NHS Kelompok 14 Fixx
NHS Kelompok 14 Fixx
Disusun Oleh :
Kelompok 14
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong
hamba-Nya dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan penuh kemudahan.
Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan asuhan
keperawatan ini dengan baik.
Asuhan keperawatan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Asuhan Keperawatan pada Pasien NHS”, yang kami sajikan berdasarkan hasil pencarian
kami dari berbagai sumber. Asuhan keperawatan ini kami susun dengan berbagai rintangan,
baik itu yang datang dari diri kami sendiri maupun yang datang dari luar. Namun, dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya asuhan keperawatan ini
dapat terselesaikan tepat waktu.
Semoga asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun asuhan keperawatan ini tidak luput dari kelebihan dan kekurangan.
Kami mohon saran dan kritiknya untuk kedepan yang lebih baik. Terima kasih.
i
DAFTAR ISI
ii
F. Evaluasi Keperawatan .......................................................................................... 50-56
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................................................... 57
B. Saran .................................................................................................................... 57-58
1. Bagi Pasien dan Keluarga...................................................................................... 57
2. Bagi Mahasiswa ..................................................................................................... 58
3. Bagi Rumah Sakit ................................................................................................... 58
a. Bagi Institusi/Akademik........................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang
kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat moderen. Kesibukan yang luar biasa terutama di kota besar
membuat manusia terkadang lalai terhadap kesehatan tubuhnya. Pola makan tidak
teratur, kurang olahraga, jam kerja berlebihan serta konsumsi makanan cepat saji sudah
menjadi kebiasaan lazim yang berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit
pembuluh darah dan penyakit non infeksi salah satunya adalah penyakit yang menyerang
pembuluh darah otak yaitu stroke (Basri,2015). World Health Organization
(WHO) mendefinisikan stroke sebagai gangguan fungsional otak vokal maupun global
akibat terganggunya aliran peredaran darah otak yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menyebabkan kematian (Pinzon, 2015). Stroke merupakan penyebab kematian
ketiga terbesar di dunia dengan Angka kejadian lebih dari 5,1 Juta. Pada tahun 2020
Diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke (Junaidi 2015)
Penyebab terjadinya stroke pun beragam, ada yang dikarenakan pembuluh darah
pecah, pembuluh darah yang tersumbat dan masih banyak lagi penyebab stroke. Tekanan
darah yang terlalu tinggi atau sering disebut hipertensi juga merupakan salah satu
penyebabnya, pentingnya menjaga tekanan darah dalam keadaan normal tidak terlalu
tinggi maupun terlalu rendah. Pola makan dan gaya hidup sehat juga harus diperhatikan,
orang yang menderita stroke pasti mengalami perubahan dalam hidupnya walaupun
telah mendapatkan perawatan secara lengkap, stroke tidak hanya mempengaruhi fisik
penderitaannya tetapi hubungannya dengan teman keluarga dan karir. Pada umumnya
orang awam kurang mengenali gejala-gejala stroke yang terjadi hal ini dikarenakan
kurangnya informasi mengenai penyakit stroke, 3 jam setelah diketahui gejala-gejala
stroke harus segera mendapat penanganan secara cepat dan tepat. Hal ini bertujuan agar
kerusakan otak dapat ditangani dengan cepat. Lebih dari 3 jam tidak segera
mendapatkan penanganan, maka dapat menyebabkan kerusakan yang parah hingga
menyebabkan kematian. (Sheria Puspita Arum 2015).
1
Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2015, prevalensi penyakit stroke di indonesia
meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga
kesehatan adalah usia >75 tahun yaitu sebesar (43,1%) pada kelompok usia 15-24 tahun
yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi yaitu
sebesar (7,1%) Dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar (6,8%). Berdasarkan
tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi yaitu sekitar (5,7%). Struktur
masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia pada tahun 2014, prevalensi
kasus stroke di indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 mill dan
yang terdiagnosis memiliki gejala stroke sebesar 12,1 per mill. Prevalensi kasus stroke
tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Selatan (17,9%).
Fase akut memiliki gejala yang lebih buruk dibandingkan efek setelah pemulihan.
Misalnya jika gejala stroke pada awal meliputi mati rasa pada tangan dan
ketidakmampuan untuk menggerakkan lengan, cacat selama dan setelah pemulihan
mungkin termasuk mati rasa, kadang-kadang kesemutan sesekali, dan kelemahan pada
jemari. Seringkali pada tahap darurat serangan stroke, pasien membutuhkan istirahat,
dukungan perawatan jarak dekat serta bantuan lainnya, selamanya dirawat di rumah
sakit lingkungan rumah sakit memang diatur sedemikian rupa untuk menggabungkan
jadwal pengobatan, waktu makan, serta rutinitas untuk menjaga kebersihan pribadi.
Pasien yang berada di rumah sakit untuk perawatan stroke umumnya tidak
diperbolehkan membaca, berfikir tentang masalah rumit, membuat keputusan, atau
membawa benda-benda berat. Selama fase rehabilitasi dan setelah pulang ke rumah
keterampilan integratif kompleks umumnya diuji dalam lingkungan di mana penurunan
fungsi tubuh nyata dirasakan oleh pasien. Ketidakmampuan secara mandiri mengelola
beberapa tugas tidak tampak menjadi masalah hingga pasien diharuskan menjalankan
rutinitasnya. (Smeltzer, 2015).
Semakin meningkatnya angka penyakit stroke dipengaruhi oleh faktor resiko yang
bersifat genetik dan bahkan tidak mungkin untuk diubah (misalnya: um ur, jenis kelamin).
Faktor risiko lainnya dipengaruhi oleh lingkungan dan mudah dicegah (misalnya perokok)
dan ada pula faktor risiko yang merupakan kombinasi antara lingkungan dan familial
(misalnya: hipertensi). Berdasarkan data-data yang didapat, Angka kejadian penyakit
stroke cukup tinggi dan pemulihannya membutuhkan waktu itu yang lama, sehingga
perawat juga harus memiliki kemampuan dalam bidang pengetahuan dan keterampilan
2
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemberi asuhan keperawatan
Sesuai dengan standar profesi dan salah satunya adalah pada pasien stroke dari uraian
tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil masalah non hemoragik stroke sebagai
Asuhan Keperawatan yang dilakukan di ruang perawatan walet Rumah Sakit Bhayangkara
Makassar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Non Hemoragic Stroke?
2. Apa etiologi Non Hemoragic Stroke?
3. Apa klasifikasi Non Hemoragic Stroke?
4. Apa manifestasi klinis Non Hemoragic Stroke?
5. Apa patofisiologi Non Hemoragic Stroke?
6. Apa pemeriksaan diagnostic Non Hemoragic Stroke?
7. Apa saja penatalaksanaan Non Hemoragic Stroke?
8. Apa saja komplikasi Non Hemoragic Stroke?
9. Apa saja rehabilitas pasca stroke pada Non Hemoragic Stroke?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada Non Hemoragic Stroke?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Non Hemoragic Stroke
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian dan merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Non Hemoragic Stroke.
b. Menetapkan perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Non
Hemoragic Stroke.
c. Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Non Hemoragic Stroke. d.
Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Non Hemoragic Stroke. e.
Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Non Hemoragic
Stroke.
3
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dapat Dijadikan sebagai pedoman dalam mengajarkan cara rawat pasien
dengan non hemoragik stroke dan keluarga mengetahui dan mampu menerapkan
cara merawat pasien Non Hemoragic Stroke
2. Bagi Mahasiswa
Dapat menjadi bahan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta menambahkan pengalaman telah melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Non Hemoragic Stroke.
3. Bagi Rumah Sakit
Karya tulis ini dapat menjadi bahan masukan demi meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan bagi petugas kesehatan khususnya perawat, agar
dapat menjalankan tugas khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Non Hemoragic Stroke.
4. Bagi Institusi/Akademik
Sebagai bahan acuan dalam menunjang pengetahuan bagi peserta didik dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Non Hemoragic Stroke.
4
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi
Stroke atau cerebral vaskuler accident (CVA) adalah gangguan dalam sirkulasi
Intraserebral yang berkaitan vascular insuffisiency, trombosis, emboli, atau perdarahan
(Muliati, 2018).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang di sebabkan karena penyumbatan
pembuluh darah di otak oleh thrombosis maupun emboli sehingga suplai glukosa dan
oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai
(Nggebu, 2019).
Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh (Ratnasari, 2020).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a) Jenis Kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal
ini dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau
pelindung pada proses ateroskerosis. Namun setelah perempuan tersebut
mengalami menopouse , besar risiko terkena stroke antara laki-laki dan
perempuan menjadi sama (Ummaroh, 2019).
b) Usia
Stroke dapat menyerang siapa saja, semakin tua usia seseorang maka
semakin besar kemungkinan orang tersebut terkena stroke. Penderita stroke lebih
banyak terjadi pada usia diatas 50 tahun dibandingkan dengan yang berusia
dibawah 50 tahun. Dimana pada usia tersebut semua organ tubuh termasuk
pembuluh darah otak menjadi rapuh (Ratnasari, 2020).
5
c) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar penderita
stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya. Keturunan dari
penderita stroke diketahui menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis
awal, yaitu proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke. Beberapa penelitian lain
yang telah dilakukan mengesankan bahwa riwayat stroke dalam keluarga
mencerminkan suatu hubungan antara faktor genetis dengan tidak berfungsinya
lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri koronaria (Ummaroh, 2019).
2. Faktor Presipitasi
a) Hipertensi
Hipertensi, merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting untuk
stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada keadaan hipertensi, pembuluh
darah mendapat tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan berlangsung
lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembilih darah sehingga
menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan
arterosklerosis dan penyempitan diameter pembuluh darah sehingga
mengganggu aliran darah ke jaringan otak (Nasution, 2013).
b) Penyakit Jantung
Faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit yang
disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak
teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih
cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran darah
menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah.
Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan
menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation
merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara empat kasus stroke.
Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya
memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak
dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti
aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke (Juwani,
2013).
6
c) Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan resiko terjadinya stroke iskemik.
Seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus jika pemeriksaan gula darah
puasa > 140 mg/dL, atau pemeriksaan 2 jam post prandial > 200 mg/dL Penderita
diabetes cenderung menderita obesitas, obesitas dapat mengakibatkan hipertensi
dan tingginya kadar kolesterol, dimana keduanya merupakan faktor resiko stroke
(Ratnasari, 2020).
d) Obesitas
Stroke terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolestrol dalam darah.
Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL yang (Low-Density Lipoprotein)
lebih tinggi dibandingkan kadar HDL (High-Density Lipoprotein).
e) Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan peningkatan
plak pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat sirkulasi darah.
Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali ini berlaku
untuk semua jenis rokok dan untuk semua tipe stroke, terutama perdarahan
subaraknoid karena terbentuknya aneurisma dan stroke iskemik. Asap rokok
mengandung beberapa zat yang bahaya yang disebut dengan zat oksidator.
Dimana zat tersebut menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat
penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri
diseluruh tubuh termasuk otak, jantung dan tungkai. Sehingga merokok dapat
menyebabkan terjadinya arteriosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah menggumpal sehingga resiko terkena stroke (Ratnasari,
2020).
f) Dislipidemia
Kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan kolesterol total yang tinggi
mengakibatkan resiko stroke sampai dua kali lipat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa angka kejadian stroke 23 meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol
diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg% menaikkan angka stroke
25% sedangkan kenaikan HDL (High Density Lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%)
menurunkan angka stroke setinggi 47% (Ratnasari, 2020).
7
g) Life Style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu berbagai
penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif maupun usia lanjut. Salah satu
contoh life style yaitu berkaitan dengan pola makan.Generasi muda biasanya
sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi
makanan siap saji yang serat lemak dan kolesterol namun rendah sehat.
Kemudian, seringnya mengonsumsi makanan yang digoreng atau makanan
dengan kadar gula tinggi dan berbagai jenis makanan yang ditambah zat
pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain. Faktor gaya hidup lain yang dapat
beresiko terkena stroke yaitu sedentary life style atau kebiasaan hidup santai dan
malas berolah raga. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan
metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan yang dikonsumsi.
Sehingga, beresiko membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol
dalam darah yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat
menyumbat pembuluh darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan
jantung dan stroke (Ummaroh, 2019).
h) Stress
Stres yang bersifat konstan dan terus menerus memengaruhi kerja kelenjar
adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon adrenalin, tiroksin, dan kortisol
sebagai hormon utama stres akan naik jumlahnya dan berpengaruh secara signifi
kan pada sistem homeostasis. Adrenalin yang bekerja secara sinergis dengan
sistem saraf simpatis berpengaruh terhadap kenaikan denyut jantung dan
tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan Basal Metabolism Rate (BMR) juga
menaikkan denyut jantung dan frekuensi nafas. Peningkatan denyut jantung inilah
yang akan memperberat aterosklerosis. Stress dapat merangsang pelepasan
hormon adrenalin dan memacu jantung untuk berdetak lebih cepat dan lebih
kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat (Ramadhani & Adrian, 2015).
i) Cedera Kepala dan Leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan
pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada
stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang
punggung atau pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara
8
berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke
yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia muda (Juwani, 2013).
j) Konsumsi Kopi
Konsumsi kopi dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke iskemik, di
sebabkan oleh denyut jantung yang meningkat beberapa saat setelah
mengkonsumsi segelas kopi, yang dapat terjadinya aliran darah ke otak tidak
stabil akibatnya kerja jantung yang meningkat sehingga kapasitas pembuluh darah
bertambah dan akan beresiko terjadinya penyumbatan didalam Arteri (Juwani,
2013).
k) Konsumsi Alkohol
Makin banyak konsumsi alkohol maka kemungkinan stroke. Makin tinggi
karena alkohol dapat menaikan tekanan darah, memperlemah jantung,
mengentalkan darah dan menyebabkan kejang arteri. konsumsi alkohol secara
berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga mempengaruhi
kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus ke perdarahan di otak serta
memperbesar risiko stroke iskemik (Udani, 2013).
C. Klasifikasi
Menurut Lusiana (2019) klasifikasi stroke dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih
arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk didalam pembuluh darah otak atau pembukuh darah organ
distal. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer termasuk
ateroslerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan penyakit jantung strukural.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme yang sering merupakan respons
vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara araknoid dan piameter
meningen. Sebagian stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak
tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh darah besar dileher dan batang otak
memiliki banyak reseptor nyeri sehingga cedera pada pembuluh -pembuluh darah ini
saat serangan iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala.
9
Menurut Prakasita (2015) berdasarkan perjalanan klinis, stroke iskemik
dikelompokkan menjadi :
a) TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan
oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
b) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21
hari.
c) Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d) Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20 % dari seluruh kasus stroke. Pada stroke ini,
lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan di
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Perdarahan dapat secara cepat
menimbulkan gejala neurogenik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di 12
dalam tengkorak. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan
fungsi otak dan kehilangan kesadaran.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Ginting (2017) gejala umum yang sering terjadi dan mudah dilihat adalah
penderita merasakan lemah dan mati rasa atau bebal pada bagian wajah, tangan, atau
kaki terutama salah satu bagian tubuh. Gejala stroke dapat disingkat FAST untuk
memudahkan masyarakat dalam mengenali gejala tersebut:
1. F (face/wajah)
Minta orang tersebut untuk tersenyum. Wajah akan terlihat tidak simetris (asim etris),
sebelah sudut mulut tertarik ke bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut
tampak mendatar.
2. A (arms drive/gerakan lengan)
Minta orang tersebut untuk mengangkat kedua lengan. Lengan diangkat lurus sejajar
kedepan dengan sudut 900 dan telapak tangan keatas selama 30 detik. Jika
10
kelumpuhan lengan ringan dan tanpa disadari penderita, maka lengan lumpuh akan
turun (menjadi tidak sejajar lagi) sedangkan kelumpuhan yang berat, lengan tersebut
tidak bisa diangkat lagi dan tidak dapat digerakkan.
3. S (speech/bicara)
Minta orang tersebut mengulangi kalimat sederhana. Maka akan terlihat gangguan
berbicara (artikulasi terganggu) atau sulit berbicara (gagu) atau bisa bicara tetapi
mengalami gangguan pemahaman atau sulit mengerti.
4. T (time/waktu )
Segera memanggil ambulans atau ke rumah sakit jika menemukan tiga gejala diatas
seperti perubahan wajah, kelumpuhan dan bicara atau disertai gejala seperti :
a. Kehilangan kesadaran (pingsan)
b. Pusing berputar (vertigo)
c. Kesemutan separuh badan
d. Penglihatan tiba-tiba kabur pada kedua atau salah satu mata.
11
a) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
b) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.
c) Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
3. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial
dan kehilangan sensori (Katrisnani, 2019).
4. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek Psikologik
Menurut Afandy (2018) gangguan persepsi sensori merupakan
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Gangguan persepsi sensori
pada stroke meliputi:
a) Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan
korteks visual. Kehilangan setengah lapang pandang terjadi sementara atau
permanen (homonimus hemianopsia). Sisi visual yang terkena berkaitan dengan
sisi tubuh yang paralisis. Kepala penderita berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan
cendrung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut yang disebut
dengan amorfosintesis. Pada keadaan ini penderita hanya mampu melihat
makanan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
b) Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial sering terlihat pada penderita dengan hemiplegia kiri.
Penderita tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
berat dengan kehilangan propriosepsi yaitu kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius.
12
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan (Katrisnani, 2019).
E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Nggebu 2019).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah, terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat,
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan
keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan
13
oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yan g disebabkan
oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung (Nggebu, 2019).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Murtiningsih (2019) pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke, yaitu :
1. Radiologi
a) Elektroensefalogram (EEG)
Mengidentifikasi penyakit yang didasarkan pada pemeriksaan pada
gelombang otak dan memungkinkan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Pada pasien stroke biasanya dapat menunjukkan apakah terdapat kejang yang
menyerupai dengan gejala stroke dan perubahan karakteristik EEG yang menyertai
stroke yang sering mengalami perubahan (Hello sehat, 2018).
b) Sinar X
Menggambarkan pada perubahan kelenjar lempeng pineal pada daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang terdapat pada
trombosis serebral.
c) Angiografi Serebral
Pemeriksaan ini membantu untuk menentukan penyebab stroke secara
spesifik antara lain perdarahan, obstruksi arteri, olkusi/rupture.
d) CT-Scan
Pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik adanya edema, adanya
hematoma, iskemia dan adanya infark pada stroke. Hasil pemeriksaan tersebut
biasanya terdapat pemadatan di vertikel kiri dan hiperdens lokal.
e) Fungsi Lumbal
Tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli dan TIA (Transient
Ischaemia Attack). Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau
14
intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis berhubungan
dengan proses inflamasi.
f) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnetik dengan menentukan
besar atau luas perdarahan yang terjadi pada otak. Hasil dari pemeriksaan ini
digunakan untuk menunjukan adanya daerah yang mengalami infark, hemoragik,
dan malinformasi arteriovena.
g) Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/ aliran
darah/ muncul plaque/aterosklerosis).
h) Pemeriksaan Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung dan menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah berlawanan dari masa yang meluas.
2. Laboratorium
a) Pemeriksaan Darah Lengkap
Seperti Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Semua itu berguna untuk
mengetahui apakah pasien menderita anemia, sedangkan leukosit untuk melihat
sistem imun pasien. Jika kadar leukosit pada pasien diatas normal, berarti ada
penyakit infeksi yang sedang menyerang.
b) Test Darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari 4 pemeriksaan yaitu pothromin time, partial
thromboplastin (PTT), Internasional Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit.
Keempat tes ini berguna untuk mengukur seberapa cepat darah mengumpal. Pada
pasien stroke biasanya ditemukan PT/PTT dalam keadaan normal.
c) Tes Kimia Darah
Tes ini digunakan untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat
dll. Seseorang yang terindikasi penyakit stroke biasanya memiliki yang gula darah
yang tinggi. Apablia seseorang memiliki riwayat penyakit diabetes yang tidak
diobati maka hal tersebut dapat menjadi faktor pemicu resiko stroke.
G. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan medis menurut (Nofitri) yaitu:
15
1. Penatalaksanaan Medis
a) Menurunkan kerusakan iskemik serebral Tindakan awal difokuskan untuk
menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan oksigen,
glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki
disritmia serta tekanan darah.
b) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30
atau embolik
3) Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral
d) Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran
darah otak.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan boleh
d) Bedrest
H. Komplikasi
Menurut Pratama (2019) komplikasi pada penderita stroke, yaitu :
1. Bekuan Darah (trombosis)
Mudah terbentuk pada kaku yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan (odema) selain itu juga dapat menyebabkan embolismen paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
16
2. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus dan
infeksi.
3. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan
cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumoni.
4. Atrofi dan Kontraktur (Kekakuan Sendi)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
17
3. Fase Kronis
Program latihan atau rehabilitasi untuk fase kronis berlangsung diatas 6 bulan
setelah terjadi stroke. Pada fase ini latihan endurasi dan penguatan otot dilakukan
secara bertahap dan terus ditingkatkan hingga pasien dapat mencapai aktivitas aktif
yang optimal. Tujuan dari program latihan fase kronis adalah mengoptimalkan dan
mempertahankan kemampuan fungsional yang telah dicapai, mengoptimalkan
kualitas hidup pasien, dan mencegah terjadinya komplikasi. Latihan fase kronis
meliputi latihan berjalan, latihan kekuatan dan latihan keseimbangan.
Menurut Hariandja (2013), peningkatan kualitas hidup penderita stroke melalui
rehabilitasi. Rehabilitasi dilakukan segera mungkin dan secara rutin, hal ini
menyebabkan kembalinya kemampuan motorik penderita stroke secara bertahap.
Rehabilitas pada ekstremitas atas sangatlah penting bagi penderita stroke. Ekstremitas
atas sangat berperan penting dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari seperti makan,
minum, mandi, berpakaian, dan lain sebagainya.
Menurut Sari (2020), penatalaksanaan rehabilitasi yang dapat dilakukan pada
pasien stroke dengan gangguan mobilitas fisik yaitu melakukan mobilisasi sesegera
mungkin saat kondisi neurologis dan hemodinamik penderita stroke telah membaik
atau stabil. Mobilisasi harus dilakukan secara berskala.
18
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama Initial : Tn. E
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Jumlah Anak :-
Agama/Suku :Katolik/Toraja
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang Digunakan : Bahasa Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Kary.Swasta
Alamat Rumah : Jl. Tidung
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. S
Umur : 49 tahun
Alamat : Jl. Tidung
Hubungan dengan Pasien: Istri
19
B. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran (kualitatif) : Compos mentis
Skala koma Glasgow (kuatitatif)
a) Respon motorik :6
b) Respon bicara :3
c) Respon membuka mata : 4
Jumlah : 13
Kesimpulan : kesadaran pasien penuh
2. Tekanan darah : 140/80 mmHg
MAP : 100 mmHg
Kesimpulan : Perfusi ginjal memadai
3. Suhu : 36,8oC di Oral Axila Rectal
4. Pernapasan : 22 x/i
5. Irama : Teratur Bradipnea Takipnea Kusmaul
Cheyness-stokes
Jenis : Dada Perut
6. Nadi : 82 x/i
Irama : Teratur Bradikardi Takikardi
Kuat Lemah
C. PENGUKURAN
1. Lingkar lengan atas :-
2. Tinggi badan : 170 cm
3. Berat badan : 70 kg
4. IMT (Indeks Massa Tubuh) : 24,2 kg/m2
kesimpulan : Berat badan normal
20
D. GENOGRAM
Keterangan:
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
: Garis serumah
21
Penjelasan :
Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan istrinya adalah anak kedua
dari tiga bersaudara. Pasien dan istrinya tidak memiliki anak. Istrinya mengatakan
bahwa ibu mertuanya memiliki riwayat hipertensi dan meninggal karena serangan
jantung sedangkan ayah mertuanya tidak memiliki riwayat apapun dan meninggal
karena faktor umur. Begitupun dengan orang tua istri pasien tidak memiliki riwayat
penyakit apapun namun sudah meninggal karena faktor umur. Istrinya mengatakan
hanya suaminya yang mengalami stroke.
22
d) Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit keturunan yakni
ibu pasien memiliki riwayat hipertensi.
3. Pemeriksaan fisik :
a) Kebersihan rambut : Tampak rambut pasien bersih, beruban dan lembab.
b) Kulit kepala : Tampak kulit kepala pasien tidak ada ketombe
maupun lesi
c) Kebersihan kulit : Tampak kulit pasien bersih dan lembab
d) Hygiene rongga mulut : Tidak berbau, tidak ada sisa makanan yang
tersangkut di gigi, tidak ada sariawan, tidak ada karang gigi, tidak ada gigi yang
tanggal.
e) Kebersihan genetalia : Tidak dikaji
f) Keberihanan anus : Tidak dikaji
23
c) Palpebra/Conjungtiva : Tampak palpebra pasien tidak edema dan tampak
congjungtiva tidak anemis
d) Sclera : Tampak sclera pasien tidak ikterik
e) Hidung : Tampak septum berada di tengah, tampak tidak ada
secret atau lesi maupun pendarahan pada hidung, tampak bulu hidung
f) Rongga mulut : Tidak berbau, tidak ada sisa makanan yang tersangkut
di gigi, tidak ada sariawan, tampak tidak ada pendarahan atau peradangan
pada gusi
g) Gigi : Tampak gigi pasien sedikit berwarna kuning, tampak
tidak ada karang gigi, tampak tidak ada gigi palsu yang digunakan oleh pasien,
tampak tidak ada gigi yang tanggal
h) Kemampuan mengunyah keras : Kemampuan mengunyah pasien masih kuat
i) Lidah : Lidah tampak tidak kotor
j) Pharing : Tampak tidak ada peradangan
k) Kelenjar getah bening : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah
bening
l) Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
m) Abdome
Inspeksi : Tampak perut pasien datar, tidak tampak adanya bayangan
vena dan acites.
Auskultasi : Terdengar peristaltik usus 21 x/i
Palpasi : Tidak teraba adanya nyeri tekan lepas
Perkusi : Terdengar bunyi tympani
n) Kulit
Edema : Positif Negatif
Ikterik : Positif Negatif
Tanda-tanda radang : Tidak tampak adanya tanda peradangan
o) Lesi : Tampak tidak ada lesi
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien BAB sebanyak 1-2 kali sehari
dengan konsistensi feses lunak dan berwarna kecoklatan. Keluarga juga
mengatakan BAK kurang lebih 5-6 kali sehari berwarna kuning dan pengeluaran
urine kurang lebih 50 cc tiap BAK.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga mengatakan pasien menggunakan pampers saat BAB dengan kosistensi
feses lunak dan bewarna kecoklatan. BAK melalui selang kateter sekitar 300cc,
warna urin kuning.
24
3. Observasi :
Tampak pasien dibantu oleh istrinya untuk BAB.
4. Pemeriksaan fisik :
a) Peristaltik usus : 21 x/i
b) Palpasi kandung kemih Penuh Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal : Positif Negatif
d) Mulut uretra : Tidak dikaji
e) Anus
Peradangan : Tidak dikaji
Hemeroid : Tidak dikaji
Fistula : Tidak dikaji
25
e) Fiksasi : Tidak tampak adanya fiksasi
f) Trachestomi : Tampak tidak terpasang trachestomi
4. Pemeriksaan fisik :
a) Tekanan darah
Berbaring : 140/80 mmHg
Duduk : 145/80 mmHg
Berdiri : Pasien tidak dapat berdiri
Kesimpulan : Tidak dapat disimpulkan karena pasien tidak dapat berdiri
b) HR : 57 x/i
c) Kulit
Keringat dingin : Tidak teraba keringat dingin
Basah : Tampak kulit pasien lembab
d) JVP : 5 -2 cmH2O
Kesimpulan : Perfusi jantung memadai
e) Perfusi pembuluh kapiler : CRT kembali dalam 3 detik
f) Thorax dan pernapasan
Inspeksi
Bentuk thorax : Tampak simetris kiri dan kanan, pernapasan pasien
22 x/i dengan irama teratur pernapasan dada.
Retraksi intercostal : Tidak ada retraksi interkostal
Sianosis : Tidak tampak sianosis
Stridor : Tidak tampak stridor
Palpasi
Vocal premitus : Teraba kedua lapang paru sama getarannya
Krepitasi : Tidak teraba adanya krepitasi
Perkusi
Sonor Redup Pekak
Lokasi : Dikedua lapang paru
Auskultasi
Suara napas : Terdengar vesicular
Suara ucapan : Terdengar normal
Suara tambahan : Tidak terdengar suara tambahan
g) Jantung
Inspeksi
Ictus cordis : Tampak ictus cordis
Palpasi
Ictus cordis : Teraba 57 x/i
Perkusi
Batas atas jantung : ICS 3 linea parasternalis dextra dan ICS 4 linea
parasternalis sinistra
26
Batas bawah jantung : ICS 3 linea parasternalis dextra dan ICS 5 linea
axilaris anterior sisnitra
Batas kanan jantung: ICS 3 – ICS 5 linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 4 linea parasternalis sinistra – ICS 5 linea
axilaris anterior sinistra
Auskultasi
Bunyi jantung II A : Terdengar bunyi tunggal di ICS 3 linea sternalis
dextra
Bunyi jantung II P : Terdengar bunyi tunggal di ICS 3 linea sternalis
sinistra
Bunyi jantung I T : Terdengar bunyi tunggal di ICS 4 linea sternalis
sinistra
Bunyi jantung I M : Terdengar bunyi tunggal di ICS 5 linea mid-
clavikularis sinistra
Bunyi jantung III suara gallop : Tidak terdengar bunyi gallop
Murmur : Tidak terdengar murmur
Bruit : Aorta : Tidak ada
A . Renalis : Tidak ada
A . Femoralis : Tidak ada
27
Reflex patologis
Babinski, Kiri : Negatif
Kanan : Positif
Clubbing fingers: Tidak tampak clubbing fingers
Varises tungkai : Tidak tampak varises tungkai
i) Columna vertebralis
Inspeksi : Lordosis Kiposis Skoliosis
Palpasi : Tidak dikaji
Kaku kuduk : Tidak terdapat kaku kuduk
28
a) Penglihatan
Kornea : Tampak kornea jernih
Pupil : Tampak pupil isokor
Lensa mata : Tampak lensa mata jernih
Tekanan intra okuler (TIO) : Tidak teraba adanya peningkatan TIO
b) Pendengaran
Pina : Tampak simetris
Kanalis : Tampak bersih
Membran tympani : Tampak memantulkan cahaya politzer
c) Pengenalan rasa pada gerakan lengan dan tungkai : Pasien dapat merasakan
rangsangan yang diberikan seperti cubitan atau sentuhan bila disentuh pada
bagian tubuh sebelah kiri.
29
Keluarga pasien mengatkan tidka ada masalah dalam keluarga begitupun dengan
tetangga sekitarnya.
3. Observasi :
Tampak beberapa rekan kerja datang menjenguk pasien, tampak pasien
kurang berinteraksi karena sering tidak jelas ketika diajak berbicara.
30
V. UJI SARAF KRANIAL
A. N.I : Pasien mampu menghidu bau-bauan seperti minyak kayu putih
B. N. II : Pasien mampu membaca tulisan name tag perawat dengan font 14 dari
jarak 30 cm
C. N. III, IV, VI : pasien mampu menggerakkan bola matanya ke segala arah, diameter
pupil isokor, dan reflex cahaya positif
D. N. V
Sensorik : Pasien mampu melokalisasi daerah yang digoreskan kapas pada
wajahnya
Motorik : Pasien mampu menggigit dengan kuat
E. N. VII
Sensorik : Pasien mampu menebak rasa asin dan manis yang diberikan dengan
menebaknya
Motorik : Pasien mampu mengangkat alis, tersenyum dan mengerutkan dahi
(pasien mampu melakukan sesuai arahan namun tampak tidak simetris, area wajah
sebelah kanan pasien sedikit lemah/jatuh)
F. N. VIII
Vestibularis : Pasien tidak mampu berdiri tegak dan seimbang
Akustikus : Pasien mampu menebak lokasi gesekan jari pada telinga kiri dan kanan
G. N. IX : Uvula pasien tampak berada di tengah dan tidak ada peradangan
H. N. X : Pasien mampu menelan dengan baik
I. N. XI : Pasien mampu mengangkat bahu kiri tetapi tidak di sebelah kanan
ketika diberi arahan serta pasien mampu menggerakkan kepalanya
J. N. XII : Pasien mampu menjulurkan lidahnya dan mampu mendorong pipi kiri
dan kanan dari arah dalam
31
C. Pemeriksaan Kimia Darah :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA DARAH
Gula Darah Puasa 115 mg/dL 80 – 110
Ureum 23 mg/dL 10 – 50
Creatinin 0,8 mg/dL L.0,6-2,0 / P.0,5-1,2
Asam Urat 2,9 mg/dL L.3,4-7,0 / P.2,4-6,0
Cholesterol total 173 mg/dL < 200
Trigliserida 113 mg/dL < 150
Cholesterol HDL 52 mg/dL L.>35 / P.>45
Cholesterol LDL 98 mg/dL < 100
SGOT 16 u/L L.5-40 / P.4-40
SGPT 10 u/L L.5-41 / P.5-41
ELEKTROLIT
Natrium 136.00 Mmol/L 136 – 145
Kalium 3.80 Mmol/L 3,5 -5,1
Chlorida 99.00* Mmol/L 98 – 106
KOAGULASI/HEMOSTATIS
PT 11 Detik 11 -15
aPTT 42 Detik 25 – 35
INR 1,08 0 – 1,10
32
VII. TERAPI
A. Terapi Farmakologis
1. Citicolin IV / 500mg / 8 jam
a) Definisi : Citicoline adalah obat golongan vitamin saraf yang bekerja
dengan cara meningkatkan senyawa kimia di otak berna,a phospholipid
phosphatidycholine. Senyawa ini memiliki efek untuk melindungi otak,
mempertahankan fungsi otak secara normal, serta mengurangi jaringan otak
yang rusak akibat cidera
b) Tujuan : Mencegah kerusakan otak (neuroproteksi) dan membantu
pembentukan membrane sel di otak (neurorepair)
c) Indikasi : Penyakit Alzheimer, dimensia, luka di kepala, dan penyakit
serebrovaskuler seperti stroke
d) Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap citicoline, jika masih terjadi
pendarahann intracranial hindari pemberian obat ini dengan dosis tinggi
e) Efek samping : Insomnia, sakit kepala, pusing, mual/muntah, diplopia
2. Candesartan oral/8mg/1-0-0
a) Definisi : Candesartan adalah obat golongan angiotensin II receptor
blockers (ARB) yang berfungsi untuk mengatasi tekanan darah tinggi
(hipertensi)
b) Tujuan : Mengurangi atau mengatasi nyeri yang dirasakan
c) Indikasi : Sakit kepala, sakit gigi, tumor, nyeri pasca operasi, nyeri
pasca cedera
d) Kontraindikasi : Pasien yang mengalami kekurangan porfiria, pasien memiliki
hipotensi, wanita hamil dan menyusui
e) Efek samping : Reaksi alergi parah (anafilaksis), sesak napas, gatal,
ruam, angioedema berat atau bronkospasme, aritmia kordis, hipotensi
3. Amlodipin Oral/10mg/0-0-1
a) Definisi : Amlodipin adalah obat untuk menurunkan tekanan
darah pada kondisi hipertensi. Selain itu, obat ini juga bisa digunakan dalam
pengobatan nyeri dada akibat penyakit jantung coroner (angina pectoris).
Amlodipine termasuk dalam golongan calcium-channel blockers (CCBs) atau
antagonis kalsium
b) Tujuan : Menurunkan tekanan darah pada hipertensi
c) Indikasi : Pengobatan Hipertensi
d) Kontraindikasi : Pada pasien syok himoragik, stenosis aorta berat,
angina tidak stabil, hipotensi berat, gagal jantung dan gangguan hepar
e) Efek samping :Pusing, munculnya rasa melayang, kantuk, atau sakit
kepala, bengkak pada kaki, sakit perut atau mual, lelah yang tidak biasa
4. Neurosanbe IV/1 amp/24 jam
a) Definisi : neurosanbe merupakan kombinasi dari vitamin B1, B6, dan
B12. Vitamin ini digunakan untuk pengobatan defisiensi vitamin B1, B6, dan B12
33
yang berkaitan dengan saraf, seperti pegal=pegal otot dan kesemutan, serta
anemia.
b) Tujuan : membantu mengatasi gangguan sistem saraf perifer
c) Indikasi : Gangguan sistem syaraf perifer, defisiensi vitamin B
d) Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif dengan kompenen obat ini
e) Efek samping : Sindrom neuropati akibat penggunaan vitamin B6. Reaksi
alergi
34
VIII. PENGKAJIAN TAMBAHAN
PENGKAJIAN MINI MENTAL STATE EXAM (MMSE)
ITEM PENILAIAN BENAR (1) SALAH (0)
ORIENTASI
1. Tahun berapa sekarang? 1
2. Musim apa sekarang? 1
3. Tanggal berapa sekarang? 1
4. Hari apa sekarang? 1
5. Bulan apa sekarang? 1
6. Di negara mana anda tinggal? 1
7. Di provinsi mana anda tinggal? 1
8. Di kabupaten mana anda tinggal? 1
9. Di kecamatan mana anda tinggal? 1
10. Di desa mana anda tinggal? 1
REGISTRASI
Minta klien menyebutkan tiga objek
11. Gelas 1
12. Pulpen 1
13. Mawar 1
PERHATIAN DAN KALKULASI
Minta klien mengeja 5 kata dari belakang, misal
“BAPAK” 1
14. K 1
15. A 1
16. P 1
17. A 1
18. B
MENGINGAT
Minta klien untuk mengulang 3 objek diatas
19. Gelas 1
20. Mawar 1
21. ………….. 0
BAHASA
a. Penamaan
Tunjukkan 2 benda minta klien menyebutkan:
22. Jam tangan 1
35
23. Pensil 1
b. Pengulangan
Minta klien mengulangi tiga kalimat berikut
24. “Tak ada jika, dan, atau tetapi” 0
c. Perintah tiga langkah
25. Ambil kertas! 1
26. Lipat dua! 1
27. Taruh dilantai! 1
d. Turuti hal berikut
28. Tutup mata 1
29. Tulis satu kalimat 1
30. Salin gambar 1
Jumlah 28
33
ANALISA DATA
Data Objektif :
a. Keadaan umum pasien lemah
b. Tampak pasien tidak bisa
menggerakkan tangan dan tungkai
sebelah kanan
c. Observasi TTV
TD = 140/80 mmHg
N = 57 x/i
P = 22 x/i
S = 36,8oC
d. GCS pasien compos mentis
(M6V3E4)
e. Hasil pemeriksaan nervus VII =
tampak wajah pasien tidak
simetris
f. Hasil CT-Scan kepala =
-Infark kecil multiple, lama dan baru
cerebri kiri
-Infark vermis cerebellum kanan
-Atrofi cerebri
g. Pemeriksaan kimia darah
GDP = 115mg/L
i. Pemeriksaan koagulasi
aPTT = 42 detik
j. Reflex Fisiologis Bisep, Trisep,
Patella, Achilles sebelah kanan
negative
2. Data Subjektif : Gangguan Gangguan Mobilitas
a. Keluarga mengatakan kaki pasien Neuromuskular Fisik
terasa berat dan sulit untuk
digerakkan
Data Objektif :
a. Kekuatan otot menurun
1 5
1 5
b. Tampak pasien dibantu dalam
memenuhi aktivitas harian
c. Tampak pasien berhati-hati dalam
mengatut posisinya.
d. Reflex Fisiologis Bisep, Trisep,
Patella, Achilles sebelah kanan
negative
e. Hasil pemeriksaan nervus VIII =
tampak pasien tidak dapat
berdiri tegak dan seimbang
f. Hasil pemeriksaan Nervus VII =
Pasien mampu mengangkat alis,
tersenyum dan mengerutkan
dahi (pasien mampu melakukan
sesuai arahan namun tampak
tidak simetris, area wajah sebelah
kanan pasien sedikit lemah/jatuh)
3 Data Subjektif : Konflik Manajemen
a. Keluarga Pasien mengatakan Pengambil Kesehatan Tidak
sering makan yang disukai yakni an Efektif
coto dan ikanbakar Keputusan
b. Keluarga mengatakan
mengatakan sangatsuka meminum
kopi
c. Keluarga pasien mengatakan
sering menghidangkan lauk pauk
yang digoreng tiap harinya
Data Objektif :
a. Tampak pasien menganggguk
ketika ditanya mengenai
ketidakpatuhan dalam
menghindari faktor resiko
penyebab penyakit
b. Tampak pasien tidak
mendengarkan nasihat istrinya
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif dengan faktor resiko hipertensi
(D.0017)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromusular ditandai
dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun,
dan kelemahan fisik (D.0054)
3. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan konflik pengambilan
keputusan ditandai dengan gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor,
gagal menerapkan program perawatan / pengobatan, dan aktifitas hidup sehari-
hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan kesehatan (D.0116)
36
INTERVENSI KEPERAWATAN
Data Objektif :
c. Tampak pasien
menganggguk
ketika ditanya
mengenai
ketidakpatuhan dalammenghindari faktor resikopenyebab penyakit
d. Tampak
pasien
tidak
mendengarkan nasihat
istrinya
37
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosis Nama
Tanggal Waktu Implementasi Keperawatan
Keperawatan Perawat
03/08/22 I 09.00 Observasi TTV
TD = 140/80 mmHg
N = 57 x/i
P = 22x/i
S = 36,8oC
40
- Mengidentifikasi kemungkinan
I & II 13.30 alergi, interaksi, dan kontraindikasi
obat.
H/ pasien mengatakan tidak ada
alergi obat apapun dan pasien
mengerti dengan kontraindikasi obat
yang dijelaskan perawat
- Melakukan prinsip 6 benar (pasien,
obat, dosis, rute, waktu,
dokumentasi)
- Menjelaskan obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan dan efek samping
sebelum pemberian obat
H/
pasien mengatakan mengerti
dan memahami dengan
penjelasan yang diberikan
perawat
pemberian obat injeksi
citicolin IV / 500 mg / 8 jam
Candesartan oral/8mg/1-0-
0
Neurosanbe IV / 1 ampl / 24
jam
O:
- Tampak pasien tidak bisa menggerakan
bagian tubuh sebelah kanan
- Tampak pasien diberikan alat bantu
(tongkat dan kursi roda) untuk membantu
aktivitas mobilisasi
- Tampak perawat melibatkan keluarga dalam
mebantu pasien melakukan mobilisasi
A : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Dukungan mobilisasi
III
Diagnosa 3 ( Manajemen kesehatan tidak efektif
berhubungan dengan konflik pengambilan
keputusan ditandai dengan gagal melakukan
tindakan untuk mengurangi faktor, gagal
menerapkan program perawatan / pengobatan,
dan aktifitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk
memenuhi tujuan kesehatan)
S:
Keluarga Pasien mengatakan Pasien sering
makan yang disukai yakni coto dan ikan bakar.
Keluarga Pasien juga mengatakan sangat suka
meminum kopi
O:
Tampak pasien lemah, tampak pasien
berbaring ditempat tidur
Tampak pasien mendengar apa yang
disampaikan perawat dan mengangguk
tampak pasien mengangguk dan mengatakan
ia saat perawat kontrak waktu dengan pasien
untuk bertanya menganai pola hidup pasien
sebelum sakit
A : Masalah Manajemen Kesehatan tidak
efektiftidak terjadi dan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Edukasi Kesehatan
04/08/22 I Diagnosa 1 (resiko perfusi serebral tidak efektif
dengan factor resiko hipertensi)
S:
Pasien mengatakan memahami dan mengerti
tujuan dan prosedur pemantauan neurologis
yang dijelaskan oleh perawat,
Pasien mengatakan mengerti dan memahami
dengan penjelasan yang diberikan perawat
tentang pemberian obat
Pasien mengatakan tidak ada alergi obat
apapun dan pasien mengerti dengan
kontraindikasi obat yang dijelaskan perawat
Melakukan prinsip 6 benar (pasien, obat,
dosis, rute, waktu, dokumentasi)
O:
GCS 14 (Compos Mentis) Respon motorik : 6
(mampu mengikuti perintah sederhana seperti
mengangkat tangan),Respon bicara : 4 (pasien
tidak orientasi penuh), Respon membuka
mata : (mata membuka spontan)
Tampak neurologis pasien membaik
Prinsip 6 benar yang diterapkan pada pasien
dengan hasil
Prinsip 6 benar
Pasien : Tn.E (53th)
Obat : Citicolin
Benar Dosis : 500 mg, Benar Rute : IV
Benar Waktu : 8 jam
Benar Dokumentasi : Mendokumentasikan
tindakan yang dilakukan
Observasi TTV
TD = 130/90 mmHg
N = 57 x/i
P = 22 x/i
S = 36,8oC
A : Masalah perfusi serebral tidak efektif belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Pemantauan Neurologis
Pemberian Obat
Observasi TTV
TD = 140/80 mmHg
N = 70 x/i
P = 21 x/i
S = 37oC
II Diagnosa 2 (Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan
mengeluh sulit menggerakan ekstremitas,
kekuatan otot menurun, dan kelemahan fisik)
S:
Keluarga mengatakan pasien tidak bisa
menggerakan bagian tubuh sebelah kanan
O:
Tampak pasien tidak bisa menggerakan bagian
tubuh sebelah kanan
Tampak pasien diberikan alat bantu (tongkat
dan kursi roda) untuk membantu aktivitas
mobilisasi
Tampak perawat melibatkan keluarga dalam
mebantu pasien melakukan mobilisasi
A : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Dukungan mobilisasi
O:
- Tampak pasien tidak bisa menggerakan
bagian tubuh sebelah kanan
- Tampak pasien diberikan alat bantu
(tongkat dan kursi roda) untuk membantu
aktivitas mobilisasi
- Tampak perawat melibatkan keluarga dalam
membantu pasien melakukan ROM
A : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
dirumah
II Diagnosa 2 (Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan
mengeluh sulit menggerakan ekstremitas,
kekuatan otot menurun, dan kelemahan fisik)
S:
Keluarga mengatakan pasien tidak bisa
menggerakan bagian tubuh sebelah kanan
O:
Tampak pasien tidak bisa menggerakan bagian
tubuh sebelah kanan
Tampak pasien diberikan alat bantu (tongkat
dan kursi roda) untuk membantu aktivitas
mobilisasi
Tampak perawat melibatkan keluarga dalam
mebantu pasien melakukan mobilisasi
A : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Dukungan mobilisasi
Afandy, I. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Tn.B dengan Diagnosa Stroke Non
Hemoragik (SNH) dengan Inovasi Pemberian Pelatihan Pemasangan Puzzle Jigsaw
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Di Ruang Stroke Center RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Ginting, M. W. (2017). Hubungan Faktor Risiko dengan Tipe Stroke di RSUP H. Adam Malik
Medan. Universitas Sumatera Utara Medan..
juwani. (2013). Hubungan Kebiasaan Minum Kopi dengan Kejadian Stroke Pada Pasien yang
Di Rawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Cut NByak Dhien Meulaboh. Universitas Teuku
Umar Aceh Barat. http://repository.utu.ac.id/431/1/BAB I_V.pdf
Katrisnani, R. (2019). Asuhan Keperawatan Keluaraga Tn. NG dengan Salah Satu Anggota
Keluarga Ny. T Mengalami Post Stroke Haemorhagic Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mantrijeron Kota Yogyakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia POoliteknik
Kesehatan Yogyakarta Jurusan Keperawatan.
Kurniawan, W. S. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Stroke Non Hemoragic Dengan Masalah
Program Studi Diploma Iii Keperawatan Asuhan Keperawatan Klien Stroke. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.
Lusiana, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Iskemik Pada Ny. D Dan Tn. K Dengan
Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati RSUD dr. Haryoto
Lumajang Tahun2019. Universitas Jember.
Nasution, L. F. (2013). Stroke Non Hemoragik Pada Laki-laki Usia 65 Tahun. Universitas
Lampung.
Nggebu. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. In Journal of
Chemical Information and Modeling. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.
Nofitri. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik Dalam
Penerapan Inovasi Intervensi Terapi Vokal "AIUEO" dengan Masalah Gangguan
Komunikasi Verbal Di Ruangan Neurologi RSUD Dr. Achmad Mochtar BukitTinggi. Stikes
Perintis Padang.
Ramadhani, P. A., & Adrian, M. (2015). Hubungan Tingkat Stres, Asupan Natrium, dan
Riwayat Makan dengan Kejadian Stroke. Media Gizi Indonesia, 10(2), 104–110.
https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3313/2357
Ratnasari, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan
Masalah Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
Sandina, D. (2011). 9 Penyakit Mematikan Mengenali Tanda & Pengobatannya (L. Roselina
(ed.)). Smart Pustaka.
Udani, G. (2013). Faktor Resiko Kejadian Stroke. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, VI(1).
https://doi.org/10.26630/jkep.v14i1.1006