Anda di halaman 1dari 5

Nama : Kiki Rizky Amelia

Tugas : Tanggapan Buku


Dosen : Soerono, M.Th.
Mata Kuliah : Pelayanan Pelepasan dan Kesembuhan
Bibliologi: Rick Love. Kerajaan Allah dan Muslim Tradisional. California: William Carey
Library, 2000.

Sebanyak lebih dari tiga perempat dari satu milyar orang-orang Islam yang ada di

dunia merupakan Muslim abangan. Muslim abangan adalah mereka yang secara doktrinal

adalah Muslim namun secara praktis animisme. Dalam konteks Indonesia, mayoritas

penduduknya beragama Muslim dan secara praktis masih menyembah roh-roh dan lebih

peduli kepada sihir daripada Muhammad.

Dalam kota-kota besar di Indonesia yang teknologimya sudah lebih maju dan pikiran

masyarakatnya sudah lebih terbuka daripada masyarakat yang berada di pedesaan, tidak

menjadikan praktik sihir dan dukun kesembuhan surut, praktik tersebut tetap terpelihara

dengan baik meskipun menggunakan cara-cara yang lebih halus dan sulit untuk diteliti.

Para pelayan Tuhan yang ingin menjangkau orang-orang Muslim abangan di

perkotaan harus dapat mengadakan pendekatan kepada pribadi orang tersebut, sehingga

pelayan Tuhan dapat mengerti praktik sihir apa yang masih digunakan oleh orang tersebut.

Barulah dari situ pelayan Tuhan itu dapat memberitakan kebenaran Firman Allah sesuai

dengan kebutuhan orang tersebut.

Pemberitaan Injil dengan menekankan konteks dari penerima berita Injil sangatlah

penting. Hal tersebut dapat mempengaruhi seberapa banyaknya orang yang mau menerima

berita Injil tersebut. Dalam konteks Indonesia yang menganut beberapa agama besar dunia

dan banyak kepercayaan suku, kontekstualisasi sangatlah penting diperhatian dengan

melakukan pengamatan yang seksama terhadap teks Alkitab dan budaya setempat dimana dan

kepada siapa berita Injil akan disampaikan. Pemberitaan Injil yang dilakukan dengan tidak
memperhatikan konteks dari penerima bisa jadi akan berakibat buruk, bahkan orang yang

mendengarkan pemberitaan Injil tersebut bisa saja bukan akan menerima berita Injil tersebut,

tetapi malah menolak bahkan menghina Injil. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pelayan

Injil adalah mengetahui latar belakang pendengar, seperti asal tempat tinggal, agama,

kepercayaan, dan budaya dari si pendengar.

Sebagai contoh adalah ketika penginjil hendak memberitakan Injil kepada

masyarakat Hindu. Penginjil tidak dapat menekankan tentang penyaliban Yesus. Karena

orang Hindu akan menganggap Yesus sebagai manusia biasa yang mati tak berdaya.

Penginjil juga tidak dapat menekankan tentang murka Allah karena hal tersebut malah akan

membuat mereka berpikir bahwa semua allah sama saja. Yaitu Allah yang dapat murka

kepada umat-Nya. Akan lebih dapat diterima kalau penginjil memberi penekanan tentang

pengampunan dosa, damai dan ketenangan hati yang diperoleh ketika menjadi pengikut

Kristus. Karena dalam agama mereka yang sebelumnya, ajaran mereka lebih menekankan

untuk mendapatkan pencerahan dan pencapaian dalam nirwana. Sehingga Fiman tersebut

akan dapat diterima oleh mereka, lalu penginjil dapat mengenalkan mereka untuk mengenal

Juru Selamat yang adalah satu-satunya Pribadi yang sanggup memenuhi kebutuhan terdalam

manusia yaitu Yesus Kristus (Hesselgrave 1978:169).

Di tempat asal saya Banyumas provinsi Jawa Tengah, agama mayoritas adalah

agama Islam, lebih tepatnya Islam abangan. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan

setiap kepercayaan dan ritual keagamaan yang dijalankan. Bahkan ketika ada seseorang yang

bertanya tentang kepercayaan sudut pandang mereka akan dunia roh, jawaban yang mereka

berikan cukup meyakinkan penanya tentang seberapa besar kebergantungan mereka dengan

roh-roh yang mereka percayai. Bahkan dalam keseharian dalam rumah-rumah mereka, tak

jarang masih ditemui sesaji yang diperuntukkan kepada para roh nenek moyang dan roh-roh

yang mereka sembah. Dalam hal ini, tentunya pengetahuan akan kepercayaan mereka akan
dunia roh dan pendekatan oleh para penginjil sangatlah dibutuhkan agar mereka dapat

menerima pemberitaan Injil.

Pemberitaan Injil yang dilakukan oleh penginjil seringkali hanya berfokus untuk

menarik perhatian pendengar untuk mau menerima Injil. Tetapi mereka tidak memiliki tujuan

untuk merintis gereja-gereja yang kontekstual. Penginjil juga kadang tidak mengajak para

petobat baru untuk bergabung kepada gereja yang sudah ada di daerah setempat. Sehingga

ketertarikan mereka akan Injil hanya bersifat sementara dan kemudian mereka akan kembali

kepada kehidupan mereka yang lama. Karena mereka tidak bertumbuh dalam

kepercayaannya akan Kristus.

Agar Injil dapat berakar di dalam kehidupan sekelompok orang, penting untuk

pemberita Injil mengumpulkan informasi tentang kepercayaan dan adat lama, khususnya yang

berhubungan dengan berita, pemberita dan gereja. Dalam menggunakan ketiga wilayah

utama ini, pelayan dapat menggunakan kutipan dari kepercayaan masyarakat yang lama untuk

dijadikan suatu jembatan untuk kesaksian. Pelayan juga dapat menggunakan beberapa

kebudayaan yang masih dapat diintegrasikan dalam ibadah umat percaya dengan

menggunakannya sebagai tema-tema tambahan, tetapi secara umum tetap “berbau gerejawi“

dalam pelaksanaannya. Tidak lupa dalam mengkontekstualisasikan kebenaran Firman Allah

dengan kebudayaan juga memerlukan peran dan tuntunan Roh Kudus agar para pelayan tidak

salah dalam mengintergasikan kebudayaan tersebut kedalam gereja.

Saat ini ada semakin banyak orang yang memiliki kerinduan untuk menjangkau jiwa-

jiwa yang belum mengenal dan mau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

Tetapi ada semakin banyak juga para pelayan Injil yang tidak tahan menghadapi setiap proses

dan pencobaan yang ada saat sedang melayani. Maka tak sedikit dari para pelayan Injil yang

mundur dari pelayanan Kristiani. Ada banyak misionaris di seluruh dunia yang meninggalkan
tempat asalnya dengan tujuan untuk memberitakan Injil. Sayangnya seringkali mereka hanya

berfokus untuk melakukan tahap awal dari penginjilan itu sendiri tanpa membawa para

petobat baru tersebut semakin bertumbuh dalam iman kepada Kristus. Mereka hanya

memberitakan kabar Injil kepada orang-orang yang belum mengenal Injil, kemudian saat

mereka sudah menerima Firman dan mengakui Yesus sebagai Tuhan, pelayan Injil hanya

mengarahkannya untuk datang ke gereja lokal tanpa membimbingnya lebih lanjut dalam

pertumbuhan imannya. Maka tak jarang dari para petobat baru yang sudah mengerti

kebenaran Firman Allah kembali lagi kepada kepercayaannya yang lama dan ia mulai

meninggalkan iman Kristennya sekali lagi. Oleh Karena itu, sangat penting bagi para pelayan

Injil untuk dapat memastikan mereka yang telah memiliki keputusan untuk menjadi pengikut

Kristus memiliki pertumbuhan iman yang mendalam dalam Kristus.

Hal lain yang tidak kalah penting ialah perjumpaan kuasa. Perjumpaan kuasa

pertama kali digunakan oleh Alan Tippett. Baginya perjumpaan kuasa selalu berkaitan

dengan penginjilan karena biasanya orang yang mengalaminya sedang membuat suatu

komitmen atau baru saja berkomitmen kepada Kristus. Perjumpaan kuasa merupakan “suatu

perjumpaan antara allah mereka yang lama dengan Allah mereka yang baru. ... mereka telah

menolak sumber-sumber adikodrati yang kepadanya dulunya mereka bergantung, dan

menantang kuasa lama yang mungkin akan membahayakan mereka” (1987:83).

Perjumpaan kuasa berfungsi seperti jendela ke dalam dunia okultisme, yang serupa

dengan dunia Islam tradisional dan melukiskan berbagai aspek sihir dan pendekatan-

pendekatan yang berbeda. Tidak hanya berguna untuk petobat baru secara pribadi, tetapi juga

bagi orang-orang disekitanya. Ketika terjadi perjumpaan kuasa antara kuasa kegelapan

dengan kuasa Kristus, biasanya akan terlihat tanda-tandanya secara nyata. Hal ini dapat

menjadi kesaksian dan tanda yang nyata kalau kuasa Yesus lebih besar daripada semua kuasa
di dunia. Biasanya orang-orang akan tertarik untuk lebih mengenal dan mengerti Firman

Tuhan ketika mereka secara langsung melihat pertunjukkan kuasa tersebut.

Hal perjumpaan kuasa juga tidak kalah penting dengan kontekstualitas dalam

penginjilan. Dalam kebudayaan wilayah Banyumas, kerap kali ketika seseorang sedang

mengadakan suatu acara perayaan (pernikahan, ulang tahun, hari kemerdekaan, khitanan)

tertentu, tak jarang mereka memanggil orang-orang yang dianggap dapat berkomunikasi

dengan dunia roh, lalu mengadakan pertunjukkan kuda lumping. Dalam pertunjukkan

tersebut, biasanya para penari akan dirasuk oleh roh kemudian menunjukkan aksinya dengan

memakan bara, beling, bunga, kemenyan, rokok, dan di pecut menggunakan rotan atau daun

kelapa tetapi tidak terluka. Biasanya sebelum mengadakan perayaan, masyarakat juga

memanggil pawang hujan dengan harapan agar terhindar dari cuaca buruk. Dalam

mengundang kedatangan roh-roh tertentu, mereka akan memberikan sejumlah uang untuk

persyaratan atau harus menyiapkan sesaji tertentu sesuai permintaan dukun atau roh itu

sendiri.

Sangat penting bagi para penginjil untuk mengetahui kuasa roh yang ada di wilayah

tersebut agar ia tidak salah dalam melakukan penyerangan. Mereka juga tidak dapat

mengandalkan kekuatan diri mereka sendiri karena tanpa peran dari Roh Kudus, para

penginjil tidak mungkin mampu melawan roh-roh tersebut. Roh Kudus juga yang akan

memberitahukan kepada para penginjil bagaimana mereka harus menghadapi dan berperang

melawan roh yang tak terlihat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai