Anda di halaman 1dari 7

Nama : Marsmit Pantaleão Airo

NPM : 20.75.6873
Mata Kuliah : Liturgi Inkulturasi

Etnis : Timor-Leste (Tetun)

UPACARA HAKSAU SUKU UMA-UAIN-KRAIK MERUPAKAN TANDA SYUKUR


TERHADAP BEIALA SIRA (LELUHUR)

Pendahuluan

Sedari zaman dulu para leluhur atau Beiala sira dari orang-orang Timor-Leste sudah
membiasakan diri dalam berbudaya untuk berinteraksi terhadap alam sekitar yang berpengaruh
terhadap kehidupan mereka. Mereka telah membiasakan diri dengan kondisi fisik, Sosial,
Budaya, ekonomi, politik dan ekosistem yang membuat mereka menerapkan dirinya dalam
kehidupan sehari-hari mereka, yang mereka rasa penting dalam kehidupan berbudaya yang
diturunklan secara turun-temurun kepada anak dan cucu mereka. Kehidupan Beiala Sira
(Leluhur) diatur dalam suatu tatanan hukum dan perintah yang mereka bangun atas dasar hidup
bekomunitas untuk mengatur kehidupan berbudaya, dalam kehidupan berbudaya yang mereka
praktikan semenjak dilahirkan-nya mereka. Dalam kehidupan budaya mereka, mereka
mepraktekan sebagian besar upacara atau ritus yang menwarnai kehidupan berbudaya mereka
dan sebagai suatu penghormatan kepada tertingi. Contoh dari Sebagian besar ritus itu yalah
“Haksau” atau persembahan kepada Beiala sira (Leluhur) atas penyertaan mereka dalam suatu
aktivitas khusunya dalam kehidupan agraris mereka.

Praktik seperti ini telah dilakukan semejak zaman prasejarah dan masih dilesatarikan di
sebagian tempat yang masih menhayati kehidupan berbudaya secara komunitas besar yaitu
dalam satu rumah adat atau Uma Lulik. Haksau itu pun masih dilestarikan oleh sebagian besar
suku di Negara Timor-Leste di wilayah Timor wekeke, khususnya dalam kehidupan masyarakat
suku uma uain kraik. upacara atau ritual haksau sudah di lestarikan turun-temurun dari leluhur
dari orang uma uain kraik hingga saat ini. Upacara tersebut bukan hanya semata untuk
menghormati Leluhur, tetapi juga atas tertingi dari orang uma uain kraik atau yang bisa mereka
sebut Wu’u Lara.
Haksau dimengerti sebagai persembahan dan simbol syukur atas penyertaan dari Wu’u
Lara melalui para leluhur atau matak malirin mai husi Beiala Sira. Haksau dimengerti juga
dengan, tahun baru adat, karena Ritual ini dilakukan sekali dalam setahun. Dalam kesempatan itu
anak laki-laki dan perempuan akan berkumpul di uma lulik sebagai Uma-ne dan Feto-sa. Dalam
perkumpulan itu mesti diwarnai dengan peristiwa-peristiwa penting.

Pada kesempatan ini penulis mau mengutarakan tentang Ritus dan upaca Haksau dari
tempat kelahirannya yaitu suku uma uain kraik sebagai suatu kehormatan bagi Leluhur. Tulisan
ini di referensi oleh sebagian sumber wawancara yang penulis lakukan dengan orangtua dan
keluarga di kampung. Namun, dari hasil wawancara itu penulisa tidak mendapatkan sumber yang
sangat terperinci, dikarenakan tabu dalam adat suku tersebut jika di utarakan secara terperinci
terutama dalam ucapan-ucapan doa. Maka Penulis menulis dengan pengetahuan yang seadanya
melalui pengalam yang penulis alami semenjak dari kecil.

Kepercayaan dan hubungan Masyarakat Uma Uain Kraik Atas wujud tertinggi “Wu’u
Lara” dan Leluhur “Beiala”

Hubungan masyaraktat uma uain kraik terhadap tertinginya diwujudkan melalui upaca-
upacara kepada beiala sebagai perantara, karena dipercaya bahwa leluhur atau beiala mereka
sudah lebih dulu dan lebih dekat dengan sang tertingi. Upacara yang dipraktekan juga memuat
banyak varian didalamnya, sebagai ucapan syukur dan terimakasih atas matak malirin. Wujud
tertingi atau Wu’u Lara sebagai panutan atau penyemangat bagi masyarakt, karena telah
menyertai mereka di sepanjang kehidupan mereka.

Beiala juga dipercaya sebagai personifikasi atas entitas yang dihormati, yang pernah
hidup dan berpengaruh terhadapm eksistensi kehidupan masyarakat atau manusia. Beiala
sebenarnya juga bisa ditempatkan sebagai perantara ketika berdoa kepada wujud tertinggi.
Personifikasi Wu’u lara bagi masyarakat uma uain kraik di anggap sesuatu yang sangat jauh dan
abstrak, ketika mereka menganggap Wu,u lara abstrak maka dibutuhkan sesuatu yang konkret
dan mampu menyampaikan apa yang menjadi keluhan dan doa kepada Wujud tertinggi dalam
hal ini Wu’u Lara.

Rangkaian Upacara dari Pembuka dan Penutup Upacara “Haksau”


Rangkaian upacara yang akan dibahas disini yalah, upacara-upacara yang meliputi
seluruh rangkaian yang akan dibuat untuk menghormati leluhur, dan mengisi rangkain itu dari
pembukaannya upacara itu sampai pada penutupnya dan upaca itu dilaksanakan selama empat
hari. Serangkaian aktivitas itu antara lain, Taka Uma Kakuluk, Koileta Ai-han, Hare Manu Aten,
Han Hamutuk dan Simu Matak Malirin.

a. Taka Uma Kakuluk

Taka uma kakulu atau memperbaiki atap rumah adat atau uma lulik. Taka uma kakuluk
sebagai rangakian aktivitas yang mendahului Ritus Haksau tersebut. Taka Uma Kakulu
dimengerti sebagai suatu keteladanan anak, cucu untuk melayani leluhurnya dengan
memperbaiki Uma Lulik yang dipercayai bahwa itu tempat tinggal dari Beiala Sira. Pada upaca
ini diwajibkan anak laki-laki untuk menghadirinya dan istri dari anak laki-laki untuk melayani
mereka semenjak terlaksanakannya upacara tersebut. Upaca tersebut biasanya dilaksanakan satu
hari sebelum uacara puncaknya.1

b. Koileta Ai-han

Koileta Ai-han dilakukan oleh semua anak dan cucu dari rumah adat tersebut baik dari
anak laki-laki maupun anak perempuan atau Feto-sa dan Uma-ne. Upacara tersebut dilaksanakan
sehari setelah dilaksanakannya upacara taka Uma Kakulu. Upacara tersebut adalah upacara
panen hasil panenan yang dilaksanakan secara bersamaan baik dari anak perempuan maupun dari
anak-laki dan dilakukan pada pagi hari menjelang matahari terbit. Upacara ini dimaksudkan
untuk menjaga kerukunan dalam keluarga dan menerapkan kerja bergotong royong dalam
keluaraga khusunya pada masyarakat suku Uma Uain Kraik.

Setelah melaksanakan upcara tersebut hasil dari penanan tersebut dibawa ke Rumah Adat
atau Uma Lulik untuk dipersembahkan kepada leluhur dan taruh di kayu di dekat rumah adat
yang disebut tara bandu atau gantungan larangan. Setelah itu Anak Perempuan kembali ke rumah
mereka untuk menyapkan diri untuk melaksanakan upacara haksau tersebut, mereka menyapkan
diri membersihkan diri mereka, sedangkan Anak Laki-Laki, tetap tinggal di Uma Lulik untuk
menjaga rumah adat. Setelah selesainya membersihkan diri, mereka dilarang untuk tidak

1
Hasil wawancara dengan Bpk, Plasidus sarmento, Anak laki-laki tertua Suku uma Uain Kraik, pada 15 november
2021, melalui via telepon. Dan diterjemahkan dari bahasa Makasae.
membersihkan diri mereka lagi sejak acara itu sampai simu matak malirin sebagai upacara
penutup. 2

c. Hare Manu Aten

Sore hari sebelum terlaksananya upacara tersebut anak laki-laki dan perembuat kembali
berkumpul di rumah adat dan masing-masing dari keluarga membawa dengan seekor ayam
kampung untuk disembelihkan dan di ambil hatinya untuk dilihat. Hati ayam tersebut dilihat atau
diramal oleh tua Adat atau biasa disebut dengan Kbahen. Hati Ayam itu diambil untuk
diramalkan oleh Khaben untuk melihat Kehidupan masa depan dari keluarga tersebut dan
mengoreksi masa lalu yang suram, seandainya ada goresan dalam hati ayam tersebut yang
dianggap agak melenceng. Setalah itu hewan persembahan itu di masak dengan cara bakar dan di
potong-potong menjadi Ai-Han Lulik atau Makanan Suci.

Sejak Upacara Penyembelihan Hewan tersebut, imam atau tua adat melakukan Ritual doa
di altar untuk mepersembahkan dan meminta pertolongan dari Beiala. Setiap Ayam di bawa oleh
keluarga dipersembahkan akan disembelih dan di persembahkan kepada beiala sira.

d. Hamulak

Hamulak dilakukan setelah penyembelihan hewan. Hamulak diartikan sebgai Ucapan doa
atau puisi yang dihaturkan kepada Wu’u Lara melalui Beiala. Dalam upacara tersebut tua adat
sangat berperan utama, karena upaca Hamulak inilah sebagai upacara mejelang puncak. Tua adat
berdiri di altar persembahan pada rumah adat atau Uma Lulik dan berdoa kepada Beiala Sira
supaya bisa menerimanya dan meminta pertolongan akan meraka. Upacara itu dilaksanakan pada
Malam hari dan dimegerti bahwa malam hari adalah pagi bagi Beiala dan waktu yang tepat untuk
mempersembahkan persembahan. Persembahan yang dipersembahkan antara lain hasil panen
dan Hewan yang disembelihkan.

Persembahan tersebuit diletakan pada wadah khusus yang dibuat oleh para perempuan
yaitu Lafatik atau nyirun. Di atas Laftatik diletakan, Batar tunu Jagung yang dibakar, Etu husi
fos Rai, Nasi dari padi tanam sendiri dan dimasak di wadah khusus dan hewan yang jadi kurban.
Persembahan tersebut diletakan di atas meja persembahan atau altar rumah adat dan didiamkan

2
Ibid.
di atas meja altar untuk diberikan kepada Beiala untuk menikmatinya dan selanjutnya diberilah
berkat dari mereak di atas persembahan tersebut.3

e. Han Hamutuk, Ai-han Lulik

Setelah upacara Hamulak dan memberikan persembahan kepada leluhur yang diletakan di
atas meja altar Uma Lulik, semua anak dan cucu di panggil semua untuk makan bersama hasil
panen yang mereka panen, karena mereka telah melaksanakan upacara ini denga baik. Puncak
acara tersebut dilaksanakan setelah dipanggilnya semua anak dan cucu baik laki-laki dan
perempuan untuk makan bersama hasil panen dan makanan persembahan yang telah diberkati
oleh Wu’u Lara melalui Beiala Sira. Makanan persembahan itu diturunkan kembali pada tengah
malam dan di santap bersama di rumah adat atau Uma Lulik, dalam makan bersama bahan
persembahan atau han hamutuk Ai-han Lulik itu memilik itahan yang dipisahkan. Laki-laki akan
memakan persembahan tersebut lebih dulu, dipercaya bahwa laki-lakilah yang menjadi tulang
punggung dan menjadi pemimpin untuk masayarakat tersebut, oleh karena itu laki-laki berhak
untuk merasakannya lebih dahulu.

Upacara han Ai-han Lulik tersebut juga dilakukan di dalam rumah adat yang pisahkan
dengan Tempat laki-laki dan tempat perempuan. Setelah selesai makan makanan suci atau Ai-
han lulik tersebut semua berkumpul kembali di beranda rumah adat atrau depan rumah adat
untuk menyanyi bersama demi mengucap syukur dan berjaga bersam Beiala sira yang telah
dipanggil untuk memberkati danmenyertai Upacara tersebut.4

f. Simu bua malus no matak malirin terima Sirih Pinang Dan Berkat

Setelah semalaman berjaga bersama beiala sira, anak dan cucuk di panggil kembali untuk
menerima Bua Malus dan Matak malirin. Sebelum menerima matak malirin semua anak dan
cucu di suruh untuk pergi ke kali untuk mebersihkan badan mereka untuk bisa menmerima
berkat dari beiala. Sehabis membersihkan diri semua Anak dan cucu kembali ke rumah adat
untuk di perciki air berkat yang telah di letakan bersamaan dengan persembahan untuk diberkati
oleh Beiala.

3
Hasil wawancara dengan Mama Pasquela Sarmento, Anak perempuan tertua Suku uma Uain Kraik, pada 13
november 2021, melalui via telepon. Dan diterjemahkan dari bahasa Makasae
4
Hasil wawancara dengan Kakek Jose, Tua Adat Atau Kbahen Suku uma Uain Kraik, pada 10 november 2021,
melalui via telepon. Dan diterjemahkan dari bahasa Makasae
Matak Malirin atau disebut dengan Bua Malus atau Sirih Pinang. Simu Bua Malus dan
Matak Malirin mengacuh pada hijau dan sejuk, yang secara metafora mewakili gagasan
perdamaian, kemakmuran, kesehatan yang baik dan perlindungan dari nasib buruk dan
kemalangan atau kesengsaraan lainya dalam hidup yang diberikan oleh Beiala. Dalam hal ini,
hijau (matak) mewakili gagasan panen yang baik dimana makanan berlimpah, sedangkan sejuk
(malirin) mewakili gagasan perdamayan dalam masyarakat.5

Penutup

Haksau dilakukan sebagai ucapan atas syukur yang berlimpah atas beiala atas penyertaan
dan sebagai perantara kepada wujud tertingi dalam hal ini wu’u lara. Upacara haksau tersebut
dilestarikan dan dilaksanakan secara turun-temurun dan menjadi kepercayaan yang sangat
berintraksi erat dengan penduduk dan masyarakat di Suku Uma Uain Kraik. Upaca itu
dilaksanakan dari tahun ke tahun, zaman ke zaman sampai sekarang. Haksau bukan semata
sebagai suatu upacara khusu yang dilakukan untuk memberikan syukur atas wu’u lara. Namun,
di balik itu juga haksau sebagai upacara syukur dalam keluaga yang bisa menanam dan
memberikan hasil panen yang baik, untuk selalu bisa hidup bersama dalam suatu tatanan
masyarakat yang berbudaya.

Tulisan yang diutarakan penulis di atas, sebagai tanda syukur dan perbincangan yang
singkat anatar orang tua dan keluarga dan juga pengalaman penulis yang penulis alami semenjak
penulis masih kecil. Tulisan di atas sangat jauh dari sempuran dikerenakan keterbatas sumber
baik dari internet buku maupun wawancara. Penulis menulis tulisan ini atas dasar pengetahuan
pribadi dan pengalam yang dirasakan dan di dukung oleh beberapa sumber wawancara.

Arti dari Beberapa kata Bahasa Tetun dan Makasae

Haksau : Sebutan Untuk Acara persembahan di atas


Beiala : Leluhur
Wu’u Lara : Wujud tertingi (Tuhan)
Uma Lulik : Rumah Adat
Taka Uma Kakuluk : Memperbaiki atap rumah
5
Josh Trindad, “Matak-Malirin, Tempu Rai-diak and Halerik: Expresions of what Timorese Longed for in Life”,
dalam ResearchGate, hyttps://www.researchgate.net/publication/342916874_matak-malirin_Tempo_Rai-
diak_and_Halerik_Expression_of_what_Timorese_loged_for_in_life, diakses pada 17 November 2021.
Koileta Ai-Han : Panen
Batar : Jagung
Hare/fos rai : Padi
Hare Manu Aten : Melihat atau meramal Hati Ayam
Kbahen : Tua Adat
Hamulak : Doa atau Puisi
Etu : Nasi
Han Hamutuk : Makan Bersama
Ai-han Lulik : Makanan Suci
Bua Malus : Sirih Pinang
Matak Malirin : Hijau dan Sejuk

Anda mungkin juga menyukai