Anda di halaman 1dari 1

Tiga Tata Cara Menjalin

Akhlak dengan Allah


Dalam QS. An-Nur ayat 51 diterangkan bahwa akhlak seorang hamba kepada Allah
SWT berkaitan erat dengan kuatnya keimanan. Semakin ia berakhlak, semakin
keimanannya kepada Allah pun kuat. Inilah salah satu ciri seorang hamba yang
beriman yang berakhlak di sisi-Nya. Menurut Ali Yusuf, ada tiga hal yang paling utama
sebagai bentuk akhlak terhadap Allah.

Pertama, takwa (QS. Ali Imran: 102). Takwa merupakan rasa takut kepada Allah
sehingga mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Beberapa kali dalam Al
Quran, Allah menyeru dengan kalimat perintah, ittaqu-Llah. Selain mengajukan
perintah, Allah juga meminta untuk menjalankan takwa semampunya.

“Artinya kita ada usaha untuk bertakwa tetapi takwa itu ya semampunya. Mungkin ada
takwanya level Nabi, level sahabat, atau takwa yang satu dengan takwa yang lainnya
akan berbeda itu tidak mengapa karena memang kemampuannya di situ,” ucap Ali
dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (28/12).

Seseorang yang bertakwa maka berhak baginya mendapatkan beberapa keistimewaan


dari Allah, di antaranya: memperoleh sikap furqan (QS. Al Anfal: 29), limpahan berkah
(QS. Al A’raf: 96), jalan keluar dari kesulitan (QS. Ath Thalaq: 2), rizki tanpa diduga
(QS. Ath Thalaq: 3), dan ampunan dosa (QS. Ath Thalaq: 5).

“Allah sebenarnya tidak butuh kita tapi kita yang butuh Allah, jadi kita harus selalu
mendekat kepada Allah agar Allah juga dekat. Jadi contoh berakhlak kepada Allah
diwujudkan dalam bentuk takwa,” tutur Ali.

Kedua, cinta dan ridha. Cinta merupakan kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan
hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya
dengan sepenuh hati dan rasa kasih sayang (QS. Al Baqarah: 165). Cinta juga
bersumber dari iman (QS. Al Anfal: 2). Konsekuensi cinta kepada Allah adalah dengan
mengikuti seluruh rangkaian ajaran Islam yang dibawa Rasul-Nya (QS. Ali Imran: 31).
Sementara ridha ialah menerima dengan sepenuh hati segala aturan dan keputusan
dari Allah dan Rasul-Nya tanpa penolakan sedikitpun.

“Jadi kalau orang mengatakan cinta kepada Allah, belum ada wujudnya, belum disebut
cinta. Kemudian juga nanti indikatornya orang cinta kepada Allah contoh tadi salat,
maka salatnya harus mengikuti cara Rasullullah. Dan harus sesuai dengan aturan dari
Rasulullah. Itulah konsekuensi dari cinta,” terang Ali.

Ketiga, tawakal. Menurut Ali, tawakal ialah membebaskan hati dari segala
ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan segala keputusannya kepada
Allah. Namun konsepsi tawakal tidaklah sama dengan predistinasi. Dalam Islam,
tawakal tidak bersifat pasif melainkan aktif. Artinya, memasrahkan secara totalitas
kepada ketetapan Allah, namun disertai dengan usaha yang maksimal. Misalnya,
belajar dengan giat sambil memasrahkan segala hasilnya kepada Allah.

“Tawakal itu maknanya aktif bukan pasif. Artinya kita juga harus ikut berperan bukan
mempasrahkan totalitas tanpa berusaha, bukan itu konsepnya. Karena nanti banyak
dalil-dalil yang menunjukkan bahwa tawakal itu sikap aktif,” ucap dosen Pendidikan
Ulama Tarjih Muhammadiyah ini.

Anda mungkin juga menyukai