Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes mellitus tipe II

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

Moh Rizky Barael (Ketua Kelompok)

Arshya Putri Ponongoa

Baso Rimba

Betris Mohi

Fiolita Makarao

Jenifer Kunenegan

Mardiana Kobandaha

Riska Mokoagow
Siti Hardianty Mooduto

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.Gejala yang
dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu polidipsia,poliuria,polifagia,penurunan
berat badan,kesemutan.
International Diabetes Federation(IDF) menyebutkan bahwa prevalensiDiabetes
Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes me litus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah
95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%.
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak
dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah faktor
risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan,
aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar
pinggang dan umur.
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang
akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit
ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru,
gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang
sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan.Untuk
menurunkan kejadian dan keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka dilakukan
pencegahan seperti modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemik
dan insulin. pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada klien
dengan diabetes mellitus tipe II.
2. Tujuan khusus
Tujuan dari penulisan ini yaitu mahasiswa mampu memperoleh gambaran dan
menjelaskan tentang diabetes mellitus tipe II beserta asuhan keperawatannya.

C. Manfaat penulisan
1. Bagi pendidikan
Sebagai sumber untuk penelitian dan pembelajaran yang efektif
2. Bagi mahasiswa
Menjadi pedoman dalam menambah ilmu pengetahuan serta meningkatkan proses
berpikir kritis dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep medis
1. Definisi
Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk
metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan
secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah
meningkat (Adhi, 2011).
Diabetes tipe 2 berkembang sangat lambat, bisa sampai bertahun – tahun.
Oleh karena itu gejala dan tanda – tandanya sering tidak jelas. Diabetes tipe 2
tidak mutlak memerlukan insulin karena pankreasnya masih menghasilkan
insulin, karena pertama insulin tersebut masih di produksi tetapi jumlahnya tidak
mencukupi. Kedua yang terpenting kerja insulin tidak efektif karena adanya
hambatan pada kerja insulin (Resistensi Insulin).
Karena adanya Resistensi insulin maka pankreas akan berkerja keras
untuk menghasilkan insulin sebanyak – banyaknya untuk dapat menggempur
resistensi tersebut agar gula bisa masuk kedalam sel. Oleh karena itu obbat yang
dibeikan pada penderita Dm tipe 2 tidak hanya untuk memperbaiki resistensi
insulin, tetapi juga untuk membantu pankreas meningkatkan kembali produksi
insulin.
Berdasarkan teori Watson, perilaku yang harus ditunjukkan oleh perawat
dalam kasus ini adalah memberikan rasa nyaman, perhatian, kasih sayang, peduli,
pemeliharaan kesehatan, memberikan dorongan, empati, minat, cinta, percaya,
melindungi, kehadiran, mendukung, memberi sentuhan, dan siap membantu serta
mengunjungi pasien.
Watson (2012) dalam Theory of Human Care mengungkapkan bahwa ada
sepuluh carative faktor yang dapat mencerminkan perilaku caring dari seorang
perawat. Sepuluh karakter tersebut adalah membentuk sistem nilai humanistik-
altruistik, menanamkan keyakinan dan harapan, mengembangkan sensitivitas
untuk diri sendiri dan orang lain, membina hubungan saling percaya dan saling
membantu, meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif,
menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam pengambilan
keputusan, meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal, menyediakan
lingkungan yang mendukung, melindungi dan atau memperbaiki mental,
sosiokultural dan spiritual, membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, mengembangkan faktor kekuatan eksistensial fenomenologis.

2. Etiologi diabetes mellitus tipe II


Penyebab dari DM tipe II antara lain:
a. Penurunan fungsi cell b pancreas, penurunancell b pankrean disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Glukotoksisitas
Kadar gula darahyang berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan stress oksidatif, IL-NF-kB dengan akibat peningkatan
apoptosis sel beta.
2. Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas berasal dari jaringan adipose dalam
proses liposis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi
ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
3. Penumpukan amiloid
Pada keadaaan resistensi insulin,kerja insulin dihambat sehingga kadar
glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha
mangkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga
terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti
dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel
beta hingga menjadi jaringan amyloid dan akan mendesak sel beta itu
sendiri sehingga akhirnya jumlah sel beta dalam pulau langerhans
menjadi berkurang. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang sampai
50-60%.
4. Efek inkretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi apoptosis sel beta.
5. Umur
Diabetes tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semkin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia
lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toeransi glukosa
mencapai 50-92%. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30
tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia.
Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan
akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel
beta pancreas yang menghasilkan hormone insulin , sel-sel jaringan
target yang menghasilkan glukosa, system saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
6. Genetic

b. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
Obesitas menyebabkan respon sel beta pancreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk
diotot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitive.
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan
4. Faktor keturunan (herediter)
5. Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi system saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila
stress menetap maka system hipotalamus pituitary akan diaktifkan.
Hipotalamus mensekresi corticotrophin relasing factor yang
menstimuasi pitruitari anterior memproduksi kortisol, yang akan
mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah.

3. faktor resiko DM tipe II


a. Usia ≤ 45 tahun
b. Usia lebih muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih 23
kg/m₂ yang disertai dengan faktor resiko:
1. Kebiasaan tidak aktif
2. Turunan pertama dari orang tua dengan DM
3. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi lebih 4000 gram,
atau riwayat DM gestasional
4. Hipertensi (≥140/90 mmHg)
5. Kolesterol HDL ≤35 mg/dl dan atau trigleserida ≥250 mg/dl
6. Menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan
klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
7. Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
8. Memiliki riwayat penyekit kardiovaskular

c. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)


d. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
e. Kurang gerak badan
f. Faktor genetic
g. Konsumsi obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah
h. Stress

4. Manifestasi klinis DM tipe II


a. Tanda dan gejala spesifik DM tipe II, antara lain:
1. Penurunan penglihatan
2. Poliuri (penigkatan pengeluaran urine) karena air mengikuti
gukosa dan keluar melaui urine
3. Polidipsia (peningkatan kadar rasa haus) akibat volume urine yang
sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi
ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti ekstrasel karena air intrasel
akan berdisfusi keluar sel mengikuti penurunan gradient kosentrasi
kaplasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi) dehidrasi intrasel
menstimulasi pengeluaran hormone anti duretik(ADH,
vasopressin) dan menimbulkan rasa haus.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energy. Aliran darah
yang buruk pada pasien DM kronis menyebabkan kelelahan.
5. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorbtif
yang kronis, katabolisme protein dan lemak dan kelaparan relatif
sel. Sering terjadi penurunan berat badan tanpa terapi.
6. Konfusi atau derajat delirium
7. Konstipasi atau kembung pada abdomen (akibat hipotonusitas pada
lambung)
8. Retinopati atau pembentukan katarak
9. Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki akibat
kerusakan sirkulasi perifer, kemungkinan kondisi kulit kronis
seperti selulitis atau luka yang tak kunjung sembuh, turgor kulit
buruk dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi
10. Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan
kemungkinan nyeri perifer atau kebas
11. Hipotensi ortostatik

b. Tanda dan gejala non spesifik DM tipe II


1. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa
diskresi mucus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah
2. Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan keseimbangan
air atau kasus yang berat terjadi kerusakan retina
3. Paretesia atau abnormalitas sensasi
4. Kandidiasis vagina (infeksi ragi), akibat penigkatan kadar glukosa
disekret vagina dan urine, serta gangguan fungsi imun. Kandidiasis
dapat menyebabkan rasa gatal dan kadas di vagina
5. Pelisutan otot dapat terjadi karena protein otot digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energy tubuh
6. Efek simogyi: efek somogyi merupakan komplikasi akut yang
ditandai penurunan unik kadar glukosa darah di malam hari,
kemudian di pagi hari kadar glukosa kembali meningkat diikuti
peningkatan rebound pada paginya. Penyebab hipoglikemia malam
hari kemungkinan besar berkaitan dengan penyuntikan insulin di
sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian menyebabkan
peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormone
pertumbuhan. Hormone ini menstimulasi glukoneogenesis
sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikemia. Pengobatan
untuk efek somogyi ditunjukan untuk memanipulasi penyuntikan
insulin sore hari sedemikian rupa sehingga tidak mennyebabkan
hipoglikemia. Intervensi diet juga dapat mengurangi efek somogyi.
Efek somogyi banyak dijumpai pada anak-anak
7. Fenomena fajar (down phenomenon) adalah hiperglikemia pada
pagi hari (antara jam 5 sampai 9 pagi) yang tampaknya disebabkan
oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari.
Fenomena ini dapat dijumpai pada pengindap diabetes tipe I atau
tipe II. Hormone-hormon yang memperlihatkan variasi sirkidian
pada pagi hari adalah kortisol dan hormone pertumbuhan, dimana
dan keduanya merangsang glukoneogenesis. Pada penginap tipe II,
juga dapat terjadi di pagi hari, baik sebagai variasi sirkidian normal
maupun atau sebagai respons terhadap hormone pertumbuhan atau
kortisol.
5. Patofisiologi DM tipe II
Penyebab diabetes mellitus tipe 2 yaitu usia di atas 40 tahun, Riwayat
keluarga, dan obesitas. Pada usia di atas 40 tahun terjadi penurunan fisiologis
sehingga fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin menurun. Begitu
juga dengan riwayat keluarga dan obesitas dimana terjadi penambahan ukuran sel
( hipertrofia ) pada pankreas.
Ketika produksi insulin menurun, terjadi juga reaksi intrasel sehingga
dalam pengambilan glukosa oleh sel tidak efektif, dan terjadi peningkatan asam
amino dan lemak. Ketika asam amino dan lemak meningkat maka pembentukan
benda keton mengalami peningkatan sehingga keluar bersama urine.
Dampak lain terjadi juga peningkatan beban ion Hydrogen, PH serum menurun
dan terjadi asidosis metabolic sehingga asam lambung ikut meningkat. Terjadi
mual muntah, sehingga membuat si penderita mengalami nafsu makan yang
menurun sejak 1 bulan dan terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Ketika pengambilan glukosa oleh sel tidak efektif maka terjadi
penumpukan glukosa dalam darah ( hiperglikimia ) apabila pengobatan dan
kontrol tidak teratur, maka glukosa tidak stabil dan dapat menyebabkan Risiko
ketidakstabilan kadar glukosa darah.
Apabila hiperglikemia masuk ke dalam ginjal kemudian glukosa tidak
dapat di respon di ginjal maka terjadi Glukosuria, dieresis osmotik meningkat dan
terjadi peningkatan urine ( poliura ). Kemudian tubuh menjadi dehidrasi dan
merangsang rasa haus dan terjadi polidipsi atau minum terus menerus.
Ketika kadar glukosa menumpuk dalam darah kemudian pembuluh darah
menyempit, aliran darah menurun sehingga suplai O2 ke perifer terganggu
sehingga daerah yang terluka tidak mendapatkan suplai nutrisi yang cukup dan
tejadi iskemik jaringan.
Apabila terjadi amputasi bagian tubuh yg hilang dan terjadi perubahan
bentuk tubuh, sehingga pasien belum menerima perubahan bentuk tubuh dan
terjadi masalah Gangguan Citra Tubuh. Apabila jaringan cidera, rangsangan
saraf diameter kecil dan diteruskan oleh saraf aferen sampai ke cortex selebri di
bagian otak. Dan mengeluarkan impuls persepsi nyeri sehingga nyeri berdenyut di
area luka dan terjadi nyeri akut.

6. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukoa darah lebih akurat karena bersifat langsung dan
dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Pemeriksaan
kadar glukosa darah menggunakan glukometer lebih baik daripada kasat
mata karena informasi yang diberikan lebihb objektif kuantitatif.
b. Pemeriksaan kadar glukosa urine
Pemeriksaan kadar glukosa urine menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal
yang bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak
memberikan informasi tentanng kadar glukosa darah tersebut, sehingga
tak dapat membedakan normoglikemia atau hipoglikemia.
c. Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa
Memberikan diagnosis definitive diabetes. Akan tetapi, pada lansia,
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakan diagnosis lansia mungkin
memiliki kadar glukosa puasa hamper normal tetapi mengalami
hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat
setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
1. Kosentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi
2. Kosentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi
3. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200
mg/dl.
d. Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A ata HbA1c)
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Peemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil
telah ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal.
e. Fruktosamina seru
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai 3 minggu
sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia karena
kurang menimbulkan kesalahan. Sayingnya pemeriksaan ini tidak stabil
sehingga jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat bermanfaat pada
keadaan dimana pengukuran AIC tidak dapat dipercaya, misalnya pada
keadaan anemia hemolitik.
f. Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkam tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton
urine dapat diperiksa dengan menggunakan reaksi kolorimerik antara
benda keton dan nitroprusid yang menghasilkan warna ungu.
g. Pemeriksaan hiperglikemia kronik (test AIC)
Pada penyandang DM, glukosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu
terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaannormal antara 70-140
mg/dl selama 8-10 minggu terakhir, maka tes AIC akan menunjukkan
nilai normal. Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia berat, kehamilan,
gagal ginjal, dan hemogloninnopati. Pengukuran AIC dilakukan minimal 4
bulan sekali dalam setahun.
h. Pemantauan kadar glukosa sendiri (PKGS)
PKGS memberikkan informasi kepada penyandang DM mengenai kendali
glikemik dari hari kehari sehingga memungkinkan klien melakukan
penyesuaian diet dan pengobatan terutama saat sakit, latihan jasmani dan
aktivitas lain. PKGS memberikan feedback cepat kepada pasien terhadap
kadar glukosa setiap hari.
i. Pemantauan glukosa berkesinambungan (PGB)
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal (yang berhubungan
dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk mengetahui kendali
glikemik. Caranya adalah menggunakan system mikrodialisis yang
dinsersi secara subkutan, kosentrasi glukosa kemudian diukur dengan
detector electroda oksidasi glukosa. Sensor glukosa pada PGB memiliki
alaram untuk mendeteksi kondisi hipoglikemi dan hiperglikemi.

7. Indikasi DM tipe II
a. Makan sehat
Pilihlah karbohidrat kompleks dan mengandung banyak serat, seperti nasi
merah, atau roti yang terbuat dari gandum utuh.
b. Makanan dengan porsi seimbang.
Karbohidrat : 50 – 60 persen dari kebutuhan kalori.
Protein : 10 – 15 persen dari kebutuhan kalori.
Lemak : 20 – 25 persen dari kebutuhan kalori.
Serat : 25 grm/hari.
c. Cemilan enak dengan indeks glikemik rendah.
Pilihlah cemilan seperti buah – buahan yang tinggi serat, kacang kedelai
memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga aman untuk para diabetes.
d. Olahraga Rutin
Jalan kaki santai, bersepeda, rutin setiap hari dalam seminggu setidaknya
30 menit sehari. Gaya hidup aktif akan membantu mengendalikan diabetes
dengan menurunkan gula darah.
e. Mengganti mentega dengan lemak sehat, seperti minyak zaitun.

8. Kontraindikasi DM tipe II
a. Minuman kemasan yaitu berupa soda dan jus kemasan karena banyak
mengandung pemanis buatan atau fruktosa.
b. Roti putih, pasta tepung terigu dan nasi.
c. Makanan kaya lemak seperti margarine, selai dan makanan yang
diawetkan.
d. Buah kering atau buah yang diawetkan dengan mengurangi kadaar airnya.
e. Kentang goring karena terdapat kombinasi minyak goreng dan kabohidrat.
f. Kopi denga topping.

9. Penatalaksanaan DM tipe II
a. Penatalaksanaan medis
1. Obat hipoglikemik oral
 Pemicu sekresi insulin
 Sulfonylurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta
pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Efek ekstra
pancreas yaitu memperbaiki sesitivitas insulin ada, tapi tidak
penting Karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada pasien
insulinopenik. Mekanisme kerja obat ini antara lain:
 Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored
insulin)
 Menurunkan ambang sekresi insulin
 Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa
 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
repaglinid (derivate asam benzoate) dan nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini di absorbs dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
 Penambah sensivitas terhadap insulin
 Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta
juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus
sehingga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorbsi
glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan.
 Tiazolidindion
Adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sesitivitras insulin. Golongan darah obat ini
bekerja meningkatkan glukosa disposal pad sel dan
mengurangi produksi glukosa dihati.
 Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secar kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase alfa dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial.
Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
 Incretin mimetic, penghambat DPP-4
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dann penekanan
terhadap ssekresi glucagon dapat menjadi lama, dengan hasil kadar
glukosa dapat diturunkan.
2. Insulin
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari
pulau langerhans dari kelenjar pancreas. Insulin dibentuk dari
proinsulin yang bila kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan
kadar glukosa darah akan terbelah untuk menghasilkan insulin dan
peptide penghubung (C-peptide) yang masuk kedalam aliran darah
dalam jumlah ekuimolar. Pada DM tipe II tertentu akan butuh insulin
bila:
 Terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian
glukosa darah
 Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan
pembedahan, infark miocard akut atau stroke.

Pengaruh insulin terhadap jaringan tubuh antara lain insulin


menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian
meningkatan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan
lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energy. Insulin
menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan
sebagai sumber energy dan membantu penyimpanan glikogen didalam
sel otot dan hati.

b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Memberikan penyuluhan tentang keadaan penyakit, symptom,
hasil yang ditemukan dan alternative tindakan yang akan diambil
pada pasien maupun keluarga pasien
2. Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat
memanfaatkan potensi atau sumber yang ada guna
menyembuhukan anggota keluarga yang sakit dan menyelesaiklan
masalah penyakit diabetes dan resikonya.
3. Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam
pengobatan dan pencegahan resiko kompllikasi lebih lanjut
4. Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih,
menghindari alcohol, penggunaan waktu luang yang positif untuk
kesehatan atau pekerjaan, pola makan yang baik
5. Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan
keluhan dan meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang
terkena DM atau yang memiliki resiko
6. Mengawasi diet klien DM tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan
jasmani atau kebuguran yang sesuai

c. Penatalaksaan diet
1. Memperhatikan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangab asupan makanan dengan insulin (endogen/eksogen)
atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktivitas
2. Mencapai kadar serum lipid yang optimal
3. Memberikan energy yang cukup atau mempertahankan berat badan
yang memadai pada orang dewasa mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang normal pada anak dan remaja, untuk
peningkatan kebutuhan metabolic selama kehamilan dan laktasi
atau penyembuhan dari penyakit metabolic
4. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan
diabetes yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit
jangka pendek, komplikasi kronik diabetes seperti penyakit ginjal,
hipertensi, neuropati autonomic dan penyakit jantung
5. Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal
Kebutuhan zat gizi penderita DM tipe II:
1) Protein
Pengelolaan diabetes dibuthkan protein untuk penyandang
diabetes sebesar 10-20% energy dari protein total
2) Total lemak
Asupan lemak dianjurkan ¿7% energy dari lemak jenuh dan
tidak lebih 10% energy lemak titik jenuh tunggal. Anjuran
asupan lemak adalah 20-25% energy.
3) Lemak jenuh dan kolesterol
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan
kolesterol adalah untuk menurunkan faktor resiko
kardiovaskuler. Oleh karena itu ¿7% asupan energy sehari
seharusnya dari lemak jenuh dan asupan kolesterol
makanan tidak lebih dari 300mg per hari.
4) Karbohidrat dan pemanis
Anjuran konsumsi karbohidrat untuk penderita diabetes
adalah 45-65% energy.
 Sukrosa
Menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa bagian
dari perencanaan makan tidak memperburuk control
glukosa darah pada individu dengan diabetes.
 Pemanis
Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil
daripada sukrosa dan kebanyakan karbohidrat jenis
tepung- tepungan. Sakarin, aspartame, acesulfame
K adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima
sebagai pemanis pada penderita DM.
5) Serat
Rekomendasi asupan serart pada seseorang untuk orang
dengan diabetes sama dengan orang yang tidak dabetes
yaitu dianjurkan mengkonsumsi 20-35 gr serat makanan
dari berbagai sumber makanan.
6) Natrium
Asupan untuk orang diabetes sama dengan orag biasa yaitu
tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi penderita
hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg
natrium per hari.
7) Alcohol
Asupan kalori dari alcohol diperhitungkan sebagai bagian
dari asupan kalori total dan sebagai penukar lemak (1
minuman alcohol = 2 penukar lemak)
8) Mikronutrien: vitamin dan mineral
Apabila asupan gizi cukup biasanya tidak perlu menambah
suplemen vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan
teoritis untuk memberikan suplemen antioksidan pada saat
ini hanya sedikit bukti yang menunjang bahwa terapi
tersebut menguntungkan.

10. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang diobati
dengan insulin atau obat obatan antidiabetik oral. Mungkin disebabkan oleh
pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi
alcohol atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat
berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampao kondisinya
mengancam jiwa.
Ketoasidosis diabetic kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat,
merupakan kondisi yang mengancam jiwa. Ketoasisdosis diabetic biasanya
teerjadi pada lansia dengan diabetes tipe I, tetapi kadang kala dapat terjadi pada
individu yang menderita diabetes tipe II yang mengalami stress fisiik dan
emosional ekstream.
Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar ( hyperosmolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar, komplikasi metabolic
akut yang paling umum terlihat pada pasien yang menderita diabetes. Sebagai
suatu kedaruratan medis, HHNS ditandai dengan hiperglikemia berat (kadar
glukosa darah diatas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (diatas 280 mOS/L), dan
dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda dan gejala mencakup kejang dan
hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera serebrovaskular)
dan kerusakan pada tingkat kesadaaran (biasanya koma atau hamper koma).
Neuropati perifer biasanya terjadi ditangan dan kaki serta dapat
menyebabkan kebas atau nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom
juga bermanifestasi dalam berbagai cara, yang mencakup gastroparesis
(keterlambatan pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan mual dan
penuh setelah makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
Penyakit kardiovaskuler pasein yang menderita diabetes memiliki
insidens hipertensi 10 kali lipat dari yang ditemukan pada lansia yang tidak
menderita diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan
penyakit serebrovaskular, penyakit arteri dan infark miokard, aterosklerosis
serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta
depresi system saraf pusat.
Infeksi kulit, hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi
Karena kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri.
Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta
vaginitis.
BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-
data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahap
berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak
lainnya.

1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infart miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM, jika tidak ada berati
pengaruh gaya hidup yang kurang baik

2. Pengkajian pola Gordon


a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011).
b. Pola nutrisi metabolic
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan
menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola eleminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih
tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.

3. Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda
– tanda vital.
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal,
ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
Skala nyeri 0-10
0 = Tidak ada rasa sakit.
1 = Nyeri hampir tak terasa (sangat ringan), seperti gigitan nyamuk.
2 = Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
3 = Nyeri sangat terasa namun bisa ditoleransi, seperti pukulan ke hidung
menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter.
4 = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah.
5 = Kuat, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir.
6 = Kuat, nyeri yang dalam dan menusuk begitu kuat sehingga mempengaruhi
sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.
7 = Sama seperti skala 6, kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra
Anda, menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
8 = Nyeri yang kuat sehingga seseorang tidak dapat berpikir jernih, dan sering
mengalami perubahan kepribadian saat sakitnya kambuh dan berlangsung lama.
9 = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya, sampai-sampai
mengusahakan segala cara untuk menghilangkan rasa sakitnya, tanpa peduli apapun
efek samping atau risikonya.
10 = Nyeri begitu kuat hingga tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah
mengalami skala rasa sakit ini, karena sudah keburu pingsan, seperti saat mengalami
kecelakaan parah, tangan hancur, dan kehilangan kesadaran sebagai akibat dari rasa
sakit yang luar biasa parah.

4. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes
militus tipe 2.
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Mual, muntah
2. Keletihan b.d metabolisme fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula
darah tinggi.
3. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gengrene).
4. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
5. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kadar glukosa
darah tidak terkontrol.

5. Intervensi

No Hari / tgl Diagnosa Intervensi


1 Sabtu, 16 1. Observasi TTV
Ketidakseimbangan
febuari 2019 2. Instruksikan kepada pasien mengenai
nutrisi kurang dari kebutuhan nutrisi.
3. Tentukan jumlah kalori dan jenis
kebutuhan tubuh
nutrisi yang dibutuhkan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
b.d Mual, muntah
4. Ciptakan lingkungan yang optimal
pada saat mengkonsumsi makanan
5. Monitor kecenderungan terjadinya
kenaikan atau penurunan berat badan
pada pasien
6. Berikan edukasi kepada pasien tentang
makanan yang harus di hindari.
7. Berikan edukasi kepada pasien dampak
jika tidak memenuhi kebutuhan nutrisi.
8. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pemberian obat dan
pengaturan pola makan.

2 1. Observasi TTV
Ketidakefektifan
2. Gunakan alat pengkajian untuk
perfusi jaringan
mengidentifikasi pasien yang
perifer b.d
berisiko mengalami kerusakan kulit.
penurunan sirkulasi
3. Monitor warna dan suhu kulit
darah ke perifer,
4. Monitor kulit dan selaput lendir
proses penyakit
terhadap area perubahan warna,
(DM).
memar, dan pecah.
5. Letakkan bantalan pada bagian
tubuh yang terganggu untuk
melindungi area tersebut
6. Ajarkan anggota kelurga/pemberi
asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit, dengan tepat.
7. Intruksikan pasien dan keluarga
untuk memeriksa kulit setiap
harinya
8. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk mendapatkan
berbagai terapi.
3 1. Observasi TTV
Keletihan b.d
2. Kaji status fisiologis pasien yang
metabolisme fisik
menyebabkan kelelahan
untuk produksi
3. Anjurkan pasien mengungkapkan
energi berat akibat
perasaan secaraverbal mengenai
kadar gula darah
keterbatasan yang dialami
tinggi.
4. Tentukan persepsi pasien/orang
terdekat dengan pasien mengenai
penyebab kelelahan
5. Berikan edukasi kepada pasien
untuk istirahat yang cukup.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pemberian terapi.
4 1. Observasi TTV
Kerusakan
2. Gunakan alat pengkajian untuk
integritas jaringan
mengidentifikasi pasien yang
b.d nekrosis
berisiko mengalami kerusakan kulit.
kerusakan jaringan
3. Monitor warna dan suhu kulit
(nekrosis luka
4. Ajarkan anggota kelurga/pemberi
gengrene).
asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit, dengan tepat.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pemberian terapi.
5 1. Observasi TTV
Nyeri akut b.d
2. Lakukan pemeriksaan PQRST
kerusakan jaringan
3. Anjurkan pasien untuk tekhnik
akibat hipoksia
Relaksasi.
perifer.
4. Atur suasana untuk mengurangi
nyeri pada pasien.
5. Berikan edukasi kepada pasien untuk
tidak melakukan aktivitas yang
berlebihan.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan
laiinya untuk pemberian terapi.
6 Resiko infeksi b.d 1. Observasi TTV
trauma pada
2. Ganti peralatan perawatan per pasien
jaringan, proses
penyakit (diabetes sesuai protokol institusi
mellitus
3. Pastikan penanganan aseptik dari
semua saluran IV
4. Berikan perawatan kulit yang tepat
Periksa kulit dan selaput lendir untuk
adanya kemerahan, kehangatan
ektrim, atau drainase
5. Ajarkan pasien dan keluarg
bagaimana cara menghindari infeksi
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pembrrian terapi.

7 1. Observasi TTV
Risiko
2. Monitor kadar gula daraah, sesuai
ketidakstabilan
indikasi
kadar glukosa darah
3. Monitor tanda dan gejala
berhubungan dengan
hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
kadar glukosa darah
polifagi, kelemahan, latergi, malaise,
tidak terkontrol.
pandangan kabur atau sakit kepala.
4. Intruksikan pada pasien dan keluarga
mengenai manajemen diabetes
5. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet
dan regimen latihan
6. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian terapi.
6. Implementasi

N Hari / Tanggal Diagnosa Implementasi


o
1. Sabtu, 16 Ketidakseimbangan 1. Mengobservasi TTV
febuari 2019 nutrisi kurang dari Hasil :
kebutuhan tubuh b.d TD : 140 / 90 MmHg
Mual, muntah
N : 80 x/m
R : 14 x/m
SB : 37,5 ˚C
2. menginstruksikan kepada pasien
mengenai kebutuhan nutrisi.
Hasil : Kebutuhan nutrisi pada
pasien diabetes kurangi kandungan
glukosa.
3. Ciptakan lingkungan yang optimal
pada saat mengkonsumsi makanan
Hasil : nafsu makan pasien
meningkat.
4. Memonitor kecenderungan
terjadinya kenaikan atau penurunan
berat badan pada pasien
Hasil : BB pasien menerun
5. Memberikan edukasi kepada pasien
tentang makanan yang harus di
hindari.
Hasil : pasien mengerti dengan
edukasi yang diberikan.
6. Memberikan edukasi kepada pasien
dampak jika tidak memenuhi
kebutuhan nutrisi.
Hasil : pasien mengerti dengan
edukasi yang diberikan.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pemberian terapi dan
pengaturan pola makan.

2. Keletihan b.d 1. mengobservasi TTV


metabolisme fisik untuk
Hasil :
produksi energi berat
akibat kadar gula darah TD : 140 / 90 MmHg
tinggi. N : 80 x/m
R : 14 x/m
SB : 37,5 ˚C
2. Mengkaji status fisiologis pasien
yang menyebabkan kelelahan
Hasil : pasien kelelahan ketika
beraktivitas berlebihan.
3. Menganjurkan pasien
mengungkapkan perasaan secara
verbal mengenai keterbatasan yang
dialami
Hasil :
Pasien mengatakan dia sangat sulit
ketika melakukan aktivitas sehari –
hari seperti membersihkan rumah.
4. Memberikan edukasi kepada pasien
untuk istirahat yang cukup.
Hasil :
Pasien mengerti dengan edukasi
yang diberikan.
5. mengkolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya untuk pemberian
terapi.
3. Kerusakan integritas 1. mengobservasi TTV
jaringan b.d nekrosis
hasil :
kerusakan jaringan
(nekrosis luka gengrene). TD : 140 / 90 MmHg
N : 80 x/m
R : 14 x/m
SB : 37,5 ˚C
2. Menggunakan alat pengkajian untuk
mengidentifikasi pasien yang
berisiko mengalami kerusakan kulit.
Hasil :
Ketika di inspeksi Tampak lesi pada
area kulit pasien.
3. Memonitor warna dan suhu kulit
Hasil : warna kulit pasien kemerah –
merahan, suhu kulit pasien teraba
hangat.
4. Mengajarkan anggota
kelurga/pemberi asuhan mengenai
tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat.
Hasil : anggota keluarga mengerti
dengan
5. Melakukan kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya untuk pemberian
terapi.
4. 1. Mengobservasi TTV
Nyeri akut b.d kerusakan
Hasil :
jaringan akibat hipoksia
TD : 140 / 90 MmHg
perifer.
N : 80 x/m
R : 14 x/m
SB : 37,5 ˚C
2. Lakukan pemeriksaan PQRST
Hasil :
P : kerusakan jaringan (DM)
Q : seperti di tusuk.
R : lokasi pada aerah kaki kanan
S:5
T : setelah luka mulai menyebar.
3. Menganjurkan pasien untuk tekhnik
Relaksasi.
Hasil :
Pasien mengerti dengan anjuran
yang diberikan.
4. Mengatur suasana untuk mengurangi
nyeri pada pasien.
Hasil :
Suasana jauh dengan keributan akan
lebih membuat pasien nyaman.
5. memberikan edukasi kepada pasien
untuk tidak melakukan aktivitas
yang berlebihan.
Hasil :
Pasien mengerti dengan edukasi
yang diberikan.
6. Mengkolaborasi dengan tim
kesehatan laiinya untuk pemberian
terapi.
Hasil : pemberian obat antinyeri
5. Resiko infeksi b.d 1. Mengobservasi TTV
trauma pada jaringan,
Hasil :
proses penyakit (diabetes
mellitus TD : 140 / 90 MmHg
N : 80 x/m
R : 14 x/m
SB : 37,5 ˚C
2. Mengganti peralatan perawatan
pasien sesuai protokol institusi
Hasil :
Peralatan perawatan luka selalu
distrerilkan kembali ketika akan
melakukan perawatan luka.
3. Memberikan perawatan kulit yang
tepat Periksa kulit dan selaput lendir
untuk adanya kemerahan,
kehangatan ektrim, atau drainase
Hasil :
Perawatan kulit berjalan dengan
baik.
4. Mengajarkan pasien dan keluarga
bagaimana cara menghindari infeksi
Hasil : pasien dan keluarga mengerti
dengan edukasi yang diberikan.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk pemberian terapi.
Hasil : pemberian obat antibiotic.

6. Risiko ketidakstabilan 1. Observasi TTV


kadar glukosa darah
Hasil :
berhubungan dengan
kadar glukosa darah tidak TD : 140 / 90 MmHg
terkontrol. N : 80 x/m
R : 14 x/m
SB : 37,5 ˚C
2. Monitor kadar gula darah, sesuai
indikasi
Hasil :
140 mg/dL
3. Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
polifagi, kelemahan, latergi, malaise,
pandangan kabur atau sakit kepala.
Hasil :
Semua tanda dan gejala terjadi
kepada pasien.
4. Mengintruksikan pada pasien dan
keluarga mengenai manajemen
diabetes
Hasil :
Pasien dan keluarga mengerti
dengan intrusi yang diberikan.
5. Memberikan anjuran kepada pasien
untuk menjaga pola makan dan gaya
hidup sehat.
Hasil :
Pasien mengerti dengan anjuran
yang diberikan.

6. Kolaborasi dengan tim medis untuk


pemberian terapi.
Hasil :
Pemberian terapi obat – obatan dan
suntikan insulin.

7. Evaluasi

No Hari / tanggal Diagnosa Evaluasi


1 Sabtu, 16 Ketidakseimbanga S : pasien mengatakan nafsu makan
febuari 2019 n nutrisi kurang meningkat dan badan tidak terasa lemas
dari kebutuhan O:
tubuh b.d Mual, -klien makan 3x sehari
muntah -klien menghabiskan satu porsi makanan
dari rumah sakit
-BB naik 0,5 kg dari 58 menjadi 58,5
A : masalah kebutuhan nutrisi kurang dapat
teratasi sebagian
P : lanjutkan diet makanan sehat dan pantau
asupan nutrisi untuk pasien
2 Keletihan b.d S : klien mengatakan sudah tidak lemas lagi
metabolisme fisik O : klien terlihat dapat beraktivitas.
untuk produksi A : masalah teratasi sebagian
energi berat akibat P : lanjutkan intervensi
kadar gula darah
tinggi.
3 Kerusakan S : Klien mengatakan terdapat luka pada
integritas jaringan bagian kaki kanan.
b.d nekrosis O : klien terlihat cemas.
kerusakan jaringan A : masalah belum teratasi
(nekrosis luka P : lanjutkan intervensi
gengrene).
4 S : klien mengatakan hanya merasakan
Nyeri akut b.d
sedikit nyeri.
kerusakan jaringan
O : klien terlihat tidak meringgis kesakitan.
akibat hipoksia
A : masalah teratasi sebagian
perifer.
P : lanjutkan itervensi.

5 Resiko infeksi b.d S : klien mengatakan tidak terasa


trauma pada kesemutan di kakinya
jaringan, proses O : tidak ada luka di tubuh klien terutama
penyakit (diabetes di kaki
mellitus A : masalah risiko infeksi klien teratasi
P : pantau agen penyebab infeksi klien
untuk mengurangi terjadinya infeksi
6 Risiko S : Pasien mengatakan sudah tidak merasa
ketidakstabilan lemas dan kesemutan di kakinya
kadar glukosa darah O:
berhubungan -Gula darah puasa : 99 mg/dl
dengan kadar -Gula darah sewaktu : 144 mg/dl
glukosa darah tidak A : Masalah teratasi sebagian
terkontrol. P : Lanjutkan diet makan, dan pantau
pemenuhan nutrisi pasien
8. Discharge planning
a. Memberikan penyuluhan tentang keadaan penyakit
b. Memberikan motivasi pada klien dan keluarga
c. Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam pengobatan dan
pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut
d. Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri
e. Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan keluhan dan
meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang terkena DM atau yang memiliki
resiko.
f. Mengawasi diet klien DM tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan jasmani atau
kebuguran yang sesuai
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes mellitus tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar
insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa
glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang dijadikan
sebagai bahan bakar metabolism energy. Penyebab DM tipe II antara lain: penurunan
fungsi sel B pancreas dan retensi insulin.
Faktor-faktor resiko yang dapat terkena DM tipe II antara lain: usia ≥ 45 tahun, usia lebih
muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) ¿23 kg/m₂ yang disertai dengan
kebiasaan tidak aktif; turunan pertama orang tua dengan DM; riwayat melahirkan bayi
dengan BB lahir bayi ¿4000 gr, atau riwayat DM gestasional; hipertensi (≥ 140/90
mmHg); kolesterol HDL ≤35 mg/dl dan atau trigliserida ≥250 mg/dl; menderita polycytic
ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin;
adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah terganggu
(GDPT) sebelumnya; memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, obesitas terutama yang
bersifat sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak
badan, genetic dan stress.
Tanda dan gejala DM tipe II antara lain; penurunan penglihatan, poliuri
polidipsia, rasa lelah dan kelemahan otot, polifagia, konfusi atau derajat delirium,
retinopati atau pembentukan katarak, kontipasi atau kembung pada abdomen, perubahan
kulit, penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri
perifer atau kebas, hipotensi ortostatik, peningkatan angka infeksi akibat peningkatan
kosentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah,
paretesia atau abnoramalitas sensasi, kandidiasis vagina, pelisutan otot, efek somogyi,
dan fenomena fajar,
Komplikasi yang dapat muncul antara lain; hipoglikemia, ketosidosis diabetic,
sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (hyperosomolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar, neuropati perifer, penyakit kardiovaskuler
dan infeksi kulit.
B. SARAN
Dari pembahasan diatas penulis memiliki beberapa saran:
1. Biasakan diri untuk hidup sehat
2. Biasakan diri berolahraga secara teratur
3. Hindari makanan siap saji dengan kandungan karbohidrat dan lemak tinggi
4. Konsumsi sayuran dan buah-buahan
5. Hindari pemakaian alcohol dan konsumsi makanan yang terlalu manis

Anda mungkin juga menyukai