DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
Baso Rimba
Betris Mohi
Fiolita Makarao
Jenifer Kunenegan
Mardiana Kobandaha
Riska Mokoagow
Siti Hardianty Mooduto
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.Gejala yang
dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu polidipsia,poliuria,polifagia,penurunan
berat badan,kesemutan.
International Diabetes Federation(IDF) menyebutkan bahwa prevalensiDiabetes
Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes me litus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah
95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%.
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak
dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah faktor
risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan,
aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar
pinggang dan umur.
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang
akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit
ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru,
gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang
sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan.Untuk
menurunkan kejadian dan keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka dilakukan
pencegahan seperti modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemik
dan insulin. pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada klien
dengan diabetes mellitus tipe II.
2. Tujuan khusus
Tujuan dari penulisan ini yaitu mahasiswa mampu memperoleh gambaran dan
menjelaskan tentang diabetes mellitus tipe II beserta asuhan keperawatannya.
C. Manfaat penulisan
1. Bagi pendidikan
Sebagai sumber untuk penelitian dan pembelajaran yang efektif
2. Bagi mahasiswa
Menjadi pedoman dalam menambah ilmu pengetahuan serta meningkatkan proses
berpikir kritis dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep medis
1. Definisi
Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk
metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan
secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah
meningkat (Adhi, 2011).
Diabetes tipe 2 berkembang sangat lambat, bisa sampai bertahun – tahun.
Oleh karena itu gejala dan tanda – tandanya sering tidak jelas. Diabetes tipe 2
tidak mutlak memerlukan insulin karena pankreasnya masih menghasilkan
insulin, karena pertama insulin tersebut masih di produksi tetapi jumlahnya tidak
mencukupi. Kedua yang terpenting kerja insulin tidak efektif karena adanya
hambatan pada kerja insulin (Resistensi Insulin).
Karena adanya Resistensi insulin maka pankreas akan berkerja keras
untuk menghasilkan insulin sebanyak – banyaknya untuk dapat menggempur
resistensi tersebut agar gula bisa masuk kedalam sel. Oleh karena itu obbat yang
dibeikan pada penderita Dm tipe 2 tidak hanya untuk memperbaiki resistensi
insulin, tetapi juga untuk membantu pankreas meningkatkan kembali produksi
insulin.
Berdasarkan teori Watson, perilaku yang harus ditunjukkan oleh perawat
dalam kasus ini adalah memberikan rasa nyaman, perhatian, kasih sayang, peduli,
pemeliharaan kesehatan, memberikan dorongan, empati, minat, cinta, percaya,
melindungi, kehadiran, mendukung, memberi sentuhan, dan siap membantu serta
mengunjungi pasien.
Watson (2012) dalam Theory of Human Care mengungkapkan bahwa ada
sepuluh carative faktor yang dapat mencerminkan perilaku caring dari seorang
perawat. Sepuluh karakter tersebut adalah membentuk sistem nilai humanistik-
altruistik, menanamkan keyakinan dan harapan, mengembangkan sensitivitas
untuk diri sendiri dan orang lain, membina hubungan saling percaya dan saling
membantu, meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif,
menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam pengambilan
keputusan, meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal, menyediakan
lingkungan yang mendukung, melindungi dan atau memperbaiki mental,
sosiokultural dan spiritual, membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, mengembangkan faktor kekuatan eksistensial fenomenologis.
b. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
Obesitas menyebabkan respon sel beta pancreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk
diotot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitive.
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan
4. Faktor keturunan (herediter)
5. Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi system saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila
stress menetap maka system hipotalamus pituitary akan diaktifkan.
Hipotalamus mensekresi corticotrophin relasing factor yang
menstimuasi pitruitari anterior memproduksi kortisol, yang akan
mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah.
6. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukoa darah lebih akurat karena bersifat langsung dan
dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Pemeriksaan
kadar glukosa darah menggunakan glukometer lebih baik daripada kasat
mata karena informasi yang diberikan lebihb objektif kuantitatif.
b. Pemeriksaan kadar glukosa urine
Pemeriksaan kadar glukosa urine menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal
yang bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak
memberikan informasi tentanng kadar glukosa darah tersebut, sehingga
tak dapat membedakan normoglikemia atau hipoglikemia.
c. Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa
Memberikan diagnosis definitive diabetes. Akan tetapi, pada lansia,
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakan diagnosis lansia mungkin
memiliki kadar glukosa puasa hamper normal tetapi mengalami
hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat
setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
1. Kosentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi
2. Kosentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi
3. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200
mg/dl.
d. Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A ata HbA1c)
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Peemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil
telah ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal.
e. Fruktosamina seru
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai 3 minggu
sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia karena
kurang menimbulkan kesalahan. Sayingnya pemeriksaan ini tidak stabil
sehingga jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat bermanfaat pada
keadaan dimana pengukuran AIC tidak dapat dipercaya, misalnya pada
keadaan anemia hemolitik.
f. Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkam tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton
urine dapat diperiksa dengan menggunakan reaksi kolorimerik antara
benda keton dan nitroprusid yang menghasilkan warna ungu.
g. Pemeriksaan hiperglikemia kronik (test AIC)
Pada penyandang DM, glukosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu
terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaannormal antara 70-140
mg/dl selama 8-10 minggu terakhir, maka tes AIC akan menunjukkan
nilai normal. Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia berat, kehamilan,
gagal ginjal, dan hemogloninnopati. Pengukuran AIC dilakukan minimal 4
bulan sekali dalam setahun.
h. Pemantauan kadar glukosa sendiri (PKGS)
PKGS memberikkan informasi kepada penyandang DM mengenai kendali
glikemik dari hari kehari sehingga memungkinkan klien melakukan
penyesuaian diet dan pengobatan terutama saat sakit, latihan jasmani dan
aktivitas lain. PKGS memberikan feedback cepat kepada pasien terhadap
kadar glukosa setiap hari.
i. Pemantauan glukosa berkesinambungan (PGB)
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal (yang berhubungan
dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk mengetahui kendali
glikemik. Caranya adalah menggunakan system mikrodialisis yang
dinsersi secara subkutan, kosentrasi glukosa kemudian diukur dengan
detector electroda oksidasi glukosa. Sensor glukosa pada PGB memiliki
alaram untuk mendeteksi kondisi hipoglikemi dan hiperglikemi.
7. Indikasi DM tipe II
a. Makan sehat
Pilihlah karbohidrat kompleks dan mengandung banyak serat, seperti nasi
merah, atau roti yang terbuat dari gandum utuh.
b. Makanan dengan porsi seimbang.
Karbohidrat : 50 – 60 persen dari kebutuhan kalori.
Protein : 10 – 15 persen dari kebutuhan kalori.
Lemak : 20 – 25 persen dari kebutuhan kalori.
Serat : 25 grm/hari.
c. Cemilan enak dengan indeks glikemik rendah.
Pilihlah cemilan seperti buah – buahan yang tinggi serat, kacang kedelai
memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga aman untuk para diabetes.
d. Olahraga Rutin
Jalan kaki santai, bersepeda, rutin setiap hari dalam seminggu setidaknya
30 menit sehari. Gaya hidup aktif akan membantu mengendalikan diabetes
dengan menurunkan gula darah.
e. Mengganti mentega dengan lemak sehat, seperti minyak zaitun.
8. Kontraindikasi DM tipe II
a. Minuman kemasan yaitu berupa soda dan jus kemasan karena banyak
mengandung pemanis buatan atau fruktosa.
b. Roti putih, pasta tepung terigu dan nasi.
c. Makanan kaya lemak seperti margarine, selai dan makanan yang
diawetkan.
d. Buah kering atau buah yang diawetkan dengan mengurangi kadaar airnya.
e. Kentang goring karena terdapat kombinasi minyak goreng dan kabohidrat.
f. Kopi denga topping.
9. Penatalaksanaan DM tipe II
a. Penatalaksanaan medis
1. Obat hipoglikemik oral
Pemicu sekresi insulin
Sulfonylurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta
pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Efek ekstra
pancreas yaitu memperbaiki sesitivitas insulin ada, tapi tidak
penting Karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada pasien
insulinopenik. Mekanisme kerja obat ini antara lain:
Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored
insulin)
Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
repaglinid (derivate asam benzoate) dan nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini di absorbs dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Penambah sensivitas terhadap insulin
Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta
juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus
sehingga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorbsi
glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan.
Tiazolidindion
Adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sesitivitras insulin. Golongan darah obat ini
bekerja meningkatkan glukosa disposal pad sel dan
mengurangi produksi glukosa dihati.
Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secar kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase alfa dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial.
Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Incretin mimetic, penghambat DPP-4
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dann penekanan
terhadap ssekresi glucagon dapat menjadi lama, dengan hasil kadar
glukosa dapat diturunkan.
2. Insulin
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari
pulau langerhans dari kelenjar pancreas. Insulin dibentuk dari
proinsulin yang bila kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan
kadar glukosa darah akan terbelah untuk menghasilkan insulin dan
peptide penghubung (C-peptide) yang masuk kedalam aliran darah
dalam jumlah ekuimolar. Pada DM tipe II tertentu akan butuh insulin
bila:
Terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian
glukosa darah
Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan
pembedahan, infark miocard akut atau stroke.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Memberikan penyuluhan tentang keadaan penyakit, symptom,
hasil yang ditemukan dan alternative tindakan yang akan diambil
pada pasien maupun keluarga pasien
2. Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat
memanfaatkan potensi atau sumber yang ada guna
menyembuhukan anggota keluarga yang sakit dan menyelesaiklan
masalah penyakit diabetes dan resikonya.
3. Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam
pengobatan dan pencegahan resiko kompllikasi lebih lanjut
4. Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih,
menghindari alcohol, penggunaan waktu luang yang positif untuk
kesehatan atau pekerjaan, pola makan yang baik
5. Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan
keluhan dan meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang
terkena DM atau yang memiliki resiko
6. Mengawasi diet klien DM tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan
jasmani atau kebuguran yang sesuai
c. Penatalaksaan diet
1. Memperhatikan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangab asupan makanan dengan insulin (endogen/eksogen)
atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktivitas
2. Mencapai kadar serum lipid yang optimal
3. Memberikan energy yang cukup atau mempertahankan berat badan
yang memadai pada orang dewasa mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang normal pada anak dan remaja, untuk
peningkatan kebutuhan metabolic selama kehamilan dan laktasi
atau penyembuhan dari penyakit metabolic
4. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan
diabetes yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit
jangka pendek, komplikasi kronik diabetes seperti penyakit ginjal,
hipertensi, neuropati autonomic dan penyakit jantung
5. Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal
Kebutuhan zat gizi penderita DM tipe II:
1) Protein
Pengelolaan diabetes dibuthkan protein untuk penyandang
diabetes sebesar 10-20% energy dari protein total
2) Total lemak
Asupan lemak dianjurkan ¿7% energy dari lemak jenuh dan
tidak lebih 10% energy lemak titik jenuh tunggal. Anjuran
asupan lemak adalah 20-25% energy.
3) Lemak jenuh dan kolesterol
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan
kolesterol adalah untuk menurunkan faktor resiko
kardiovaskuler. Oleh karena itu ¿7% asupan energy sehari
seharusnya dari lemak jenuh dan asupan kolesterol
makanan tidak lebih dari 300mg per hari.
4) Karbohidrat dan pemanis
Anjuran konsumsi karbohidrat untuk penderita diabetes
adalah 45-65% energy.
Sukrosa
Menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa bagian
dari perencanaan makan tidak memperburuk control
glukosa darah pada individu dengan diabetes.
Pemanis
Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil
daripada sukrosa dan kebanyakan karbohidrat jenis
tepung- tepungan. Sakarin, aspartame, acesulfame
K adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima
sebagai pemanis pada penderita DM.
5) Serat
Rekomendasi asupan serart pada seseorang untuk orang
dengan diabetes sama dengan orang yang tidak dabetes
yaitu dianjurkan mengkonsumsi 20-35 gr serat makanan
dari berbagai sumber makanan.
6) Natrium
Asupan untuk orang diabetes sama dengan orag biasa yaitu
tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi penderita
hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg
natrium per hari.
7) Alcohol
Asupan kalori dari alcohol diperhitungkan sebagai bagian
dari asupan kalori total dan sebagai penukar lemak (1
minuman alcohol = 2 penukar lemak)
8) Mikronutrien: vitamin dan mineral
Apabila asupan gizi cukup biasanya tidak perlu menambah
suplemen vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan
teoritis untuk memberikan suplemen antioksidan pada saat
ini hanya sedikit bukti yang menunjang bahwa terapi
tersebut menguntungkan.
10. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang diobati
dengan insulin atau obat obatan antidiabetik oral. Mungkin disebabkan oleh
pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi
alcohol atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat
berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampao kondisinya
mengancam jiwa.
Ketoasidosis diabetic kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat,
merupakan kondisi yang mengancam jiwa. Ketoasisdosis diabetic biasanya
teerjadi pada lansia dengan diabetes tipe I, tetapi kadang kala dapat terjadi pada
individu yang menderita diabetes tipe II yang mengalami stress fisiik dan
emosional ekstream.
Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar ( hyperosmolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar, komplikasi metabolic
akut yang paling umum terlihat pada pasien yang menderita diabetes. Sebagai
suatu kedaruratan medis, HHNS ditandai dengan hiperglikemia berat (kadar
glukosa darah diatas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (diatas 280 mOS/L), dan
dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda dan gejala mencakup kejang dan
hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera serebrovaskular)
dan kerusakan pada tingkat kesadaaran (biasanya koma atau hamper koma).
Neuropati perifer biasanya terjadi ditangan dan kaki serta dapat
menyebabkan kebas atau nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom
juga bermanifestasi dalam berbagai cara, yang mencakup gastroparesis
(keterlambatan pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan mual dan
penuh setelah makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
Penyakit kardiovaskuler pasein yang menderita diabetes memiliki
insidens hipertensi 10 kali lipat dari yang ditemukan pada lansia yang tidak
menderita diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan
penyakit serebrovaskular, penyakit arteri dan infark miokard, aterosklerosis
serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta
depresi system saraf pusat.
Infeksi kulit, hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi
Karena kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri.
Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta
vaginitis.
BAB III
A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-
data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahap
berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak
lainnya.
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infart miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM, jika tidak ada berati
pengaruh gaya hidup yang kurang baik
3. Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda
– tanda vital.
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal,
ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
Skala nyeri 0-10
0 = Tidak ada rasa sakit.
1 = Nyeri hampir tak terasa (sangat ringan), seperti gigitan nyamuk.
2 = Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
3 = Nyeri sangat terasa namun bisa ditoleransi, seperti pukulan ke hidung
menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter.
4 = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah.
5 = Kuat, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir.
6 = Kuat, nyeri yang dalam dan menusuk begitu kuat sehingga mempengaruhi
sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.
7 = Sama seperti skala 6, kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra
Anda, menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
8 = Nyeri yang kuat sehingga seseorang tidak dapat berpikir jernih, dan sering
mengalami perubahan kepribadian saat sakitnya kambuh dan berlangsung lama.
9 = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya, sampai-sampai
mengusahakan segala cara untuk menghilangkan rasa sakitnya, tanpa peduli apapun
efek samping atau risikonya.
10 = Nyeri begitu kuat hingga tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah
mengalami skala rasa sakit ini, karena sudah keburu pingsan, seperti saat mengalami
kecelakaan parah, tangan hancur, dan kehilangan kesadaran sebagai akibat dari rasa
sakit yang luar biasa parah.
4. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes
militus tipe 2.
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Mual, muntah
2. Keletihan b.d metabolisme fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula
darah tinggi.
3. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gengrene).
4. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
5. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kadar glukosa
darah tidak terkontrol.
5. Intervensi
2 1. Observasi TTV
Ketidakefektifan
2. Gunakan alat pengkajian untuk
perfusi jaringan
mengidentifikasi pasien yang
perifer b.d
berisiko mengalami kerusakan kulit.
penurunan sirkulasi
3. Monitor warna dan suhu kulit
darah ke perifer,
4. Monitor kulit dan selaput lendir
proses penyakit
terhadap area perubahan warna,
(DM).
memar, dan pecah.
5. Letakkan bantalan pada bagian
tubuh yang terganggu untuk
melindungi area tersebut
6. Ajarkan anggota kelurga/pemberi
asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit, dengan tepat.
7. Intruksikan pasien dan keluarga
untuk memeriksa kulit setiap
harinya
8. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk mendapatkan
berbagai terapi.
3 1. Observasi TTV
Keletihan b.d
2. Kaji status fisiologis pasien yang
metabolisme fisik
menyebabkan kelelahan
untuk produksi
3. Anjurkan pasien mengungkapkan
energi berat akibat
perasaan secaraverbal mengenai
kadar gula darah
keterbatasan yang dialami
tinggi.
4. Tentukan persepsi pasien/orang
terdekat dengan pasien mengenai
penyebab kelelahan
5. Berikan edukasi kepada pasien
untuk istirahat yang cukup.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pemberian terapi.
4 1. Observasi TTV
Kerusakan
2. Gunakan alat pengkajian untuk
integritas jaringan
mengidentifikasi pasien yang
b.d nekrosis
berisiko mengalami kerusakan kulit.
kerusakan jaringan
3. Monitor warna dan suhu kulit
(nekrosis luka
4. Ajarkan anggota kelurga/pemberi
gengrene).
asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit, dengan tepat.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pemberian terapi.
5 1. Observasi TTV
Nyeri akut b.d
2. Lakukan pemeriksaan PQRST
kerusakan jaringan
3. Anjurkan pasien untuk tekhnik
akibat hipoksia
Relaksasi.
perifer.
4. Atur suasana untuk mengurangi
nyeri pada pasien.
5. Berikan edukasi kepada pasien untuk
tidak melakukan aktivitas yang
berlebihan.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan
laiinya untuk pemberian terapi.
6 Resiko infeksi b.d 1. Observasi TTV
trauma pada
2. Ganti peralatan perawatan per pasien
jaringan, proses
penyakit (diabetes sesuai protokol institusi
mellitus
3. Pastikan penanganan aseptik dari
semua saluran IV
4. Berikan perawatan kulit yang tepat
Periksa kulit dan selaput lendir untuk
adanya kemerahan, kehangatan
ektrim, atau drainase
5. Ajarkan pasien dan keluarg
bagaimana cara menghindari infeksi
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pembrrian terapi.
7 1. Observasi TTV
Risiko
2. Monitor kadar gula daraah, sesuai
ketidakstabilan
indikasi
kadar glukosa darah
3. Monitor tanda dan gejala
berhubungan dengan
hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
kadar glukosa darah
polifagi, kelemahan, latergi, malaise,
tidak terkontrol.
pandangan kabur atau sakit kepala.
4. Intruksikan pada pasien dan keluarga
mengenai manajemen diabetes
5. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet
dan regimen latihan
6. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian terapi.
6. Implementasi
7. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar
insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa
glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang dijadikan
sebagai bahan bakar metabolism energy. Penyebab DM tipe II antara lain: penurunan
fungsi sel B pancreas dan retensi insulin.
Faktor-faktor resiko yang dapat terkena DM tipe II antara lain: usia ≥ 45 tahun, usia lebih
muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) ¿23 kg/m₂ yang disertai dengan
kebiasaan tidak aktif; turunan pertama orang tua dengan DM; riwayat melahirkan bayi
dengan BB lahir bayi ¿4000 gr, atau riwayat DM gestasional; hipertensi (≥ 140/90
mmHg); kolesterol HDL ≤35 mg/dl dan atau trigliserida ≥250 mg/dl; menderita polycytic
ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin;
adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah terganggu
(GDPT) sebelumnya; memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, obesitas terutama yang
bersifat sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak
badan, genetic dan stress.
Tanda dan gejala DM tipe II antara lain; penurunan penglihatan, poliuri
polidipsia, rasa lelah dan kelemahan otot, polifagia, konfusi atau derajat delirium,
retinopati atau pembentukan katarak, kontipasi atau kembung pada abdomen, perubahan
kulit, penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri
perifer atau kebas, hipotensi ortostatik, peningkatan angka infeksi akibat peningkatan
kosentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah,
paretesia atau abnoramalitas sensasi, kandidiasis vagina, pelisutan otot, efek somogyi,
dan fenomena fajar,
Komplikasi yang dapat muncul antara lain; hipoglikemia, ketosidosis diabetic,
sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (hyperosomolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar, neuropati perifer, penyakit kardiovaskuler
dan infeksi kulit.
B. SARAN
Dari pembahasan diatas penulis memiliki beberapa saran:
1. Biasakan diri untuk hidup sehat
2. Biasakan diri berolahraga secara teratur
3. Hindari makanan siap saji dengan kandungan karbohidrat dan lemak tinggi
4. Konsumsi sayuran dan buah-buahan
5. Hindari pemakaian alcohol dan konsumsi makanan yang terlalu manis