atau tidak dilakukan
berdasarkan pada pengaruh perataan terhadap laba.
2. Artifial smoothing berkaitan dengan prosedur akuntansi yang diterapkan untuk mengubah
cost atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain.
Disamping dimensi artificial dan real smoothing, ada dimensi lain dari perataan laba
yang sering disinggung dalam berbagai literatur. Dimensi atau jerus ketiga dari income
smoothing adalah classificatory smoothing. Hal ini dapat dilihat dari tulisan Barnes et al
(1976) yang membedakan tiga dimensi income smoothing, yaitu:
1. Perataan melalui terjadinya peristiwa dan/atau pengakuan peristiwa. Artinya, manajemen
dapat menentukan waktu terjadinya transaksi aktual sehingga pengaruh transaksi tersebut
terhadap laba yang dilaporkan cenderung rata sepanjang waktu.
2. Perataan melalui alokasi sepanjang periode. Atas dasar terjadinya dan diakuinya peristiwa
tertentu, manajemen memiliki media pengendalian tertentu dalam penentuan laba pada
periode yang terpengaruh oleh kuantifikasi peristiwa tersebut.
3. Perataan melalui klasifikasi (classificatiry smoothing). Jika angka-angka dalam laporan
laba rugi selain laba bersih merupakan obyek dari perataan laba, maka manajemen dapat
dengan mudah mengklasifikasikan elemen-elemen dalam laporan laba rugi sehingga
dapat mengurangi variasi laba setiap periodenya.
Pada dasarnya perataan pada poin (1) di atas dapat dipandang sebagai real smoothing,
sementara perataan pada poin (2) menunjukkan artificial smoothing.
Imam Ghozali dan Anis Chariri. 2014. Teori Akuntansi International Financial Reposting
System (IFRS). Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro