Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

DM

DISUSUN OLEH :

DEVI RISKIYAH

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PAJARAKAN – PROBOLINGGO

2021-2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP

Nama : DEVI RISKIYAH

NIM :

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Semester : V (Lima)

Laporan pendahuluan disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa

DEVI RISKIYAH

Pembimbing Praktik/CI Pembimbing Akademik

. .

Mengetahui,
Kepala Ruangan

.
LEMBAR KONSULTASI
A. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas memeliki fungsi pencernaan dan hormonal. Salah satu bagian
dari prankeas adalah prankeas eksokrin, mengeluarkan enzim pencernaan.
Bagian lain dari prankeas yaitu prankeas endokrin, mengeluarkan hormone
yang disebut insulin dan glucagon. Hormon-hormon ini mengatur kadar
glukosa dalam darah (Nugrahaeni.2020)

Pankreas dibagi menurut bentuknya :


1. Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga abdomen,
masuk lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
2. Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung
dan di depan vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai menyentuh
pada limpa (lien)
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik &
Stozer, 2015) :
1. Sel Alfa untuk sekresi glukagon
2. Sel Beta untuk sekresi insulin
3. Sel Delta untuk sekresi somatostatin
4. Sel Pankreatik
Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon
yang lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi
gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan
arah dengan efek gula darah pada sel beta. Kadar gula darah akan
dipertahankan pada nilai normal oleh peran antagonis hormon insulin dan
glucagon.

A. DEFINISI
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan metabolik yang
ditandai dengan kenaikan kadar gula darah akibat adanya kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (Gustaviani, 2006 dalam
(PH,Livana.dkk.2018).
Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis, merupakan salah satu
penyakit yang ditandai dengan tingginya nilai glukosa dalam darah. Diabetes
mellitus disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein, serta ketidakcukupan insulin yang dibutuhkan oleh tubuh. Banyak
faktor yang menyebabkan penyakit ini, diantaranya berupa pola makan,
obesitas (kegemukan), faktor genetis, bahan-bahan kimia dan obat-obatan,
penyakit dan infeksi pada pankreas, dan kehamilan (Stevani, 2016 dalam
kurnia.2020).
Penyakit diabetes mellitus atau “kencing manis” merupakan salah satu
penyakit yang prevalensinya kian meningkat. Diabetes mellitus merupakan
kelainan pengolahan karbohidrat dalam tubuh yang disebabkan kurangnya
hormon insulin, sehingga karbohidrat tidak dapat dipergunakan oleh sel untuk
diubah menjadi tenaga. Akibatnya, karbohidrat yang ada didalam tubuh dalam
bentuk glukosa akan tertunpuk dalam darah sehingga terjadi peningkatan
glukosa dalam darah (darcey.2012. dalam putra agung.2020).
Diabetes menurut American Diabetes Association (ADA) suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (tingginya kadar gula
darah) yang terjadi karena kelainan sekresi (pengeluaran) insulin, kerja insulin
atau keduanya (Chalid 2018) dalam jurnal (Ririn Dwi Saputri 2020).
Diabetes mellitus (DM) atau yang sering dikenal dengan istilah “kencing
manis” merupakan gangguan metabolisme dimana kadar glukosa di dalam
darah tinggi yang disebabkan tubuh tidak dapat memproduksi hormon insulin
(American Diabetes Association.2012 dalam Wati Yesi.2020).
Kesimpulannya adalah diabetes militus adalah penyakit metobolik yang
ditandai dengan tingginya glukosa dalam darah karena produksi hormone
insulin menurun atau bahkan tidak dapat memproduksi insulin.
Klasifikasi diabetes
1. Diabetes militus 1
Pada Diabetes Melitus tipe I, pankreas kurang atau tidak memproduksi
insulin, karena terjadi masalah gentik, virus atau autoimun. Diabetes
Mellitus tipe I disebabkan oleh faktor genetika, faktor imunologik, dan
faktor lingkungan (Sari, 2016). Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi
pada orang yang usianya lebih muda, meskipun dapat juga terjadi pada
orang dewasa. Pada kondisi seperti ini, penderita akan selalu memerlukan
suntikan insulin ke tubuhnya (Faidal AN, Santika YDP.2020).
2. Diabetes militus 2
Diabetes Mellitus tipe II terjadi karena kombinasi kecacatan dalam
produksi insulin dan resistensi terhadap insuliun atau berkurangnya
sensitivitas terhadap insulin. Sistem pankreas tetap menghasilkan insulin
walaupun kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh
membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan
insulin relative (Faidal AN, Santika YDP.2020).
3. Diabetes Gestasional
Kasus ini terjadi pada 2% sampai 5% dari semua kehamilan, tetapi
biasanya akan menghilang ketika kehamilan berakhir. Wanita hamil
memiliki cukup insulin, tetapi efek insulin sebagian diblokir oleh berbagai
hormon lain yang diproduksi di plasenta. Kondisi ini disebut resistensi
insulin. (Handani Sri.2020 ).
4. Diabetes tipe lainnya
 Terjadi karena kelainan kromosom dan mitokondria DNA
 Disebabkan karena infeksi dari rubella congenital dan
cytomegalovirus
 Penyakit eksokrin pancreas (fibrosis kistik, pankreatitis)
 Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya penggunaan
glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)
 Disebabkan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM3
(Febrinasari RP.Dkk.2020)

B. ETIOLOGI
a. Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi oleh proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destruksi sel beta pankreas.
Faktor lingkungan diyakini memicu perkembangan DM tipe I.
Pemicu tersebut dapat berupa infeksi virus (campak, rubela, atau
koksakievirus B4) atau bahkan kimia beracun, misalnya yang dijumpai
di daging asap dan awetan. Akibat pajanan terhadap virus atau bahan
kimia, respon autoimun tidak normal terjadi ketika antibody merespon
sel beta islet normal seakan-akan zat asing sehingga akan
menghancurkannya (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).

b. Diabetes mellitus tipe 2 yang tidak tergantung dengan insulin


Penyebab umum Diabetes Mellitus tipe dua seperti usia, aktifitas fisik,
terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup,
adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan,
riwayat ketidak normalan glukosa dan kelainan lainnya (Morton et al,
2012 dalam isnain.2018).
Menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019 etiologi dari dibetes
tipe 2 ini adalah
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas,
penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan
metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe
II yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi.

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang biasanya dialami penderita diabetes adalah
1. Mudah merasa lapar (Faida, Santika.2020) ini terjadi karena glukosa
keluar bersama urine yang menyebabkan klien akan mengalami
keseimbangan protein negatife dan berat badan menurun (Hartono
Dodik. 2019)
2. Banyak minum karena dehidrasi akibat sering buang air kecil
3. Sering buang air kecil (Faida, Santika.2020)
4. Sering sekali untuk tidur atau sering merasa kantuk. Namun, anak
muda yang sering merasakan kantuk atau suka sekali dengan tidur,
tidak selalu terserang dengan tanda-tanda Diabetes Melitus. Mereka
bisa saja terkena pe-nyakit kurang darah atau anemia. (Faida,
Santika.2020)
5. Sering mudah lelah dan mengantuk disebabkan karena kurangnya atau
hilangnya protein dan tubuh dan juga kurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. (Hartono Dodik. 2019 )
Menurut Handani Sri.2020 gejala yang ditimbulkan adalah
a. Rasa haus meningkat
b. Sering buang air kecil
c. Nafsu makan bertambah
d. Penurunan berat badan
e. Kelebihan berat badan
f. Gangguan penglihatan
g. Kelelahan
h. Infeksi kulit
i. Gatal-gatal pada kulit
j. Riwayat keluarga penderita diabetes
k. Kesemutan
l. Proses penyembuhan luka lama/sulit
m. Riwayat keluarga penderita diabetes selama kehamilan
n. Insomnia
o. Kulit kering
p. Sakit dan nyeri
q. Tekanan darah tinggi
D. PATOFISIOLOGI
A. DM tipe 1
DM tipe 1 atau biasa disebut dengan diabetes melitus yang
tergantung insulin (IDDM). Pada IDDM terdapat kekurangan insulin
absolut sehingga pada pasien IDDM membutuhkan suplai insulin dari luar.
Keadaan ini disebabkan karena sel beta pancreas mengalami lesi akibat
dari mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi
virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan ditemukan
autoantibodi terhadap jaringan pulau yaitu ICCA (Islet Cell Cytoplasmic
Antibodies) dan autoantibodi insulin (IAA). ICCA pada beberapa kasus
dapat dideteksi selama bertahun-tahun sebelum onset penyakit. Ketika sel
beta mati, maka ICCA akan menghilang kembali. Sekitar 80% pasien
membentuk antibodi terhadap glutamat dekarboksilase yang diekspresikan
di sel beta. IDDM lebih sering terjadi pada pembawa antigen HLA tertentu
(HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini menunjukkan terdapat faktor
predisposisi genetik (Silbernagl dan Lang, 2014).
B. DM tipe 2
DM tipe 2 atau bisa disebut juga dengan diabetes melitus yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). NIDDM merupakan diabetes yang paling
sering terjadi dan terdapat defisiensi insulin relatif. Pelepasan insulin dapat
normal atau bahkan biasanya meningkat, tetapi organ target memiliki
sensitivitas yang berkurang terhadap insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).
Pasien NIDDM biasanya memiliki berat badan berlebih yang terjadi
karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan
aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan tersebut
meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah yang selanjutnya
akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak.
Akibatnya, akan terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk
meningkatkan pelepasan insulin. Karena menurunnya regulasi pada
reseptor, resistensi insulin akan semakin meningkat.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

Patofisiologi DM juga di kemukakan Devi Darliana 2017 oleh Sebagian


besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek
utama akibat kurangnya insulin berikut: (Devi Darliana 2017)
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel–sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Defisiensi insulin membuat
seseorang tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia berat yang
melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160–
180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus–tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Adanya glukosa yang keluar
bersama urine akan menyebabkan pasien mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi.
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien
menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf
perifer, Hal ini akan memudahkan terjadinya gangren. (Devi Darliana
2017)

PATHWAY
DM TIPE 1 DM TIPE 2 DM LAIN

Reaksi auto usia, genetik penyakit


Imun pola makan,dll prankeas

sel β prankeas jumlah sel β pran- sekresi insulin


hancur keas menurun menurun

DIABETES MILITUS

Hiperglikemia tubuh gagal meregulasi

Ketidak-
stabilan
Glukosuria peningkatan gula jumlah glukosa kadar
glukosa
Darah kronik dalam sel darah
Diuresis
Osmotic G3 fungsi imun impuls ke otak
Poliuria infeksi, G3 penyem rangsangan

G3 elimi Buhan luka lapar


nasi urin Dehidrasi ektra
G3 integri
Dan intra selular nekrosis tas kulit polipagia

Polidpsia pembedaha BB turun


amputasi

Hipovo Defisit
nyeri nutrisi
lemia Intoleransi
aktifitas defisit ATP

penurunan masa otot pembongkaran glikogen ATP diambil


dan kelemahan oleh sel otot Dari lemak dan otot

keletihan

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa
- Glukosa darah sewaktu adalah hasil pengukiran yang dilakukan
seketika itu tanpa puasa terlebih dahulu
- Glukosa darah puasa adalah dilakukan setelah melakukan puasa
selama 10-12 jam dan normalnya kadar glukosa dalam darah setelah
puasa adalah 70-110
Tabel interpretasi kadar gula darah (mg/dl)

Kadar dalam (mg/dl) Bukan DM Pre-diabetes DM

Kadar gula darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 >200


Darah kapiler <90 90-199 >200

Kadar gula darah puasa

Plasma vena <110 110-125 >126

Darah kapiler <90 90-109 >110

b. Tes toleransi glukosa oral ( TTGO)


Test ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti,
namun tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan manifestasi klinis
diabetes dan hiperglikemia. Cara pemeriksaannya:
- tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa.
- kegiatan jasmani cukup.
- pasien puasa selama 10-12 jam.
- periksa kadar glukosa darah puasa.
- berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit.
- periksa kadar glukosa darah saat ½, 1 dan 2 jam setelah diberi glukosa
- saat pemeriksaan, pasien harus istirahat dan tidak boleh merokok Pada
keadaan sehat, kadar glukosa puasa individu yang dirawat jalan dengan
toleransi glukosa normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah pemberian
glukosa, kadar glukosa akan meningkat, namun akan kembali ke
keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum yang <200
mg/dl setelah ½ , 1 dan 1 ½ jam setelah pemberian glukosa, dan <140
mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan sebagai
nilai TTGO normal.
c. Test Benedict
Test benedict dilakukan dengan menggunakan reagen Benedict dan urin
sebagai spesimen Cara kerja:
1. Masukkan 1-2 ml urin spesimen ke dalam tabung reaksi .
2. Masukkan 1 ml reagen Benedict ke dalam urin tersebut, lalu dikocok .
3. Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit .
4. Perhatikan jika adanya perubahan wama
Tes ini lebih ditujukan ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada.
keadaan DM, kadar glukosa darah tinggi, sehingga dapat merusak
kapiler dan glomerulus ginjal, sehingga pada akhirnya ginjal
mengalami "kebocoran" dan dapat berakibat terjadinya Renal Failure
(gagal ginjal). Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya penanganan
yang benar untuk mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi,
maka akan terjadi komplikasi sistemik yang pada akhirnya
menyebabkan kematian karena gagal ginjal kronik.
Hasil test benedict :
Interpretasi:
 0 = berwarna biru. Negatif, tidak ada glukosa, bukan DM
 +1 = berwarna hijau. Ada sedikit glukosa, belum pasti DM, atau
DM stadium dini/awal
 +2 = Berwarna kuning/orange muda. Ada glukosa, jika
pemeriksaan kadar glukosa darah mendukung/sinergis maka
termasuk DM
 +3= berwarna orange tua.. glukosa, positif Dm
 +4 = berwarna merah pekat. Banyak glukosa, DM kronik
d. Rothera Test
pada test ini yang digunakan adalah reagen rothera agents dan amonium
hidroksida pekat yang akan dicampurkan dengan urin sebagai spesimen.
Test ini ditujukan untuk mendeteksi adanya aseton dan asetat dalam urin,
yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat
diabetes melitus kronik yang tidak ditangani. Zat-zat tersebut terbentuk
dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak
dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan diabetes melitus,
sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk
menghasilkan energi. Zat awal dari aseton dan asam asetat tersebut adalah
Trigiseric Acid (TGA) yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.
Cara kerja :
1. Masukkan 5 ml urin ke dalan tabung reaksi.
2. Masukkan 1 gram reagent Rothera dan kocok hingga larut.
3. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu masukkan amonium
hidroksida secara perlahan-lahan melalui dinding tabung .
4. Taruh tabung dalam keadaan tegak.
5. Baca hasil setelah 3 menit .
6. Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan
menandakan adanya zat-zat keton.
F. PENATALAKSANAAN
Empat pilar penatalaksanaan diabetes yaitu edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani, dan terapi farmakologi (Perkeni, 2006 dalam Graceistin
Ruben dkk,2016 dalam hartono dodik.2019).
Menurut Febrinasari RP.Dkk.2020 pengendalian atau penatalaksanaan
untuk pasien diabetes militus sebegai berikut:
1. Pengaturan makan Pengaturan makan atau diet pada penderita DM
prinsipnya hampir sama dengan pengaturan makanan pada masyarakat
umumnya yaitu dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan kalori
serta gizi yang seimbang. Penderita DM ditekankan pada pengaturan
dalam 3 J yakni keteraturan jadwal makan, jenis makan, dan jumlah
kandungan kalori. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari
karbohidrat yang tidak lebih dari 45-65% dari jumlah total asupan
energi yang dibutuhkan, lemak yang dianjurkan 20-25% kkal dari
asupan energi, protein 10-20% kkal dari asupan energi.
2. Olahraga
Olahraga atau latihan jasmani seharusnya dilakukan secara rutin yaitu
sebanyak 3-5 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit
dengan jeda latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan
sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam olahraga
meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Olahraga selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan guna
untuk memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat mengedalikan
kadar gula darah sehingga dapat menurunkan kadar HbA1c. Jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang merupakan latihan yang
bersifat aerobic dan latihan ini merupakan latihan yang sangat
dianjurkan bagi pasien DM ( Sari N, Purnama A. 2019 ). Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi perlu
dibatasi atau jangan terlalu lama. Apabila kadar gula darah <100
mg/dl maka pasien DM dianjurkan untuk makan terlebih dahulu, dan
jika kadar gula darah > 250 mg/dl maka latihan harus ditunda terlebih
dahulu. Kegiatan fisik sehari-hari bukan dikatakan sebagai latihan
jasmani.
3. Pengobatan
Pengobatan pada penderita DM diberikan sebagai tambahan jika
pengaturan diet serta olahraga belum dapat mengendalikan gula darah.
Pengobatan disini berupa pemberian obat hiperglikemi oral (OHO)
atau injeksi insulin. Dosis pengobatan ditentukan oleh dokter.
4. Pemeriksaan gula darah
Pemeriksaan gula darah digunakan untuk memantau kadar gula darah.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kadar gula darah
puasa dan glukosa 2 jam setelah makan yang bertujuan untuk
mengetahui keberhasilan terapi yang telah dilakukan seperti di atas.
Selain itu pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi disertai
dengan kadar gula yang terkontrol maka pemeriksaan tes hemoglobin
terglikosilasi (HbA1C) bisa dilakukan minimal 1 tahun 2 kali. Selain
itu pasien DM juga dapat melakukan pemeriksaan gula darah mandiri
(PGDM) dengan menggunakan alat yang sederhana serta mudah untuk
digunakan (glukometer).
Menurut Devi Darliana 2017 Penatalaksanaan DM dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita DM. Periode
penatalaksanaan DM yaitu:
1. Jangka pendek, pada masa ini penatalaksanaan bertujuan untuk
menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang, bertujuan untuk mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir
adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Tujuan tersebut dapat
dicapai dengan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan
dan lipid profile, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Pilar
Penatalaksanaan DM ada 4 yaitu:
1. Edukasi,
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan
dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal,
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan pasien
diabetes.
2. Pola makan
Terapi gizi medis, keberhasilan terapi gizi medis (TGM) dapat dicapai
dengan melibatkan seluruh tim (dokter, ahli gizi, perawat, serta pasien itu
sendiri). Setiap pasien DM harus mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya untuk mencapai sasaran terapi. Pasien DM perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal, jenis dan jumlah
makanan, terutama pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang baik karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan
gizi: Karbohidrat: 6070%, protein: 10-15%, lemak: 20-25%. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani untuk mempertahankan berat badan idaman.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan hal penting yang
harus dilakukan untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat badan,
memperbaiki sensitifitas insulin sehingga dapat mengendalikan kadar
glukosa darah. Latihan yang dianjurkan adalah latihan yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan
sebaiknya dilakukan sesuai umur dam status kesegaran jasmani. Pada
individu yang relative sehat, intensitas latihan dapat ditingkatkan,
sedangkan yang sudah mengalami komplikasi DM latihan dapat dikurangi.
4. Pengobatan farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Pengelolaan
diabetes secara farmakologis dapat berupa pemberian:
1) Obat hipoglikemik oral (OHO), berdasarkan cara kerjanya, OHO
dibagi atas 4 golongan yaitu:
a) Pemicu sekresi insulin: sulfonilurea dan glinid,
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin: biguanid, tiazolidindion,
c) Penghambat glukoneogenesi: Metformin,
d) Penghambat absorbsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
2) Insulin, pemberian insulin lebih dini akan menunujukkan hasil klinis
yang lebih baik, terutama masalah glukotosisitas. Hal ini menunjukkan
hasil perbaikkan fungsi sel beta pankreas.Terapi insulin dapat
mencegah kerusakan endetol, menekan proses inflamasi, mengurangi
kejadian apoptosis serta memperbaiki profil lipid. Insulin diperlukan
pada keadaan:
a) Penurunan berat badan yang cepat,
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
c) Ketoasidosis diabetik,
d) Hiperglikemia dengan asidosis laktat,
e) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal,
f) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke, infark
miokardial),
g) Kehamilan dengan diabetes gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan,
h) Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat, (Devi Darliana 2017)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang biasa dialami pasien diabetes militus menurut Dodik
Hartono tatun 2019 adalah
A. Hipoglikemia
B. Ketoasidosis (DKA)
Kondisi ini dapat menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya di
dalam darah, sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan
kematian, jika tidak segera mendapat penanganan medis
C. Syndrome hyperosmolar
D. Hiperglikemi. Hiperglikemia jangka panjang dapat berperan menyebabkan
komplikasi mikrovaskular kronik ( penyakit ginjal dan mata) dan
komplikasi neuropatik.
E. Stroke (Wahit dkk., 2012 dalam hartono dodik.2019).
F. Serangan jantung
G. Gagal ginjal
H. Amputasi kaki
I. Penglihatan. Tingginya kadar gula darah dapat merusak pembuluh darah
di retina yang berpotensi menyebabkan kebutaan
J. Kerusakan saraf (WHO,2016 dalam hartono dodik.2019)
K. Gangren (Rubio et al., 2012; Escarcega-Galaz et al., 2017 dalam hartono
dodik.2019 ).
Beberapa komplikasi dari diabetes mellitus menurut (M. Clevo Rendy dan
Margareth 2019) yaitu:
1. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia.
2) Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler.
2. Kompikasi menahun diabetes mellitus
1) Neuropati diabetik.
2) Retinopati diabetik.
3) Nefropati diabetik.
4) Proteinuria.
5) Kelainan koroner.
6) Ulkus/gangren.
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1. Grade 0: tidak ada luka
2. Grade 1: kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit.
3. Grade 2: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4. Grade 3: terjadi abses
5. Grade 4: gangren pada kaki bagian distal
6. Grade 5: gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

H. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Menurut (Santosa, Budi. 2008) dalam jurnal (Devi Darliana
2018)
1. Identitas klien, meliputi :
- Nama pasien
- tanggal lahir
- Umur ( umumnya pada pasien diabetes miletus yang terserang
penyakit diabetes miletus rentan pada usia 40-60 keatas ) dan juga
turunan dari keluarga .
- Agama
- jenis kelamin ( pada pasien diabetes miletus yang rentan terkena lebih
banyak jenis kelamain perempuan daripada laki-laki )
- status perkawinan
- Pendidikan
- Pekerjaan
- No rekam medis.
2. Keluhan utama
a) Kondisi hiperglikemi: Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan
banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b) Kondisi hipoglikemi Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi,
gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,
kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu
klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah,
BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,
gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme
pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4. Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang
mengandung estrogen.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
6. Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi, disorientasi, koma
b) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Tanda : takikardia, perubahan TD
postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
kemerahan, bola mata cekung.
c) Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d) Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,
hiperaktif pada diare.
e) Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.
g) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
h) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita
j) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
k) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
l) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit
rusak, lesi/ulserasi/ulkus
2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. (D.0027) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin
2. (D. 0077) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis.amputasi)
3. (D.0019) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. (D.0023) Hipovolemia b.d Kehilangan cairan aktif
5. (D.0057) Keletihan b.d kondisi fisiologis (mis. penyakit kronis)
6. (D.0056) Intoleransi aktivitas b.d imobilitas, kelemahan
7. (D.0129) Gangguan integritas kulit b.d
8. (D.0040) Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung
kemih

NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


yang mungkin muncul

1 (D.0027)Ketidakstabilan Setelah dilakukan intervensi Observasi


kadar glukosa darah b.d dalam 1x24 jam , masalah -Identifikasi kemungkinan

resistensi insulin ketidakstabilan kadar glokosa penyebab hiperglikemia


-Identifikasi situasi yang
dapat diatasi dengan kriteria
menyebabkan kebutuhan
hasil sebagai berikut :
insulin meningkat (mis.
-Tingkatkesadaran meningkat
penyakit kambuhan)
-Pusing menurun
-Monitor kadar glukosa dara,
-Lelah menurun
jika perlu
-Rasa lapar menurun
-Monitor tanda dan gejala
-Gemetar menurun
hiperglikemia (mis. poliuria,
-Berkeringat menurun polidipsia,dll)
-Mulut kering menurun -Monitor intake dan dan
-Rasa haus menurun output cairan
-Kesulitan bicara menurun -Monitor keton urin, kadar
-Kadar glokosa dalam darah analisa gas darah, elektrolit,
membaik tekanan darah ortostatik, dan
-Kadar glukosa dalam urin frekuensi nadi.
membaik Terapeutik
-Jumlah urin membaik -Berikan asupan cairan oral
-Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
-Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Edukasi
-Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah di atas
normal
-Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
-Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
-Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urine, jika perlu
-Ajarkan pengelolaaan
diabetes (mis. penggunaan
insulin,dll)
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
-Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
-Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu

2 (D. 0077) Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi (I.08238)Manajemen nyeri
agen pencedera fisik dalam 1x24 jam , masalah nyeri Observasi
(mis.amputasi) akut dapat diatasi dengan Identifikasi lokasi karakterstik
kriteria hasil sebagai berikut : , durasi, frekuensi, kualitas,
tingkat nyeri ( L.08066) intensitas nyeri
-kemampuan menuntaskan -Identifikasi skala nyeri
aktifitas meningkat -Identifikasi respon nyeri non

-gelisah menurun verbal


-Identifikasi faktor
-depresi menurun
memperberat dan memperigan
- muntah menurun
nyeri
-mual menurun
-Identifikasi pengetahuan dan
-Frekuensi nadi membaik
keyakinan tentang nyeri
- Pola nafas membaik -Identifikasi pengaruh budaya
-tekanan darah membaik terhadap respon nyeri
-Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
-Monitor keberhasilan terapi
komplomenter yang sudah
diberikan
-Monitor efek samping
pengunaan analgetik
Terapeutik
-Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur,
terapimusik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi
bermain)
-Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,
pengcahayaan,kebisingan)
-Fasilitasi istirahat dan tidur
-Pertimbankan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredahkan nyeri
Edukasi
-Jelaskan penyebab,priode dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi peredakan
nyeri
-anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
-Anjurkan mengunakan
analgetik secara tepat
-Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu

3 (D.0019) Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN


b.d ketidakmampuan dalam 1x24 jam , masalah NUTRISI (I.03119)
mengabsorbsi nutrien defisist nutrisi dapat diatasi Observasi
dengan kriteria hasil sebagai - status nutrisi
berikut : - identifikasi alergi dan
(L.03030) Status Nutrisi intoleransi makanan
Observasi -Identifikasi makanan yang
-Kekuatan otot mengunyah
meningkat disukai
- Kekuatan otot menelan -Identifikasi kebutuhan
meningkat kalori dan jenis nutrien
-Pengetahuan makanan yang -Identifikasi perlunya
sehat meningkat penggunaan selang
-Pengetahuan minuman yang nasogastrik
sehat meningkat -Monitor asupan makanan
- Prasaan cepat kenyang -Monitor berat badan
menurun -Monitorhasil pemeriksaan
-Nyeri abdomen menurun laboratorium
-Rambut rontok menurun Terapeutik
-Beran badan membaik -Lakukan oral hygiene
- Indeks masa tubuh membaik sebelum makan, jika perlu
-Frekuensi makan membaik -Fasilitasi menentukan
-Nafsu makan membaik pedoman diet (mis.
-Membran mukosa membaik piramida makanan)
-Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
-Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
-Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
-Berikan suplemen
makanan, jika perlu
-Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
-Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
-Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
-Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

4 (D.0023) Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi (I.03116)Manajemen


b.d Kehilangan cairan dalam 1x24 jam , masalah hipovolemia
aktif hipovolemia dapat diatasi Observasi
dengan kriteria hasil sebagai -priksa tanda dan gejala
berikut : hipovolemia (mis.
(L.003028 ) Status Cairan Frekuensi nadi
- kekuatan nandi meningkat meningkat,nadi teraba
- Turgor kuliat meningkat lemah, tekanan darah
-dispnea menurun menurun , tekanan nadi
- berat badan menurun menyempit,turgor kulit
-prasaan lemah menurun menurun, membran mukosa
- keluhan haus menurun kering, volume urin
- tekanan darah membaik menurun, hematokrit
- tekanan nadi membaik meningkat, haus, lemah, )
-Mebran mukosa membaik -monitor intake dan output
- kadar HB menurun cairan
- kadar HT menurun Terapeutik
-hitung kebutuhan cairan
-berikan asupan cairan oral
Edukasi
-Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
-anjurkan menghindari
perubahan posisim
mendadak
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
(mis,cairan NaCl, RL)
-kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(glukosa 2,5%, NaCl 0,4
%)
-kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
-kolaborasi pemberian
produk darah

5 (D.0057) Keletihan b.d Setelah dilakukan intervensi (I.12362)Edukasi


kondisi fisiologis (mis. dalam 1x24 jam , masalah Aktivitas/Istirahat
penyakit kronis) keletihan dapat diatasi dengan Observasi
kriteria hasil sebagai berikut : -Identifikasi kesiapan dan
( L.05046) Tingkat kemampuan menerima
Keletihan informasi
-verbalisasi kepulihan energi Terapeutik
meningkat -Sediakan materi dan media
-tenaga meningkat pengaturan aktivitas dan
-verbalisasi lelah menurun latihan
-lesu menurun -Jadwalkan pemberian
-gangguan konsentrasi pendidikan kesehatan
menurun sesuai kesepakatan
-gelisah menurun -Berikan kesempatan
-Frekuensi nafas menurun kepada pasien dan keluarga
-selera makan membaik untuk bertanya
-pola nafas membaik Edukasi
-pola istirahan membaik -Jelaskan pentingnya
melakukan aktivitas
fisik/olahraga secara rutin
-Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok,
aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
-Anjurkan menyusun
jadwal aktivitas dan
istirahat
-Anjurkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (mis. kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
-Ajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai
kemampuan

6 (D.0056)Intoleransi Setelah dilakukan intervensi (I.05178) Manajaemen


aktivitas b.d imobilitas, dalam 1x24 jam , masalah energi
kelemahan intoleransi dapat diatasi Observasi
dengan kriteria hasil sebagai -identifikasi gangguan
berikut : fungsi tubuh yang
( L.05047) Toleransi mengakibatkan kelelahan
Aktivitas -monitor pola dan ja tidur
-frekuensi nadi meningkat -monitor lokasi ketidak
nyamanan selama
-saturasi oksigen meningkat melakukan aktivitas
-kekuatan tubuh bagian atas Terapeutik
meningkat -berikan aktivitas distraksi
-kekuatan tubuh bagian yang menenangkan
bawah meningkat Edukasi
-keluhan lelah menurun -anjurkan melakukan
-dispenia saat aktivitas aktivitas secara bertahap
menurun -anjurkan menghubungi
-prasaan lemah menurun perawat jika tanda dan
-sianosis menurun gejalakelelahan tidak
-tekanan darah membaik berkurang
-Frekuensi nafas membaik Kolaborasi
-kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

7 (D.0129)Gangguan Setelah dilakukan intervensi (I.11353) Perawatan


integritas kulit b.d dalam 1x24 jam , masalah Integritas Kulit
gangguan integgritas kulit Observasi
dapat diatasi dengan kriteria Identifikasi penyebab
hasil sebagai berikut : gangguan integritas kulit
(L.14125) Integritas Kulit (mis. Perubahan
-elastisitas meningkat sirkulasi,perubahan status
-hidrasi meningkat nutrisi,penurunan
-perkusi jaringan meningkat kelembaban, suhu
-kerusakan jaringan menurun lingkungan ekstrem,
-kerusakan lapisan kulit penurunan mobilitas
menurun Terapeutik
-nyeri menurun -Ubah posisi tiap 2 jam jika
-suhu kulit membaik tirah baring
-sensasi membaik -Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika
perlu
-Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare
-Gunakan produk berbahan
ringan /alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
-Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
-Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
-Anjurkan menggunakan
pelembab(mis.lotion,serum)
-Anjurkan minum air yang
cukup
-Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
-Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
-Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
-Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah
-Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

8 (D.0040)Gangguan Setelah dilakukan intervensi (I.04152)Manajemen


eliminasi urine b.d dalam 1x24 jam , masalah Eliminasi Urine
penurunan kapasitas gangguan eliminasi urin dapat Observasi
kandung kemih diatasi dengan kriteria hasil -Identifkasi tanda dan
sebagai berikut : gejala retensi atau
( L.04034) Eliminasi Urin inkontinensia urine
-sensasi berkemih meningkat -Identifikasi faktor yang
-distensi kandung kemih menyebabkan retensi atau
menurun inkontinensia urine
-nokturia menurun -Monitor eliminasi urine
-karakteristik urin membaik (mis. frekuensi, konsistensi,
aroma, volume, dan warna)
Terapeutik
-Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
-Batasi asupan cairan, jika
perlu
-Ambil sampel urine tengah
(midstream) atau kultur
Edukasi
-Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
-Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
-Anjurkan mengambil
specimen urine midstream
-Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemiH
-Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
-Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
-Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Ririn Dwi Saputri. 2020. Komplikasi Sistemik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Vol.11 No. 1 Juni 2020.
Dolensek.Rupnik.Stozer. 2015. Stuctural Similarities and Differences Between
the Human and the Mouse Pranceas. Islets. Vol.38. p.8-16.
Faidal AN, Santika YDP.2020. Kejadian Diabetes Militus Tipe I pada Usia 10-30
Tahun. HIGEA Jurnal of Public Health. p ISSN 1475-362846 e ISSN1475-
222656. https://doi.org/10.15294/higeia/v4i1/31763
Febrinasari RP.Dkk.2020. Buku Saku Diabetis Melitus Untuk Awam. Uns Press.
Jawa Tengah, Isbn 9978-602-397-409-2.
Handani Sri.2020. Diagnosa Penyakit Diabetes Dengan Metode Forward
Chaining. Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Teknik Computer. Vol. 5. No. 2. P-
Issn: 2685-8223 | E-Issn: 2527-4864
Hartono Dodik. 2019. Hubungan Self Care Dengan Komplikasi Diabetes Mellitus
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dokter
Mohamad Saleh Kota Probolinggo. Journal Of Nursing Care & Biomolecular
– Vol 4 No 2
Isnaini , Ratnasari. 2018. Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus
tipe dua. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah ISSN 2477-8184. Vol
14, No. 1. p.59-68
Kurnia Dede Chritian.2020. Pemanfaatan Daun Kersen ( Muntingia Calabura L.)
Dalam Penanganan Diabetes Mellitus. BIMFI.Vol. 7 No.1
Nugraheni A. 2020. Pengantar anatomi fisiologi manusia. HEALTHY.
Yogyakarta
Ph.Livana, Sari I P, Hermanto. 2018. Gambaran Tingkat Stres Pasien Diabetes
Mellitus. Jurnal Perawat Indonesia, Vol.2 No 1, P. 41- 50.

Putra Ap,Maryana S,Suriansyah MI. Panduan Makanan Sehat Untuk Diabetes


Mellitus Berbasis Android. Jurnal Teknik Informatika. Vol 8, No 1, Mei 2020,
Pp. 1-7. Doi : 10.32832/Kreatif.V8i1.3034. P-Issn: 2338-2910, E-Issn: 2658-
583. Http://Ejournal.Uika-Bogor.Ac.Id/Krea-Tif
Sari N, Purnama A. 2019. Aktivitas Fisik dan Hubungannya dengan Kejadian
Diabetes Melitus. Jurnal Kesehatan, Vol. 2 No. 4

Sartika F, Hestiani N.2019. Kadar Hba1c Pada Pasien Wanita Penderita Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Borneo Journal
Of Medical Laboratory Technology. Vol.2. p.1. ISSN : 2622-6111

TH, M.Clevo Rendy Margaret. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wati Yesi S , Zukhra RM , Permanasari I. 2020. Konsumsi Rebusan Daun Sirih
Merah Efektif Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes
Mellitus. Jurnal Ilmu Kebidanan. Vol. 9, No. 2. P-ISSN: 2338-2139 E-ISSN:
2622-3457. Https://Jurnal.Stikes-Alinsyirah.Ac.Id/Index.Php/Kebidanan

Anda mungkin juga menyukai