Anda di halaman 1dari 17

ALASAN KETIDAKBERADAAN TAIWAN DI KURSI

KEANGGOTAAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

1
Naufal Fikhri Khairi
(201710360311241)
1
University of Muhammadiyah Malang (UMM)
Kelas : Hukum Internasional “F”
No. HP :081342625912
Email: naufalfikhri1999@gmail.com

Abstraksi
Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan organisasi internasional yang sangat
berpengaruh di dunia saat ini, dimana bertugas dalam menciptakan dunia yang
damai. Republic of China termasuk dalam keanggotaan Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada tahun 1945 hingga 1971, digantikan oleh People of the Republic of
China. Republic of China membuat pergantian nama menjadi Taiwan,
mengajukan permintaan untuk menjadi anggota kembali setiap tahunnya dari
tahun 1993 hingga 2007, namun permintaan tersebut selalu tertolak. Penelitian
ini akan mencaritahu mengenai alasan apa saja yang membuat Taiwan tidak
berada di kursi keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa hingga saat ini.
Menganalisa permasalahan dengan teori dualism dan teori konstitutif. Adanya
pengaruh besar People of the Republic of China menjadi salah satu alasan dari
status Taiwan, dimana terdapatnya kebijakan “One China” dalam terbentuknya
resolusi 2758 sebagai alasan utama ketidakberadaan Taiwan di kursi keanggotaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain itu, terdapat peran Anti-Secession Law yang
membuat Taiwan terjebak di dalam status kedaulatan yang dilematis

Keywords: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Resolusi 2758, Kebijakan One China, Anti Secession Law
A. Pendahuluan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau yang dalam bahasa inggris


yaitu United Nations (UN) merupakan organisasi internasional yang secara
resmi berdiri pada 24 Oktober 1945, yang mana sebelumnya pada tanggal
26 Juni 1945 ditandatanganinya piagam PBB (Charter of the United Nations)
oleh 50 negara, sebagai dasar konstitusi organisasi internasional 1. Tujuan
didirikannya PBB sesuai dengan piagam PBB yaitu menciptakan
perdamaian diseluruh negara dengan mencegah kembali terjadinya
perang dunia, menegakkan keadilan, memperjuangkan Hak Asasi
Manusia, bersama-sama menjaga perdamaian dan keamanan dunia2.
Sejak awal berdiri sampai sekarang, PBB telah memiliki anggota sebanyak
193 negara, dengan 5 negara memegang hak veto yaitu Amerika Serikat,
Rusia, Perancis, Inggris, dan Republik Rakyat China (RRC)3.
Sebelum RRC atau People’s Republic of China (PRC) menduduki
kursi dewan PBB dan mendapat hak veto, awalnya kursi tersebut
ditempati oleh Republic of China (ROC) yang merupakan salah satu pendiri
Perserikatan Bangsa-Bangsa bersama Amerika Serikat, Perancis, Inggris,
dan Rusia. Setelah usainya perang dunia ke-2. Setelah runtuhnya
kekasiaran Qing pada tahun 1912, yang mana menjadi moment revolusi
China menjadi negara modern4. China terbagi menjadi 2 kubu, yaitu
People’s Republic of China (PRC) yang berideologi komunisme, dipimpin
oleh Mao Zedong dan Republic of China (ROC) yang berideologi nasionalis,
dipimpin oleh Chiang Kai-Shek5. Pada tahun 1928-1937, China yang pada
saat itu berada dibawah kepemimpinan Chiang Kai-Shek, sebagai ahli

1
United Nations, History of the United Nations, diakses dari
http://www.un.org/en/sections/history/history-united-nations/index.html
2
United Nations, Charter of the United Nations, 24 October 1945, 1 UNTS XVI, diakses
dari https://treaties.un.org/doc/publication/ctc/uncharter.pdf
3
United Nations, United Nations Security Council, diakses dari
http://www.un.org/en/sc/members/
4
Martin Jaques, Ketika China Menguasai Dunia : Kebangkitan Dunia Timur dan Akhir
Dunia Barat, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2011, hal. 97.
5
Harold Tanner, Chinese Civil War:1945-1949, Oxford Bibliographies, diakses dari
http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780199791279/obo-
9780199791279-0031.xml
waris panglima militer China sekaligus sebagai ketua Partai Kuomintang
(mendirikan ROC), membuat negara China bersatu6. Selama periode
kepemimpinannya tersebut ternyata tidak semulus yang dipikirkan,
Jepang mulai menyerang wilayah timur laut China pada tahun 1932
hingga 1937, yang mana membuat ROC tidak mampu membendung
serangan Jepang, dan membuat PRC yang dipimpin oleh Mao Zedong
berhasil mempertahankan China dari Jepang, oleh karena itu setelah
tahun 1937 kaum komunis PRC disebut-sebut sebagai patriot China 7.
Setelah beberapa waktu, pada tahun 1945 yaitu saat berdirinya PBB, ROC
merupakan perwakilan dari China untuk duduk di kursi keanggotaan
sekaligus salah satu negara pendiri PBB, hal ini berdasarkankan pada
Piagam PBB8. Akan tetapi pada tahun yang sama pula juga terjadi perang
sipil yang bergejolak antara ROC dan PRC, hingga pada tahun 1949 partai
komunis (PRC) yang dipimpin oleh Mao Zedong berhasil mengalahkan
pasukan partai nasionalis dan merebut kekuasaan ROC yang dipimpin
oleh Chiang Kai-Shek atas daratan China, hal ini membuat ROC
mengungsi ke pulau Taiwan9.
Pemindahan wilayah ROC ke pulau Taiwan, serta penguasaan
PRC atas wilayah daratan China, kemudian memicu kedua partai
mengeluarkan kebijakan luar negeri “One-China”, yang berarti bahwa
representasi China di kancah internasional hanyalah satu saja, tidak
terdapat dua perwakilan China. PRC mengklaim menjadi perwakilan
China yang sah, hal ini dikarenakan pemerinhan ROC telah diambilalih
saat kemenangan pada perang sipil, sehingga mengklaim ROC yang
berada di pulau Taiwan masih termasuk wilayah pemerintahannya 10.
Akan tetapi berkebalikan dengan ROC yang mengklaim bahwa
perwakilan China di kancah internasional masih dipegang oleh ROC, hal
ini diklaim dengan dasar bahwa pemerintah ROC masih ada dan hanya
6
Martin Jaques, Op.cit. hlm 98.
7
Ibid.
8
United Nations, Charter of the United Nations, 24 October 1945, 1 UNTS XVI, diakses
dari https://treaties.un.org/doc/publication/ctc/uncharter.pdf
9
Harold Tanner, Op.cit.
10
Richard Bush, A One Chins Policy Primer, Brooking.edu, East Asia Policy Paper 10,
2017, hal 3, diakses dari https://www.brookings.edu/wp-content/uploads/2017/03/one-
china-policy-primer-web.pdf
dipindahkan ke kepulauan Taiwan11. Berdasarkan pengakuan kedua
pemerintahan tersebut, terjadilah perdebatan yang panjang dengan
diselipkan pengumpulan dukungan negara-negara lain dalam mengakui
salah satu pihak merupakan pihak yang benar-benar dianggap sah dalam
mewakili China. Persaingan klaim perwakilan China tersebut berakhir
pada 25 Oktober 1971, dengan dikeluarkannya UN General Assembly
Resolution 2758 yang disetujui oleh 76 negara, 35 menentangnya dan 17
tidak memutuskan12. Resolusi 2758 tersebut berisi pergantian perwakilan
China di PBB yang diduduki oleh ROC menjadi PRC, yang dianggap sah
dalam menjadi perwakilan China. Hal tersebut kemudian membuat ROC
keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan terisolasi pada organisasi
internasional lainnya13.
Pindahnya ROC ke pulau Taiwan tidak semerta-merta membuat
pemerintahan runtuh, akan tetapi pemerintahan tetap berjalan dengan
dibawah komando Chiang Kai-Shek sebagai president pertama taiwan
hingga 1975. Pemerintahan tetap berjalan dengan tampuk kepemimpinan
dipegang oleh anak Chiang Kai-Shek, yaitu Chiang Ching-Kuo sebagai
presiden ROC hingga kematiannya pada tahun 1988, dan untuk
pertamakalinya secara demokratik ROC menunjuk presiden yaitu Lee
Teng-Hui yang mana sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden14.
Pada masa kepemimpinan Lee Teng-Hui, tahun 1993 ia melakukan
kampanye untuk permintaan agar ROC kembali menjadi anggota PBB,
akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Majelis Umum PBB, ia melakukan hal
tersebut hingga akhir ke pemimpinannya yaitu pada tahun 2000.
Kampanye ROC untuk kembali menjadi anggota PBB pun diteruskan oleh
rezim-rezim selanjutnya, hingga pada 2007 pada masa pemerintahan
presiden Chen Shui-Bian, mengajukan permohonan keanggotaan PBB
yang ke-15 kalinya, akan tetapi ada hal yang berbeda pada pengajuan kali
ini, yaitu ROC mengatasnamakan “Taiwan” tidak sebagai Republic of
China, dengan dilakukannya hal tersebut ternyata tidak merubah

11
Richard Bush., Op.cit, hal 8.
12
Sigrid Winkler, Taiwan’s UN Dilemma : To Be orNot To Be, Brookings, 2012, diakses
dari https://www.brookings.edu/opinions/taiwans-un-dilemma-to-be-or-not-to-be/
13
Ibid.
14
John Copper, Taiwan's Recent Elections : Fullfiling the Democratic Promise, hal 16.
keputusan Majelis Umum PBB untuk menerima Taiwan sebagai anggota
PBB15.
Penelitian ini akan berfokus membahas mengenai alasan dibalik
Taiwan yang tidak berada di kursi keanggotaan PBB, dimana Taiwan
telah melakukan berkali-kali permohonan kepada PBB, akan tetapi selalu
tertolak. Hal tersebut merupakan upaya Taiwan yang bersusah payah
mengejar kursi keanggotaan PBB hingga 15 kali permohonan. Hal ini
terbilang penting dikarenakan PBB selaku organisasi internasional
seharusnya bersifat adil dalam keanggotaan, berdasarkan tujuan
utamanya dalam menciptakan perdamaian di muka bumi ini, dengan cara
menilai dengan adil syarat masuknya anggota baru PBB, karena hal
tersebut sangat penting bagi negara-negara yang baru lahir dalam
mendapatkan hak-haknya sebagai negara. Selain itu, hukum internasional
yang terdapat dalam piagam dan resolusi PBB dapat disiasati oleh PRC
dengan mengeluarkan kebijakan dan peraturan dalam mencapai
kepentingannya, menjadi salah satu urgensi dalam penelitian ini.

B. Metode
Penelitian ini akan memakai metode deskriptif kualitatif, yang mana
pengertian dari penelitian kulaitatif itu sendiri merupakan penelitian yang
memperoleh hasil-hasil yang tidak dapat diperoleh dari penelitian statistik
(pengukuran, perhitungan)16. Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk
meneliti sejarah, kehidupan masyarakat, tingkah laku, aktivitas sosial, dan
sebagainya17. Metode penelitian ini lebih mengarah kepada mencari arti,
memahami (understanding) gejala, fenomena, peristiwa, selain itu dalam
metode ini juga dapat memahami arti terdalam serta esensi yang terdapat
dari fenomena, peristiwa, kejadian18. Oleh karena itu, Penggunaan metode
ini akan menemukan dan memahami hal-hal yang tersirat dibalik fenomena ,
15
Joseph Yeh, Taiwan Will Not Seek U.N Membership This Year: Source, Focus Taiwan,
diakses dari http://focustaiwan.tw/news/aipl/201808270010.aspx
16
Pupu Saeful, 2009, Penelitian Kualitatif, Equilibrium, Vol 5, No.3, hal. 2, diakses dari
http://yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-Kualitatif.pdf
17
Ibid.
18
Jozef Raco, Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakter, dan Keunggulannya, Jakarta
: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010, hal. 54, diakses dari
http://www.unikadelasalle.ac.id/files/download/metode-penelitian-kualitatif.pdf
kejadian, tingkahlaku yang diteliti, sehinggga dapat memahami secara
menyeluruh19.
Deskriptif berarti data yang dihasilkan akan berupa tulisan
(penggambaran) mengenai fenomena, peristiwa yang diteliti, sehingga
mampu memberikan uraian yang mendalam dari fenomena atau peristiwa
yang dilakukan suatu individu, kelompok, atau organisasi tertentu dalam
suatu konteks yang dikaji secara komprehensif dan holistik 20. Jadi penelitian
deskriptif kualitatif bertujuan menafsirkan, memahami, dan menguraikan
data yang bersangkutan dengan fakta, peristiwa, fenomena tersebut.
Cara utama dalam pengumpulan data di penelitian ini, yaitu Internet
Based Research, yaitu pengumpulan data riset secara online, baik dari suatu
websites, blogs, media sosial, penyebaran form online, diskusi online, maupun
hal-hal yang berbentuk teks dalam internet21. Dalam penelitian ini akan lebih
dominan memakai sumber yang terdapat di websites dan blogs, hal ini
dikarenakan pengumpulan data penelitian lebih terjangkau jika dari internet.
Untuk memperkuat peneliti mengambil 2 cara yaitu : Document Based
Research, yang merupakan suatu cara dalam pengumpulan data yaitu
dengan mengambil data dari dokumen, arsip, laporan, berita, dan
sebagainya. Dalam cara ini terdapat dua bentuk yaitu primer resource, yang
berupa data dengan sifat yang official (resmi) biasa berbentuk dokumen
negara, organisasi, laporan resmi, arsip, dan sebagainya. Sedangkan
secondary resource yaitu data yang berasal dari primer resource akan tetapi
telah melalui perantara (media, cetakan berkali-kali) yang tidak langsung
diambil dari sumber pertama22. Penelitian ini akan mengambil baik dari data
primer maupun sekunder, hal ini dikarenakan penelitian memerlukan data
langsung dari dokumen resmi PBB, China, Taiwan, yang terdapat di website

19
Agung Prasetyo, Pengertian Penelitian Deskriptif Kualitatif, Linguistik Id, diakses dari
https://www.linguistikid.com/2016/09/pengertian-penelitian-deskriptif-kualitatif.html
20
Pupu Saeful, Op.cit. hal. 3.
21
Adi Bhat, Online Research- Definition, Methods, Types And Execution, QuestionPro,
diakses dari https://www.questionpro.com/blog/execute-online-research/
22
Franklin Roosevelt, What is a Primary Source ? What is a DBQ ( Document-based
Question )? How Are Primary Sources Helpful in Learning ?, Franklin D. Roosevelt
Presidential Libary and Museum, diakses dari
https://fdrlibrary.org/documents/356632/390886/dbqs.pdf/eef70122-da3a-4580-91fc-
7afd33122ac5
official-nya dan juga buku-buku yang memberikan dukungan terhadap
penelitian ini.
Penelitian ini akan menggunakan teori dualism, teori konstitutif, dan
konsep pengakuan kuasi (secara diam-diam). Teori pertama yaitu dualism,
dimana memiliki asumsi dasar bahwa hukum nasional dan hukum
internasional itu terpisah satu sama lain, masing-masing dari hukum
memiliki status independent, dimana negara memiliki kebebasan dalam
memilih hukum yang mengikatnya. ini berarti negara dengan hukum
nasionalnya memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
hukum internasional, karena hukum nasional lah yang memiliki kekuatan
terbesar23. Teori kedua yaitu teori konstitutif, yang mana merupakan salah
satu turunan dari teori kedaulatan, teori ini berbicara mengenai kelahiran
suatu negara yang memerlukan pengakuan negara-negara lain sebagai
legalitas negara tersebut di dunia internasional24. Hal ini berarti bahwa suatu
masyarakat internasional yang telah memenuhi syarat-syarat berdirinya
suatu negara (wilayah, penduduk, pemerintah) akan tetapi tidak memiliki
pengakuan negara lain, maka masyarakat internasional tersebut belum lah
terhitung sebagai suatu negara yang legal. Selain teori terdapat juga konsep
pengakuan kuasi, dimana merupakan tindakan dari suatu negara yang
mengakui negara lain dengan cara sembunyi-sembunyi, yang berarti negara
tersebut tidak memberikan pengakuan secara resmi, akan tetapi membangun
hubungan baik dengan negara yang membutuhkan pengakuan tersebut25.

C. Temuan
Taiwan yang pada saat itu masih bernama ROC (Repiblic of China)
tercatat telah melakukan permohonan kepada PBB untuk kembali
menjadi anggota sejak tahun 1993, di bawah kekuasaan president Lee
23
Chukwuemeka Okenwa, 2015, Has the Controversy between the Superiority of
International Law and Municipal Law been Resolved in Theory and Practice?, Journal of
Law, Policy and Globalization Vol.35, hal 4, diakses dari
https://iiste.org/Journals/index.php/JLPG/article/viewFile/20906/21207
24
Yuli Fachri, 2003, Politik Pengakuan dalam Hukum Internasional, Jurnal Antar Bangsa,
Vol. 2, No. 2, hal 3, diakses dari
https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle/123456789/5571/4.%20Isi%20Jurnal2.pdf?
sequence=3&isAllowed=y
25
Ibid., hal 7-8.
Teng-Hui. Hal tersebut terus berlanjut, dimana setiap tahunnya
pemerintah ROC mengirim permohonan permintaan menjadi anggota
PBB hingga tahun 2007, yang mana tercatat sebagai permintaan ke-15
ROC ke PBB. Permintaan-permintaan ROC dari yang pertama (1993)
hingga ke-15 (2007) tersebut tidak diterima oleh PBB 26. Ditolaknya
permintaan tersebut tentu memiliki alasan utama yaitu adanya keputusan
Majelis Umum PBB nomor 2758 atau General Assembly Resolutions 26th
Session number 2758, yang dikeluarkan pada tanggal 25 Oktober 197127.
Resolusi 2758 tersebut seperti yang telah dijelaskan di pendahuluan yaitu
berisi mengenai pergantian perwakilan China di kursi keanggotaan
permanen PBB, yang awalnya ditempati oleh Republic of China (ROC)
menjadi People of the Republic of China (PRC). Terjadinya pergantian
perwakilan China tersebut, secara langsung membuat ROC dikeluarkan
dari PBB. Hal tersebut didasarkan pada pengakuan dunia internasional
lebih banyak mendukung PRC sebagai pemerintahan China yang sah dari
pada ROC, selain itu PRC juga menguasai hampir keseluruhan daratan
China yang mana membuatnya memberikan pengaruh besar terhadap
dunia internasional.
Alasan penolakan permintaan Taiwan menjadi anggota PBB
sebanyak 15 kali dari tahun 1993 hingga 2007, juga dipengaruhi adanya
kebijakan “One China” yang mana mengenai penetapan bahwa hanya ada
satu China di dunia, ROC (Taiwan) adalah bagian China, dan pemerintah
PRC merupakan satu-satunya pemerintahan yang sah dan mewakili
keseluruhan China28. Taiwan tidak pernah mengakui bahwa sedang
berada dibawah pemerintahan PRC, akan tetapi kebijakan “One-China”
tersebut berari bahwa kedaulatan Taiwan sebagai negara yang
independen tidak diakui, karena diklaim masih termasuk wilayah
pemerintahan PRC. Oleh karena itu perwakilan China di PBB cukup satu
saja yaitu PRC, tidak perlu ada dua China di PBB. Dari tahun 1993-2006,

26
Sigrid Winkler, Op.cit.
27
Allen Hsu, Taiwan submits second UN bid, Taiwan Today, diakses dari
https://taiwantoday.tw/news.php?unit=10,23,45,10&post=14551
28
M Fahrezal, 2016, Implikasi One China Policy Terhadap Hubungan Luar Negeri
Indonesia dan Taiwan dalam Perspektif Hukum Internasional, Diponegoro Law Journal,
Vol 5, No 3, hal 7.
sebanyak 14 kali permintaan keanggotaan Taiwan ditolak oleh PBB, hal
ini dikarenakan pada surat yang diajukan Taiwan menggunakan nama
Republic of China (ROC), sehingga dengan berdasarkan pada General
Assembly Resolutions 26th Session number 2758 dan dikuatkan oleh
kebijakan “One-China”, maka permintaan keanggotaan tersebut ditolak,
selain sudah tertera pada resolusi 2758 bahwa kursi PBB untuk PRC,
bukan ROC, juga dikarenakan sudah terdapatnya perwakilan China di
PBB yaitu PRC, jika ROC menjadi anggota Taiwan maka hal tersebut
menentang kebijakan “One-China”.
Penolakan-penolakan dari PBB tersebut yang didasarkan pada
Resolusi 2758 serta kebijakan “One-China” hanya ditujukan kepada
“China”, wilayah yang berada di bawah kekuasaan PRC. Oleh karena itu
Taiwan yang sebelumnya mengirim permintaan keanggotaan pada PBB
dengan menggunakan nama ROC sejak tahun 1993-2006, mulai menulis
permintaan keanggotaan dengan memakai nama “Taiwan” pada tahun
2007, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pemahaman identitas Taiwan
dimana pada Resolusi 2758 hanya mengacu kepada perwakilan China di
dalam PBB. Oleh karena itu, disini Taiwan mewakili dirinya sendiri, tidak
mewakili pemerintahan China maupun sebagai wilayah yang termasuk
China. Akan tetapi, PBB dengan diwakilkan oleh Sekretaris Jenderalnya
yaitu Ban Ki-Moon, menyatakan tetap menolak Taiwan sebagai anggota
PBB dengan dasar tetap mengacu kepada Resolusi 2758, perubahan nama
dari ROC menjadi Taiwan di surat permohonan permintaan keanggotaan
tersebut tidak berpengaruh, Taiwan tetap dianggap menjadi bagian dari
China dan tidak dapat menjadi anggota PBB29.
Kebjiakan “One China” dikuatkan dengan dibuatnya Anti-
Secession Law oleh pemerintahan PRC pada tanggal 15 Maret 2005, yang
berisi mengenai usaha reunifikasi pemerintah PRC dengan Taiwan,
melarang Taiwan untuk melakukan gerakan kemerdekaan dan
mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dari PRC30. Pada

29
Patrick Worsnip, Taiwan rejected in high-profile bid to join U.N., Reuters, diakses dari
https://www.reuters.com/article/us-taiwan-un/taiwan-rejected-in-high-profile-bid-to-join-
u-n-idUSN1926872820070919
30
Anti-Secession Law (Full text), 15 Maret 2005, diakses dari http://www.china-
embassy.org/eng/zt/999999999/t187406.htm
pasal 8 dalam Anti-Secession Law berisi mengenai pelarangan gerakan-
gerakan kemerdekaan Taiwan yang dapat membuat Taiwan memisahkan
diri dari China atau ketika terjadi insiden yang menghalangi terjadinya
reunifikasi (penyatuan kembali), maka pemerintah harus menggunakan
cara-cara non-damai dan segala tindakan yang diperlukan, demi
melindungi kedaulatan dan integritas teritorial China31. Hal ini
merupakan peraturan yang sama sekali tidak menguntungkan, yang
mana Taiwan hanya diberi pilihan yaitu reunifikasi dengan PRC, dan
seperti yang dijelaskan pada Pasal 5 Anti-Secession Law bahwa jika
reunifikasi telah berlangsung secara damai, maka Taiwan dapat
melaksanakan sistem pemerintahan yang berbeda dengan PRC dengan
tingkat otonom yang tinggi32. Undang-undang ini seakan
menggambarkan ketakutan PRC dalam melepas Taiwan menjadi negara
yang independen, hal ini tak lepas dari adanya pengaruh Amerika Serikat
yang telah lama menjadi pendukung Taiwan, baik dalam segi politik
maupun ekonomi, yang secara langsung akan memberi pengaruh
terhadap China, melalui Taiwan.
Adanya hak veto di dalam PBB juga memberikan dampak yang
besar dalam realisasi Taiwan menjadi anggota PBB, yang mana PRC
sebagai perwakilan China menduduki kursi dewan keamanan tetap dan
memiliki hak veto, yang merupakan hak yang hanya dimiliki oleh 5
anggota permanen dewan keamanan PBB (Amerika Serikat, Inggris,
China, Perancis, dan Rusia)33. Hak veto merupakan kemampuan anggota
permanen dewan keamanan dalam menentukan apakah resolusi tersebut
dapat diadopsi ataukah tidak34. Dalam permasalahan permohonan
Taiwan menjadi anggota PBB, merupakan hal yang tidak menguntungkan
bagi Taiwan, hal ini dikarenakan PRC yang merupakan perwakilan China
di PBB memegang hak veto, sehingga setiap resolusi yang ditawarkan
mengenai kemerdekaan Taiwan akan selalu ditentang, karena dianggap

31
Ibid.
32
Ibid.
33
Security Council Report, UN Security Council Working Methods, diakses dari
https://www.securitycouncilreport.org/un-security-council-working-methods/the-veto.php
34
Ibid.
merugikan China dalam hal kedaulatan. Oleh karena itu, Taiwan akan
sulit memasuki kursi keanggotaan PBB.

D. Diskusi
Ketidakberadaan Taiwan dalam keanggotaan Perserikatan Bangsa-
Bangsa berdasarkan hasil yang didapat dalam penelitian ini ternyata
dilatarbelakangi oleh pengaruh besar dari adanya legitimasi PRC (People
of the Republic of China) dalam dunia internasional. Dimana terdapat
beberapa alasan dibaliknya dan alasan tersebut memiliki penunjang
dalam pembentukannya. Alasan tidak terdapatnya Taiwan dalam
keanggotaan PBB yaitu dengan adanya Resolusi 2758 yang mengatakan
bahwa perwakilan China di PBB adalah pemerintahan PRC, bukan
Taiwan, hal ini telah berlangsung sejak tahun 1971, dimana Taiwan yang
masih menggunakan nama ROC (Republic of China) dikeluarkan dari kursi
keanggotaan PBB. Pengeluaran ROC dari PBB tersebut tak terlepas dari
fakta sejarah, dimana ROC kalah dalam perang saudara dengan PRC,
sehingga PRC mendapatkan kekuasaan atas pemerintahan China, beserta
wilayahnya. Alasan lainnya yaitu dengan terdapatnya PRC sebagai
perwakilan China di PBB yang memiliki hak veto dalam menentukan
suatu resolusi yang ingin dikeluarkan, hal ini berarti PRC dapat
menggunakan hak veto-nya untuk menentang segala resolusi yang
memerdekakan Taiwan. Ketidakberadaan Taiwan dikursi PBB juga
dipengaruhi oleh al ini dikarenakan adanya kebijakan “One China”, yang
mengatakan bahwa hanya ada satu China, dan Taiwan termasuk wilayah
China, hanya ada satu pemerintahan yang sah dalam mengatur China
yaitu PRC. Kebijakan “One China” diperkuat dengan dibentuknya Anti-
Secession Law (Undang-undang anti pemisahan) tahun 2005, yang berisi
mengenai pengekangan Taiwan dalam melakukan gerakan kemerdekaan,
yang mana hanya memberikan opsi Taiwan agar dapat mewujudkan
reunifikasi dengan negosiasi damai, akan tetapi jika Taiwan melakukan
gerakan kemerdekaan yang dapat menggagalkan reunifikasi, maka China
(PRC) dapat menggunakan cara-cara non-damai untuk mendundukkan
Taiwan.
Ketidakadaan Taiwan di kurssi keanggotaan PBB dapat dilihat
dari sudut pandang dualism, dimana piagam PBB menjadi saling tumpang
tindih diantar resolusinya dengan hukum nasional China. Untuk awal
kita dapat membahas mengenai kedaulatan Taiwan, dalam teori
konstitutif Taiwan telah memenuhi syarat-syarat berdirinya suatu negara
yaitu memiliki wilayah, dibuktikan bahwa sampai sekarang menempati
wilayah pulau utama Taiwan, dan pulau-pulau sekitarnya yang total
menjadi 36,188 km2 luasnya, melebihi luas Belgia35. Memiliki populasi
penduduk sebesar 23,5 juta. Memiliki tatanan pemerintahan yang
demokratis dengan sekarang dikepalai (2018) oleh presiden Tsai In-wen.
Serta adanya pengakuan dari negara lain, meskipun ini masih menjadi
perdebatan negara-negara lain oleh Taiwan, tapi Taiwan telah
mendapatkan pengakuan dari 20 negara di dunia, diantaranya Kiribati,
Marshall Island, Burkina Faso, Vatican, El Savador, Haiti, Paraguay, dan
sebagainya36. Sehingga secara konstitutif, Taiwan merupakan negara yang
resmi.
Kedaulatan Taiwan juga diperkuat dengan terdapatnya
pengakuan secara kuasi oleh negara-negara besar, diantaranya Amerika
Serikat yang telah lama menjalin hubungan baik dengan Taiwan sejak
sebelum dan sesudah keluarnya Taiwan dalam PBB, juga presiden dari
kedua belah negara memiliki hubungan yang baik, dibuktikan dari saat
terpilihnya Trump sebagai presiden Amerika Serikat, presiden Tsai In-
wen mengucapkan selamat melalui telfon, yang membuktikan
kesenangan atas terpilihnya presiden Amerika Serikat 37. Serta pengakuan
kuasi dari Indonesia yang mana dibuktikan dengan dibukanya kantor
serikat dagang Indonesia di Taiwan, serta kerjasama-kerjasama lainnya
dibidang Pendidikan38.

35
One World Nations Online, Taiwan-Republis of China-Profile, Nations Online, diakses
dari https://www.nationsonline.org/oneworld/taiwan.htm
36
Huang Kun, What countries recognise Taiwan as a state and why?, Quora, diakses dari
https://www.quora.com/What-countries-recognise-Taiwan-as-a-state-and-why
37
Chen Wei-han, Tsai sends congratulations to Trump and thanks Obama, Taipei Times,
diakses dari http://www.taipeitimes.com/News/front/archives/2016/11/10/2003658948
38
Jessica Adriana, Indonesian Economic and Trade Office to Taipei celebrates
Indonesia's independence, Taiwan News, diakses dari
https://www.taiwannews.com.tw/en/news/3500204
Kedaulatan Taiwan yang secara konstitutif telah menjadi negara
yang sah, memiliki pertentangan dari kebijakan dan undang-undang PRC
(China). Kebijakan “One China” memberikan pengaruh yang besar
terhadap kedaulatan Taiwan, yang menegaskan bahwa Taiwan bukanlah
negara yang berdiri sendiri (independent), akan tetapi Taiwan
merupakam wilayah China yang mana dibawah kekuasaan PRC.
Kebijakan ini mendapat dukungan dari banyak negara-negara di dunia
mengenai PRC sebagai perwakilan China, sehingga legitimas PRC
menjadikan “One China” sebagai kebijakan yang kuat. Selain itu,
kebijakan tesebut diperkuat lagi dalam Anti-Secession Law atau undang-
unfang anti pemisahan yang dibentuk pada tahun 2005, yang mana dalam
undang-undang ini mempertegas kebijakan “One China”. Sehingga
membuat posisi dari Taiwan menjadi rumit.
Teori konstitutif menjadi suatu penjelasan resminya negara
Taiwan dan telah mendapat kuasa hukum internasional, akan tetapi hal
itu tidak dapat bekerja selagi masih ada Anti-Secession Law, yang mana
undang-undang ini memaksa Taiwan dalam reunifikasi, tidak memberi
hak Taiwan untuk menentukan nasib sendiri sebagai negara yang
merdeka. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan United Nations
General Assembly Resolutions No.1514, yang mengatakan bahwa “Setiap
orang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, oleh karena itu
mereka dapat menentukan status politik mereka dan mencapai
perkembangan ekonomi, sosial, dan budayanya”39. Berdasarkan
pernyataan yang terdapat dalam resolusi ini, Taiwan telah mendapatkan
haknya untuk mengembangkan ekonomi, sosial, dan budaya, melalui
kerjasama dengan negara-negara lain, akan tetapi Taiwan tidak mendapat
hak untuk menentukan status politiknya, yang mana terhalang oleh
kebijakan “One China” dan Anti-Secession Law. Hal ini diperparah oleh
adanya pernyataan pada pasal 5 dalam Anti-Secession Law yang
menegaskan bahwa Taiwan tidak dapat melakukan gerakan pembebasan
(kemerdekaan) dari China, dan jika hal tersebut terjadi, pemerintah China
tidak aka segan-segan memakai cara non-damai (militer) untuk menekuk

39
General Assembly resolution 1514 (XV) of 14 December 1960, diakses dari
http://www.un.org/en/decolonization/declaration.shtml
Taiwan. Hal tersebut juga jelas-jelas melanggar Resolusi 1514 dimana
terdapat kalimat yang menyatakan bahwa “Semua tindakan bersenjata
dilarang dalam menghadapi gerakan-gerakan kemerdekaan secara damai,
dimana setiap tindakan kemerdekaan atau integritas nasional, harus
dihormati”40.
Banyaknya pelanggaran hukum yang terjadi terhadap status
Taiwan tersebut seharusnya dapat menjadikan Taiwan sebuah negara
yang berdaulat diluar China. Akan tetapi, dalam dualism hukum nasional
China yaitu “One China” dan Anti-Secession Law dapat mengalahkan
hukum internasional yang telah dibentuk PBB dalam Resolusi 1514 dan
juga kedaulatan Taiwan yang telah diakui oleh negara-negara dalam teori
konstitutif. Dualism ini sangat mencerminkan sistem ini, dimana hingga
sekarang kedaulatan Taiwan masih berada dalam hukum China, sehingga
membuat Taiwan tidak dapat menjadi anggota PBB meski telah
mengajukan 15 kali permohonan untuk menjadi anggota PBB. Penolakan
tersebut juga didasari oleh Resolusi 2758 yang dibentuk berdasarkan
kebijakan “One-China”.

Ketentuan penerimaan keanggotaan baru PBB yang dijelaskan


dalam piagamnya, pasal 4 yaitu “keanggotaan PBB terbuka untuk semua
negara yang cinta akan perdamaian dan mampu menerima serta
melaksanakan kewajiban yang terdapat di dalam Piagam PBB” 41.
Ketentuan tersebut tidak dapat berlaku dengan adanya hukum nasional
China (One China & Anti-Secession Law) yang mengatur status Taiwan
bukan sebagai negara tetapi bagian dari wilayah negara China. Selain in,
duduknya China (PRC) di dalam PBB dengan memegang hak veto
semakin membuat Taiwan sulit menjadi anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa.

E. Kesimpulan
Kedudukan antara hukum internasional dan hukum nasional
masih memiliki perdebatan hingga saat ini, dimana masih banyaknya
negara-negara yang tidak mematuhi kaidah-kaidah hukum internasional
40
Ibid.
41
United Nations, Charter of United Nations, Op.cit. hal 4.
yang berlaku. Kasus hubungan antara China dan Taiwan merupakan
salah satu contoh kecil dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang
hukum internasional yang berlaku oleh negara-negara di dunia, yang
mana ketidakberadaan Taiwan sebagai anggota PBB sangat dipengaruhi
oleh adanya kekuasaan China yang diwakili oleh People of the Republic of
China (PRC), yang mana PRC dapat menciptakan hukum yang tumpang
tindih mengenai status kedaulatan Taiwan sebagai negara independen
maupun status kedudukannya di dunia Internasional. Beberapa faktor
dan alasan yang tumpang tindih tersebut terlihat dengan terdapatnya
kebijakan “One China” dan Anti-Secession Law yang menjadi salah satu
contoh dari dualsm yang mana membuat Resolusi 1514 menjadi tidak
dipatuhi, yang mana dalam peraturan ini terdapat kepentingan China
dibawah pemerintahan PRC dalam menguasai Taiwan agar tidak jatuh
dalam genggaman asing, terlebih Amerika Serikat.
China yang merupakan negara dengan hardpower dan softpower
yang kuat dengan dibuktikan oleh kemampuannya dalam membentuk
Anti-Secession Law dan kemampuannya dalam merangkul negara-negara
lain dalam mendukungnya mencapai kepentingan tersebut, sehingga
membuat negara Taiwan sulit untuk bergerak menuju negara yang
independen. Lahirnya Resolusi 2758 merupakan salah satu contoh power
dari China yang mana dapat membuat negara-negara di dunia
mendukungnya dalam melindungi kepentingannya terhadap Taiwan.
Jalan Taiwan dalam menjadi anggota PBB sangatlah terjal,
dikarenakan Taiwan harus menjadi negara yang independen dan legal
sebelum mencapai mimpi tersebut. Langkah-langkah yang harus
ditempuh sangat sulit, akan tetapi masih terdapat kemungkinan bagi
Taiwan dalam menjadi keanggotaan PBB. Langkah awal yang harus
dilakukan Taiwan saat ini yaitu aktif berkontribusi dalam organisasi-
organisasi internasional yang menerimanya dan juga membuktikan ke
dunia bahwa Taiwan merupakan negara yang dapat membuat kontribusi
besar jika masuk ke dalam PBB. Selanjutnya, mengumpulkan dukungan
negara-negara lain dalam mengakui kedaulatan Taiwan, merangkul
negara-negara besar pemegang hak veto lain dalam berbagai kerjasama
yang mana dapat memungkinkan terjadinya pengakuan terhadap
Taiwan, sehingga dapat melawan dominasi China di sidang resolusi PBB.

Bibliography
Dokumen Online
General Assembly Resolution 1514 (XV). (1960, December 14). Dipetik
November 2018, 26, dari United Nations:
http://www.un.org/en/decolonization/declaration.shtml
Anti-Secession Law (Full text). (2005, Maret 15). Dipetik November 25, 2018,
dari China Embassy:
http://www.china-embassy.org/eng/zt/999999999/t187406.htm
Taiwan-Republics of China-Profile. (2018). Dipetik November 26, 2018, dari
One World Nations Online:
https://www.nationsonline.org/oneworld/taiwan.htm
UN Security Council Working Methods. (2018, Juni 5). Dipetik November 25,
2018, dari Report, Security Council:
https://www.securitycouncilreport.org/un-security-council-
working-methods/the-veto.php
Nations, U. (1945, Oktober 24). Charter of the United Nations. Dipetik
November 24, 2018, dari United Nations:
https://treaties.un.org/doc/publication/ctc/uncharter.pdf
Nations, U. (2015). Dipetik November 24, 2018, dari United Nations:
http://www.un.org/en/sections/history/history-united-
nations/index.html
Nations, U. (2015). United Nations Security Counci. Dipetik November 24,
2018, dari http://www.un.org/en/sc/members/

Website
Adriana, J. (2018, Agustus 7). Indonesian Economic and Trade Office to Taipei
celebrates Indonesia's independence. Dipetik November 26, 2018, dari
Taiwan News:
https://www.taiwannews.com.tw/en/news/3500204
Bhat, A. (2018). Online Research, Definition, Methods, Type, and Execution.
Dipetik November 25, 2018, dari Qustion Pro:
https://www.questionpro.com/blog/execute-online-research/
Bush, R. C. (2017). A One China Policy Primer. Center for East Asia Policy
Studies, 3-8.
Copper, J. (1990). Taiwan's Recent Elections : Fullfiling the Democratic
Promise. Maryland: School of Law, University of Maryland.
Fachri, Y. (2003). Politik Pengakuan dalam Hukum Internasional. Jurnal
Antar Bangsa, 2(2), 3.
Han, C. W. (2016, November 10). Tsai sends congratulations to Trump, thanks
Obama. Dipetik November 26, 2018, dari Taipei Times:
http://www.taipeitimes.com/News/front/archives/2016/11/10
/2003658948
Hsu, A. (2007, Agustus 10). Taiwan submits second UN bid. Dipetik
November 25, 2018, dari Taiwan Today:
https://taiwantoday.tw/news.php?unit=10,23,45,10&post=14551
Kun, H. (2017, Juli 6). What Countries Recognise Taiwan as a State and Why?
Dipetik November 26, 2018, dari Quora:
https://www.quora.com/What-countries-recognise-Taiwan-as-a-
state-and-why
Roosevelt, F. D. (2016). What is a Primary Source ? What is a DBQ
( Document-based Question )? How Are Primary Sources Helpful in
Learning ? Diambil kembali dari Franklin D. Roosevelt Presidential
Libary and Museum:
https://fdrlibrary.org/documents/356632/390886/dbqs.pdf/eef7
0122-da3a-4580-91fc-7afd33122ac5
Tenner, H. (30, November 2015). Chinese Civil War : 1945-1949. Diambil
kembali dari Oxford Bibliographies:
http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-
9780199791279/obo-9780199791279-0031.xml
Winkler, S. (2012, Juni 20). Taiwan's UN Dilemma : To Be or Not To Be. Dipetik
November 24, 2018, dari Brookings:
https://www.brookings.edu/opinions/taiwans-un-dilemma-to-be-or-not-
to-be/

Buku Elektronik
Jaques, M. (2011). Ketika China Meguasai China : Kebangkitan Dunia Timur
dan Akhir Dunia Barat. (N. Cholis, & J. Sumarwoto, Penerj.) Jakarta:
Kompas Media Nusantara.
Rahmat, P. S. (2009). Penelitian Kualitatif. Equilibrium, 5(3), 1-8.
Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakter, dan
Keunggulannya. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jurnal
Maulana, M. F. (2016). Implikasi One China Policy Terhadap Hubungan
Luar Negeri Indonesia dan Taiwan dalam Perspektif Hukum
Internasional. Diponegoro Law Journal, 7.
Okenwa, C. A. (2015). Has the Controversy between the Superiority of
International Law and Municipal Law been Resolved in Theory
and Practice? Journal of Law, Policy, and Globalization, 35, 4.

Anda mungkin juga menyukai