Anda di halaman 1dari 8

KECENDERUNGAN SIKAP NARSISME PADA PENGGUNA MEDIA SOSIAL

Dosen Pengampu :
Agustin Erna Fatmasari, S.Psi., M.A
Dito Aryo Prabowo, S.Psi., M.Psi.

Disusun oleh:

Shoffiyah Salsabila

15000122120053

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

TAHUN AJARAN 2022/2023


A. Narsisme
1. Sejarah

Istilah narsisme pertama kali diperkenalkan dalam dunia psikologis pada


tahun 1898 oleh Havelock Ellis. Ia menggunakan istilah Narcissuslike untuk
menjelaskan kecenderungan hilangnya emosi seksual (Ellis dalam Raskin
1988). Satu tahun setelah terbitan Ellis, tepatnya pada tahun 1899 Nacke
menulis makalah dengan menggunakan istilah itu Narcismus untuk merujuk
pada penyimpangan seksual yang dilakukan seseorang dengan
memperlakukan tubuhnya sebagai objek seksual. Munculnya makalah yang
menggunakan konsep narsisme ini menarik perhatian Freud.

Dalam penggunaan konsep narsisme, Freud menggunakannya untuk


menjelaskan dua hal yang berbeda, yaitu narsisme untuk mendukung teori
meta psikologisnya dan narsisme untuk kategori diagnostik pada fenomena
klinis. Untuk teori meta psikologisnya, Freud menggunakan istilah narsisme
untuk (a) menggambarkan tahap seksual normal dalam perkembangan yang
terjadi antara tahap autoeroticism dan object love, (b) sebagai sumber dan
energi perkembangan ego, (c) sebagai jenis objek dimana diri memainkan
peran lebih penting dalam hubungan objek daripada aspek objek, (d) cara
berhubungan dengan lingkungan, (e) sebagai pembentukan mekanisme ideal
ego, (f) sebagai dasar pengembangan dan pemeliharaan harga diri, dan (g)
sebagai faktor pengkondisian refleksi (Freud dalam Raskin 1988). Sedangkan
istilah narsisme dipakai Freud dalam dunia klinis sebagai (1) sikap yang
dimiliki seseorang terhadap diri sendiri, (2) ketakutan yang berkaitan dengan
harga diri yang meliputi rasa takut akan kehilangan cinta dan rasa takut akan
kegagalan, (3) orientasi defensif yang meliputi megalomania, idealisasi,
penyangkalan, proyeksi, dan pemisahan, (4) motivasi kebutuhan untuk dicintai
seperti perjuangan untuk mandiri dan sempurna, dan (5) sikap yang menjadi
ciri hubungan seseorang dengan orang lain.

Dalam perkembangannya, bahasan narsisme juga meramban juga meramban


pada dunia klinis sebagai konsep patologis. Perkembangan ini dipengaruhi
oleh Kernberg dan Kohut dan disebut gangguan kepribadian narsistik
(Narcissistic Personality Disorder) (Yakeley, 2018). NDP secara resmi
dimasukkan dalam DSM-III oleh American Psychiatric Association pada
1980. Lalu NDP ini dikembangakan berdasarkan studi studi psikologis dan
dimasukkan dalam DSM-III-R (1987) dan DSM-IV (1994).

2. Definisi

Menurut Raskin dan Hall (1988), narsisme adalah sikap yang menunjukkan
kekaguman pada diri sendiri, terlalu asyik dengan fantasi, anti kritik,
eksploitatif dan, kurangnya sikap empati. Kohut (1971) mendefinisikan
narsisme sebagai sikap kecintaan yang berlebih terhadap diri sendiri sehingga
menganggap dirinya paling superior. Chaplin (2009) juga menjelaskan
narsisme sebagai bentuk sentrisme terhadap diri sendiri yang berkeinginan
untuk selalu mendominasi dalam segala hal agar dapat digunakan untuk
pembanding. Secara singkat narsisme adalah sikap yang menunjukkan
keinginan untuk selalu menjadi pusat perhatian dan cinta terhadap diri yang
berlebih.

3. Ruang Lingkup

Seperti yang sudah dijelaskan, perkembangan konstruk narsisme juga melebar


pada pembahasan dalam dunia klinis yang dipengaruhi oleh tokoh Kernberg
dan Kohut . Maka untuk membedakan pembahasan narsisme di luar dan di
dalam dunia klinis, ruang lingkup dalam bahasan makalah ini adalah
perbedaan antara narsisme dan gangguan kepribadian narsistik (Narcissistic
Personality Disorder). Narsisme adalah kecenderungan individu untuk
mengagumi dirinya sendiri dan berfungsi sebagai pelindung dari perasaan
harga diri yang rendah. Sedangkan NPD adalah gangguan kepribadian yang
dicirikan dengan rasa kepentingan diri atau keunikan berlebihan, keasyikan
fantasi mengenai kesuksesan, kekuatan, kecantikan, ideal love,
ketidakmampuan mentolerir kritik, tidak peduli dengan orang lain, keinginan
hak khusus tanpa tanggung jawab, eksploitatif, dan kurangnya empati.

4. Aspek atau Dimensi

Raskin dan Hall (1988) mengungkapkan terdapat tujuh aspek dalam narsisme,
yaitu :

a. Authority, yaitu keinginan untuk memiliki otoritas untuk mendominasi


sebagai pemimpin.
b. Self-sufficiency, berkeyakinan dapat menggunakan kemampuannya
dalam pemenuhan kebutuhan.
c. Superiority, adalah anggapan bahwa dirinya lebih hebat daripada orang
lain.
d. Exhibitionism, yaitu kecenderungan untuk selalu mencari perhatian
agar menjadi pusat perhatian dan haus validasi.
e. Exploitativeness, merendahkan orang lain untuk menaikkan dirinya.
f. Vanity, yaitu sikap sombong dan keras kepala, serta anti kritik.
g. Entitlement, ingin diistimewakan dalam hak tanpa pemenuhan
tanggung jawab.
5. Definisi Operasional

Narsisme adalah untuk sikap sentrisme terhadap diri sendiri yang dicirikan
dengan kecenderungan untuk selalu ingin mendominasi dan menjadi pusat
perhatian yang dilakukan untuk melindungi individu dari perasaan harga diri
yang rendah.

B. Skala Pengukuran Konstruk


1. Sejarah Skala

Perkembangan konsep narsisme dalam dunia psikologi klinis didukung dengan


adanya pengembangan beberapa alat ukur untuk mengukur tingkat narsisme.
Beberapa skala yang dikembangkan untuk mengukur narsisme yaitu skala
untuk mengukur psikopatologi narsistik oleh Goldman dan Windholz, skala
untuk mengukur batas fungsi narsistik individu oleh Carillio, Q-sort dengan
TAT untuk mengukur narsisme oleh Grayden, skala untuk mengukur narsisme
pada remaja oleh Douval dan Edelson, dan Narcissistic Personality Inventory
(NPI) untuk mengukur perbedaan individu dalam narsisme pada populasi
nonklinis oleh Raskin dan Hall pada tahun 1979.

Di antara banyaknya skala yang dikembangkan untuk mengukur narsisme,


skala NPI-40 milik Raskin dan Hall yang paling banyak mendapat perhatian.
Awalnya NPI dikembangkan untuk mengukur perbedaan narsisme individu
karena dapat diterapkan dalam iklim nonklinis. Dalam iklim klinis, konsep
narsisme dikembangkan untuk mendeskripsikan sindrom proses mental dan
perilaku yang beragam namun saling bergantung seperti interpersonal
eksploitatif dan eksibisionisme. Untuk itu skala untuk mengukur narsisme
harus mencerminkan multidimensionalitas pada konstruk. Dalam
perkembangannya, dilakukan revisi dan modifikasi pada skala NPI aar dapat
mencerminkan kompleksitas konstruk.

Pada tahun 2006 muncul NPI-16 yang dipelopori oleh Ames dkk. NPI-16
adalah versi lebih pendek dari NPI-40 milik Raskin dan Hall yang lebih
praktis serta tentunya tidak mengaburkan aspek-aspek dari narsisme sendiri.
Pengembangan NPI-16 dilakukan dengan melalui 5 tahap. Tahap 1 adalah
proses seleksi dan memilih item dari NPI-40. Tahap 2 adalah proses
pertimbangan validitas konvergen-diskriminan. Dalam tahap 3 dilakukan
test-retest. Kemudian tahap 4 dan 5 adalah proses eksplorasi validitas
prediktif.

2. Hasil Validitas dan Reliabilitas

Nilai validitas instrumen NPI-16 adalah 0,70 (Pradipta, 2017). Artinya


NPI-16 termasuk dalam kategori validitas tinggi. Untuk mengukur tingkat
reliabilitas NPI-16, digunakan rumus Alpha Cronbach dengan hasil yang
didapat yaitu 0,83. Dari hasil tersebut, NPI-16 juga dikategorikan mempunyai
tingkat reliabilitas yang tinggi.
REFERENSI

​Ames, D. R., Rose, P., & Anderson, C. P. (2006). The NPI-16 as a short measure of
narcissism. Journal of Research in Personality, 40(4), 440–450.
https://doi.org/10.1016/j.jrp.2005.03.002

​ nggita Nawangsih, R., Khotimah, C., Marshall Puarada, J., Shofia, A., Studi Psikologi, P.,
A
& Ekonomi Bisnis dan Humaniora, F. (n.d.). Pengembangan dan Validasi Alat Ukur Perilaku
Narsistik pada Mahasiswa di Papua menggunakan Pemodelan Rasch.

Chaplin, J.P. (2009). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Kohut, H. (1971). The analysis of the self. New York: International Universities Press.

Miller, J. D., McCain, J., Lynam, D. R., Few, L. R., Gentile, B., MacKillop, J., & Campbell,
W. K. (2014). A comparison of the criterion validity of popular measures of narcissism and
narcissistic personality disorder via the use of expert ratings. Psychological Assessment,
26(3), 958–969. doi:10.1037/a0036613

​ iswar, M. (2021). Hubungan Kecenderungan Narsisme dengan Perilaku Selfie pada


M
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Banda Aceh.

Pradipta, S. H. 2017. Hubungan Antara Motivasi dan Intensitas Penggunaan Jejaring Sosial
dengan Perilaku Narsistik pada Siswa Kelas XI di SMAN 1 Stabat Kab. Langkat. Skripsi,
Medan: Fakultas Psikologi Universitas Medan Area

Raskin, R., & Terry, H. (1988). A principal-components analysis of the Narcissistic


Personality Inventory and further evidence of its construct validity. Journal of Personality
and Social Psychology, 54(5), 890–902. doi:10.1037/0022-3514.54.5.890

Russell, G. A. (1985). Narcissism and the narcissistic personality disorder: A comparison of


the theories of Kernberg and Kohut. British Journal of Medical Psychology, 58(2), 137–148.
doi:10.1111/j.2044-8341.1985.tb02626.x

​ iregar, F. M. (2018). Hubungan Narsisme dan Intensitas Posting Selfie pada Remaja
S
Pengguna Instagram. Universitas Muhammadiyah Malang.

​ akeley, J. (2018). Current understanding of narcissism and narcissistic personality disorder.


Y
BJPsych Advances, 24(5), 305–315. https://doi.org/10.1192/bja.2018.20
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai