Anda di halaman 1dari 5

Nasi uduk

12
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Nasi uduk

Nasi uduk yang disajikan di Belanda

Sajian Menu utama

Tempat asal Indonesia

Daerah Jakarta, Jawa

Suhu penyajian Panas atau suhu kamar

Bahan utama Nasi dimasak dalam santan dengan lauk pauk

 Media: Nasi uduk

Bumbu nasi uduk


Nasi uduk adalah hidangan yang dibuat dari nasi putih yang diaron dan dikukus
dengan santan, serta dibumbui dengan pala, kayu manis, jahe, daun
serai dan merica. Hidangan Betawi[1] yang populer ini adalah hidangan persilangan
dua budaya Melayu dan Jawa.[2][3][4]
Nasi uduk biasa dihidangkan dengan emping goreng, tahu goreng, telur dadar
atau telur goreng yang teriris, abon kering, tempe, bawang goreng, ayam
goreng, timun serta sambal kacang.

Etimologi[sunting | sunting sumber]


Menurut buku "Kuliner Betawi Selaksa Rasa & Cerita" (2016) yang disusun oleh
Akademi Kuliner Indonesia, istilah uduk secara etimologis bermakna "susah", yang
menyiratkan bahwa dahulu makanan ini lazim dikonsumsi para petani, pekerja
kasar, atau rakyat kecil.
Teori lain berpendapat bahwa istilah uduk terkait atau berkerabat dengan
istilah aduk, maka nasi uduk bermakna "nasi yang diaduk" atau "nasi campur". [5]
Akan tetapi ada sementara pihak yang mengaitkan nasi uduk dengan Sultan Agung
dari Mataram. Sultan Agung dari Mataram dikatakan menyebut hidangan nasi ini
nasi wuduk, dari kata bahasa Arab tawadhu' yang berarti rendah hati di hadapan
Tuhan.[6][7] Nama uduk serapan dari bahasa Jawa yaitu wuduk.[8][9][10][11][12][13] Nasi ini juga
sering disebut sega gurih (nasi gurih) mengacu pada rasanya yang didominasi
nuansa gurih.[14]

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Menurut buku "Makanan Khas Betawi" (2018) karya Lilly T. Erwin, nasi uduk
adalah hidangan khas Betawi yang sangat populer dan mudah ditemukan di setiap
sudut kota Jakarta.[1] Meskipun kini hidangan ini dikaitkan dengan Jakarta,
sejarahwan kuliner berpendapat bahwa asal mula nasi uduk dapat ditelusuri berasal
dari pengaruh dua budaya kuliner; yakni Melayu dan Jawa.[1][15]
Menurut sejarahwan, terdapat hubungan dagang yang erat dan migrasi antara kota
bandar pelabuhan Malaka dan Batavia, yakni pedagang dan pendatang dari Malaka
ada yang datang dan bermukim di Batavia. Dalam sebuah diskusi bertajuk "Kuliner
Betawiː Silang Budaya", menurut seorang ahli kuliner Betawi, Pudentia, orang
Melayu ada yang pindah dari Malaka ke Batavia, yang mana mereka pun membawa
masakan khas mereka yakni nasi lemak.[1] Sementara itu, pendatang suku Jawa dari
Mataram pun terbiasa memasak nasi dengan santan yang disebut sega gurih.
[1]
Apalagi setelah jatuhnya Portugis Malaka ke tangan Belanda pada tahun 1641,
maka hubungan dagang bandar Malaka dan Batavia kian erat, karena keduanya
dimiliki Belanda. Jejak migrasi suku Melayu ke Batavia dapat terlihat dari adanya
nama bernuansa Melayu, yakni Kampung Melayu, dekat Jatinegara, di Jakarta
Timur.
Ada pula yang mempercayai bahwa nasi uduk konon berasal dari buah pikir Sultan
Agung dari Mataram, yang terinspirasi oleh pengalamannya memakan nasi kebuli.
[16]
Hidangan ini mulai dibuat penduduk pulau Jawa dan dipopulerkan oleh Hindia
Belanda setelahnya.[16]
Menurut Babad Tanah Jawi, sultan Mataram gemar makan "nasi Arab", yang
mungkin merujuk pada berbagai jenis Pilaf atau nasi bergaya Arab. Hidangan nasi
dari arab sering disebut nasi kebuli (populer di kalangan keturunan Arab di
Indonesia) atau nasi biryani (hidangan Muslim India). Kedua hidangan tersebut
paling umum dikenal di kalangan Muslim Jawa pada saat itu. Sultan Agung
kemudian memutuskan untuk membuat "hidangan Arab" versi lokal, menggunakan
bahan-bahan lokal. Ia melakukan ini antara lain untuk mengurangi pengeluaran
negara (biaya untuk membeli bahan-bahan impor untuk membuat masakan nasi
khas arab sangat tinggi) dan untuk meningkatkan kebanggaan lokal. [6]
Tak lama kemudian, sega uduk menjadi bagian dari "syarat" dalam upacara "terima
kasih" adat Jawa, yang sering disebut banca'an (bancakan) atau slametan. Nasi
uduk dapat ditemukan dalam sega berkat,[17] paket makanan (biasanya berisi nasi,
sayuran, dan lauk pauk), atau disajikan sebagai tumpeng, untuk dibagikan setelah
upacara atau acara selesai. Sega uduk juga menjadi hidangan wajib untuk disajikan
saat Wiwitan, ritual persembahan menjelang panen yang biasanya diadakan di
beberapa daerah Jawa.[18]
Nasi uduk diperkenalkan ke Batavia oleh para pendatang dari Jawa pada tahun
1628, dan kemudian menjadi hidangan populer di Batavia. [16] Orang Betawi yang
menjual masakan ini akan sering menambahkan sentuhan Betawi dengan
menambahkan semur jengkol. Nasi uduk juga populer di kalangan diaspora Jawa
di Suriname dan Belanda. Dalam bahasa Belanda nasi uduk disebut rijst vermengd
met onrust van de liefde (disingkat jaloerse rijst).[butuh rujukan]

Lauk pauk[sunting | sunting sumber]

Nasi uduk dengan daging sapi goreng empal,


semur jengkol dan krecek (kulit sapi dimasak dalam santan pedas)

Nasi uduk khas Betawi, semua lauk pauk seperti


telur, tempe, sambal, bihun goreng, dan krupuk dicampur di piring

Nasi uduk bungkus dengan lauk ayam suwir, irisan


timun, suwir dadar, dan tempe orek (tempe yang ditumis kecap)
Untuk acara atau upacara tertentu, nasi uduk biasanya disajikan dengan masakan
tradisional Jawa seperti kering tempe, urap, dan sambel goreng (kentang/kentang,
krecek/kulit sapi, teri/ikan teri, dll). Sumber protein sederhana, seperti telur rebus,
tempe goreng, atau tahu goreng, juga bisa menjadi pelengkap lauk.
Dalam acara slametan, nasi uduk biasanya disajikan bersama hidangan lain, seperti
irisan telur goreng, telur bumbu, atau rendang. Beberapa orang juga
menambahkan mie goreng atau bihun ke dalam hidangan nasi
uduk. Krupuk, rempeyek, atau emping juga bisa ditambahkan.
Nasi uduk ala Jakarta bisa dibilang merupakan perpaduan antara nasi uduk Jawa
dan nasi lemak Melayu. Nasi uduk ala Betawi biasanya disajikan bersama semur
jengkol sebagai sentuhan khas Betawi, dan ditambahkan beberapa ciri khas nasi
lemak, seperti teri kacang (mirip dengan sambel goreng teri Jawa, tetapi tidak pedas
dan biasanya dimasak dalam bentuk orek).
Sambal kadang-kadang ditambahkan dalam nasi uduk biasa yang dijual di kaki lima,
tetapi sambal bukan prasyarat untuk nasi uduk yang disajikan dalam acara tertentu.
Secara umum, jenis sambal apa pun bisa digunakan sebagai pelengkap nasi uduk.

Nasi uduk di Jakarta[sunting | sunting sumber]


Setiap lingkungan di Jakarta memiliki varian nasi uduk sendiri, salah satu varian nasi
uduk yang populer adalah Nasi uduk Slipi dari Jakarta Barat. Daerah Kebon Kacang
dekat Tanah Abang di Jakarta Pusat juga terkenal dengan nasi uduk khasnya. [19]
Nasi uduk adalah hidangan populer bagi para komuter yang sibuk di Jakarta,
terutama karena harganya yang terjangkau (harga satu porsi rata-rata Rp. 10.000).
Hidangan ini dapat ditemukan sepanjang hari. Beberapa warung pinggir jalan hanya
buka di pagi, siang, atau malam hari, tergantung pada demografi daerah sekitarnya.
Kios di dekat pemukiman penduduk, pasar, stasiun kereta api, dan sekolah biasanya
buka dari pagi hingga siang hari, sedangkan yang di dekat kantor dan pinggir jalan
biasanya buka pada sore hingga tengah malam. [19]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]


 Nasi becek
 Nasi gandul
 Nasi gemuk
 Nasi kuning
 Nasi kebuli
 Nasi lemak
 Nasi liwet
 Nasi uduk ungu

Referensi[sunting | sunting sumber]


1. ^ Lompat ke:a b c d e Mentari, Alma Erin (2021-02-21). Mentari, Alma Erin, ed. "Sejarah
Nasi Uduk, Konon Sudah Ada Sejak Ratusan Tahun Lalu". Kompas.com. Diakses
tanggal 2022-10-15.
2. ^ Sejarah Nasi Uduk Perkawinan Dua Bangsa[1]
3. ^ 5 Fakta Nasi Uduk, Kuliner Hasil Persilangan Budaya Jawa-Melayu[2]
4. ^ Sejarah Nasi Uduk, Berawal dari Kegemaran Sultan Agung Mataram Menyantap Nasi
Arab[3]
5. ^ "Where to Eat in Cikini: Nasi Uduk Gondangdia". Jakarta by Train. 11 December 2014.
6. ^ Lompat ke:a b "Makanan Syariah". [pranala nonaktif]
7. ^ "What is Tawadhu'?".
8. ^ wuduk (wudU?) : naam van een spijs; rijst in kokosmelk gekookt. Sumber: Javaansch-
Nederduitsch Woordenboek, Gericke en Roorda, 1847, #16.wuduk (wudU?) : naam van
een spijs; rijst in kokosmelk gekookt. Sumber: Javaansch-Nederduitsch Woordenboek,
Gericke en Roorda, 1847, #16.
9. ^ wuduk : riz cuit dans du lait de coco. Sumber: Dictionnaire Javanais-Français, L'Abbé P.
Favre, 1870, #917.
10. ^ uduk (udU?) : (Bl) wuduk. Sumber: Javaansche Woordenlijst, De Nooy, 1893, #24.
11. ^ wuduk : KW. zva. gurih, Wk. sêga wuduk, N. sêkul wuduk, K. rijst met kokosmelk en
zout (ook wel met jagung, kacang en andere ingrediënten) in een dandang gekookt voor
offerhanden, vgl. liwêt. Sumber: Javaansch-Nederlandsch Handwoordenboek, Gericke
en Roorda, 1901, #918.
12. ^ uduk (udU?) : sêga [x] êngg. pc sêga wuduk. Sumber: Bausastra Jawa,
Poerwadarminta, 1939, #75.
13. ^ wuduk : fat(ty), rich (oj). sêga [x] rice boiled in coconut milk. Sumber: Javanese-English
Dictionary, Horne, 1974, #1968.
14. ^ gurih (gurih) : wuduk. Sumber: Bausastra: Jarwa Kawi, Padmasusastra, 1903, #11.
15. ^ Sejarah Nasi Uduk Perkawinan Dua Bangsa[4]
16. ^ Lompat ke:a b c "Story Behind Nasi Uduk".
17. ^ Sari, Yenny Mustika. "Mengenal Sego Berkat, Nasi Bungkus Daun Jati yang Populer
untuk Hajatan". detikcom.
18. ^ "Melestarikan Tradisi Syukuran Wiwitan Padi dan Ajak Pemuda Kembali ke
Sawah". Suara.com. 27 September 2021. Diakses tanggal 13 Januari 2022.
19. ^ Lompat ke:a b Post, The Jakarta. "The best nasi uduk in Kebon Kacang". The Jakarta
Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 Januari 2022.

Anda mungkin juga menyukai