Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STRATEGI IMPLEMENTASI NILAI NILAI BUDAYA


ORGANISASI DAN KOMUNIKASI DALAM BUDAYA KERJA

Dosen : Ilham Wijaya S.Ak

KELOMPOK 1
MAWAR ( 220350005 )
HASRINA ( 220350001 )
KARMILA ( 220350091 )
AYU LESTARI ( 220350003 )
EDY ARDIANSYAH ( 220350002 )

PRODI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
Kami selaku penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan manfaatnya
bagi para pembaca. Amin

Parepare, 06 Juni 2023

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL ..................................................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Strategi Implementasi Nilai Nilai Budaya Organisasi...................................
B. Komunikasi Dalam Budaya Kerja.................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................
DAFTRAR PUSTAKA............................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecenderungan organisasi dalam menghadapi persaingan global mesti disikapi
dengan baik, karena akan membawa dampak pada budaya organisasi. Secara resiprokal,
perubahan manajemen dan struktur organisasi akan membawa dampak pada budaya
perusahaan, dan sebaliknya. Akan tetapi, dan corporate culture, yang secara bersama-
sama membentuk suatu komitmen jangka panjang terhadap kemajuan organisasi.
Sedangkan heterogeneous culture dibentuk dan dikembangkan oleh subkultur yang
tumbuh dalam unit yang berbeda dalam suatu organisasi.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mewujudkan kesesuaian antara budaya
organisasi perubahan manajemen dan restrukturisasi tidak akan membawa hasil optimal
apabila tidak disertai dengan adanya budaya yang kondusif terhadap perubahan tersebut.
Organisasi sebagai system yang terbuka, dapat dipandang sebagai Homogeneous culture
dan heterogeneous culture. Homogeneous culture menekankan pada profesional culture
dengan budaya setiap individu adalah proses sosialisasi budaya organisasi. Salah satu
tujuan sosialisasi adalah memperkenalkan nilai-nilai budaya organisasi secara total
sehingga diharapkan anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya organisasi. Proses
sosialisasi budaya membutuhkan waktu relatif lama di samping juga memerlukan
perhatian serius. Program sosialisasi diharapkan mampu memberikan gambaran secara
tepat kepada anggota tentang lingkungan pekerjaan dan budaya organisasi tempatnya
bekerja. Untuk menciptakan proses sosialisasi yang benar diperlukan keterlibatan
anggota, organisasi itu sendiri dan pemimpin yang dapat memberikan dukungan serta
melakukan koordinasi yang tepat selama proses sosialisasi.
Nilai-nilai luhur budaya bangsa dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam
membangun karakter privat dan publik warga negara. Namun, keberadaan dan
keberagaman nilai-nilai luhur budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sampai saat ini
belum optimal dalam menghidupkan/ menggiatkan kembali kesenian tradisional sebagai
usaha membangun karakter warga negara. Salah sasaran untuk melakukan revitalisasi
karakter bangsa dengan mengembangkan dan menggali nilai-nilai budaya lokal melalui
tembang Macapat. Budaya Macapat mengandung nilai-nilai luhur seperti pendidikan dan
pedoman berperilaku. Namun, keagungan budaya Macapat dapat terkikis oleh arus
globalisasi seperti masuk budaya pop yang kurang filter isasi apabila pemerintah dan
masyarakat tidak peduli dalam arti menisbikan dapat menimbulkan orang khususnya
orang Jawa tidak lagi mengenal dan tidak dapat menembangkantembang Macapat
sehingga sedikit demi sedikit akan hilang serta warga negara dapat terpengaruh budaya
barat yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia seperti individualistis,
consumerism, terlalu bebas.
Komunikasi adalah proses interaksi untuk terhubung dari satu pihak kepihak lain yang
awalnya berlangsung sangat sederhana, di mulai dengan ide atau pemikiran abstrak diotak
seorang untuk menemukan data serta menyampaikan informasi yang kemudian dikemas
kedalam bentuk pesan dan kemudian disampaikan langsung atau tidak langsung
mengunakan bahasa dalam bentuk kode visual, kode suara atau tertulis ( Agus 2012 ) .
Efektivitas komunikasi akan menghasilkan proses pertukaran informasi antara unit unit
yang merupakan bagian dari organisasi dan dipengaruhi oleh budays dilingkungan kerja ,
sehingga menghasilkan kerja sama dan perilaku yang berorientasi pada tujuan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Strategi Implementasi Nilai Nilai Budaya Organisasi ?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Komunikasi Dalam Budaya Organisasi ?
C. Tujuan
1. Dapat Mengetahui Apa Yang Di Maksud Dengan Strategi Implementasi Nilai Nilai
Budaya Organisasi
2. Dapat Mengetahui Apa Yang Di Maksud Dengan Komunikasi Dalam Budaya
Organisasi
BAB II

PEMBAHASAN

1. Strategi Implementasi Nilai Nilai Budaya Organisasi


a. Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan serangkaian nilai-nilai dan strategi, gaya kepemimpinan, visi
dan misi serta norma-norma kepercayaan dan pengertian yang dianut oleh anggota organisasi
dan dianggap sebagai kebenaran bagi anggota yang baru yang nantinya akan menjadi sebuah
tuntunan bagi setiap elemen organisasi suatu perusahaan untuk membentuk sikap dan perilaku.
Hakikatnya, budaya organisasi bukan merupakan cara yang mudah untuk memperoleh
keberhasilan, dibutuhkan strategi yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan daya
saing organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah konsep sebagai salah satu kunci
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Menurut Harvey dan Brown (Terjemahan Cahyono dalam Bahan Bacaan Pengantar
ilmu Administrasi Bisnis, 2009:135) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu
sistem nilai dan kepercayaan bersama yang berinteraksi dengan orang-orang, struktur
dan sistem suatu organisasi untuk menghasilkan norma-norma perilaku. Budaya
organisasi merupakan pedoman berperilaku bagi orang-orang dalam perusahaan.
Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang
berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya.
Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu
bila budaya organisasi mendukung strategi organisasi. Budaya organisasi adalah
seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal (Mangkunegaran,
2005:113).
b. Pentingnya Memahami Budaya Organisasi
Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya
organisasi. budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang
menentukan tingkat upaya anggota dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan
organsasi. Budaya orgnisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang
memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan
upaya penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota
organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana bagaimana
mereka harus bertingkah laku. Semua sumber daya manusia harus dapat memahami
dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan
setiap langkah atau pun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat
strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan di mana setiap
kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.
c. Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi
Pentingnya nilai budaya orgnisasi dalam mempengaruhi perilaku dan sikap
individu.dengan demikian indikasi terdapat hubungan antara person-culture fit dengan
tingkat kepuasan kerja, komitmen dan turnover anggota, di mana individu yang sesuai
dengan budaya organisasi cenderung mempunyai kepuasan kerja dan komitmen tinggi
pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk tetap tinggal dan bekerja di
dalam organisasi. Sebaliknya, individu yang tidak sesuai dengan budaya organisasi
cenderung mempunyai kepuasan kerja dan komitmen rendah. Akibatnya,
kecenderungan meninggalkan organisasi tentu saja lebih tinggi (tingkat turnover
karyawan tinggi). Budaya organsiasi secara signifikan mempengaruhi efektivitas
organisasi melalui peningkatan kualitas output dan mengurangi biaya pengadaan
tenaga kerja. Dengan memahami dan menyadari arti penting budaya organisasi bagi
setiap Individu akan mendorong para manajer menciptakan kultur yang menekankan
pada interpersonal relationship (yang lebih menarik bagi anggota) dibandingkan
dengan kultur yang menekankan pada work task. Ada 10 karakteristik kunci yang
merupakan inti budaya organisasi, yakni :
1) Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan
dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-
masing.
2) Group emphasis yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan
dibandingkan kerja individual.
3) People focus yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan
untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi.
4) Unit integration yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan
untuk beroperasi secara terkoordinasi
5) Control yaitu berapa banyak peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan
6) Risk tolerance yaitu besarnya dorongan terhadap anggota untuk menjadi lebih
agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko.
7) Reward criteria yaitu pelaksanaan pemberian imbalan dialokasikan sesuai dengan
kinerja anggota dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor
faktor nonkinerja lainnya.
8) Conflict tolerance yaitu berapa besar anggota didorong untuk bersikap terbuka
terhadap konflik dan kritik.
9) Means-end orientation yaitu seberapa besar manajemen menekankan pada
penyebab atau hasil dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mengembangkan hasil.
10) Open system focus yaitu seberapa besar pengawasan organisasi dan respon yang
diberikan organisasi untuk mengubah lingkungan eksternalnya.
d. Sosialisasi Budaya Organisasi Sebagai Upaya Implementasi Nilai-Nilai Budaya
Organisasi
Budaya organisasi yang homogen dapat diciptakan melalui kegiatan sosialisasi budaya
organisasi. Dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan memanipulasi
budaya/persepsi. Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk pada anggota akan
diarahkan agar memberi pengaruh baik, sehingga tindakan ini diharapkan dapat
menciptakan kondisi yang paling ideal yang harus dilakukan seluruh anggota.
Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses di mana individu ditransformasikan pihak
luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif ,sosialisasi sebagai
suatu aktivitas yang dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan
organisasional maupun individual. Dalam pengertian ini ada dua kepentingan yaitu
kepentingan organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain, di dalam
prosesnya, sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi anggota selain adanya
dukungan organisasi yang bersangkutan. Sosialisasi mencakup kegiatan di mana
anggota mempelajari seluk beluk organisasi serta bagaimana mereka harus berinteraksi
dan berkomunikasi di antara anggota organisasi untuk menjalankan seluruh aktivitas
organisasi. Umumnya, sosialisasi menyangkut dua masalah yaitu masalah makro dan
mikro. Masalah makro berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi anggota, sedangkan
masalah mikro menyangkut kebijakan, struktur dan budaya organisasi. Proses
sosialisasi dibutuhkan anggota untuk menjadikan karyawan sebagai anggota organisasi
yang baik, sehingga anggota tidak merasa asing dengan situasi dan budaya yang telah
ada dalam organisasi. Biasanya, anggota yang baru pertama kalinya bergabung dengan
organisasi (perusahaan) akan merasa asing dan diliputi ketidakmengertian yang
mendalam tentang prosedur-prosedur atau pun kebijakan kebijakan serta nilai-nilai
yang ada dalam organisasi.
2. Komunikasi dalam budaya kerja
Komunikasi Organisasi didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara
unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tersebut. Suatu
organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara
satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan (Pauc dan Faules, 2015:31).
Kebutuhan komunikasi keatas mendorong karyawan untuk bekerja melebihi standar,
untuk melaporkan tugas yang diberikan. Kebutuhan komunikasi kebawah mendorong
karyawan agar dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan mencapai target yang sudah
ditentukan. Kebutuhan komunikasi horizontal, komunikasi selentingan, komunikasi lintas
saluran mendorong karyawan untuk menjalin koneksi, koordinasi dan mampu
bekerjasama antar rekan kerja dibidang lainnya .
Seorang pemimpin dapat diukur kualitas atau kualifikasi kepemimpinannya dari proses
komunikasi yang dilakukannya. Komunikasi organisasi menyampaikan dan menafsirkan
pesan- pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari fakta atau
keterangan- keterangan organisasi. Dengan demikian yang dituntut adalah bagaimana
seseorang baik pimpinan, staf maupun bawahan mampu untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan ide-idenya kepada semua pihak dalam organisasi tersebut. Kalau
diperhatikan dengan seksama bahwa komunikasi organisasi tersebut memiliki karakter
sebagai pengiriman atau pengerahan pesan, penafsiran pesan dan penanganan atau
menindaklanjuti pesan agar kegiatan organisasi dapat dijalankan sesuai dengan pesan
tersebut.
Pentingnya komunikasi dalam organisasi dapat dilihat sebagai berikut:
1. Memunculkan rasa kesetiakawanan antar karyawan/individu.
2. Meningkatkan moral disiplin.
3. Meningkatkan samangat kerja dan belajar.

4. Informasi dan keterangan-keterangan yang dibutuhkan dapat cepat diakses.

5. Meningkatkan tanggung jawab.

6. Menimbulkan toleransi atau saling pengertian.

7. Meningkatkan kerjasama.
Peran komunikasi dalam program budaya kerja adalah sebagai upaya membuka
benteng-benteng birokrasi yang selama ini membuat SDM terkotak-kotak, sehingga
komunikasi menjadi terhambat. Hal itu berakibat penyebaran informasi tidak mencapai
sasaran dan menimbulkan kesulitan dalam upaya partisipasi dan pengambilan keputusan.
Dengan komunikasi yang terbuka, maka jalan menuju kerjasama dan koordinasi dalam
manajemen menjadi lebih mudah, karena setiap orang tidak lagi mementingkan dirinya
sendiri, rasa saling ketergantungan meningkat yang berarti tingkat kepercayaan satu
dengan yang lainnya sangat tinggi (Gering Supriyadi dkk, 2001).

a. Komunikasi dalam Organisasi


Secara umum, jaringan komunikasi dalam organisasi dapat dibedakan atas jaringan
komunikasi formal dan jaringan komunikasi informal (grapevine communication).
1) Komunikasi formal
Komunikasi yang dilakukan melalui struktur organisasi secara hierarkis dan
menggunakan jaringan komunikasi formal, terdiri dari :
a) Komunikasi vertikal dari atas ke bawah (Downward Comunication), yaitu
komunikasi yang menyalurkan informasi dari eselon atas ke eselon bawahnya
atau ke anggota sistem sosial.
Fungsi dari komunikasi ini adalah untuk
 Menjelaskan dan membangun dukungan pelaksanaan visi, misi dan strategi
organisasi.
 Memberi perintah kepada pengikut
 Menjelaskan kebijakan dan pelaksanannya
 Memberikan balikan (feedback)
b) Komunikasi vertikal dari bawah ke atas (Upward Comunication), yaitu
komunikasi yang menyalurkan informasi dari anggota organisasi atau eselon
bawah ke eselon atasannya.
Komunikasi vertikal berfungsi untuk:
 Mengumpulkan Informasi yang berharga.
 Memberikan kesempatan kepada para pengikut untuk mengemukakan
keluhan dan mengajukan pertanyaan.
 Memperoleh balikan
 Mengemukakan problem pelaksanaan tugas
c) Komunikasi horizontal, yaitu komunikasi yang menyalurkan informasi dari unit
kerja yang eselonnya sama.
Komunikasi horizontal berfungsi untuk :
 Mengkoordinasikan aktivitas
 Berbagai informasi
 Memecahkan problem dan konflik
 Mengembangkan kerjasama dan saling mengerti
2) Komunikasi Informal
Komunikasi yang berlangsung tidak melalui struktur hierarki organisasi formal
dan tidak menggunakan cannel yang telah ditetapkan secara formal. Informasi
yang disalurkan melalui komunikasi informasi antara lain gosip, rumor, desas,
desus, atau informasi yang tidak mungkin diperoleh oleh anggota organisasi
melalui komunikasi foral. Hodgetts & Dovel (dalam Wirawan 2015:130),
komunikasi informal mempergunakan 4 pola jaringan seperti
a) Single.
Pada jaringan ini setiap orang hama menerima informasi dari satu sumber
informasi dan informasi disampaikan secara berantai kepada seorang lainnya.
b) Gosif (gosip)
Pada jaringan gosip informasi berasa dari satu orang dan disebarkan oleh
orang tersebut kepada orang-orang lainnya. Sumber informasi merupakan
orang terpenting dalam jaringan karena tanpa dia informasi tak mungkin
menyebar.
c) Probability (kemungkinan).
Dalam jaringan ini informasi menyebar secara random Penerima informasi
kemudian akan menyebarkan informasi lebih lanjut juga secara random. Jadi
sejumlah orang menerima informasi sedangkan yang lainnya tidak menerima
informasi.
d) Cluster (random).
Informasi menyebar dari satu sumber informasi. Individu yang tidak harus
menerima informasi tidak menerima informasi. Individu yang menerima
informasi dan menyehatkannya kepada individu lain yang tidak berhak akan
dikeluarkan dari tandan dan tidak akan menerima informasi lagi di kemudian
hari.
Adapun bentuk komunikasi menurut Poppy Ruliana (2014:94) adalah komunikasi internal
dalam sebuah organisasi itu ditunjang dalam beberapa bentuk komunikasi antara lain,
yakni komunikasi vertikal, horizontal dan diagonal. lebih jelasnya, ketiga bentuk
komunikasi internal itu dibahas di sini
a. Komunikasi Vertikal
komunikasi vertikal adalah komunikasi yang berlangsung dari atas ke bawah
(downward communication) dan dari bawah ke atas (upward communication) atas
komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal
balik.
b. Komunikasi Horizontal
komunikasi horizontal adalah tindakan komunikasi yang berlangsung diantara para
karyawan atau bagian yang memiliki kedudukan yang setara.
c. Komunikasi Diagonal.
Komunikasi diagonal lintas-saluran (cross communication) adalah komunikasi antara
pimpinan seksi dengan karyawan seksi lain. spesialis karyawan biasanya paling
efektif dalam komunikasi lintas-saluran karena biasanya tanggung jawab mereka
muncul di beberapa rantai otoritas perintah dan jaringan yang berhubungan dengan
jabatan

Komunikasi dapat berhasil bila muncul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak
dapat memahami informasi yang dimaksud, dan komunikasi yang baik adalah
komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif terjadi tidak hanya ketika seseorang
mengaitkan arti tertentu terhadap perilaku orang lain, tetapi juga pada persepsi atau
pandangan yang sesuai dengan maksud pemberi pesan atau informasi. Caranya adalah
dengan menghindarkan pesan yang tidak jelas serta meningkatkan umpan balik. Karena
dengan adanya umpan balik, situasi atau komunikasi yang tidak menentu ataupun tidak
jelas akan bisa dikurangi, serta tidak menimbulkan tanda tanya antara komunikator dan
komunikan. Dengan umpan balik juga akan tercipta komunikasi timbal balik dan tidak
akan terjadi salah arti atau salah tafsir. Apabila komunikasi telah berjalan dengan efektif,
diharapkan tercipta lingkungan yang mendukung agar nilai-nilai luhur dapat
teraktualisasi dalam sikap dan perilaku organisasi, sehingga pelaksanaan budaya kerja
organisasi dapat berhasil.
3. Budaya Kerja
Budaya kerja identik dengan studi individu dan kelompok dalam sebuah organisasi.
Interaksi orang dalam sebuah organisasi menggambarkan budaya pada organisasi
tersebut. Budaya kerja yang kuat mendukung tujuan- tujuan perusahaan, sebaliknya yang
lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan- tujuan perusahaan.
Robbins dan Judge (2015: 520) menegaskan “Budaya kerja adalah sistem makna
bersama yang diselenggarakan oleh anggota yang membedakan satu organisasi dengan
organisasi lain”.
Edy Sutrisno (2014: 2), mendefinisikan Budaya kerja sebagai perangkat sistem nilai-
nilai (values), keyakinan- keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-
norma yang telah lama berlaku, disepakati san diikuti oleh para anggota suatu organisasi
sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah- masalah organisasinya. Budaya kerja
juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai- nilai atau norma- norma yang
telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan)
sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah- masalah organisasi (perusahaan).
Robbins & Coulter (2015: 63) mengemukakan bahwa “Budaya kerja atau
organizational culture adalah sehimpunan nilai, prinsip, tradisi dan cara bekerja yang
dianut bersama oleh dan memengaruhi perilaku serta tindakan para anggota organisasi”.
Dalam kebanyakan organisasi, nilai - nilai dan praktik- praktik yang dianut bersama
(shared) ini telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman dan benar-benar
sangat memengaruhi bagaimana sebuah organisasi dijalankan.
Sementara menurut Mas’ud dalam penelitian oleh Kartiningsih (2017:37) Budaya
kerja adalah sistem makna, nilai- nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu
organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu
dengan organisasi lain. Budaya kerja menjadi identitas atau karakter utama organisasi
yang dipelihara dan dipertahankan.
Mas’ud juga menyatakan bahwa suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang
bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu karyawan untuk melakukan
pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap karyawan pada awal karirnya perlu memahami
budaya dan bagaimana budaya tersebut terimplementasikan. Budaya yang kuat dan positif
sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektifitas kinerja perusahaan karena
menimbulkan antara lain:
a. Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi, menjiwai
para anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak;
b. Perilaku karyawan secara tak disadari terkendali dan terkoordinasi oleh kekuatan
yang informal atau tidak tampak;
c. Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi
d. Adanya musyawarah dan kebersamaan dalam hal-hal yang berarti sebagai bentuk
partisipasi, pengakuan dan penghormatan kepada karyawan;
e. Semua kegiatan berorientasi kepada misi atau tujuan organisasi;
f. Para karyawan merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan
kontribusinya;
g. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan kegiatan-kegiatan
perusahaan;
h. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam 3 (tiga) aspek: pengarahan perilaku dan
kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota organisasi, dan kekuatannya
yaitu menekan para anggota untuk melaksanakan nilai-nilai budaya;
i. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.
Soehardi Sigit dalam Abdullah (2014:155) mengungkapkan dan menerangkan bahwa
Budaya kerja dikatakan kuat, jika nilai- nilai budaya itu disadari, dipahami dan diikuti,
serta dilaksanakan oleh sebagian besar para anggota organisasi. Adapun tanda -tanda
bahwa suatu budaya itu kuat adalah sebagai berikut:
a. Nilai-nilai budaya saling menjalin, tersosialisasikan dan menginternalisasi pada para
anggota;
b. Perilaku anggota (karyawan) terkendalikan dan terkoordinasikan oleh kekuatan yang
tak tampak (invisible) atau informal;
c. Para anggota (karyawan) merasa committed dan loyal pada organisasi;
d. Ada partisipasi para karyawan pada organisasi;
e. Semua kegiatan berorientasi pada misi dan tujuan;
f. Ada ‘shared meaning’ atau kebersamaan mengenai sesuatu yang dipandang berarti
bagi para karyawan;
g. Para anggota karyawan tahu apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan;
h. Ada perasaan rewarding pada anggota (karyawan), karena diakui dan dihargai
martabat dan kontribusinya;
i. Budaya yang berlaku sesuai dengan strategi dan menopang tujuan organisasi
Budaya Kuat Versus Budaya Lemah

Budaya Kuat Budaya Lemah


Nilai- nilai diterima secara luas Nilai- nilai hanya dianut oleh segolongan
orang saja di dalam organisasi biasanya
kalangan manajemen puncak.
Budaya memberikan pesan yang Budaya memberikan pesan yang saling
konsisten kepada karyawan mengenai apa bertolak- belakang mengenai apa yang
yang dipandang berharga dan penting. dipandang berharga dan penting.
Para karyawan sangat mengidentikkan Para karyawan tidak begitu peduli
jati diri mereka dengan Budaya kerja. dengan identitas Budaya kerja mereka.
Terdapat kaitan yang erat di antara Tidak ada kaitan yang kuat antara nilai-
penerimaan nilai- nilai dan perilaku para nilai dan perilaku para anggota
anggota organisasi. organisasi.

a. Fungsi Budaya Kerja


Sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota organisasi, budaya kerja
memiliki manfaat dan fungsi yang berguna bagi organisasi.
Dari sisi fungsi, Budaya kerja mempunyai beberapa fungsi. Fungsi Budaya kerja
menurut Robbins (2015: 214) adalah sebagai berikut:
1) Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain;
2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota - anggota organisasi;
3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang;
4) Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar- standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan;
5) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Sedangkan menurut Sunarto (2014: 8-9), Budaya kerja mempunyai beberapa fungsi
antara lain:
1) Budaya kerja berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi, terutama
pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari dalam maupun dari luar
akibat adanya perubahan;
2) Budaya kerja merupakan alat untuk menyatukan beragam sifat, karakter, bakat
dan kemampuan yang ada di dalam organisasi;
3) Budaya kerja merupakan salah satu identitas organisasi, artinya perusahaan
memiliki identitas sebagai perusahaan yang mengutamakan ketepatan dan
kecepatan;
4) Budaya kerja berfungsi sebagai suntikan energi untuk mencapai kinerja yang
tinggi;
5) Budaya kerja merupakan representasi dari ciri kualitas yang berlaku dalam
organisasi tersebut;
6) Budaya kerja merupakan pemberi semangat bagi para anggota organisasi;
7) Organsiasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat juga bagi para
anggotanya;
8) Adanya perubahan di dalam suatu organisasi akan membawa pandangan baru
tentang kepemimpinan. Seorang pemimpin akan dikatakan berhasil apabila dapat
membawa anggotanya keluar dari krisis akibat perubahan yang terjadi.
Keberhasilan pemimpin disebabkan karena ia memiliki visi dan misi yang kuat;
9) Salah satu fungsi Budaya kerja adalah untuk meningkatkan nilai dari stakeholder
nya, yaitu anggota organisasi, pelanggan, pemasok dan pihak pihak lain yang
berhubungan dengan organisasi.

b. Dimensi Budaya kerja


Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Untuk itu, di dalam
pengukuran budaya perusahaan atau organisasi diperlukan dimensi yang merupakan
karakteristik dasar Budaya kerja sebagai wujud nyata keberadaanya. Berikut adalah
dimensi Budaya kerja yang dikemukakan oleh Robbins & Coulter dalam Ardana
(2014: 167):
1) Inovasi dan pengambilan risiko, yaitu kadar seberapa jauh karyawan didorong
untuk inovatif dan mengambil risiko;
2) Perhatian ke hal yang rinci atau detail, yaitu kadar seberapa jauh karyawan
diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis dan perhatian yang
rinci/detail;
3) Orientasi hasil, yaitu kadar seberapa jauh pimpinan berfokus pada hasil atau
output dan bukannya pada cara mencapai hasil itu;
4) Orientasi orang, yaitu kadar seberapa jauh keputusan manajemen turut
memengaruhi orang- orang yang ada dalam organisasi;
5) Orientasi tim, yaitu kadar seberapa jauh pekerjaan disusun berdasarkan tim dan
bukannya perorangan;
6) Keagresifan, yaitu kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing, bukannya
daripada bekerja sama;
7) Kemantapan/stabilitas, yaitu kadar seberapa jauh keputusan dan tindakan
organisasi menekankan usaha untuk mempertahankan status quo.

c. Karakteristik Budaya kerja


Budaya kerja memiliki karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Karakteristik tersebut secara keseluruhan merupakan hakikat budaya. Menurut
Robbins (2015:10) ada 10 (sepuluh) karakteristik Budaya kerja, yaitu:
1) Inisiatif individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau
independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu
organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan daya organisasi.
2) Toleransi Terhadap Tindakan Berisiko.
Dalam Budaya kerja perlu ditekankan sejauh mana para karyawan dianjurkan
untuk dapat bertindak agresif, inovatif danmengambil risiko. Suatu Budaya kerja
dikatakan baik apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/ para
karyawan untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi
serta berani mengambil risiko terhadap apa yang dilakukannya.
3) Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan dengan
jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelass
tercantum dalam visi, misi dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh
terhadap kinerja organisasi.
4) Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi dapat mendorong unit-unit
organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit- unit
organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
dihasilkan.
5) Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan
komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap
bawahan.Perhatian manajemen terhadap karyawan sangat membantu kelancaran
kinerja suatu organisasi.
6) Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu organisai. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan dan
tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan
mengendalikan perilaku karyawan dalam suatu organisasi.
7) Identitas
Yang dimaksudkan sejauh mana para karyawan dalam suatu organisasi dapat
mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dan bukan sebagai kelompok
kerja tertentu. Identitas diri sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan
dan sasaran organisasi.
8) Sistem Imbalan
Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji,
promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja karyawan, bukan senioritas
atau pilih kasih.
9) Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana para karyawan disorong untuk mengemukakan konflik dan kritik
secara terbuka. Perbedaan pendapat atau kritik merupakan fenomena yang sering
terjadi namun bisa dijadikan sebagai media untukmelakukan perbaikan atau
perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
10) Pola Komunikasi
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-
kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi
antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan
tingkat upaya anggota dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organsasi.
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya,
karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah atau pun kegiatan yang
dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan
implementasi perencanaan di mana setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya
organisasi.
Sosialisasi budaya organisasi sebagai upaya implementasi nilai-nilai budaya organisasi.
Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk pada anggota akan diarahkan agar
memberi pengaruh baik, sehingga tindakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi
yang paling ideal yang harus dilakukan seluruh anggota. Sosialisasi dapat diartikan
sebagai proses di mana individu ditransformasikan pihak luar untuk berpartisipasi sebagai
anggota organisasi yang efektif ,sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh
organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional maupun individual.
Budaya kerja identik dengan studi individu dan kelompok dalam sebuah organisasi.
Interaksi orang dalam sebuah organisasi menggambarkan budaya pada organisasi tersebut
Budaya kerja yang kuat mendukung tujuan- tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah
atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan- tujuan perusahaan.
Komunikasi dapat berhasil bila muncul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak
dapat memahami informasi yang dimaksud, dan komunikasi yang baik adalah komunikasi
yang efektif
DAFTAR PUSTAKA

Dwihartanti, M. (2001). Komunikasi dan Penerapan Budaya Kerja Organisasi.

Sampurno, A. H., Junani, B. L., Rambe, D. P., Pramono, R., & Purba, S. L. B. (2022).
Strategi Implementasi Nilai Bilai Budaya Organisasi (Studi Kasus di MIS Nurus
Salam Kec. Deli Tua Kab. Deli Serdang). Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 13437-
13443.

ZEIN, B. R. F. (2019). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi, Dan Budaya Kerja


Terhadap Komitmen Pegawai Dan Dampaknya Pada Kinerja (Sensus Pada Pegawai
Negeri Sipil Eselon Iii Di Lingkungan Dinas Pemerintah Kab. Tasikmalaya)
(Doctoral dissertation, Universitas Siliwangi).

Anda mungkin juga menyukai