Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN

Dosen Pengampu: Dr. Jufrizen., S.E., M.Si


Mata Kuliah: Perilaku Organisasi

Nama Kelompok 10:


1. Benny Anggara 2105160045
2. Rahma Migraini 2105160043
3. Masayu Khairinin Diasyah 2105160044
4. Ayu Lestari 2105160046

Kelas: 4A Pagi-Manajemen

Program Studi Manajemen


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
T.A 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah PERILAKU ORGANISASI dengan judul “KEPEMIMPINAN DAN
KEKUASAAN”.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Jufrizen., S.E., M.Si. Selaku dosen
pengampu Manajemen Bisnis yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu dalam hal
mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki Oleh karena itu, kami mengarapkan segala bentuk saran
dan kritik yang membangun dari berbagai pihak.Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua.

Medan, 01 Juli 2023

Kelompok 10 (Sepuluh)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................6
A. Kepemimpinan..............................................................................................................................6
2.1 Pengertian Kepemimpinan......................................................................................................6
2.2 Teori Kepemimpinan................................................................................................................7
2.3 Model-Model Kepemimpinan..................................................................................................9
2.4 Tipe-Tipe Kepemimpinan.......................................................................................................10
2.5 Kepemimpinan Efektif............................................................................................................11
B. Kekuasaan...................................................................................................................................14
3.1 Pengertian Kekuasaan...........................................................................................................14
3.2 Sumber Kekuasaan................................................................................................................16
3.3 Panduan Dalam Menggunakan Kekuasaan............................................................................16
3.4 Panduan Dalam Menggunakan Kekuasaan............................................................................17
BAB IV..................................................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan............................................................................................................................18
4.2 Saran......................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Soerjono Soekanto 1 (1982), di dalam masyarakat manapun selalu dan pasti
mempunyai sesuatu untuk dihargai. Sesuatu yang dihargai di Masyarakat bisa berupa
kekuasaan,harta kekayaan,ilmu pengetahuan,status haji, status darah biru atau keturunan dari
keluarga tertentu yang terhormat atau apapun yang bernilai ekonomis. Di berbagai
masyarakat,sesuatu yang dihargai tidaklah selalu sama.Di lingkungan masyarakat pedesaan,tanah
sawa dan ternak seringkali dianggap jauh lebih berharga dari pada gelar
akademis,misalnya.Sementara itu,di lingkungan masyarakat kota yang modern,yang terjadi seringkali
sebaliknya.

Sebagian pakar menyalini bahwa pelapisan dalam masyarakat sesungguhnya sudah mulai
ada sejak masyarakat mengenal kehidupan bersama. Dalam masyarakat yang sederhana, lapisan-
lapisan dalam masyarakat pada awalnya di dasarkan pada berbedaan kedudukan dan peran masih
bersifat sementara, mengingat warganya masih sedikit dan mereka yang mempunyai kedudukan
tinggi pun tidak banyak jumlahnya. Sebaliknya,semangkin kompleks suatu masyarakat,semangkin
kompleks pula lapisan-lapisan dalam masyarakat.

Bentuk konkret lapisan-lapisan dalam masyarakat tersebut bermacam-macam,namun pada


prinsipnya bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelas, yaitu:
1. Kelas yang didasarkan pada faktor ekonomis.
2. Kelas yang didasarkan pada faktor politis.
3. Kelas yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.

Dalam sistem lapisan masyarakat yang sengaja di susun untuk mencapai tujuan tertentu
biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi
formal, seperti pemerintah, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata dan sebagiannya.
Kekuasaan dan wewenang itu merupakan suatu unsur khusus dalam sistem pelapisan masyarakat
yang mempunyai sifat khusus lain dari pada tanah, uang dan benda ekonomis lainnya, ilmu
pengetahuan dan sebagiannya. Hal ini disebebkan uang, tanah dan sejenisnya dapat dibagi secara
bebas dalam masyarakat tanpa merusak keutuhan masyarakat. Namun demikian, apabila suatu
masyarakat hendak hidup teratur dan keutuhan masyarakat tetap terjaga, maka kekuasaan dan
wewenang harus dibagi-bagi secara teratur, sehingga setiap orang akan jelas dimana kekuasaan dan
wewenang dalam organisasi baik secara horizontal maupun vertikal.

Kekuasaan merupakan Unsur penting dalam kehidupan masyarakat karena perannya dapat
menentukan nasib terjuta-juta orang. Kekuasaan senantiasa ada dalam masyarakat, baik masih
sederhana maupun masyarakat besar yang kompleks. Adapun keberadaan kekuasaan tergantung
pada sifat hubungan antara yang berkuasa (Pemimpin) dan yang terpaksa. Ada pemimpin disatu
bidang tertentu, ada pula pemimpin dalam banyak segi kehidupan. Ada pemimpin yang mencari
pengikutnya dan ada yang justru dicari pengikutnya.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu kekuasaan?
2. Dari mana saja sumber kekuasaan?
3. Apa saja panduan dalam menggunakan kekuasaan?
4. Apa saja taktik dalam menggunakan kekuasaan?

1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui apa arti dari kekuasaan.
2. Mengetahui sumber kekuasaan.
3. Memahami panduan dalam menggunakan kekuasaan.
4. Mengetahui taktik dalam menggunakan kukuasaan.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
2.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata “pimpin” yang berarti tuntun, bina atau bimbing, dapat pula
berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti mengepalai pekerjaan atau
kegiatan. Kepemimpinan dapat pula didefinisikan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan
orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam
mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut stephen P. Robbins “Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk memepengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan”. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, istilah pemimpin diartikan sebagai pemuka, penuntun (pemberi contoh ) atau
penunjuk jalan. Jadi secara fisik pemimpin itu berada didepan. Tetapi pada hakikatnya, dimanapun
tempatnya,seseorang dapat menjadi pemimpin dalam memberikan pimpinan.

Hal ini sesuai dengan ungkapan Kihajar Dewantoro yang terkenal “ing ngarso sung tuloda,
ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” artinya, jika ada didedapan memberikan contoh, di
tengah-tengah memberikan dorongan/motivasi, sedangkan apabila berada dibelakang dapat
memberikan pengaruh yang menentukan. Dalam bahasa Inggris, istilah kepemimpiana disebut
dengan leadership. Seiring dengan istilah tersebut, Soehardjono memaparkan istilah kepemimpinan
(leadership) secara etimologis, leadership bersal dari kata “to lead” (bahasa inggris) yang artinya
memimpin, Selanjutnya timbullah kata “leader” artinya pemimpin yang akhirnya lahir istilah
leadership yang diterjemahkan menjadi kepemimpinan.

Menurut Wahjosumidjo, dalam praktek organisasi, kata “memimpin” mengandung konotasi


menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan,
memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagaimana. Anoraga mengartikan
“Kepemimpinan sebagai hubungan dimana satu orang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain
untuk bekerjasama secara sukarela dalam usaha mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan untuk
mencapai hal yang diinginkan oleh pimpinan tersebut”. Sebagai proses, kepemimpinan di fokuskan
kepada apa yang dilakukan oleh para peimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan
pengaruhnya untuk memeperjelas tujuan organisasi bagi para pegaawai, bahawan, atau yang
dipimpinya, memotovasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan
suatu budaya produktif dalam organisasi.

Adapun dari atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin. Oleh karen itu, pemimpin dapat didevinisikan sebagi seorang yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi prilaku orang lain tanpa Menggunakan kekuatan, sehingga orang-
orang yang dipimpinya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka. Para pakar
manajemen telah banyak memberikan tentang pengertian dan teori kepemimpinan dalam rangka
mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien, hal tersebut disebabkan organisssi tidak dapat
dipisahkan dengan kepemimpinan. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain
agar orang tersebut mau bekerja sama (mengolaborasi dan mengolaborasikan potensinya) untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berhasil tidaknya suatu organisasi salah satunya ditentukan
oleh kepemimpinan yang memimpin organisasi, bahkan maju mundurnya suatu organisasi sering di
identikkan dengan prilaku kepemimpinan dari pimpinanya.

6
Dengan demikian, pemimpin harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan organisasi
atau lembaga yang dipimpin, hal ini menempatkan posisi pemimpin yang sangat penting dalam
suatu organisasi atau pada lembaga tertentu. Sementara itu nawawi mendefinisikan kepemimpinan
sebagai kemampuan menggerakkan, memberi motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar
bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melaui keberanian
mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Menurut Yukl dalam Husaini Usman,
beberapa devinisi tentang kepemimpinan yang dianggap cukup mewakili selama ini adalah sebagai
berikut:
a. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas
suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama.
b. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi antar pribadi dalam suatu situasi tertentu,
serta diarahkan melalui proses komunikasi kearah pencapaian tujuan satu atau beberapa
tujuan tertentu.
c. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan
interaksi.
d. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit, pada dan berada diatas
kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.
e. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang di
organisasi kearah pencapaian tujuan.
f. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarah yang berarti) terhadap
usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesetiaan untuk melakukan usaha yang diinginkan
untuk mencapai sasaran.

Dari devinisi-devinisi kepamimpinan yang berbeda-beda tersebut, pada dasarnya


mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum seperti : (1) didalam satu fenomena kelompok
melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih (2) didalam melibatkan proses mempengaruhi,
dimana pengaruh yang sengaja digunakan oleh pemimpin terhadap bawahan.

Berdasarkan uraian tentang devinisi kepemimpinan diatas, terlihat bahwa unsur kunci
kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada giliranya akibat pengaruh itu bagi
orang yang hendak di pengaruhi. Peranan penting dalam kepemimpinan adalah upaya seseorang
yang memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang lain dalam
organisasi/lembaga tetentu untuk mencapai tujuan. Menurut Wirawan, “mempengaruhi” adalah
proses dimana proses orang yang mempengaruhi berusaha merubah kompetensi, perilaku, nilai-
nilai, norma-norma, kepercayaan, pikiran dan tujuan yang dipengaruhi secara sistematis.

2.2 Teori Kepemimpinan


Teori kepemimpinan yang berkembang selama ini ingin mengetahui bagaimana terjadinya
keefektifan kepemimpinan dalam organisasi. Sehingga berbagai hasil penelitian menemukan teori
bahwa kepemimpinan dapat dilihat dari pribadi pemimpin, perilaku pemimpin, situasi budaya
organisasi, hubungan pemimpin dengan yang dipimpin dan hubungan pemimpin dengan
tugastugasnya. Untuk meningkatkan keefektifan dalam mengelola sekolah, maka beberapa hal
penting yang harus dimiliki kepala sekolah sebagai pemimpin yaitu kemampuan politis, kemampuan
pengajaran, kemampuan interpersonal dan kemampuan teknis. Kepala Sekolah harus mampu
memberikan peran sebagai seorang inisiator, inspirator, partisipator dan motivator kepada guru,
siswa, dan karyawan untuk sama-sama menciptakan sinergisitas dalam meningkatkan kinerja
lembaga untuk mencapai tujuan dan sarana yang di harapkan.

7
Teori kepemimpinan juga membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin atau
bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Kepemimpinan tidak lagi dipahami secara organik tetapi
merupakan dimensi organisasi yan mempunyai kontribusi untuk membangun budaya organisasi
yang sehat. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan, di antaranya ialah:
1) Teori Genetis
Teori ini menerangkan bahwa pemimpin besar (great leader) di lahirkan, bukan dibuat
(leader are born, and not made). Penganut teori ini Ini mengatakan bahwa seorang
pemimpin akan terbentuk dengan sendirinya karena ia telah dilahirkan dengan bakat
pemimpin dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akan
menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia
menjadi pemimpin. Mitos ini berbahaya bagi perkembanganya regenerasi pemimpin karena
yang dipanang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya
dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak
memiliki kesempatan menjadi pemimpin.

2) Teori Sosial
Teori ini manyatakan bahwa pemimpin-pemimpin itu harus disiapkan dan di bentuk, jika
teori genetis mengatakan bahwa “leaders are born and not made”, maka penganut-
penganut sosial menyatakan sebaliknya yaitu “leaders are made and not born”. Penganut-
penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila di
beri pendoidikan dan kesempatan untuk itu.

3) Teori Ekologis
Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-
penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik
apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat aman
kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman-pengalaman
yang memungkinkanya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat bakat yang memang telah
dimilikinya itu.

4) Teori Kontigensi
Selain ketiga teori tersebut, muncul pula teori keempat yaitu teori Kontigensi atau teori tiga
dimensi. Penganut teori ini berpendapat bahwa, ada tiga faktor yang turut berperan dalam
proses perkembangan seseorang menjadi pemimpin atau tidak, yaitu:
1. Bakat kepemimpinanan yang dimiliki.
2. Pengalaman pemdidikan, latihan kepemimpinan yang Pernah diperolehnya, dan
3. Kegiatan sendiri untuk menegmbangkan bakat kepemimpinanan tersebut. Teori ini disebut
dengan teori serba kemungkinan dan bukan sesuatu yang pasti, artinya seseorang dapat
menjdai pemimpin jika memiliki bakat, motivasi dan minat yang memungkinkan untuk
menjadi pemimpin.
Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seorang pemimpin, karena
1. Membentuk diri sendiri (self constituted leader).
2. Dipilih oleh golongan, artinya ia menjadi pemimpin karena jasa-jasanya, karena
kecakapanya, keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi.
3. Ditunjuk dari atas, artinya ia menjadi pemimpin karena dipercaya dan disetujui oleh pihak
atasannya.

8
2.3 Model-Model Kepemimpinan
1. Model Kepemimpinan Kontinum (Otokrasi-Demokratis) Pemimpin mempengaruhi
pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dengan prilaku otokrasi sampai dengan prilaku
demokratis.
2. Model Kepemimpinan Ohio
Perilaku pemimpin menunjukan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa hormat, dan
kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota stafnya, misal pemimpin
mau mengadakan perubahan, pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati.
3. Model Kepemimpinan Likert (Likert’s Manajemen System)
Likert mengembangkan suatu pe4ndekatan penting untuk memahami perilaku pemimpin. Ia
mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu. Likert
berhasil merancang empat sistem kepemimpinan, seperti yang diungkapkan oleh Thoha,
yang dikutip oleh
E.Mulyasa, yaitu: sistem otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif dan partisipatif.
4. Model Kepemimpinan Managerial Grid. Sikap pemimpin yang menekankan mutu,
keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran serta
memerhatikan anak buah dalam rangka mencapai tujuan.
5. Model Kepemimpinan Fiedler
Teori kemungkinan dalam kepemimpinan membicarakan tentang variabel kemungkinan
sebagai variabel yang memengaruhi hubungan antara gaya kepemimpinan dan respon anak
buah kepada gaya kepemimpinantersebut. Misal kepala sekolah yang sukses dalam
memegang amanat terhadap perubahan dalam prosedur kedisiplinan kelas mungkin
tergantung pada kekuatan persatuan guru.
6. Kepemimpinan Situasional
Teori ini menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan
mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan
dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari
kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situsional.
7. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi
Intisari dari model ini terletak pada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan kombinasi
perilaku hubungan dan perilaku tugas dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin
memiliki efektivitas yang sama pula.
8. Model Kepemimpinan Combat
Model kepemimpinan Combat diangkat dari strategi pertempuran yang sering kali digunakan
para jenderal dalam peperangan. Dalam pertempuran banyak hal yang tidak pasti, sama
halnya dalam organisasi yang juga tidak memunculkan ketidakpastian. Oleh sebab itulah,
model-model kepemimpinan yang dikembangkan banyak terinspirasi oleh pertempuran
yang banyak memunculkan tindakan-tindakan nekat yang kadang diperlukan dengan
menyadari terjadinya kemungkinan keberhasilan yang paling gemilang atau bahkan
kegagalan yang sempurna.

9
2.4 Tipe-Tipe Kepemimpinan
1. Tipe pemimpin otokratik adalah tipe pemimpin yang memperlakukan organisasi yang
dipimpinnya sebagai milik pribadi. Sehingga hanya kemauannya sajalah yang harus
berlangsung dan kurang mau memperhatikan kritik dari bawahanya. Ia berfikir bahwa
mereka yang dipimpin itu semata-mata bawahannya. Oleh sebab itu, biasanya ia tertutup
terhadap kritik, saran dan pendapat orang lain. Ia beranggapan bahwa seolah-olah pikiran
dan pendapatnya yang paling benar, karena itu harus dilaksanakan dan dipatuhi secara
mutlak.
2. Tipe Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik adalah model kepemimpinan yang mana pimpinan menganggap
orang yang dipimpin tidak pernah dewasa, karenanya ia jarang memberikan kesempatan
kepada yang dipimpinnya untuk mengembangkan daya kreasi, inisiatif dan mengambil
keputusan dalam bidang tugas yang dibebankan kepadanya. Kepemimpinan model ini telah
menonjolkan figur, dan biasanya jika figurnya wafat, maka organisasi akan menjadi stagnan,
mundur atau runtuh. Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat dilingkungan masyarakat
yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris.
3. Tipe Kharismatik
Kepemimpinan kharismatik adalah suatu kemampuan untuk menggerakkan ornag lain
dengan mendayagunakan kelebihan atau keistimewaan dalam sifat kepribadian yang dimiliki
oleh seorang pemimpin.
4. Tipe Laissez Faire
Pola kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari pola kepemimpinanan otokrasi, Perilaku
yang dominan dalam kepemimpinan ini adalah perilaku kompromi. Pemimpin dalam pola
kepemimpinan ini Berkedudukan sebagai simbol atau perlambang organisasi, Kepemimpinan
dijalankan dengan memberikan kebebasan kepada semua anggota organisasi dalam
menetapkan keputusan dan pelaksanaanya meburut kehendak masig-masing Kepemimpinan
ini juga disebut kepemimpinan bebas kendali.
5. Tipe Demokrasi
Kepemimpinan demokrasi adalah sebuah model kepemimpinan yang mana pemimpinya
berusaha menyinkronkan antara kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan
tujuan orang yang di pimpinya. Pemimpin model ini biasanya lebih mengutamakan
kerjasama. Ia lebih terbuka, mau dikritikdan menerima pendapat dari orang lain dalam
mengambil keputusan dan kebijakasanaan lebih mengutamakan musyawarah.

Lebih lanjut hersey dan Blanchard menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan yang efektif ada empat,
yaitu:
1. Gaya Instruktif, dimana pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan
kinerja anak buahnya. Penerapannya pada bawahan yang masih baru bertugas.
2. Gaya Konsultasi, dimana pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan
untuk bertanya, penerapanya pada bawahan yang memiliki kemampuan tinggi namun
kemauan rendah
3. Gaya Partisipatif, dimana pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide
sebagai dasar pengambilan keputusan. Penerapannya pada bawahan yang memiliki
kemampuan rendah, namun kemauan kerja tinggi.
4. Gaya Delegatif, diaman pemimpin melimpahkan keputusa dan pelaksanaan tugas kepada
bawahanya. Penerapanya bagi bawahan yang memiliki kemampuan dan kemauan tinggi.

10
2.5 Kepemimpinan Efektif
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang menyebabkan sesuatu yang tepat
terlaksana melalui orangyang tepat, pada saat dan tempat yang tepat. Kepemimpinan yang efektif
dinilai melalui apa yang dihasilkanya. Untuk menjadi pemimpin yang berhasil, seorang harus
menyebabkan sesuatu terlaksana salah satu tugas pemimpin yang paling menantang adalah
menempatkan orang yang tepat untuk tugas yang tepat dan memotivasi untuk melakukan dengan
baik setelah menentukan apa yang tepat dalam bentuk hal yang harus dilaksanakan dan orang yang
melaksanakan pemimpin yang efektif juga memikirkan secara serius masalah saat yang tepat.
Pemimpin yang efektif adalah seorang yang membuat rencana dengan hati-hati dan menggunakan
waktu dengan baik untuk mencapai sasaran, mengetahui kapan saatnya adalah untuk
kepemimpinan yang sangat menguntungka.

Menurut Goodwin” para pemimpin yang efektif mewujudkan prinsipprinsip organisasi yang
ada “. Adalah penting sekali bahwa orangp-orang yang ingin memimpin secara efektif, menjadi
teladan baik yang mewakili citra kelompok atau organisasi mereka. Pemimpin-pemimpin yang efektif
terus mengingatkan kelompok tentang tujuan-tujuan kelompok, supaya mereka dapat mengukur
sejauhmana mereka telah mencapai tujuan tersebut. Pemimpin yang efektif bukan saja menghayati
prinsi-prinsip kelompok dan bersahabat dengan orang lain secara positif, mereka juga
bertanggungjawab bahwa kelompoknyatelah menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Pemimpin yang
efektif juga merekrut orang tertentu mereka tidak asal mengundang orang melakukan tugas. Mereka
mencari orang yang memiliki kecakapan-kecakapan dan kemampuan tertentu yang dapat
menggunakan atau dilatih menggunakan talenta, kemampuan dan sumber daya lainya untuk
memenuhi kebutuhan tertentu yang telah diketahui.

Fiedrer dan charmer dalam kata pengantar yang berjudul leadership and effective
manajemen, mengemukakan bahwa persoalan utama kepemimpinan yang dibagi kedalam tiga
masalah pokok, yaitu ; (1) bagaimana seorang dapat menjadi seorang pemimpin, (2) Bagaimana para
pemimpin itu berprilaku, dan (3) Apa yang membuat itu berhasil. Sehubungan dengan masalah
diatas study kepemimpinan yang terdiri dari berbagai macam pendekatan pada hakikatnya
merupakan usaha untuk menjawab atau memberikan pemecahan persoalan yang terkandung
didalam ketiga permasalah tersebut. Hampir seluruh peneliti kepemimpinan dapat dikelompokkan
kedalam empat macam pendekatan, yaitu pendekatan pengaruh, kewibawaan, sifat, prilakum dan
situsional. Berikut uraian keempat macam pendekatan tersebut:
1. Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach) Menurut pendekatan ini,
keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber daya dan sejumlah kewibawaan yang
ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan
kewibawaan tersebut kepada bawahan. Pendekatan ini menekankan proses saling
mempengaruhi, Sifat timbal balik dan pentingnya pertukaran hubungan kerjasama antara
para pemimpin dengan bawahan.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengelompokkan sumber dari mana kewibawaan tersebut
berasal, yaitu:
a. Legitimate power: bawahan Melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki kekuasaan untuk
meminta bawahan dan bawahan mempunyai kewajiban untuk menuruti atau mematuhinya,
b. Coercive power: bawahan mengerjakan sesuatu agar dapat terhindar dari hukuman yang
dimiliki oleh pemimpin,

11
c. Reward Power: bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan yang dimiliki
oleah pemimpin,
d. Referent Power: bawahan melakukan sesuatu karena bawahan merasa kagum terhadap
pemimpin dan mau berperilaku pula seperti pemimpin, dan
e. Expert power: bawahan mengerjakan sesuatu karena bawahan percaya pemimpin memiliki
pengetahuan khusus dan keahlian serta mengetahui apa yang diperlukan. Kewibawaan
merupakan unggulan , kelebihan atau pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin, kewibawaan
pemimpin dapat mempengaruhi bawahan, bahkan menggerakkan, memberdayakan segala
sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sekolah sesuai dengan keinginan pemimpin.
Berdasarkan pendekatan pengaruh kewibawaan, seorang pemimpin dimungkinkan untuk
menggunalkan pengaruh yang dimilikinya dalam membina, memberdayakan, dan memberi
teladan terahadap guru sebagai bawahan. Legimate power dan coercive power
memungkinkan pemimpin dapat melakukan pembinaan terhadap guru, sebab dengan
kekuasaan dalam memerintah dan memberikan hukuman, pembina terhadap guru akan
lebih baik mudah dilakukan. Sementara itu dengan Reward Power memungkinkan pemimpin
memberdayakan guru secara optimal Selanjutnya dengan referent dan expert
power,keahlian dan perilaku pemimpin yang diimplementasikan dalam bentuk rutinitas
kerja, diharapkan mampu meningkatkan motivasi kerja para guru.

2. Pendekatan sifat (the trait approach)


Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin, keberhasilan pemimpin ditandai oleh
daya kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin, seperti tidak dikenal lelah, intuisi
yang ajam, wawasan masa depan yang luas dan kecakapan meyakinkan yang sangat
menarik. Menurut pendekatan sifat, seorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang
dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Seperti dikatakan oleh Theirauf dalam
Purwanto; “ The heredity approach states that leaders are born and note made-that leaders
do not acquire the ability to lead, but inherit it” yang artinya pemimpin adalah dilahirkan
bukan dibuat bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin,
tetapi mewarisinya.

Selanjutnya Stogdil yang dikutip oleh Sutisna, mengemukakan bahwa sesorang tidak menjadi
pemimpin dikarenakan memiliki suatu kombinasi sifat-sifat kepribadian, tapi pola sifat-sifat
pribadi pemimpin itu mesti menunjukkan hubungan tertentu dengan sifat, kegiatan, dan
tujuan dari para pengikutnya. Berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seorang
pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi dan keterampilan (skill) pribadi
pemimpin. Hal ini sejalan dengan pendapat Yukl yang menyatakan bahwa sifat-sifat pribadi
dan keterampilan seorang pimpinan berperan dalam keberhasilan seorang
pemimpin.

3. Pendekatan perilaku (The behavior approach)


“Pendekatan prilaku” merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa
keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh kompetensi dan gaya kepemimpinan
yang dilakukan oleh pemimpin dalam kegiatanya sehari-hari dalam hal: bagaimana cara
memberi perintah, memberi tugas dan wewenang, cara komunikasi, cara mendorong
semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin
kerja, dan cara mengambil keputusan.

12
Pendekatan perilaku menekankan pentingnya perilaku yang dapat diamati yang dilakukan
oleh para pemimpin dari sifat pribadi atau sumber kewibawaan yang dimilikinya. Oleh sebab
itu pendekatan perilaku itu menggunakan acuan sifat pribadi dan kewibawaan. Kemampuan
perilaku secara konsepsional telah berkembang kedalam berbagai macam cara dan berbagai
macam tingkatan abstraksi. Perilaku seorang pemimpin digambarkan kedalam istilah “pola
aktivitas”, “ peranan manajerial”atau “ Kategori perilaku”.

4. Pendekatan situasional (situsional approach)


Pendekatan situasi biasa disebut dengan pendekatan kontingensi.Pendekatan ini didasarkan
atas asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya
bergantung atau dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap organisasi
atau lembaga memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang
sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda.

Semangat, watak dan situasi yang berbeda beda ini harus dihadapi dengan perilaku
kepemimpinan yang berbeda pula. Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi
merupaka suati teori yang berusaha mencari jalan tengan antara pandangan yang
mengatakan adanya azas-azas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan
pandangan yang berpendapat bahwa setiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang
berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.

Pendekatan situasional bukan hanya merupakan hal yang penting bagi komplikasi
kepemimpinan, tetapi membantu pula cara pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep
yang berguna untuk menilai situasi yang bermacammacam dan untuk menunjukkan perilaku
kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi.

Peranan pemimpin harus dipertimbangkan dalam hubungan dengan situasi dimana peranan
itu dilaksanakan. pendekatan situasional dalam kepemimpinan mengatakan bahwa
kepemimpinan ditentukan tidak oleh sifat kepribadian individu-individu, melainkan
persyaratan situasi sosial

Yukl mejelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor


kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan
eksternal, dan karakteristik para pengikut. Lebih lanjut Yukl menjelaskan bahwa pendekatan
situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan
Yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkinagn eksternal dan karakteristik para
pengikut. Sementara Fattah berpandangan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung
pada kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, kompetensi dan perspsi.

13
B. Kekuasaan
3.1 Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak
yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat disemua bidang kehidupan dan
dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan
juga memberi keputusan-keputusan yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi
tindakan-tindakan pihak lainnya.

Max Weber menyatakan bahawa kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok
orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri sekaligus menerapkannya
terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
Kekuasaan dapat dilihat pada interaksi sosial antar manusia maupun antar kelompok yang
mempunyai beberapa unsur pokok, yaitu:
1. Rasa takut
Perasaan takut pada seseorang akan menimbulkan kepatuhan terhadap segala kemajuan
dan tindakan orang yang ditakuti tersebut. Rasa takut merupakan gejala universal yang
terdapat di segala tempat dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat
yang mempunyai pemerintahan otoriter.
2. Rasa
Rasa cinta menghasilkan perbuatan yang pada umumnya bersifat posesif, apabila ada suatu
reaksi positif dari masyarakat yang dikuasai maka sistem kekuasaan akan dapat berjalan
dengan baik dan teratur.
3. Kepercayaan
Kepercayaan bisa timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang atau lebih yang
bersifat asosiatif. Soal kepercayaan sangat penting demi kelanggengan kekuasaan.
4. Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin dapat disangkal oleh orang lain, tetapi sistem pemujaan
membawa seseorang dan kelompok untuk membenarkan segala sesuatu yang datang dari
penguasa tersebut.

Kekuasaan yang telah dilaksanakan, memerlukan serangkaian cara atau usaha-usaha untuk
mempertahankannya. Setiap penguasa (pemimpin) yang telah memegang kekuasaan didalam
masyarakat, demi stabilnya masyarakat, akan berusaha untuk mempertahankannya. Cara-cara atau
usaha-usaha yang dapat dilakukannya adalah antara lain:
1. Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama peraturan dalam
bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa. Peraturan-peraturan tersebut akan
digantikan oleh peraturan-peraturan baru yang akan menguntungkan penguasa. Keadaan
tersebut biasanya terjadi pada waktu ada pergantian kekuasaan dari seseorang penguasa
kepada penguasa lain (yang baru).
2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belief-systems) yang akan dapat memperkokoh
kedudukan penguasa atau golongannya. Sistem kepercayaan meliputi agama, ideologi dan
seterusnya.
3. Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik.
4. Mengadakan konsolidasi horizontal dan vertikal.

14
Cara mengetahui siapa atau siapa saja yang berkuasa dalam suatu system politik atau dalam
suatu masyarakat, dapat dikemukakan tiga analisis sebagai berikut. Pertama, dengan analisis posisi,
ialah suatu analisis untuk mengetahui siapa yang berkuasa atau mempunyai pengaruh yang besar
dalam pembuatan keputusan politik dengan melihat posisinya dalam lembaga pemerintahan. Hak
ini, sebenarnya didasarkan pada suatu asumsi bahwa pejabat-pejabat yang menduduki posisi-posisi
yang tinggi dalam lembaga pemerintahan cenderung secara politis mempunyai kekuasaan yang
besar pula.

Untuk mengetahui siapa yang menduduki posisi yang tinggi itu tidaklah sukar,karena pada
umumnya telah diarsipkan dalam dokumen yang lengkap, akan tetapi, kelemahan analisis ada dua,
yaitu memasukkan ke dalam kategori pembuat keputusan tokoh-tokoh boneka tetapi tidak
mempunyai kekuasaan apa-apa karena orang lain yang memutuskan untuknya, hanya sekedar
mengesahkan keputusan yang telah dibuat orang lain. Lainnya bahwa mungkin dapat dimasukkan
orang-orang yang secara informasi mempunyai pengaruh pada kelompok-kelpompok pembuat
keputusan. Analisis posisi ini cenderung membesar-besarkan pengaruh`semua` dan meremehkan
pengaruh tidak langsung. Kedua, analisis reputasi, yaitu analisis untuk mengidentifikasikan pihak
berkuasa yang tidak didasarkan pada bagian organisasi resmi akan tetapi pada reputasi kekuasaan
mereka secara informal.

Hal ini dapat diketahui dengan menanyai informan-informan yang mengetahui mekanisme
politik dari dekat. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa partisipan dalam suatu sistem
mengetahui siapa yang ikut dalam pengambilan keputusan atau siapa yang berpengaruh kuat dan
siapa yang tidak terpengaruh. Dengan cara ini, akan termasuk dalam kategori yang berkuasa aktor-
aktor yang tidak menduduki jabatan resmi tetapi memiliki kekuasaan tidak langsung. Analisis
reputasi ini juga mempunyai kelemahan yaitu subjektifitas informan dalam memberikan informasi,
artinya informan mungkin hanya menunjuk pada tokoh-tokoh yang disukainya sebagai orang-orang
yang berpengaruh dan menutupi/tidak menunjuk tokoh-tokoh lain yang berpengaruh tetapi tak
disukainya. Selain itu, yang diketahui informan mungkin hanya tokoh-tokoh hanya dalam bidang-
bidang tertentu saja, tidak untuk bidang lain.

Oleh karena itu, analisis pertama dan kedua ini seringkali digunakan bersama-sama, yaitu
analisis posisi digunakan sebagai pelengkap analisis reputasi, artinya menghubungi orang-orang yang
menduduki posisi penting untuk menanyai siapa-siapa yang ikut dalam pembuatan keputusan.
Analisis yang ketiga adalah analisi keputusan yakni analisis untuk mengetahui siapa-siapa yang
berkuasa dengan cara mengamati dan meneliti siapa-siapa yang ikut mengambil keputusan melalui
beberapa kasus pengambilan keputusan yang dianggap cukup representative. Dapat diasumsikan
bahwa yang memnpunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan itu bias terdiri atas orang- orang
yang mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dalam proses pengambilan keputusan,
maka kiranya analisis keputusan inilah yang paling tepat dan efektif dalam memperoleh gambaran
tentang hubungan kekuasaan dalam suatu masyarakat, karena dengan analisisini, maka akan dapat
diikuti proses pengambilan keputusan sejak awal sampai akhir, sehingga tokoh-tokoh yang terlibat
didalamnya akan dengan mudah diketahui. Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara
yang berkuasa dengan yang dikuasai, atau dengan kata lain, antara pihak yang memiliki kemampuan
untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima pengaruh itu, dengan rela atau karena
terpaksa, sehingga apabila kekuasaan itu diterjemahkan pada diri seseorang, biasanya orang itu
dinamakan pemimpin, dan mereka yang menerima pengaruh-pengaruhnya adalah pengikut-
pengikutnya.

15
3.2 Sumber Kekuasaan
1. Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power), kekuasaan yang bersumber pada posisi struktural
seseorang dalam organisasi.
2. Kekuasaan Imbalan (Reward Power), kekuasaan yang bersumber pada kemampuan
memberikan imbalan.
3. Kekuasaan Memaksa (Coercive Power), kekuasaan yg bersumber pada kemampuan dalam
menggunakan ancaman dan hukuman.
4. Kekuasaan Keahlian (Expert Power), kekuasaan yang bersumber pada kemampuan spesifik
(keahlian, keterampilan atau pengetahuan) di bidangtertentu.
5. Kekuasaan Refereni (Referent Power), kekuasaan yg bersumber pada sifat-sifat pribadi
tertentu, seperti karisma, populeritas.

3.3 Panduan Dalam Menggunakan Kekuasaan


1. Kekuasaan Legitimasi
a. Melakukan perintah dengan cara sopan dan jelas
b. Menjelaskan alasan dari permintaan
c. Jangan keluar dari cakupan wewenang anda
d. Tidak perlu melakukan verifikasi wewenang
e. Ikuti jalur yang jelas
f. Menindaklanjuti untuk memverifikasi kepatuhan
g. Mendesak kepatuhan jika perlu

2. Kekuasaan Imbalan
a. Menawarkan jenis penghargaan yang diinginkan.
b. Menawarkan imbalan yang adil dan etis.
c. Jangan memberi janji lebih dari yang dapat anda berikan.
d. Jelaskan kriteria pemberian penghargaan dan jelaskan secara sederhana.
e. Berikan penghargaan sesuai janji jika syaratnya terpenuhi.
f. Gunakan penghargaan simbolis (tidak dengan cara manipulasi).

3. Kekuasaan Memaksa
a. Gunakan sebagai cara terakhir dan bila terpaksa saja.
b. Jelaskan aturan dan syarat, serta pastikan bahwa setiap orang sudah memahami
konsekuensi pelanggaran.
c. Kecuali untuk pelanggaran serius , berikan teguran lisan atau tertulis secara tertutup
sebelum menjatuhkan hukuman.
d. Gunakan hukuman yang sah, adil, dan sepadan dengan keseriusan pelanggaran
melalui AICI;
A – advance warning artinya jatuhnya sanksi harus didahului peringatan dini.
I – Immediate artinya sangsi harus dijatuhkan secepat mungkin setelah
terjadinyaperilaku menyimpang.
C – Consitence artinya pemberian sanksi harus didasari pada konsistensi tertentu.
I – Impersonal, artinya sanksi dijatuhkan bukan pada orangnya tetapi
padaperilakunya yang menyimpang.

16
4. Kekuasaan Keahlian
a. Menjelaskan alasan dari permintaan atau proposal dan mengapa hal tersebut
penting.
b. Memberikan bukti bahwa proposal itu akan berhasil dicapai.
c. Jangan membuat pernyataan yang gegabah atau tidak konsisten.
d. Jangan membesar-besarkan atau salah menerjemahkan fakta.
e. Dengarkan dengan serius orang yang memberi perhatian dan menyampaikan usulan.
f. Bertindak yakin dan tegas dalam sebuah krisis.

5. Kekuasaan Referen
g. Memperlihatkan tanggapan yang mendukung dan positif.
h. Memberikan dukungan dan bantuan.
i. Menggunakan bentuk mengambil hati yang tulus.
j. Membela dan mendukung setiap orang ketika dibutuhkan.
k. Melakukan bantuan yang tidak diminta.
l. Memberikan pengorbanan diri untuk memperlihatkan perhatian.
m. Memenuhi janji.

3.4 Panduan Dalam Menggunakan Kekuasaan


1. Persuasi rasional, menyajikan fakta dan argumen yang logis untuk memperlihatkan bahwa
sebuah permintaan itu masuk akal.
2. Seruan inspirasional mengembangkan komitmen emosional dengan cara menyerukan nilai-
nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi.
3. Konsultasi, meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran (target)
dengan cara melibatkan dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan
dijalankan.
4. Menyenangkan orang lain, menggunakan rayuan, pujian atau perilaku bersahabat sebelum
membuat permintaan.
5. Seruan pribadi, meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan
6. Pertukaran, memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau
penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
7. Koalisi, meminta bantuan orang lain untuk membujuk target atau menggunakan dukungan
orang lain sebagai alasan agar target setuju.
8. Legitimasi, mengandalkan posisi kewenangan seseorang dalam organisasi.
9. Tekanan, menggunakan peringatan tuntutan tegas, dan ancaman.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kepemimpinan adalah Kemampuan memperoleh konsensus dan keikatan padasasaran bersama,
melampaui syarat-syarat organisasi, yang dicapai dengan pengalaman sumbangan dan kepuasan di
pihak kelompok kerja sedangkanorganisasi itu pasti mengandung unsur individu yang berkumpul
dalam sebuahkelompok yang memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan tertentu sesuai
dengankebutuhan organisasi tersebut, dan didalamnya terdapat susunan kepemimpinanuntuk
mengatur jalannya organisasi tersebut agar berjalan dengan baik.Kepemimpinan tentu saja sangat
penting bagi jalannya organisasi karena jikasebuah organisasi berjalan tanpa adanya unsure
kepemimpinan yang baik darianggotanya juga dari pemimpin organisasinya, maka setiap masalah
yang munculdalam berjalannya organisasi tersebut akan sulit untuk diselesaikan secara cepatdan
efisien, yang mengakibatkan tujuan adanya organisasi tersebut terhambat dankepuasan dari
tercapainya tujuan tersebut persentasenya sangat rendah.Seorang pemimpin harus memiliki
keahlian dan kemampuan sosial agar menjadi seorang pemimpin yang baik dan bertanggung jawab
serta seorang pemimpin harus benar-benar dapat melaksanakan tanggung jawabnya,melakukan
kontrol dan pengendalian agar tujuan didalam organisasi tersebutdapat tercapai.

4.2 Saran
Disaat sekarang ini dalam menentukan seorang pemimpin atau apabila inginmenjadi seorang
pemimpin sebaiknya perhatikan sifat-sifatnya, karakter dari calon pemimpin itu sendiri karena
apabila salah memilih pemimpin organisasi tidak akan dapat mencapai tujuannya dan jalannya suatu
organisasi juga akan berantakan. Memilih seorang pemimpin diharuskan mempunyai keahlian dan
pengetahuan yang sangat luas, tidak hanya pengetahuan umum tetapi harusmemiliki keterampilan
khusus, diantaranya keterampilan dalam mengelola sumber daya manusia, keterampilan teknis.
Seorang pemimpin harus memiliki sikap dan perilaku yang baik, karena seorang pemimpin menjadi
panutan atau contoh untuk bawahannya, seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan,
jujur dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang diamanahkan kepada seorang
pemimpin.

18
DAFTAR PUSTAKA

Selo Soemardjan, Pola-Pola kepemimpinan Dalam Pemerintahan, ceramah padaCoaching


Management Lembaga Pertahanan Nasional, 7 Maret 1967, tidak diterbitkan.Djafri Novianty. 2014.
Psikologi Manajemen. Dee Publish YogyakartaElly M. Setiadi dan Usman Kolip,Pengantar Sosiologi :
Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori,Aplikasi dan Pemecahannya, Kencana,
Jakarta, 2011.James M. Henslin, Essensial of Sociology To Down Earth Approach (book
alone),Pearson Education Inc, 2006, yang dialih bahasakan oleh Kamanto Sunarto, Sosiologidengan
Pendekatan Membumi, Erlangga, Jakarta, 2011.JaneOllenburger dan Helen A.More, A Sociology of
Woman, yang diterjemahkan oleh BudiSucahyono dan Yan Sumaryana, Sosiologi Wanit

Website
http://belajarpsikologi.com/tipe-tipe-kepemimpinan/
http://beruangkaki5.blogspot.com/2012/06/klasifikasi-gaya-gaya-kepemimpinan.

19

Anda mungkin juga menyukai