Anda di halaman 1dari 20

PARADIGMA PRAKTEK KEBERAGAMAAN : SUBTANTIF –

INKLUSIF VS SUBTANTIF – EKSKLUSIF

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Moderasi Beragama

( Dosen Pengampu : M. Din Hadi.,S.Pd.I, M.Pd.I )

Disusun Oleh : Indra Setiawan

NPM : 233501005

Fakultas Syariah

Prodi Hukum Keluarga Islam

INSTITUT AL MA’ARIF WAY KANAN 2023


KATA PENGANTAR

Dengan Mengucapkan Puji Syukur Atas Kehadirat Allah SWT Yang Telah
Memberikan Kita Kesehatan Sehingga Kita Dapat Melaksanakan Belajar Mengajar
Dikampus Al Ma’arif Yang Kita Cintai Ini Setiap Harinya Terutama Saya Dapat
Menyelesaikan Tugas Makalah Dari Bapak Dosen, Sholawat Serta Salam Tak Lupa
Kita Sanjung Agungakan Kepada Baginda Nabi Besar Kita Yakni Nabi Muhammad
SAW, Semoga Kitasemua Menjadi Kebanggaan Umat Beliau Sehingga Dapat
Bertemu Di Yaumul Qiyamah Kelak Aamiin.

Adapun Dengan Makalah Ini Saya Buat Dan Saya Ajukan Untuk Memenuhi
Tugas Dari Bapak Dosen Yang Berjudul : Paradigma Praktek Keberagamaan
Subtantif-Inklusif Vs Subtantif-Eksklusif, Sebelumnya Juga Saya Ucapkan
Terimakasih Kepada Bapak Dosen Yang Telah Memberikan Tugas Ini Karna
Nantinya Dapat Kita Pelajari Dan Kita Pahami Bersama Sehingga Dapat Menambah
Ilmu Dan Wawasan Kita.

Demikian Makalah Ini Saya Buat Agar Kiranya Dapat Bapak Terima Dan
Mudah Mudahahan Bapak Suka Dengan Makalah Yang Telah Saya Buat Ini, Akan
Tetapi Saya Masih Butuh Koreksi, Saran Dan Masukan Apabila Ada Kata Ataupun
Konteks Dalam Pembuatan Makalah Ini Ada Yang Kurang Pas Sehingga Dapat Saya
Jadikan Sebuah Evaluasi Ataupun Pembelajaran, Sekian Terimakasih

Baradatu, 05 september 2023

Indra Setiawan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..ii

1. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………..1
B. Maksud Dan Tujuan …………………………………………..3

2. BAB II PEMBAHASAN
A. Paradigma Praktek Keberagamaan …………………………....4
B. Pengertian Subtantif-Inklusif Dan Subtantif-Eksklusif ……….7
C. Perbedaan Inklusif Dan Eksklusif …………………………….8
D. Multikuralisme Sebagai Paradigma Pendidikan Islam ………..9

3. BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan …………………………………………………....16

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberagamaan Masyarakat Merupakan Realitas Yang Tak


Terbantahkan Keberadaannya Sepanjang Sejarah Hidup Manusia, Baik Yang
Terlaporkan Dalam Sebuah Penelitian Ilmiah Maupun Tidak Ilmiah Atau
Hanya Sebagai Sebuah Legenda. Hasil Penelitian Yang Berserakan Itu Sangat
Menarik Untuk Dipanggil Kembali Dan Dipetakan, Sehingga Dapat
Ditemukan Pola Gerak Perkembangan Keberagamaan Masyarakat. Untuk
Dapat Memperoleh Hasil Pemetaan Yang Representatif, Peneliti Mencari
Jurnal-Jurnal Dan Buku-Buku Hasil Penelitian Maupun Hasil Pemikiran
Terkait Dengan Keberagamaan Masyarakat (Muslim Maupun Nonmuslim),
Diterbitkan Sejak Tahun 1912-2008 Berasal Dari Negri Maupun Luar Negri.
Hasil Penelusuran Menunjukkan Adanya Kecenderungan Pergeseran
Fokus Kajian Tentang Keagamaan Adalah Dari Hal-Hal Yang Dogmatic Ke
Arah Lebih Empiric Berorientasi Pada Worldviews. Kekuatan Dan
Kemampuan Religius Berorientasi Worldviews Bergerak Ke Arah
Multikultural Religius Melalui Penerimaan Kenyataan Plural.
Penerimaan Kenyataan Plural Ini Ternyata Bukan Sesuatu Yang
Mudah Diterima Begitu Saja, Karena Membutuh Penguatan Atau Pengalaman
Tertentu Sehingga Mampu Melakukan Dekonstruksi Religius. Masing-
Masing Berusaha Memperbaiki Atau Melengkapi Kapasitas Religiusitas
Mereka Untuk Mencapai Suatu Tingkat Spiritualitas Tertentu Dalam Realitas
Obyektif Yang Bersifat Plural. Indonesia Sebagai Bangsa Yang Memiliki

1
Aneka Suku, Agama, Ras Dan Bahasa. Terdapat Lebih Dari 300 Kelompok
Etnik Atau Suku Bangsa Di Indonesia (East, 1999, Hal. 88) Atau BPS
Menyatakan Angka 1.340 Suku Bangsa (Gunawan & Rante, 2011, Hal. 212-
224). Dengan Kondisi Yang Begitu Beragam, Jalinan Kebangsaan Indonesia
Sangat Beragam. Kata
Indonesia Sendiri Telah Berhasilmenyatukan 1340 Suku Yang Tersebar
Diantara 17000 Pulau Yang Memiliki Agama, Adat Dan Bahasa Yang
Berbeda Yang Kemudian Mempersatukan Diri Dibawah Naungan Satu Nama
Kondisi Ini Menyebabkan Indonesia Memiliki Struktur Budaya Yang
Berbeda-Beda Dan Unik Di Setiap Wilayah. Perbedaan Ini Dapat Dilihat Dari
Perbedaan Bahasa, Adat Istiadat, Religi, Tipe Kesenian, Dan Lain- Lain. Pada
Dasarnya Suatu Masyarakat Dikatakan Multikultural Jika Dalam Masyarakat
Tersebut Memiliki Keanekaragaman Dan Perbedaan. Keragaman Dan
Perbedaan Yang Dimaksud Antara Lain, Keragaman Struktur Budaya Yang
Berakar Pada Perbedaan Standar Nilai Yang Berbeda-Beda, Keragaman Ras,
Suku, Dan Agama, Keragaman Ciri-Ciri Fisik Seperti Warna Kulit, Rambut,
Raut Muka, Postur Tubuh, Dan Lain-Lain, Serta Keragaman Kelompok Sosial
Dalam Masyarakat.
Kebudayaan Indonesia Merupakan Identitas Bangsa Yang Harus
Dihormati Dan Dijaga Serta Perlu Dilestarikan Agar Kebudayaan Kita Tidak
Hilang Dan Bisa Menjadi Warisan Generasi Yang Akan Datang. Dikarenakan
Ketahanan Budaya Merupakan Identitas Suatu Bangsa. Kebanggaan Bangsa
Indonesia Akan Budaya Yang Beraneka Ragam Sekaligus Mengundang
Tantangan Bagi Seluruh Rakyat Untuk Mempertahankan Budaya Lokal Untuk
Bersinergi Dengan Dinamika Dan Perkembangan Mutakhir (Bandel, 2011,
Hal. 7-8)

2
Masyarakat Indonesia Telah Hidup Dengan Damai Ditengah
Keragaman Budaya, Bahasa Dan Agama. Kehidupan Yang Damai Tercipta
Karena Rasa Persaudaran Dan Kekeluargaan Yang Tercipta Yang Disebabkan
Karena Semua Penduduk Indonesia Telah Mengalami Penderitaan Yang Sama
Yang Disebabkan oleh penjajahan. Sebagaimana Spirit Persaudaraan Yang
Ada Di Fak-Fak Papua Barat Dikenal Dengan Semboyan “Satu Tungkutiga
Batu” Sedangkan Di Kepulauan Raja Ampat Dikenal Semboyan “Satu Rumah
Empat Pintu”. Kedua Semboyan Ini Memiliki Arti Bahwa Islam, Protestan,
Katolik, Dan Kepercayaan Adat Di Tanah Papua Menjadi Pilar Dari Kesatuan
Dan Pembangunan Tanah Papua. Di Samping Islam, Katolik, Dan Protestan,
Animisme Juga Diberikan Penghormatan Yang Sama Sebagai Bagian Dari
Keluarga. Mereka Memiliki Keragaman Agama Antara Satu Dengan Yang
Lainnya (Suardi, 2016, Hal. 299-300)
Senada Dengan Kerukunan Yang Ada Di Papua Kita Bisa Menemukan
Dalam Kehidupan Di Masyarakat Desa Kolam Kanan Kecamatan Barambai
Kabupaten Barito Kuala Memiliki Toleransi. Dengan Anggota Masyarakat
Desa Yang Terdiri Dari Suku Bali, Banjar Dan Jawa Dan Agama Islam,
Hindu Dan Kristen. Masyarakat Desa Kolam Kanan Hidup Dengan Rukun
Dan Damai. Bagi Masyarakat Desa Kolam Kanan Silaturahmi Dan
Musyawarah Menjadi Prinsip Yang Dipegang Teguh Untuk Menciptakan
Kehidupan Yang Damai Ditengah Perbedaan Budaya Dan Agama Yang Ada
Dimasyrakatnya (Akhyar, 2015, Hal. 726-731)

A. Maksud dan Tujuan


1. Memahami Paradigma Keberagama’an
2. Memahami Subtantif, Inklusif Dan Eksklusif Dalam Keberagama’an
3. Memahami Perbedaan Inklusif Dan Eksklusif Dalam Keberagama’an
4. Memahami Multikuralisme Paradigma pendidikan Islam
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Paradigma Keberagamaan

Paradigma Adalah Suatu Keyakinan Atau Kepercayaan Yang


Mendasari Seseorang Dalam Melakukan Segala Tindakan. Selain Itu,
Hadirnya Paradigma Juga Dapat Mempengaruhi Manusia Dalam Hal Berfikir
Dan Bersikap Terhadap Semua Hal. Paradigma Dapat Berubah Seiring
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi.
Sedangkan Keberagamaan Adalah Sebuah Sikap Atas Pemahaman Dari
Hasil Penghayatan, Pengalaman Dan Dasar Keilmuan Seseorang Yang
Menganut Agama Tertentu. Keberagamaan Ini Berfokus Terhadap
Pelaksanaan Atau Implementasi Dari Ajaran Agama Yang Diterimanya Dan
Dipahaminya.
Keberagamaan Berangkat Dari Sebuah Pemahaman Atas Ajaran Dan
Pengalaman Yang Diperoleh Dalam Perjalanan Kehidupannya Akan Memberi
Karakter Dalam Kepribadiannya Bahkan Mentradisi Dalam Pola
Kehidupannya, Dan Pada Akhirnya Mampu Merubah Dunia Yang Ditengarai
Sebagai Sebuah “Kebangkitan Agama”. Sejalan Dengan Perkembangan
Waktu, Masyarakat Semakin Berkembang Yang Diikuti Juga Dengan
Perkembangan Jumlah Ummat Beragama Dengan Berbagai Tradisinya.
Keberanekaan Tradisi Beragama Dalam Masyarakat Sebagai Sebuah
Kenyataan Multikulturalisme, Memaksa Individu Untuk Dapat Hidup
Seimbang Dalam Tatanan Masyarakat Plural. Kenyataan Tak Terelakkan Ini
Secara Dialektik (Berger) Menghasilkan Sebuah Tatanan Sosial Baru Ke Arah
Yang Lebih Kuat, Walaupun Tidak Sampai Pada Tataran Totalitas, Sehingga
Masih Membutuhkan Kemampuan Individu Untuk Dapat Membaca (Derrida)

4
Realitas Sosial Maupun Realitas Sosial Keagamaan Sebagai Sebuah
Kenyataan Tidak Tunggal
Tradisi Keberagamaan Dapat Lebih Dipahami Secara Cermat Dengan
Pendekatan Dimensional7 , Juga Melalui Analisis Definisi Dan Kategori
Sejarah Agama8 . Dimensi-Dimensi Keberagamaan Masyarakat
Membuahkan Hasil Sebuah Definisi Agama Sebagai Suatu System Kultural9 ,
Juga Dapat Menggambarkan Suatu Universalisasi Teologi10. Asal Usul
Munculnya Universalisasi Teologi Adalah Karena Absennya Kepekaan
Ummat Atas Keragaman Bentuk Agama Itu Sendiri Ketika Berjumpa Dengan
Konteks Kebudayaan Yang Berbeda-Beda11, Dan Spiritualisasi Global Yang
Didasarkan Pada Pengalaman.
Rasa Ketuhanan Yang Menegaskan Realitas Tuhan, Memberi
Kontribusi Dalam Kesadaran Manusia13. Seperti Halnya Dalam Sejarah
Spiritual Global Yang Melihat Pada Setiap Tradisi Keberagamaan14, Ketika
Itu Ditemukan Adanya Bukti Dan Implikasi Kebangkitan Keberagamaan
Dalam Berbagai Wilayah Global, Hubungan Antara Kekuatan Religius
Kultural Dan Perilaku Serta Karakter Global Organisasi Sosial Ekonomi.
Pengalaman Beragama Dalam Dunia Kontemporer16 Memberikan Kekuatan
Perilaku Keberagamaan Dalam Masyarakat Yang Telah Termodernkan17.
Misalnya, Kehidupan Religius Di Amerika Bukan Hanya Dilihat Dari
Kunjungan Mereka Ke Gereja, Tetapi Harapan-Harapan Yang Berujung Pada
Tempat Akhirnya Yaitu Surga18, Karena Kehadiran Ke Gereja Tidak
Berperan Untuk Mengintegrasikan Moral.
Efek Kehadiran Ke Gereja Dan Kepercayaan Religius Yang Dikaitkan
Dengan Pertumbuhan Ekonomi, Ditemukan Bahwa Pertumbuhan Ekonomi
Memberikan Dampak Secara Positif Ketika Dikaitkan Pada Kepercayaan

5
Religius Khususnya Tentang Neraka Dan Syurga20 Dan Ada Hubungan
Positif Dalam Keanggotaan Religius Islam Untuk Mempromosikan
Pertumbuhan Ekonomi. Di Dalam Masyarakat Modern Terdapat
Kecenderungan Cara Beragama Yang Berakibat Buruk Kepada Kesehatan
(Mental) Karena Memanfaatkan Agama Hanya Untuk Memenuhi
Kepentingannya Saja22. Hanya Kalangan Politisilah Yang Menggunakan
Agama Sebagai Atau Demi Tujuan-Tujuan Politisnya.
Ketika Terjadi Pembentukan Tradisi Religius Memungkinkan Berbeda
Dari Asal Tradisi Keberagamaannya24. Kecenderungan Keaneka Ragaman
Bentuk Religiusitas Justru Memperkaya Varian Model Gerakan
Pengembangan Tradisi Beragama, Misalnya Muncul Gereja Electronik25,
Tradisi Anak Yahudi Di Inggris26, Dan Perkembangan Tradisi Teologi Hare
Krishna.
Gejala Seperti Ini Tidak Hanya Dapat Ditemukan Di Suatu Tempat
Tertentu Saja, Tetapi Secara Serentak Muncul Kebangkitan Agama Di Barat
Dan Timur28. Kebangkitan Agama Yang Menggambarkan Kesemarakan
Pemikiran Dan Gerakan Keberagamaan Berkisar Pada Worldview29
Berkembang Kearah Studi Budaya Yang Berpusat Pada Nilai-Nilai Dan
Kekuasan30, Dapat Menjelaskan Bagaimana Makna Agama Bagi Diri
Pribadinya31, Kontrol Agama Bergeser Kearah Public32. Hal Ini Dapat
Terlihat Payang Tinggi Pada Penciptaan Mampu Menurunkan Tingkat
Kekerasan Yangda Kasus Di Amerika Bahwa Body And Beauty Bagi Kaum
Protestan Putih Kelas Menengah Merupakan Inti Sesuai Ras Dan Secara
Etnis Eksklusif, Religiosas Popular Yang Berkaitan Dengan Kepercayaan
Yang Mematikan.

6
B. Subtantif, Inklusif Dan Eksklusif Dalam Keagamaan
Subtantif Memiliki Arti Dalam Kelas Nomina Atau Kata Benda Sehingga
Subtantif Dapat Menyatakan Nama Dari Seseorang, Tempat, Atau Semua
Benda Dan Segala Yang Dibendakan.
Inklusif Berasal Dari Bahasa Inggris ( Inclution ) Yang Berarti Sebuah
Tindakan Mengajak Atau Mengikut Sertakan. Sementara Itu Sikap Inklusif
Sendiri Dapat Diartikan Sebagai Cara Pandang Seseorang Akan Adanya
Sebuah Perbedaan, Sikap Ini Juga Sering Dikaitkan Dengan Pandangan
Positif Terhadap Sebuah Perbedaan.
Dan Eksklusif Berasal Dari Bahasa Inggris Juga Yaitu ( Exclution )
Yang Artinya Memisahkan Atau Mengeluarkan, Dapat Diartikan Seseorang
Yang Memiliki Sifat Khusus Maupun Terbatas.

Contoh Sikap Inklusif :

1. Membantu Menyebrangkan Lansia Di Jalan


2. Memberi Tempat Duduk Prioritas Untuk Ibu Hamil Dan Lansia
3. Menghormati Orang Yang Lebih Tua
4. Membantu Orang Yang Butuh Pertolongan
5. Bersikap Ramah Pada Semua Orang
6. Menghargai Orang Yang Berbeda Dari Segi Tentis, Agama Dan Budaya

Manfaat Sikap Inklusif :

1. Dapat Membangun Kesadaran Akan Kepentinganya Kepedulian Terhadap


Sesama
2. Mengurangi Sikap Distriminatif Atau Membeda Bedakan Mengetahui
Hambatan Yang Berkaitan Dengan Sosial Dan Agama Dalam

7
Permasalahan
3. Dapat Menghargai Diri Sendiri Dan Orang Lain
4. Sadar Bahwa Setiap Manusia Memiliki Hak Dan Kewajiban Yang Sama
5. Mewujudkan Tatanan Masyarakat Yang Lebih Dekat Antar Sesama

Contoh Sikap Eksklusif :

1. Kelompok Agama Tertentu Yang Memisahkan Diri Dari Masyarakat


Untuk Membentuk Wilayah Yang Didominasi Kelompok Agamanya
Sendiri
2. Lebih Mementingkan Kepentingan Diri Pribadi Dan Kelompoknya
Daripada Orang Lain Dan Kelompok Yang Tidak Sama
3. Selalu Menganggap Dirinya Paling Benar Dan Menolak Pendapat Orang
Lain
4. Tidak Mau Diajak Kerjasama
5. Tidak Mau Mendengar Kritikan Atau Saran Dari Orang Lain

Dampak Sikap Eksklusif :

1. Selalu Menganggap Dirinya Paling Penting


2. Tertutup Dengan Budaya Lain
3. Rasisme
4. Sulit Melakukan Perubahan
5. Memecah Persatuan
6. Mengolok Olok Kelompok Lain

C. Perbedaan Antara Inklusif Dan Eksklusif

Inklusifisme Dimaknai Sebagai Keberagamaan Terbuka Yang

8
Menganggap Ada Kebenaran Selain Agama Yang Dianut Meskipun Tidak
Sempurna, Sedangkan
Eksklusifisme Dimaknai Sebagai Keberagamaan Yang Tertutup
Dimana Selain Agamanya Adalah Jalan Kesesatan.

D. Multikulturalisme Sebagai Paradigma Pendidikan Islam

Penganut Relativisme Dengan Berpendapat Bahwa Semua Agama Adalah


Sama Benarnya “Every Religion Is A True And Equally Valid As Every
Other” Dimana

Kebenaran Bukan Monopoli Agama Tertentu. Tidak Dibenarkan


Pemeluk Sutatu Agama Menyalahkan Atau Menganggap Sesat Agama Yang
Lain. Pandangan Ini Merupakan Induk Dari Paham Esensialisme,
Singkretisme Dan Pluralisme Agama. Maka Kekeliruan Ketiga Faham Ini Pun
Tidak Jauh Berbeda Dan Tidak Dapat Dipisahkan Dengan Relativisme (Arif,
2008).

Paradigma Pluralisme Berangkat Dari Keinginan Mencari Titik Temu


Antara Agama-Agama Yang Berbeda. Dalam Hal Ini Pluralisme Tidak
Menyamakan Semua Agama Tentunya Jika Pluralisme Menyamakan Semua
Agama Maka Pluraliitas Itu Sendiri Sudah Tidak Ada. Pluralisme Agama
Meupakan Persenyawaan Tiga Preposisi. Pertama, Semua Tradisi Agama
Besara Adalah Sama, Semua Merujuk Dan Menunjuk Realitas Tunggal Yang
Transenden Dan Suci. Kedua, Semua Sama-Sama Menawarkan Jalan
Keselamatan. Dan Yang Ketiga, Semua Tidak Ada Yang Final, Artinya

9
Semua Agama Harus Selalu Terbuka Untuk Dikritisi Dan Direvisi (Byrne,
1995)

Setidaknya Ada Tiga Model Kebijakan Multikultural Yang Bisa


Diimplementasikan Sebuah Negara Untuk Menyikapi Keadaan Bangsa Yang
Beragama Diataranya: Pertama, Model Yang Mengedepankan Nasionalitas,
Nasuionalitas Adalah Hal Baru Yang Dibangun Bersama Tanpa
Memperhatikan Aneka Ragam Suku Bangsa, Agama Dan Bahasa.
Nasionalitas Berfungsi Sebagai Perekat Integrasi Bangsa Dan Negara. Dalam
Model Ini Setiap Orang Berhak Untuk Dilindungi Oleh Negara. Model
Kebijakan Ini Dipandang Sebagai Model Yang Bisa Menghancurkan Akar
Kebudayaan Dan Kebijaksanaan Etnik Yang Menjadi Dasar Pembentukan
Negara Dan Menjadikanya Hanya Masalalu Saja.

Kedua, Model Nasionalitas-Etnik Yang Berdasarkan Kesdadaran


Kolektif Etnik Yang Kuat Yang Landasannya Adalaha Hubungan Darah Dan
Kekerabatan Dengan Para Pendiri Nasional. Selain Dari Itu Kesatuan Bahasa
Juga Merupakan Ciri Nasionalitas-Etnik Ini. Model Ini Dianggap Sebagai
Model Tertutup Karena Orang Luar Yang Tidak Memiliki Hubungan Dengan
Pendiri Nasionalitas-Etnik Ini Akan Tersingkir Dan Diperlakukan Sebagai
Orang Asing. Ketiga, Model Multikultural-Etnik Yang Mengakui Dan
Melindungi Hak-Hak Warga Etnik. Dalam Model Ini Keanekaragaman
Menjadi Realitas Yang Harus Dilindungi Dan Diakui Oleh Negara. Isu Yang
Akan Muncul Dalam Penerapan Model Ini Adalah Isus Minoritas Dan
Mayoritas Atau Siapa Yang Dominan Dan Tidak Dominan Permasalahan Bisa
Menjadi Lebih Kompleks Karena Tidak Selalu Mayoritas Menjadi Kelompok

10
Akan Tetapi Pendidikan Islam Yang Plural Tidak Bertujuan Untuk
Menanamkan Nilai-Nilai Sinkretisme, Relativisme Dan Esensialisme. Karena
Jika Hal Ini Menjadi Tujuan Dari Pendidikan Islam Yang Berwawasan Plural
Dan Multikultural Maka Akan Menghasilkan Patchwork Religion Atau
Agama Gado-Gado Hasil Kombinasi Ajaran-Ajaran Yang Sama Dari Semua
Agama Dan Membuang Ajaran Yang Masih Diperdebatkan. Contohnya
Sikhisme Di India, Baha’isme Di Iran, Cuadaisme Di Vietnam Atau Aliran
Kebathinan Semacam Sumarah, Pangestu, Darmo, Gandul Dan Lain
Sebagainya Di Indonesia

Maka Dalam Hal Ini Pendidikan Islam Yang Berwawasan Plural Dan
Multikultural Bertujuan Untuk Memberikan Pemahaman Kepada Peserta
Didik Akan Realitas Yang Majemuk, Serta Memberikan Pendidikan Tentang
Cara Bersikap Menyikapi Realitas Yang Berbeda. Di Indonesia, Pluralisme
Kerap Dipadankan Dengan Inklusivisme Yang Diartikan Sebagai Paham
Keagamaan Yang Mengakui Dan Menerima Bahwa Agama Lain Memiliki
Potensi Kebenaran Dan Berhak Untuk Menjalankan Aktivitas Keagamaannya
Demi Terwujudnya Kebersamaan Dan Kerukunan Antar Umat Beragama
Tanpa Mereduksi Kecintaan Akan Kebenaran Mutlak Pada Agama Yang
Dipeluk.

Pendidikan Islam Selama Ini Dianggap Sebagai Pabrik Intelektual Yang


Mampu Melahirkan Akto-Aktor Pembangunan Yang Cerdas Dan
Berkepribadian, Juga Mempunya Kemampuan Untuk Dapat Melestarikan
Budaya “Transmission Od Culture” Dan Mampu Memprediksi Masa Depan
Atau Mempunyai Wawasan Keakanan “Infunture”. Adapun Dalam Proses
Pelaksanaannya Pendidikan Multikultural Tidaklah Harus Mengubah

11
Kurikulum. Materi Pendidikan Multikultural Dapat Terintegrasi Pada Mata
Pelajaran Lainnya. Tidak Perlu Menjadi Satu Mata Pelajaran Tersendiri
(Wekke, 2015, Hal. 20-38). Hanya Saja Diperlukan Keterampilan Bagi Guru
Untuk Menerapkannya. Hal Utama Kepada Para Siswa Perlu Diajari
Mengenai Toleransi, Kebersamaan, Ham, Demokratisasi, Dan Saling
Menghargai. Kesempatan Tersebut, Akan Menjadi Peluang Bagi Bekal Hidup
Mereka Di Kemudian Hari Dan Sangat Penting Untuk Tegaknya Nilai-Nilai
Kemanusiaan.

Dalam Proses Pelaksanaannya Sekolah Memegang Peranan Penting


Untuk Menanamkan Nilai Multikultural Pada Siswa Sejak Dini. Bila Sejak
Awal Mereka Telah Memiliki Nilai-Nilai Kebersamaan, Toleran, Cinta
Damai, Dan Menghargai Perbedaan, Maka Nilai-Nilai Tersebut Akan
Tercermin Pada Tingkah-Laku Mereka Seharihari Karena Terbentuk Pada
Kepribadiannya. Bila Hal Tersebut Berhasil Dimiliki Para Generasi Muda
Kita, Maka Kehidupan Mendatang Dapat Diprediksi Akan Relatif Damai Dan
Penuh Penghargaan Antara Sesama Dapat Terwujud.

Paradigma Ini Dimaksudkan Bahwa, Hendaknya Ada Apresiatif


Terhadap Budaya Orang Lain, Perbedaan Dan Keberagaman Merupakan
Kekayaan Dan Khazanah Bangsa Indonesia. Berdasarkan Pandangan
Tersebut, Diharapkan Sikap Ekslusif Yang Selama Ini Bersemayam Dalam
Otak Dan Sikap Membenarkan Pandangan Sendiri (Truth Claim) Dengan
Menyalahkan Pandangan Dan Pilihan Orang Lain Dapat Dihilangkan Atau
Paling Tidak Diminimalisir.

12
Kepada Kita Untuk Memiliki Apresiasi Respek Terhadap Budaya Dan
Agama-Agama Orang Lain. Atas Dasar Ini Maka Penerapan

Multikulturalisme Menuntut Kesadaran Dari Masing-Masing Budaya Lokal


Untuk Saling Mengakui Dan Menghormati Keanekaragaman Budaya Yang
Dibalut Semangat Demokratisasi, Kerukunan, Dan Perdamain. Paradigma
Multicultural Mengharuskan Pendidikan Diselenggarakan Secara Demokratis
Dan Berkeadilan Tanpa Diskriminasi Dengan Menjunjung Tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM), Nilai Keagamaan, Nilai Kultural, Dan Kemajemukan
Bangsa (Indonesia R. , 2013, Hal. 7).

Proses Pendidikan Sebagai Media Pengembangan Pola Keberagamaan


Berbasis Inklusivisme, Pluralis Dan Multikultural, Sehingga Pada Akhirnya
Dalam Kehidupan Masyarakat Tumbuh Pemahaman Keagamaan Yang
Toleran, Inklusif Dan Berwawasan

multikultur, sebab dengan tertanamnya kesadaran demikian, sampai batas


tertentu akan menghasilkan corak paradigma beragama yang hanief. Ini semua
mesti dikerjakan pada level bagaimana membawa pendidikan agama dalam
paradigma yang toleran dan inklusif.

Filosofi Pendidikan Yang Hanya Membenarkan Salah Satu Agama


Tertentu Saja, Tanpa Mau Menerima Kebenaran Agama Lain, Perlu Dikritisi
Untuk Selanjutnya Dibenahi Dan Dilakukan Reorientasi. Konsep Iman-Kafir,
Muslim Non-Muslim, Dan Truth Claim Yang Sangat Berpengaruh Terhadap
Cara Pandang Masyarakat Pada Agama Lain, Semestinya “Dibongkar” Agar
Derivasinya Yaitu Sikap Sosial Yang Bersif At Eksklusif Dan Apologetik.

13
Karena Itu, Dengan Meminjam Filsafat Pendidikan Yang
Dikembangkan Paolo Freire Yang Menegaskan Bahwa Pendidikan Harus
Difungsikan Untuk Pembebasan (Liberation) Dan Bukan Penguasaan
(Domination).

Pendidikan Harus Menjadi Proses Pemerdekaan, Bukan Domestikasi Dan


Bukan Penjinakan Sosial Budaya (Social And Cultural Domestication).
Pendidikan Bertujuan Menggarap Realitas Manusia Sehingga Secara
Metodologis Bertumpu Pada Prinsip Aksi Dan Refleksi Total, Yakni Prinsip
Bertindak Untuk Mengubah Realitas Yang Menindas Sekaligus Secara
Bersamaan Dan Terus-Menerus Berusaha Menumbuhkan Kesadaran Akan
Realitas Dan Hasrat Untuk Mengubah Kenyataan Yang Menindas Tersebut.

Dengan Perspektif Ini, Maka Kini Kita Mesti Melakukan Pembebasan


Terhadap Pendidikan Agama Yang Selama Ini Dilakukan, Dengan Memberi
Warna Yang Lebih Menekankan Dimensi Inklusivitas. Dalam Kondisi
Demikian, Yang Perlu Dilakukan Adalah Melakukan Reorientasi Visi
Pendidikan Agama Yang Berbasis Eksklusif-Monolitis Ke Arah Penguatan
Visi Inklusif Multikulturalis. Hal Ini Dilakukan Karena Telah Terjadi
Kegagalan Dalam Mengembangkan Semangat Toleransi Dan Pluralitas Dalam
Pendidikan Agama, Yang Pada Gilirannya Telah Menumbuhsuburkan
Gerakan Radikalisme Agama. Hal Inilah Yang Mesti Kita Renungkan
Bersama Agar Pendidikan Agama Kita Tidak Menyumbangkan Benih-Benih
Konflik Antar Agama.

Karena Itu, Kebijakan Pendidikan Yang Mengeliminasi Arti Signifikan


Keanekaragaman Dan Kemajemukan Agama, Perlu Diantisipasi Bersama,

14
Sehingga Dalam Merancang Sistem Pendidikan Tidak Hanya Mengandalkan
Basis Kognisi, Tetapi Juga Bagaimana Membentuk Kesadaran Beragama
Dalam Tata Pergaulan Masyarakat Yang Damai Dan Sejahtera. Merancang
Sistem Pendidikan Agama Justru Menampung

Nilai-Nilai Luhur Yang Mendasari Kehidupan Masyarakat Secara Lebih


Substansial. Dengan Logika Pendidikan Agama Seperti Itulah, Kita Dapat
Berharap Tercipta Tata Kehidupan Yang Menghargai Pluralitas, Toleran Dan
Mengupayakan Kehidupan Damai Ditengah Tengah Masyarakat.

15
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberagamaan Masyarakat Kalau Dilihat Dari Masa Ke Masa Ternyata


Menunjukkan Gejala Bahwa Keberagamaan Yang Berorientasi Pada Diri
(Worldview) Bergerak Ke Arah Lingkungan Lebih Luas Atau Masyarakat
Plural Membutuhkan Sebuah Kecerdasan Bagaimana Melihat Kenyataan
Tidak Tunggal. Yaitu, Kemampuan Masyarakat Membaca Diri Dan
Lingkungan Yang Dikatakan Derrida Sebagai Sebuah Tindakan Dekonstruksi,
Ternyata Justru Meningkatkan Religiusitas Mereka Atau Dapat Juga
Dikatakan Bahwa Dekonstruksi Menjadikan Masyarakat Beragama Ke Arah
Keberagamaan Secara Dewasa.
Dan Yang Paling Penting Kita Harus Memperhatikan Lingkungan
Sekitar Masyarakat Mana Yang Menurut Kita Baik Kita Ikuti Dan Mana
Yang Menurut Kita Buruk Kita Tinggalkan Agar Tidak Terjerumus Ke Arah
Yang Tidak Benar Atau Yang Disebut Eksklusifisme.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdalla, Ulil Abshor, 2001, “Kata Pengantar”, dalam (Nur Kholik Ridwan) Islam
Borjuis dan Islam Proletar: Konstruksi Baru Masyarakat Islam Indonesia.
Yogyakarta: Galan Press.

Akhiruddin, K. (2015). Lembaga Pendidikan Islam DI Nusantara. TARBIYA, 1(1).

Wikipedia

https://ibtimes.id

www.gramedia.com

dosensosiologi.com

17

Anda mungkin juga menyukai