Anda di halaman 1dari 21

How Mass Media Simulate Political Transparancy

CRITICAL JOURNAL REVIEW

Disusun untuk memenuhi Tugal Critical Journal Review Sistem Politik Indonesia pada
Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan.

Dosen Pengampu : Drs. Halking,M.Si.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III

NAMA MAHASISWA :1. DULES ERY PRATAMA (3221111012 )


2. LARAS SATI SINTANIA (3222411009 )

KELAS : REGULER I/B 2022


MATA KULIAH : SISTEM POLITIK INDONESIA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MARET 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkatnya dan Rahmat – nya penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Journal Review yang
berjudul “ How Mass Media Simulate Political Transparancy ” sebagai tugas dari mata kuliah
Sistem Politik Indonesia, semoga hasil yang dibuat ini dapa dipergunakan dan bermanfaat
sebagai acuan bagi pembaca.

Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang banyak membantu dalam proses
penyusunan dan penyelesaian Critical Jurnal Review ini dari awal hingga akhir. Dan penulis
juga berterima kasih juga yang sebesar – besarnya kami sampaikan kepada dosen mata kuliah
Sistem Politik Indonesia oleh Bapak Drs. Halking,M.Si. yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan Critical Jurnal Review ini.

Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu
penulis meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan ini dan penulis juga mengharapkan
kritik serta saran yang dapat membangun dari semua pihak dan rekan – rekan sangat penulis
harapkan guna menyempurnakan tugas ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih,
semoga Critical Jurnal Review ini dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan serta
pengetahuan pembaca dan serta meningkatkan kualitas berfikir pembaca.

Medan, 30 Maret 2023

Kelompok III, Tim I

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
1.1 Identitas Jurnal .................................................................................................. 4
1.2 Relevansi dan Kontribusi .................................................................................. 5
BAB II RESUME JURNAL ........................................................................................... 6
2.1 Terjemahan dan Resume Jurnal Utama .............................................................. 6
2.2 Terjemahan Jurnal Pembanding Pertama .......................................................... 10
2.3 Terjemahan Jurnal Pembanding Kedua ............................................................. 13
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................. 17
3.1 Latar Belakang Masalah Yang dikaji ................................................................ 18
3.2 Permasalahan yang dikaji .................................................................................. 18
3.3 Kajian Teori ....................................................................................................... 18
3.4 Metode yang digunakan .................................................................................... 18
3.5 Analisis Critical Journal Review ....................................................................... 19
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 20
4.2 Saran .................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 25

3
BAB I

PENDAHULUA
N

0.1 IDENTITAS JURNAL

Jurnal Utama
Nama Jurnal Cultural Values
Judul Jurnal How mass media simulate political transparancy

Penulis J.M Balkin


Penerbit Yale University
Tahun Terbit 2017
Kota Terbit Washington DC
Volume Vol. 3 No. 4
ISSN 1362-5179
Bahasa Inggris

Jurnal Pembanding Pertama


Nama jurnal Jurnal Lentera Komunikasi
Judul Jurnal Perspektif ekonomi politik media massa

Penulis Razie Razak


Penerbit Akademik komunikasi Bina Sarana informatika
Tahun Terbit 2016
Kota Terbit Jakarta Timur
Volume Vol.2 No.1
ISSN 2442-2991
Bahasa Indonesia

Jurnal Pembanding Kedua


Nama jurnal Jurnal Ilmu Sosial
Judul Jurnal Peran Media Massa dalam meningkatkan Partisipasi politik
Penulis Diah Novita Sari, Samsuri
Penerbit Universitas Negeri Yogyakarta
Tahun Terbit 2016
Kota Terbit Yogyakarta
Volume Vol. 13 No.2
ISSN 2549-9475
Bahasa Indonesia

4
0.2 RELEVANSI DAN KONTRIBUSI

Ketiga jurnal yang dilaporkan membahas tema tentang Media massa politik, dengan
judul yang kami ambil yaitu mengenai Bagaimana media massa mensimulasikan
transparansi politik. Relevansia antara media massa dengan sistem politik indonesia dengan
adalah dikarenakan Media massa menjadi perantara yang memudahkan proses komunikasi
dari pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya. Dengan adanya informasi yang
disampaikan tersebut, masyarakat dapat mengetahui dan menilai kinerja pemerintah. Selain
itu, media juga berperan dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Peran
media ini akan memunculkan kesadaran politik masyarakat untuk ikut aktif dalam
menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Adanya wawasan mengenai politik juga
diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk aktif dalam kegiatan politik.

5
1.1 RESUME JURNAL UTAMA

In theory, at least, mass media can make the memahami operasi pemerintah, berpartisipasi
political system more‘transparent’ in all three dalam keputusan politik, dan
respects: mass media can help meminta pertanggungjawaban pejabat
peopleunderstand the operations of pemerintah. Namun dalam praktiknya,
government,participate in politicaldecisions, efeknya seringkali sangat berbeda. Di era
and hold government officialsaccountable. In media massa, pemerintah dan politisi
practice,however, its effects are often quite yang demokratis mungkin merasa berguna
different. In the age of mass media,democratic untuk mensimulasikan kebajikan
governments and politicians may find it useful politik dari transparansi melalui retorika dan
to simulatethe political virtues of transparency manipulasi media. Transparansi
throughrhetorical and mediamanipulation. This yang disimulasikan ini tidak melayani nilai-
simulated transparency does not serve nilai politik yang mendasari yang
theunderlying political values that motivate the memotivasi metafora transparansi.
metaphor of transparency.Instead, it is a Metafora transparansi menunjukkan media
transparency that obscures and obfuscates, that yang kita gunakan untuk melihat
frustrateaccountability and hides important sesuatu. Kami ingin medianya transparan
information in a mass ofmanufactured political terhadap penglihatan sehingga kami
realities. It is a form of transparency that is dapat melihat dengan akurat apa yang ada di
nottransparent at all. sisi lain.3
Today political transparency is virtually Metafora ini mengasumsikan:
impossible without someform of mass media (1) Bahwa medium secara konseptual terpisah
coverage. However, mass media can frustrate dari objek di sisi lain; dan (2)
thevalues of political transparency even while Bahwa proses
appearing to serve thosevalues. When melihat melalui medium tidak secara
politicians and political operatives attempt to substansial mengubah sifat objek yang
simulatetransparency and appropriate the dilihat.
rhetoric of openness andaccountability, the Sebaliknya, itu adalah transparansi yang
mass media does not always counteract mengaburkan dan mengaburkan, yang
thesimulation. Indeed, it may actually tend to menggagalkan akuntabilitas Secara teori, paling
proliferate it.People often oppose transparency tidak, media massa dapat membuat sistem politik
to secrecy. However, governmentsand menjadi
lebih 'transparan' dalam tiga hal: media
politicians can manipulate the presentationand
revelation ofinformation to achieve the same
basic goals as a policy of secrecy
andobfuscation. There are two basic
strategies: divert audience attention,and
supplement politics with new realities that
crowd out andeventually displace other
political realties and political issues. In this
way political transparency can be defeated by
what appear to be its own

6
mechanisms: proliferating information,holding nilai-nilai tersebut. Ketika politisi dan
political officialsaccountable, and uncovering pelaku politik mencoba mensimulasikan
things that aresecret. transparansi dan menyesuaikan retorika
keterbukaan dan akuntabilitas, media massa
tidak selalu melawan simulasi
partisipasi langsung. Jenis transparansi ketiga
adalah transparansi akuntabilitas:
kemampuan untuk membuat pejabat
pemerintah akuntabel – baik terhadap
sistem hukum atau opini publik – ketika
mereka melanggar hukum atau ketika
mereka bertindak dengan cara yang
merugikan kepentingan rakyat.

Both of these assumptions turn out to be false Kedua asumsi ini menjadi salah ketika
when the medium istelevision and the object to medianya adalah televisi dan objek yang
be viewed is governance. The medium is dilihat adalah pemerintahan. Media secara
notconceptually distinct from the operations of konseptual tidak berbeda dari operasi tata
governance becausegovernance occurs kelola karena tata kelola terjadi melalui
through using the medium. Moreover, seeing penggunaan media. Selain itu, melihat sesuatu
thingsthrough the medium of television melalui media televisi secara substansial
substantially alters the object being viewed. mengubah objek yang dilihat. Memang,
Indeed, television creates its own political televisi
reality: a televisedpolitics and a public sphere menciptakan realitas politiknya sendiri: politik
of discourse organised around mediacoverage yang disiarkan televisi dan ruang wacana
of politics. This sphere of discourse is self- publik yang diatur di sekitar liputan media
reflexive and self reproducing – television tentang politik. Lingkup wacana ini
coverage of politics is part of politics, mencerminkan diri dan mereproduksi diri –
andhence media discourse about politics liputan televisi tentang politik adalah bagian
continually supplements and altersthe politics dari politik, dan karenanya wacana media
that it purports to portray.How do mass media tentang politik terus melengkapi dan
simulate and subvert political transparency? mengubah politik yang dimaksudkan untuk
The basic idea is simple. Sometimes the most digambarkannya.
effective strategy for hiding something may be
to leave it out in the open, and merely alter Bagaimana media massa mensimulasikan dan
the context in which people view it. Instead of menumbangkan transparansi politik?
hiding facts, one shouldinstead seek to change Ide dasarnya sederhana. Terkadang strategi
background realities. Large law firms in the yang paling efektif untuk menyembunyikan
United States have long understood this point. sesuatu adalah membiarkannya terbuka, dan
When faced withrequests for discovery in civil hanya mengubah konteks di mana orang
cases, they understand that simply stonewalling melihatnya. Alih-alih menyembunyikan fakta,
to avoid the disclosure of sensitive information seseorang harus berusaha mengubah
is notalways the most effective strategy. Instead latar belakang realitas. Firma hukum besar di
they can adopt a dualstrategy of aggressive Amerika Serikat telah lama memahami
overcompliance coupled with strategic hal ini. Ketika dihadapkan dengan permintaan
manoeuvre. They flood the other side with so untuk penemuan dalam kasus perdata,
mereka memahami bahwa hanya menghalangi

7
much information and somany documents – untuk menghindari pengungkapan
most of them extraneous – that the other side informasi sensitif tidak selalu merupakan
lacks the time or ability to find the relevant strategi yang paling efektif. Sebaliknya
information. At the same time, the law firm mereka
can raise continual technicalobjections to the dapat mengadopsi strategi ganda kepatuhan
progress of discovery, without ever ultimately berlebihan yang agresif ditambah dengan
withholding anything.4These tactics are most manuver strategis. Mereka membanjiri pihak
useful against a weaker, smaller opponentwith lain dengan begitu banyak informasi dan
less information processing and filtering begitu banyak dokumen – sebagian besar
resources. They are designed to demoralise tidak relevan – sehingga pihak lain
the other side, raise the costs of litigation, and kekurangan
divert time and energy from the most waktu atau kemampuan untuk menemukan
important substantive questionsin the lawsuit. informasi yang relevan. Pada saat yang
In this way one can use the discovery process sama, firma hukum dapat terus mengajukan
– which is,after all, designed to achieve a keberatan teknis terhadap kemajuan
certain kind of informationaltransparency – to penemuan, tanpa pernah menahan apa pun.
undermine the values of transparency. One
can usethe form of transparency to achieve Taktik ini paling berguna melawan lawan
substantial obscurity.This example yang lebih lemah dan lebih kecil dengan
demonstrates the two basic strategies for lebih sedikit pemrosesan informasi dan
simulatintransparency: diversion of attention sumber daya penyaringan. Mereka dirancang
and supplementation of reality. Thegoal is to untuk mendemoralisasi pihak lain, menaikkan
consume the opponent’s time andattention. biaya litigasi, dan mengalihkan waktu dan
Equallyimportant, one tries to shift the ground energi dari pertanyaan substantif terpenting
of battle to issues of informationmanagement dalam gugatan. Dengan cara ini seseorang
and technical questions of procedure. In short, dapat menggunakan proses penemuan – yang,
one createsa new practical legal reality for the pada akhirnya, dirancang untuk
opponent. This new reality competeswith and mencapai jenis transparansi informasi tertentu
displaces the substantive issues that originally – untuk melemahkan nilai-nilai
motivated thelawsuit. In other words, the transparansi. Seseorang dapat menggunakan
skilfully played discovery battle creates new bentuk transparansi untuk mencapai
objects of contention: it produces ever new ketidakjelasan yang substansial.
things to be concerned about,to become angry
about, and to fight about.

8
policy debates. Given the limited time oleh pemirsa televisi dan dapat menarik
available for broadcast and thelimited attention perhatian mereka.
of audiences, ‘inside’ stories about strategy Artinya, antara lain, bahwa hukum harus
and jockeying for political advantage tend to menghibur (Balkin, 1992). Ciri-ciri hukum
crowd out stories aboutsubstantive policy tertentu
questions.Moreover, because politicians – desakan dan menangkis perselisihan dalam
understand how important massmedia have tuntutan hukum dan pengadilan pidana –
become to retaining power and influencing tampaknya dibuat khusus untuk liputan
citizens,television helps create a new reality televisi. Namun citra hukum yang
populated by spin doctors, pollsters,pundits digambarkan
and media consultants. Thus eventually televisi membentuk kembali sistem musuh
political life begins toconform more closely to dalam citra televisi. Hukum-sebagai hiburan
the image of politics that television portrays it tampaknya membawa sistem hukum lebih
to be. Television portrays a world of dekat ke publik, tetapi sebenarnya
imagemanipulation and spincontrol largely menggantikan
devoid of substantive debate or reasoned produk yang ditransformasikan – hukum
analysis.Because television is so central to televisi. Imajinasi publik tentang hukum dulu
successful mass politics, it eventuallyhelps dipupuk oleh drama televisi dan film yang
produce the very elements that it portrays. We dibuat untuk TV; sekarang semakin dibentuk
might call this aself-fulfilling oleh liputan televisi tentang peristiwa hukum
representation.Television coverage of law has itu sendiri yang disajikan sebagai hiburan
analogous effects. Television convertslaw into populer dan ditampilkan melalui
a form of entertainment suitable for lensa komentar televisi (Balkin,
consumption by layaudiences (Postman, pendek cenderung mempromosikan liputan
1985). Television has created a world of law- televisi yang lebih berkelanjutan tentang acara berita,
relatedshows and legal commentators whose terutama di jaringan kabel. Kedua, karena Internet
basicgoal is to describe law inways that are membuat distribusi massa informasi menjadi relatif
comprehensible to television audiences and murah, Internet
that can holdtheir attention. This means,
among other things, that law must become
entertaining (Balkin, 1992). Certain features debat kebijakan. Mengingat terbatasnya waktu
of law – the thrust and parryof contention in yang tersedia untuk siaran dan terbatasnya
lawsuits and criminal trials – seem tailor made perhatian penonton, cerita 'dalam' tentang
fortelevision coverage. But the image of law strategi dan perebutan keuntungan politik
that television portraysreshapes the adversary cenderung mengesampingkan cerita tentang
system in television’s image. Law- pertanyaan kebijakan yang substantif.
as entertainment seems to bring the legal Liputan televisi tentang hukum memiliki efek yang
system closer to the public, but itactually analog. Televisi mengubah
substitutes a transformed product – televised
law. Publicimagination about law used to be
nourishedby television dramas andmade-for-
TV movies; now it is increasingly shaped by
televisioncoverage of legal events themselves
which are served
hukum menjadi bentuk hiburan yang cocok
untuk dikonsumsi oleh khalayak awam
(Postman, 1985). Televisi telah menciptakan
dunia acara yang berhubungan dengan
hukum dan komentator hukum yang tujuan
dasarnya adalah untuk menggambarkan
hukum dengan cara yang dapat dipahami
9
the Internethas shaped and enhanced the effects membantu memperbanyak jenis informasi
of television in three ways. First,the Internet has baru
helped to shorten the newscycleof reporting, in dari sumber-sumber baru – termasuk gosip
partbecause stories can be constantly updated dan laporan bekas – yang dapat diambil dan
on the Internet with relativeease. A shorter disebarluaskan oleh televisi, dengan asumsi
news cycle tends to promote more continuous bahwa informasi tersebut lolos di bawah
televisioncoverage of news events, especially standar yang ada. jurnalisme televisi. Ketiga,
on cable networks. Second, becausethe untuk alasan serupa, Internet memungkinkan
Internet makes mass distribution of sumber jurnalistik baru itu
information Selain itu, karena para politisi memahami
relativelyinexpensive, it helps proliferate new betapa pentingnya media massa untuk
kinds of information from newsources – mempertahankan kekuasaan dan
including gossip and second-handreports – that mempengaruhi warga negara, televisi
television can membantu
pick up and disseminate, assuming that the menciptakan realitas baru yang diisi oleh spin
information passes musterunder existing doctor, lembaga survei, pakar, dan konsultan
standards of television journalism. Third, for media. Dengan demikian akhirnya kehidupan
similarreasons, the Internet makes possible politik mulai menyesuaikan diri lebih dekat
new journalistic sources that dengan citra politik yang digambarkan oleh
televisi. Televisi menggambarkan dunia
as popularentertainment and displayed manipulasi gambar dan kontrol putaran yang
through the lens of television sebagian besar tanpa debat substantif atau
commentary(Balkin, 1992).6In a very short analisis beralasan.
time the Internet has become an important Karena televisi sangat penting bagi politik
medium ofpolitical communication that rivals massa yang sukses, pada akhirnya televisi
television. The Internet is not yettelevisual; it membantu menghasilkan elemen-elemen yang
employs mostly text and stillpictures. Even so, digambarkannya. Kita mungkin menyebutnya
sebagai representasi pemenuhan diri.

1.2 RESUME JURNAL PEMBANDING PERTAMA

Kajian kaum struktural mengarahkan perhatian pada sistem penandaan (signification) dan
penyajian kembali (representation) isi media dengan melihat teks sebagai unit analisis, seperti teks
media cetak, elektronik dan media baru. Bagian terbesar dari studi budaya terpusat pada pertanyaan
tentang representasi, yaitu bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial keada
dan oleh kita. Benar, unsur utama studi budaya ini dapat dipahami sebagai studi kebudayaan sebagai
praktik pemaknaan representasi. Hal ini mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna
tekstual. Selain itu juga menghendaki penyilidikan tentang cara dihasilkanya makna pada beragam
konteks. Representasi dan makna budaya memiliki materialitas tertentu, merek melekat
10
pada bunyi, prasasti, objek, citra,buku, majalah, dan program televisi. Mereka diproduksi,
ditampilkan, digunakan dan dipahami dalam konteks sosial tertentu.Stuart Hall menyebut representasi
sebagai gambaran sesuatu yang akurat atau realita yang terdistorsi.

Representasi tidak hanya berarti “to present”, “to mage”, atau “to depict. Menurut Hall, representasi
adalah sebuah cara dimana kita memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Stuart
Hall, dalam bukunya Representation : Cultural Representations and Signifying Practices (2004:28),
menegaskan bahwa representasi adalah sebuah proses produksi dan pertukaran makna antara manusia
atau antar budayayang menggunakan gambar, simbol dan bahasa. Representasi pada akhirnya
menghubungkan antara makna dan bahasa terhadap budaya. Jika digambarkan dalam sirkuit budaya,
menurut Hall, menghubungkan antara regulasi, konsumsi, produksi dan identitas ke dalam representasi.
Baik representasi dan misrepresentasi tersebut adalah peristiwa kebahasaan. Bagaimana seseorang
ditampilkan dengan tidak baik, bias terjadi pertama-tama dengan menggunakan bahasa.

Dalam representasi, sangat mungkin terjadi misrepresentasi : ketidakbenaran penggambaran, kesalahan


penggambaran. Seseorang atau suatu kelompok, suatu pendapat, sebuah gagasan tidak ditampilkan
sebagaimana mestinya atau adanya. Melalui bahasa tindak misrepresentasi tersebut ditampilkan oleh
media dan dihadirkan dalam pemberitaan.Stuart Hall menggambarkan bahwa bahasa melukiskan relasi
encoding dan decoding melalui metafora produksi dan konsumsi. Dalam hal ini peristiwa yang
ditandakan (encode) sebagai realitas. Bagaimana peristiwa itu dikonstruksi sebagai realitas oleh
wartawan/media. Realitas selalu siap ditandakan ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa
tersebut sebagai sebuah realitas. Selain itu ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan
berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Berdasarkan keterangan diatas, kita
menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat teknis itu adalah kata, kalimat atau
proposisi, grafik, dan sebagainya.Ketika merepresentasikan kelompok- kelompok orang, media juga
sering mengatakan berbagai hal tentang budaya, karena kelompok – kelompok orang tersebut dapat
termasuk ke dalam budaya atau sub kultur tertentu. Salah satu masalah dalam menentukan pesan dan
makna ini berasal dari fakta bahwa terdapatrentang materi media seperti itu.

Banyak hal yang bergantung pada apa yang dipilih oleh audiens untuk ditonton atau dibaca. Sehingga
dari sini perlu bagi kita untuk melakukan pengembangan analisa makna pada media. Mengembangkan
sebuah analisa makna berarti menghindari godaan ganda dari strukturasi dan instrumen.
Instrumentalisme fokus pada cara kapitalis menggunakan kekuatan ekonomi dengan

1
1
sistem pasar komersil untuk meyakinkan arus informasi publik sesuai dengan keinginan meraka
(kapitalis). Mereka melihat privatisasi kepemilikan media sebagai instrumen kelas dominan. Persoalan
ini memberikanargumentasi Edward S. Herman dan Noam Chosky, tentang persetujuan pabrik/industri:
ekonomi politik media massa (1988). Metreka mengembangkan apa yang disebut dengan model
propaganda dari pemberitaan media.

Argumentasinya menyatakan bahwa kekuatan mampu untuk memenempatkan wacana , guna


memutuskan apa yang diijinkan untuk dilihat, didengar dan dipikirkan oleh rakyat serta
memanageopini publik melalui kampanye propaganda. Pemerintah dengan pebisnis elit memiliki akses
istimewa kepada redaksi. Pengiklan besar mendukung suratkabar dan program acara TV. Para pemilik
media bisa menentukan garis editorial dan sikap budaya surakkabar serta stasiun TV yang mereka miliki.
Melalui fokus pada intervensi strategi merekal mengabaikan kontradiksi dalam sistem. Pemilik,
pengiklan serta politisi tidak bisa selamanya berbuat sesuai dengan keinginan mereka.

Mereka beroperasi dalam struktur yang memaksa fasilitas, menembus batas maupun menawarkan
kesempatan. Menganalisa sumber alam akan keterbatasan menjadi tugas kunci utama budaya kritis
ekonomi politik. Pada waktu bersamaan sangat penting untuk menghindari bentuk strukturasi yang
dibangun berdasar ketidaksukaan, solid, permanen serta tidak dapat diubah. Kita harus melihatnya dalam
sebagai formasi dinamis yang secara konstan mereproduksi dan diubah melalui praktek. Dalam
pandangannnya mmichel Schudson berargumentasi bahwa ekonomi politik berhubungan dengan hasil
dari proses pemberitaan

dengan struktur ekonomi redaksi berita, dan ‘kesemua’ itu ada dalam black boxyang tidak perlu
dibahas (Schudson 1989). Ini keliru.

Meskipun beberapa studi membatasi diri kepada analisa struktural, hanya bagian dari cerita yang harus
dipaparkan. Menganalisa cara bagaimana makna dibuat dan dibuat ulang melalaui aktifitas produser
dan kesetimbangan konsumen melalaui perspektif yang dijelaskan disini. Tujuannya adalah
menjelaskan bagaimana hal tersebut (makna) dihasilkan melalaui struktur yang diatur oleh sikap, dan
bagaimana sikap yang diatur oleh struktur (Giddens).Ini gilirannnya, membutuhkan pemikiran kita
tentang penentuan ekonomi yang lebih fleksibel.

Berpegangan pada gagasan Marx, berimplikasi pada segala sesuatu yang bisa dihubungkan dengan kekuatan
ekonomi. Kita bisa mengikuti pemikiran Stuart Hall (1983) dalam memandang penentuan dalam menjalankan
instansi.

12
1.3 RESUME JURNAL PEMBANDING KEDUA

Indonesia merupakan salah satu ne gara di dunia yang berasaskan demokrasi. Demokrasi merupakan
asas negara yang ber upaya memegang tinggi prinsip kebebasan. Se tiap orang memiliki kebebasan
dan kesetaraan dalam menentukan kondisi kehidupanya dan memperoleh hak serta kewajiban yang
sama. Menurut Sorensen (2003, p.15), demokrasi membutuhkan pernyataan hak-hak manusia (bill of
right) di luar hak memilih untuk mem berikan kesempatan yang sama untuk ber partisipasi dan untuk
menemukan preferen si pribadi dan pengawasan akhir oleh warga negara terhadap agendapolitik.
Berdasarkan penjabaran Sorensen tersebut, dapat dipaha mi bahwa ternyata kebebasan itu merupakan
serangkaian hak bagi seluruh warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam politik. Setiap warga
negara Indonesia memi liki hak yang sama untuk mengemukakan pendapat sebagaimana yang
tercantum da lam Pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkum pul, dan mengeluarkan pendapat.

Hak warga negara dalam hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran tersebut
dapat dilakukan baik secara lisan, tulisan dan sebagainya. Pasal ini memberikan penguat an bahwa setiap
warga negara memiliki hak yang sama, yaitu hak untuk berpartisipasi ak tif dalam menyampaikan
pendapat atau opini politik baik lisan maupun tulisan, baik yang berhubungan dengan kinerja maupun
yang berhubungan dengan permasalahan pribadi para pejabat pemerintah.

Seluruh perguruan tinggi di Yogyakarta bahkan di seluruh Indonesia berupaya mem berikan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi para mahasiswa untuk membentuk sebuah komunitas,
perkumpulan, ataupun organisasi sebagai wadah pembelajaran pengembangan diri dan sarana
menghimpun aspirasi para ma hasiswanya. Melalui organisasi yang diikuti, mahasiswa
sebagaianggota kelompok dapat memperoleh banyak pengalaman dan pembe lajaran. Seperti
misalnya, pengalaman berinteraksi sosial, mengenal beragam kepribadian, mengenali kepribadian
diri sendiri,belajar mengatasi berbagai masalah, belajar berpikir kritis, belajar mengelola waktu,
belajar berbi cara di depan banyak orang, penuh inisiatif, dan keberanian mengemukakan pendapat
pribadi dan buah pikir yang dimiliki.

Mahasiswa sebagai bagian dari masya rakat akademik dituntut untuk memiliki kepribadian sebagai warga
negara yang tang guh dan kuat. Kepribadian tersebut terutama berkaitan dengan peran

13
mahasiswa sebagai agent of change atau agen perubahan. Kemam puan untuk berpartisipasi politik wajib
dimili ki oleh setiap mahasiswa. Kemampuan ini akanmendukung para mahasiswa dalam menjalan kan
tugas sebagai agen perubahan. Mahasiswa harus mampu berpikir kritis dan bertindak efektif dalam
menanggapi segala persoalan yang dihadapi bangsa ini. Mahasiswa harus mampberbagai
permasalahan publik dengan meng gunakan berbagai media massa yang telah tersedia serta dapat
dimanfaatkan dengan mudah. Pemberitaan di media massa memili ki kemampuan untuk mempengaruhi
kognisi seseorang, kognisi akan mengarahkan pada afeksi, dan afeksi akan mendorong seseorang untuk
melakukan sebuah tindakan.

Tindakan ini dapat direalisasikan pula dengan meman faatkan media massa, sehingga media massa
memiliki fungsi ganda sebagaimana yang te lah diungkapkan sebelumnya. Inilah sebabnya, media massa
memiliki peran yang sangat pen ting bagi para penggunanya.Mahasiswa Program Studi PKn secara
teoretis merupakan kaum intelektual yang seharusnya mampu berpartisipasi secara ak tif bagi
kelangsungan demokrasi dalam ke hidupan berbangsa dan bernegara. Menurut John Patrick
sebagaimana yang dikutip Sam suri (2012, p.56), menyatakan bahwa ter dapat empat komponen atau
ketegori pokok yang hendaknya dipahami bahkan dikuasai oleh para pendidik atau calon pendidik PKn,
keempat komponen tersebut, yaitu: (1) pe ngetahuan kewarganegaraan dan pemerin tahan
demokratis, (2) kecakapan kognitif dari kewarganegaraan demokratis, (3) kecakapan partisipasi dari
kewarganegaraan demoratis, dan (4) keutamaan karakter kewarganegaraan yang demokratis. Hal ini
menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi PKn merupakan so sok yang hendaknya tidak hanya
unggul secara kognisi saja tetapi juga unggul secara afeksi dan psikomotorik, sehingga mampu menjadi
warga negara yang kritis dan mampu berperan aktif mengawal proses demokrasi yang terjadi di
negaranya. u menjadi insan yang cerdas dan memi liki banyak pengetahuan.

Media massa, seperti media televisi, internet, dan surat kabar me rupakan media komunikasi yang dekat
dengan masyarakat. Ketiga media ini telah menjadi ba gian penting dalam keseharian mahasiswa di
Yogyakarta. Melalui media cetak dan elektro nik ini, mahasiswa dapat memperoleh berbagai informasi
termasuk yang berkaitan dengan kondisi politik di Indonesia. Mahasiswadapat dengan mudah
menyaksikan berbagai aktivitas pemerintah, hasil kinerja, dan lain sebagainya melalui berbagai media
massa. Melalui infor masi yang diperoleh dari berbagai media mas sa, mahasiswa dapat memperoleh
gambaran mengenai kondisi politik di Indonesia sehingga dapat memberikan penilaian dan menentukan
tindakan yang dianggap paling tepat atas per masalahan politik yang sedang terjadi. Pejabat pemerintah
harus mampu me ngemban amanah yang diberikan seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah memiliki
tang gung jawab yang besar berkaitan dengan
ke langsungan bangsa dannegara ini. Harapan ini berbanding terbalik dengan kenyataan yang kini

14
sedang terjadi di Indonesia. Tidak sedikit pejabat pemerintah, seperti misalnya para wakil rakyat yang
berasal dari beberapa partai besar di Indonesia terpaksa meninggal kan kursi jabatannya karena
tersandung kasus korupsi. Tidak hanya para wakil rakyat saja, tetapi para petinggi partai juga
mengulangi ke salahan yang sama karena terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang atau
korupsi yang tentu saja menyakiti dan mengecewakan rakyat Indonesia.

Berbagai permasalahan tersebut disebarluaskan dan diinformasikan kepada mahasiswa melalui berbagai
media massa. Ma hasiswa yang aktif mengikuti perkembangan informasi akan mampu berpikir kritis
sehing ga tergugah untuk melakukan tindakan efektif sebagai bentuk respon terhadap permasalah an
publik yang sedang terjadi. Oleh sebab itu, maraknya berbagai kasus penyalahgunaan we wenang
yang dilakukan oleh pemerintah Indo nesia saat ini masih memerlukan lebih banyak lagi kontrol dari
mahasiswa sebagai agen peru bahanmelalui berbagai macam tindakan. Lubis (2013, p.69), menekankan
ter amat penting bagi seluruh manusia Indonesia (tidak hanya mahasiswa saja) untuk mening katkan
sebesar-besarnya kemampuan untuk mengikuti, memahami sebaik-baiknya seluruh perkembangan dan
perubahan yang sedang terjadi di Indonesia bahkan di dunia, termasuk berbagai perubahan-perubahan
yang bersifat kemasyarakatan dan nilai- nilai serta pikiran manusia, sehingga masyarakat Indonesia ter
masuk mahasiswa dapat menghasilkan persep si di bidang sosial, ekonomi, dan politik yang dapat
membawa perubahan menuju arah dan kondisi bangsa dan negara yang lebih baik. Protes atau opini
mahasiswa terkait berbagai kasus penyalahgunaan dapat disam paikan kepada berbagai pihak yang
berkepen tingan melalui sebuah gerakan atau aksi protes yang dilakukan oleh para mahasiswa. Gerakan
atau aksi protes merupakan perwujudan dari

tugas mahasiswa sebagai agent of change atau agen perubahan yang bertujuan untuk megu bah sebuah
kebijakan yang tidak pro rakyat menjadi sangat berpihak pada rakyat atau de ngan kata lain sebagai
usaha memperjuangkan kepetingan rakyat. Oleh sebab itu, mahasiswa menjadi salah satu pilar
demokrasi yang men junjung tinggi hak rakyat untuk memperoleh keadilan. Namun, ternyata harapan
ini tidak se jalan dengan kondisi yang sedang terjadi saat ini. Berbagai gerakan dan aksi protes para
kini tidak mampu lagi menarik sim pati rakyat karena banyak terjadi aksi protes yang justru berakhir
ricuh, mengganggu ke tertiban, dan tidak jarang bermuatan politik sehingga menimbulkan
ketidakstabilan sosial dan keamanan seperti rasa takut dan kerugian materiil yang cukup besar yang
disebabkan karena kerusuhan yang dilakukan oleh para mahasiswa. Matulessy (2008, p.4), menganali
sis tentang model kausal partisipasi politik ak tivis gerakan mahasiswa yang dilakukan pada tahun
2008, menyatakan bahwa gerakan parti sipasi mahasiswa lebih banyak

15
berujung pada tindakan anarkis ternyata didominasi oleh deprivasi relatif atau ketidakpuasan baik yang
bersifat dorongan individual maupun dorong an kolektif semisal organisasi kemahasiswaan yang
kurang terkendali. Hal ini mengindi kasikan bahwa aksi demonstrasi tidak selalu dianggap tepat untuk
menjadi sarana partisi pasi politik para mahasiswa.

Gerakan mahasiswa ternyata tidak ha nya sebatas yang bisa dilakukan dalam wujud demonstrasi saja,
namun dapat pula dilaku kan melalui pemanfaatan media massa yang dinilai lebih santun dibandingkan
dengan aksi demonstrasi yang berujung keributan. Pe nyampaian opini terkait berbagai permasala han
publik yang dilakukan melalui berbagai media massa dinilai jauh lebih santun. Hal ini disebabkan
karena untuk bisa menulis diper lukan kemampuan berbahasa yang baik serta hendaknya memiliki etika
beropini yang baik pula sehingga tidak menimbulkan pro dan kon tra bagi pembacanya. Secara
umum, media massa memiliki peran sebagai sumber informasi dan sarana partisipasi warga negara.
Melalui perkemba ngan media masssa yang cukup pesat saat ini, maka mahasiswa memiliki kesempatan
yang besar untuk memanfaatkan berbagai media
massa untuk mendukung berbagai aktivitas termasuk sebagai sarana partisipasi politik melalui
penyampaian berbagai opini terkait berbagai permasalahan publik dengan meng gunakan berbagai
media massa yang telah tersedia serta dapat dimanfaatkan dengan mudah.

Pemberitaan di media massa memili ki kemampuan untuk mempengaruhi kognisi seseorang, kognisi
akan mengarahkan pada afeksi, dan afeksi akan mendorong seseorang untuk melakukan sebuah
tindakan. Tindakan ini dapat direalisasikan pula dengan meman faatkan media massa, sehingga media
massa memiliki fungsi ganda sebagaimana yang te lah diungkapkan sebelumnya. Inilah sebabnya,
media massa memiliki peran yang sangat pen ting bagi para penggunanya.Mahasiswa Program Studi
PKn secara teoretis merupakan kaum intelektual yang seharusnya mampu berpartisipasi secara ak tif bagi
kelangsungan demokrasi dalam ke hidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut John Patrick sebagaimana yang dikutip Sam suri (2012, p.56), menyatakan bahwa ter
dapat empat komponen atau ketegori pokok yang hendaknya dipahami bahkan dikuasai oleh para
pendidik atau calon pendidik PKn, keempat komponen tersebut, yaitu: (1) pe ngetahuan
kewarganegaraan dan pemerin tahan demokratis, (2) kecakapan kognitif dari kewarganegaraan
demokratis, (3) kecakapan partisipasi dari kewarganegaraan demoratis, dan (4) keutamaan karakter
kewarganegaraan yang demokratis.

16
BAB III
PEMBAHASN

2.1 LATAR BELAKANG MASALAH YANG DIKAJI

Pada jurnal utama yaitu menyangkut kontribusi media massa terhadap nilai-nilai politik keterbukaan
dan akuntabilitas demokratis yang disebut 'transparansi'. Faktanya, metafora transparansi mencakup
tiga kebajikan politik yang terpisah, yang seringkali bekerja sama tetapi secara analitis berbeda. Jenis
transparansi pertama adalah transparansi informasi: pengetahuan tentang aktor dan keputusan
pemerintah dan akses ke informasi pemerintah. Transparansi informasi dapat ditingkatkan dengan
meminta pernyataan publik tentang alasan tindakan pemerintah, atau mewajibkan pengungkapan
informasi yang telah dikumpulkan pemerintah. Jenis transparansi kedua adalah transparansi
partisipatif: kemampuan untuk berpartisipasi dalam keputusan politik baik melalui representasi yang
adil atau partisipasi langsung. Jenis transparansi ketiga adalah transparansi akuntabilitas: kemampuan
untuk membuat pejabat pemerintah akuntabel – baik terhadap sistem hukum atau opini publikTanpa
media massa, keterbukaan dan akuntabilitas tidak mungkin terjadi dalam demokrasi kontemporer.
Namun demikian, media massa dapat menghambat transparansi politik sekaligus membantunya.
Politisi dan pelaku politik dapat mensimulasikan kebajikan politik dari transparansi melalui retorika
dan manipulasi media. Televisi cenderung mengubah liputan hukum dan politik menjadi bentuk
hiburan untuk konsumsi massa, dan televisi berfungsi sebagai lahan subur bagi budaya skandal yang
berkembang biak sendiri. Mengingat terbatasnya waktu yang tersedia untuk siaran dan terbatasnya
perhatian penonton, cerita tentang strategi politik, pertikaian politik, skandal politik.

Pada Jurnal Pembanding Pertama, Pembahasan pada penulisan ini locus kajian media disini
menggunakan beberapa locus seperti teks. Tentunya teks disini terkait dengan bahasa. Bahasa adalah
organisme. Kata – kata berinteraksi, menyerap, diserap, dan berbiak. Dalam konteks bahasa, apa yang
teks tak lebih dari himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai dengan sistem
tanda yang disepakati oleh masyarakat, sehingga sebuah teks ketika dibaca bisa mengungkapkan
makna yang dikandungnya. Oleh karenanya, dari transendentalisme hermeneutik, kebenaran yang
lebih konsisten justru ketika tertuang dalam teks, bukannya dalam diri pengarangnya yang kadangkala
labil dan situasional.sudut pandang mazhab,

Pada Jurnal Pembanding Kedua, Partisipasi politik para aktivis dalam bentuk penyampaian opini,
kritik, maupun pendapat terkait berbagai isu dan permasalah an publik terutama seputar kasus korupsi
yang menjerat para pejabat negara semisal kasus MK, seputar pemilihan umum (pemilu) 2014 baik
pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden, seputar kurikulum 2013 dan isu
kewajiban PPG, dan permasalahan so sial seperti kasus pelecehan seksual yang terja di di beberapa
sekolah internasional di Jakarta. Polemik seputar pemilu 2014 merupakan hal yang paling banyak
diminati oleh para aktivis untuk dikritisi. dapat dikatakan tidak terlalu pasif. Para aktivis per nah
melakukannya, hanya saja motivator, in tensitas, dan medianya cukup beragam.

17
2.2 PERMASALAHAN YANG DIKAJI

● Bagaimana Media massa dapat menjadi wadah dalam meningkatkan Partisipasi politik ?
● Bagaimana Fungsi umum media massa ?

2.3 KAJIAN TEORI

Setiap orang percaya bahwa media memang memiiki kekuatan persuasi meskipun
secara mengejutkan adalah sulit untuk menetapkan secara akurat kekuatan jenis apakah yang
dimiliki media. Kekuatan utama media terletak pada fakta bahwa media dapat membentuk apa
yang kita ketahui tentang dunia dan dapat menjadi sumber utama untuk berbagai ide dan opini.
Media dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Kekuatan ini makin besar jika kita
mengamati media secara keseluruhan bukan hanya memperhatikan media individual seperti
televisi. Media mencakup bagaimana komponen utama dari komunikasi yang diantaranya seperti
proses, produksi dan distribusi pesan.Institusi media adalah sumber dari banyak tipe pesan yang
kita terima.

Media-media ini dapat menanggapi berbagai peristiwa dan opini dalam masyarakat
secara umum, tetapi mereka pada saat yang sama merupakan komposer dan inisiator konsumen.
Karena itu, kita perlu mengamati karakter mereka, cara mereka beroperasi, alasan mereka
berkomunikasi, untuk memahami bagaimana dan mengapa pesan – pesan tersebut dibentuk.
Semua pesan dapat didefinisikan menurut apa yang dikatakan oleh pesan tersebut dan cara pesan
tersebut mengatakannya. Setiap pesan menyampaikan suatu makna kepada penerima. Namun,
cara pesan itu ditangani memiliki efek yang sangat besar terhadap cara pesan tersebut dipahami,
dan bahkan terhadap apa yang dipahami. Pesan pada dasarnya sama tetapi representasi yang
berbeda berarti bahwa pesan-pesan tersebut tidak memiliki makna yang benar-benar sama.

2.4 METODE YANG DIGUNAKAN

Penelitian dirancang dalam metode penelitian kualitatif ( deskriptif dan historis ),


studi pustaka dan observasi untuk mengumpulkan data dan fakta penelitian yang kita kaji.

18
2.5 ANALISIS CRITICAL JOURNAL REVIEW

Keterkaitan antara ketiga jurnal adalah, pada jurnal utama membahas tentang
Bagaimana media massa dapat mensimulasikan transparansi dalam sistem politik.

Keterkaitan ini dibahas dalam jurnal pembanding utama yang membahas mengenai
peran dan fungsi media massa dalampersfektif ekonomi politik dimana Aspek kekuatan media
disini dibentuk oleh budaya media itu sendiri. Sebuah budaya media telah hadir, di mana citra,
suara, dan lensa membantu menghasilkan rajutan kehidupan sehari hari, mendominasi waktu
luang, membentuk pandangan-pandangan politik dan sikap sosial, dan memberikan bahan yang
digunakan orang untuk membangun identitas pribadi. Budaya media adalah budaya industri,
diorganisasi atas model produksi massa dan diproduksi untuk massa audiens berdasarkan tipe
(genre), mengikuti rumus, kode dan aturan – aturan yang mapan. Karena itu, media merupakan
suatu bentuk budaya komersial dan produknya adalah komoditas yang berusaha menarik laba
pribadi yang dihasilkan perusahaan-perusahaan raksasa dengan kepentingan tersendiri.

Sedangkan pada jurnal pembanding kedua membahas tentang Penyampaian


berbagai opini melalui berbagai media massa yang dilakukan oleh para aktivis dari organisasi
kemahasiswaan terkait berbagai permasalahan publik tidak dapat dilepaskan dari kecenderung
an tipe gerakan partisipasi dan tipe budaya politiknya. Hal ini menjadi sangat penting diketahui
sebab dengan melihat kecenderung an tipe gerakan dan tipe budaya politiknya, maka dapat
diketahui kualitas dan tingkat partisipasi politiknya.

19
BAB IV

PENUTU
P
3.1 KESIMPULAN

Produksi komunikasi, bukanlah refleksi sederhana dari kontrol kepentingan bagi


mereka yang memiliki ataupun mengkontrol jangkauan modal dan peralatan yang dapat me make
up makna dengan barang-barang budaya yang dibuat dan disitribusi. Media tempat dimana
masyarakat bekerja adalah lapangan dari kode dan ideologi profesional yang ada aspirasi
personal dan sosial.Peningkatan jumlah produksi budaya disumbang oleh korporasi besar yang
telah sejak lama menaruh perhatian dengan teori demokrasi. Mereka melihat kontradiksi
fundamental antara idealnya media publik harus beroperasi sebagai ruang publik dan realitas
pusat pribadi pemilik. Mereka khawatir para pemilik akan menggunakan hak prioritasnya guna
membatasi arus dari informasi dan debat terbuka sebagai ketergantungan dari demokrasi. Tidak
hanya pemilik sperti halnya Pullitzer dan Hearst di Inggris yang memiliki rantai sirkulasi
suratkabar yang besar, tapi mereka secara jelas tidak memiliki keraguan untuk menggunakan
media dalam rangla mempromosikan kehendak politiknya atau menjelekan orang yang tidak
setuju dengan mereka (pemilik media).Ketika ekonomi politik telah memberikan perhatian pada
agensi, proses, dan praktik sosial, ia cenderung fokus ada kelas sosial. Terdapat alasan alasan yang
baik untuk membertimbangkan strukturasi kelas menjadi titik masuk utama untuk memahami
kehidupan sosial, sebagai studi mendokumentasikan pembagian kelas secara terus menerus dalam
menegaskan ekonomi politik komunikasi. Namun, terdapat dimensi lain strukturasi yang
melengkapi dan bertentangan dengan analisis kelas sosial, termasuk gender, ras, dan gerakan-
gerakan sosial, yang didasarkan pada isu-isu publik seperti penggunaan media massa.

3.2 SARAN

Ketiga jurnal ini pada umumnya sangat baik untuk dijadikan sebuah wawasan serta
pemahaman nyata bahkan banyak membahas tentang politik Media massa , hal ini dapat
menyebabkan suatu permasalahan yang nyata tentang politik Media massa Jadi ketiga Jurnal ini
sangat baik untuk digunakan dan bisa dijadikan reperensi kita buat belajar

20
DAFTAR PUSTAKA

J.M Balkin, 2017 How mass media simulate political transparancy, Yale University Vol.3 No.4
Razie Razak, 2016 Perspektif ekonomi politik media massa. Jurnal Lentera Komunikasi vol.2
No.1
Diah Novianasari, Samsuri 2016 Peran Media Massa dalam meningkatkan Partisipasi politik
Universitas Negeri Yogyakarta Vol.13 No.2

21

Anda mungkin juga menyukai