Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

R DENGAN GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN “DM TIPE II” DI RUANGAN RAWAT INAP RA3
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2023

DISUSUN OLEH :

TIARA MANALU

(P07520521037)

DOSEN PEMBIMBING :

MINTON MANALU,SKM.M.KES

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

PRODI D-III KEPERAWATAN TAPANULI TENGAH

2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan Judul :

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.R DENGAN GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN “DM TIPE II” DI RUANGAN RAWAT INAP RA3
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2023

Penyusun :

TIARA MANALU
(P07520521037)

Mengesahkan :

Dosen Pembimbing Clinical Structur

MINTON MANALU SKM.MKes Cesilia, S.Kep,Ns

NIP.197003171991031004 NIP.198310242008012014
PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
PRODI KEPERAWATAN TAPANULI TENGAH
POLTEKKES KEMENKES MEDAN

NAMA MAHASISWA : TIARA MANALU


TEMPAT PRAKTEK : RSUP H. ADAM MALIK
RUANGAN : RAWAT INAP RA3
TANGGAL PRAKTEK : 14 AGUSTUS 2023
LAPORAN MINGGU KE 2
JUDUL KASUS : DM TIPE II

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Teori Medis

A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penuru nan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007).
B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama
adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap,
suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika
preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada
mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.

C. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel
β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam
proses lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide
yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar
glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi
hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi
amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi
jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya
jumlah sel beta dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe
II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan
proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis
sel beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut.
Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%.
Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat
sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat
mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami
perubahan adalah sel beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-
sel jaringan terget yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain
yang mempengaruhi kadar glukosa.
f) Genetik

2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot
berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress
menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing faktor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah.
D. Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Keturunan
Faktor resiko yang dapat diubah:
1. Hipertensi
2. Kolesterol tinggi
3. Obesitas
4. Merokok
5. Alkohol
6. Kurang aktivitas fisik

E. Patofisiologi (pathway terlampir)


Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin
perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan fungsi cell β,
yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi
insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk
mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama
kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin hingga
kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah
diagnosis diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi insulin (FKUI,
2011).
Pada diabetestipe2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe 2, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak
terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh ketidakmampuan
glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor
yang akan meningkatkan volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan
osmolalitas sel yang akan merangsang hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan
merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel
merangsang volume reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi
diuresis osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan
merangsang keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa kedalam sel
menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga
mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam
sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan di bagian lateral hypothalamus
sehingga timbul peningkatan rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh tubuh,
dan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi lain seperti
thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.

F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain
(Stockslager L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
1. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan
oleh pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat,
konsumsi alkohol, atau olahraga yang berlebihan.
Gejala hipoglikemi pada lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat
dan tidak disadari sampai kondisinya mengancam jiwa.
2. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi
yang mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan
diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita
diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di
atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala
mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi
cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma
atau hampir koma).
4. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau
nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam
berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan
lambung yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah makan), diare
noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
5. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10
kali lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil
ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular,
penyakit arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya
retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf
pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini
membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

2.Teori Keperawatan

I. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus:
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : - Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan

- Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur


Tanda : - Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan
aktivitas

- Letargi / disorientasi, koma


- Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : - Adanya riwayat hipertensi

- Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas


- Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda : - Takikardia

- Perubahan tekanan darah postural, hipertensi


- Nadi yang menurun / tidak ada
- Disritmia
- Krekels
- Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas Ego
Gejala : - Stress, tergantung pada orang lain

- Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi


Tanda : - Ansietas, peka rangsang

4. Eliminasi
Gejala : - Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia

- Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)


- Nyeri tekan abdomen
- Diare
Tanda : - Urine encer, pucat, kuning : poliuri

5. Makanan / cairan
Gejala : - Hilang nafsu makan

- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa /
karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : - Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.

6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : - Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)

Tanda : - Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati

7. Pernafasan
Gejala : - Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung ada tidaknya infeksi)

Tanda : - Lapar udara

- Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)


- Frekuensi pernafasan
8. Keamanan
Gejala : - Kulit kering, gatal; ulkus kulit

Tanda : - Demam, diaphoresis


- Kulit rusak, lesi / ilserasi
- Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak
II. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d disfungsi pankreas d.d mengantuk, pusing,
kadar glukosa darah rendah.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah
3. Gangguan integritas kulit b.d penakanan pada tonjolan tulang d.d kerusakan lapisan
kulit
III. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1. Ketidakstabilan kadar glukosa Tujuan : Manajemen Hiperglikemia


darah b.d disfungsi
pankreas d.d mengantuk, pusing, Setelah dilakukan intervensi Tindakan
keperawatan selama 3 x 24
kadar glukosa darah rendah. Observasi
jam, maka kestabilan kadar
glukosa darah meningkat,
dengan • Identifikasi
kemungkinan
kriteria hasil: penyebab
hiperglikemia
1. Mengantuk • Identifikasi situasi
menurun yang
2. Pusing menurun menyebabkan
3. Kadar glukosa kebutuhan insulin
darah membaik meningkat
• Monitor kadar
glukosa darah,
jika perlu
• Monitor tanda dan
gejala
hiperglikemia
• Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik

• Berikan asupan
cairan oral
• Konsultasi dengan
medis jika tanda
dan gejala
hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
Edukasi

• Anjurkan
menghindari
olahraga saat
kadar glukosa
darah lebih dari
250 mg/Dl
• Anjurkan monitor
kadar glukosa
darah secara
mandiri
Kolaborasi

• Kolaborasi
pemberian
insulin, jika perlu
• Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu

2. Intoleransi Manajemen Energi


Tujuan :
aktivitas b.d kelemahan d.d meng
eluh lelah Tindakan
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam, maka toleransi aktivitas
meningkat, dengan • Identifikasi
gangguan fungsi
kriteria hasil: tubuh yang
mengakibatkan
1. Keluhan Lelah kelelahan
menurun • Monitor kelelahan
2. Frekuensi nadi fisik dan
membaik emosional
• Monitor pola dan
jam tidur
• Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama
melakukan
aktivitas
Terapeutik

• Sediakan lingkungan
nyaman dan
rendah stimulus
• Lakukan latihan
rentang gerak
pasif dan/atau
aktif
• Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
• Fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Edukasi

• Anjurkan tirah
baring
• Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
• Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
• Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi

• Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara
meningkatkan
asupan makanan

3. Gangguan integritas kulit b.d Tujuan : Perawatan Integritas Kulit


penakanan pada tonjolan
tulang d.d kerusakan lapisan kulit Setelah dilakukan intervensi Tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam, maka integritas Observasi
kulitmeningkat, dengan
• Identifikasi
kriteria hasil: penyebab
gangguan
1. Kerusakan lapisan integritas kulit
kulit menurun
Terapeutik

• Ubah posisi setiap 2


jam jika tirah
baring
• Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitive
Edukasi

• Anjurkan
menggunakan
pelembab
IV. Implementasi Keperawatan

Implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan seorang perawat


untuk membantu seorang pasien terhadap masalah status kesehatan pasien yang dihadapi
dengan baik, yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

V. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk


menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011).
Daftar Pustaka

Referensi :
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.

Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatric.


Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai