DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Dahliana Jailani ( 7212442003 )
Hary Wahid Pratama ( 7212442004 )
Nadya Zafira Nasution (7213142014 )
Putri Ayu ( 7213142011 )
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dasar dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk
menambah wawasan bagi mahasiswa, secara khusus:
1. Untuk mengetahui perbedaan biaya absorpsi dan biaya variabel.
2. Untuk mengetahui manfaat variable costing dan full costing.
3. Untuk mengetahui laporan laba rugi variable costing dan full costing.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definifi Biaya Absorpsi (Full Costing) dan Biaya Variabel (Variable
Costing)
a. Biaya Absorpsi (Full Costing)
Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Pendekatan Full
costing yang biasa dikenal sebagai pendekatan tradisional menghasilkan
laporan laba rugi dimana biaya-biaya diorganisir dan disajikan berdasarkan
fungsi-fungsi produksi, administrasi dan penjualan. Laporan laba rugi yang
dihasilkan dari pendekatan ini banyak digunakan untuk memenuhi pihak luar
perusahaan, oleh karena itu sistematikanya harus disesuaikan dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum untuk menjamin informasi yang tersaji dalam
laporan tersebut.
b. Variable Costing
Variable costing merupakkan metode penentuan harga pokok produksi
yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke
dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel Dalam pendekatan ini biaya-
biaya yang diperhitungkan sebagai harga pokok adalah biaya produksi variabel
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik variabel. Biaya-biaya produksi tetap dikelompokkan sebagai
biaya periodik bersama-sama dengan biaya tetap non produksi.
Pendekatan Variable costing di kenal sebagai Contribution approach
merupakan suatu format laporan laba rugi yang mengelompokkan biaya
berdasarkan perilaku biaya dimana biaya-biaya dipisahkan menurut kategori
biaya variabel dan biaya tetap dan tidak dipisahkan menurut fungsi- fungsi
5
produksi, administrasi dan penjualan. Dalam pendekatan ini biaya-biaya
berubah sejalan dengan perubahan output yang diperlakukan sebagai elemen
harga pokok produk. Laporan laba ragi yang dihasilkan dari pendekatan ini
banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak internal oleh karena itu
tidak harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Penentuan harga pokok variabel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
manajemen dalam memperoleh informasi yang berorientasi pada pengambilan
keputusan jangka pendek. yaitu:
1. Membantu manajemen untuk mengetahui batas kontribusi (contribution
margin) yang sangat berguna untuk perencanaan laba melalui analisa
hubungan biaya-volume-laba (cost-profit-volume) dan untuk
pengambilan keputusan (decision making) yang berhubungan dengan
kebijaksanaan manajemen jangka pendek.
2. Memudahkan manajemen dalam mengendalikan kondisi-kondisi
operasional yang sedang berjalan serta menetapkan penilaian dan
pertanggungjawaban kepada departemen atau divisi tertentu dalam
perusahaan
Jika dihubungkan dengan pihak-pihak yang memakai laporan biaya,
maka variabel costing bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk pihak internal, variabel costing digunakan untuk tujuan-tujuan:
Perencanaan laba
Penentuan harga jual produk
Pengambilan keputusan oleh manajemen
Pengendalian biaya
2. Untuk pihak eksternal
Meskipun tujuan utamanya untuk pihak internal, konsep variabel
costing dapat pula digunakan oleh pihak eksternal untuk tujuan:
Penentuan harga pokok persediaan
Penentuan laba
6
2.2 Perbedaan Biaya Absorpsi dan Biaya Variabel
Menurut Mulyadi (2010) Full costing dan Variable costing pada
dasarnya merupakan metode yang berkaitan dengan penentuan harga pokok
produksi. Dalam metode Full costing menentukan harga pokok produksi yang
dimana semua biaya produksi diperhitungkan ke dalam harga pokok produksi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa metode Full costing ini tidak membedakan
antara biaya produksi variabel dan biaya produksi tetap karena akan
dimasukkan ke dalam harga pokok produksi. Sehingga biaya produksi tetap
tersebut masih melekat pada produk yang belum terjual, dengan begitu tidak
membebankan untuk kelangsungan bisnis selanjutnya dan pada periode cost.
Sedangkan metode Variable casting ini merupakan metode penentuan harga
pokok produksi yang hanya memasukkan biaya-biaya yang bersifat variabel ke
dalam harga pokok produksi. Yang mana untuk biaya produksi tetap sendiri
dianggap sebagai periode cost sehingga tidak ada biaya tetap yang belum
dibebankan pada periode tersebut.
Perbedaan pokok antara metode Full costing dan Variable costing
sebetulnya terletak pada perlakuan biaya tetap produksi tidak langsung. Dalam
metode Full costing dimasukkan unsur biaya produksi karena masih
berhubungan dengan pembuatan produk berdasar tarif (budget). sehingga
apabila produksi sesungguhnya berbeda dengan budgetnya maka akan timbul
kekurangan atau kelebihan pembebanan. Tetapi pada Variable costing
memperlakukan biaya produksi tidak langsung tetap bukan sebagai unsur harga
pokok produksi, tetapi lebih tepat dimasukkan sebagai biaya periodik, yaitu
dengan membebankan seluruhnya ke periode dimana biaya tersebut dikeluarkan
sehingga dalam Variable costing tidak terdapat pembebanan lebih atau kurang.
Adapun unsur biaya dalam metode Full costing terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik baik yang sifatnya
tetap maupun variabel. Sedangkan unsur biaya dalam metode Variable costing
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
7
pabrik yang sifatnya variabel saja dan tidak termasuk biaya overhead pabrik
tetap. (Hilton, 2001))
Akibat perbedaan tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan lain yaitu:
Dalam metode Full costing, perhitungan harga pokok produksi dan
penyajian lapora didasarkan pendekatan "fungsi". Sehingga apa yang disebut
sebagai biaya produksi adalah seluruh biaya yang berhubungan dengan fungsi
produksi, baik langsung maupun tidak langsung, tetap maupun variabel. Dalam
metode Variable costing, menggunakan pendekatan "tingkah laku". artinya
perhitungan harga pokok dan penyajian dalam laba rugi didasarkan atas tingkah
laku biaya. Biaya produksi dibebani biaya variabel saja, dan biaya tetap
dianggap bukan biaya produksi Dalam metode Full costing, biaya periode
diartikan sebagai biaya yang tidak berhubungan dengan biaya produksi, dan
biaya ini dikeluarkan dalam rangka mempertahankan kapasitas yang diharapkan
akan dicapai perusahaan, dengan kata lain biaya periode adalah biaya operasi.
Dalam metode Variable costing, yang dimaksud dengan biaya periode adalah
biaya yang setiap periode harus tetap dikeluarkan atau dibebankan tanpa
dipengaruhi perubahan kapasitas kegiatan. Dengan kata lain biaya periode
adalah biaya tetap, baik produksi maupun operasi.
Menurut metode Full costing, biaya overhead tetap diperhitungkan
dalam harga pokok, sedangkan dalam Variable costing biaya tersebut
diperlakukan sebagai biaya periodik. Oleh karena itu saat produk atau jasa yang
bersangkutan terjual, biaya tersebut masih melekat pada persediaan produk atau
jasa. Sedangkan dalam Variable costing, biaya tersebut langsung diakui sebagai
biaya pada saat terjadinya. Jika biaya overhead pabrik dibebankan kepada
produk atau jasa berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka dan jumlahnya
berbeda dengan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya maka selisihnya
dapat berupa pembebanan overhead pabrik berlebihan (over-applied factory
overhead). Menurut metode Full costing, selisih tersebut dapat diperlakukan
sebagai penambah atau pengurang harga pokok yang belum laku dijual (harga
pokok persediaan). Dalam metode Full costing, perhitungan laba rugi
8
menggunakan istilah laba kotor (gross profit). yaitu kelebihan penjualan atas
harga pokok penjualan. Dalam Variable costing, menggunakan istilah marjin
kontribusi (contribution margin), yaitu kelebihan penjualan dari biaya-biaya
variabel.
9
b. Penetapan harga jual
Harga jual produk yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, tentu harga
jual dapat bersaing dipasaran. Penentuan harga jual yang dapat bersaing
bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan. Harga jual yang terlalu
tinggi dapat berakibat kalahnya perusahaan dalam persaingan,
sedangkan harga yang terlalu rendah dapat berakibat tidak tercapainya
tujuan perusahaan yaitu tercapainya laba pada tingkat yang dikehendaki.
Dengan variabel costing penetapan harga jual dapat lebih mudah
dilakukan. Konsep margin kontribusi memudahkan perusahaan untuk
menentukan harga jual yang dapat menutup biaya-biaya tetap seperti
biaya gaji, biaya sewa, pajak dan lain sebagainya.
c. Penentuan titik impas atau peluang pokok
Bila margin kontribusi dan biaya tetap diketahui ada cara perhitungan
yang sederhana untuk menentukan suatu keadaan perusahaan tidak
mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi. Keadaan seperti itu
dikenal dengan istilah peluang pokok atau impas atau Break Even.
d. Alat pengendalian manajemen Laporan-laporan yang didaftarkan pada
variable costing jauh lebih efektif dari full costing untuk pengendalian
manajemen. Hal ini disebabkan oleh 61/242 laporan tersebut dapat
dihubungkan secara lebih langsung dengan sa laba anggaran dalam
periode yang bersangkutan. Penyimpangan dari standart yang
ditentukan dapat lebih mudah diketahui dan lebih cepat dibetulkan.
Selain itu dengan variabel costing dapat ditunjukan dengan jelas
tanggung jawab sesuai dengan garis organisasi, prestasi individu dapat
dievaluasi dari periode yang berjalan.
Kelemahan Variable Costing:
a. Kesulitan dalam pemisahan biaya tetap dan variabel
Untuk dapat diterapkan variable costing, biaya semi variabel harus
dipisahkan kedalam biaya tetap dan biaya variabel. Secara teoritis
10
memang tidak sulit namun dalam praktiknya tidak sepenuhnya dapat
diterapkan.
b. Tidak dapat diterima unuk pelaporan ekstern Dalam prinsip akuntansi
indonesia 1984 (Ikatan Akuntan Indonesia) disebutkan bahwa "harga
pokok barang yang diproduksi meliputi semua biaya bahan baku
langsung yang dipakai, upah langsung serta biaya produksi tidak
langsung, dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo akhir barang
dalam pengolahan". Hal ini berarti bahwa untuk perhitungan dan
pelaporan biaya produksi didasarkan pada konsep full costing.
11
8) Laba bersih
Yang mana untuk mendapatkan laba kotor, dapat dengan menghitung
selisih antara hasil penjualan dan harga pokok produksi/penjualan. Sedangkan
untuk mendapatkan laba bersih, dapat dengan menghitung selisih antara laba
kotor yang telah didapatkan sebelumnya dengan jumlah total dari biaya
pemasaran variabel yang telah dikalikan dengan unit produk yang terjual, biaya
pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum variabel serta biaya administrasi
dan umum tetap.
Perhitungan harga pokok produksi pada metode Variable costing terdiri
dari:
1) Biaya bahan baku
2) Biaya tenaga kerja
3) Biaya overhead pabrik variabel
4) Biaya pokok produksi
Untuk mendapatkan biaya pokok produksi, dengan menjumlahkan biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik variabel yang telah
dikalikan dengan jumlah unit produk yang diproduksi.
Selanjutnya untuk laporan keuangan dari metode Variable costing ini
terdiri dari:
1) Hasil penjualan
2) Biaya produksi variabel
3) Biaya pemasaran variabel
4) Biaya administrasi dan umum variabel
5) Marjin kontribusi
6) Biaya produksi tetap
7) Biaya pemasaran tetap
8) Biaya administrasi dan umum tetap
9) Laba bersih
Dimana untuk mendapatkan marjin kontribusi, hasil penjualan yang
telah dikalikan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dengan cara
12
menghitung selisihnya dengan biaya produksi variabel dan biaya pemasaran
varibel yang telah dikalikan dengan jumlah unit produk yang diproduksi.
Kemudian untuk mendapatkan laba bersih, dapat dengan menghitung selisih
antara marjin kontribusi dengan biaya produksi tetap, biaya pemasaran tetap
dan biaya administrasi dan umum tetap.
13
1) Pelaporan laba rugi kepada pihak eksternal yang telah ditetapkan
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
2) Memisahkan biaya bahan berdasarkan perilaku biaya tetapi berdasarkan
fungsi yang biaya produksi (manufacturing cost) dan biaya non operasi
(non manufacturing cost).
3) Menentukan kinerja fungsional seperti devisa, pabrik, pemasaran dan
administrasi.
Contoh Kasus 1 :
Kalkulasi laporan laba rugi full dan variabel costing serta rekonsiliasi
laba bersih :
14
Perusahaan manufaktur cepat di Jakarta menyajikan data-data produksi
dan operasi untuk 2 tahun, yaitu 2010 dan 2011.
1. Biaya produksi per unit tahun 2010 dan 2011 adalah sama, yaitu :
Bahan baku Rp. 1.300
Upah langsung Rp. 1.500
Overhead pabrik Rp. 200
Biaya produksi variabel per unit Rp. 3.000
Overhead tetap pertahun berdasarkan budged produksi normal 150.000 unit
adalah sebesar Rp. 150.000.000.
2. Data produksi dan persediaan barang jadi serta unit yang dijual :
Keterangan Tahun 2010 Tahun 2011
Persediaan awal 0 unit 30.000 unit
Diproduksi 170.000 unit 140.000 unit
Dijual 140.000 unit 160.000 unit
Persediaan akhir 30.000 unit 10.000 unit
3. Beban operasi terdiri dari:
Beban penjualan variabel 5% dari penjualan tiap tahun ditambah beban pejulan
tetap Rp. 10.000.000 setiap tahun
Beban administrasi (sama tetap), sebesar Rp. 55.000.000 tiap tahun
4. Harga jual per unit, adalah Rp. 5.000.
Diminta:
a. Hitunglah biaya produksi per unit dengan variable costing dan full costing.
b. Hitunglah overhead variances tahun 2010 dan 2011.
c. Susunlah laporan laba rugi, variable costing dan full costing tahun 2010 dan
2011.
d. Buatlah rekonsiliasi selisih laba bersih variable costing dan full costing tahun
2010 dan 2011.
15
Jawab :
a. Biaya produksi per unit (tahun 2010 dan 2011 adalah sama.
Jenis Biaya Produksi Variabel Costing Full Costing
Bahan baku 1.300 1.300
Upah langsung 1.500 1.500
Overhead pabrik variabel 200 200
Overhead tetap 0 1000
Total 1000 4000
Overhead tetap per unit = Rp. 150.000.000 : 150.000 = Rp. 1.000
b. Overhead fixed variance (selisih overhead tetap)
Tahun 2010 = (150.000 - 170.000) Rp 1.000 = Rp. 20.000.000 (F)
Tahun 2011 = (150.000-140.000) Rp.1.000 = Rp. 10.000.000 (U)
Catatan:
Jika unit produksi aktual lebih besar dari yang normal atau menguntungkan
(favorable = F), demikian juga sebaliknya.
c. Laporan laba-rugi variable costing
Catatan:
1. Pada laporan laba rugi variable costing, biaya dibagi menurut perilaku biaya,
yaitu variabel dan tetap.
16
2. Penjualan setelah dikurangi total biaya variabel disebut laba kontrib
(contribution margin-cm).
Laporan laba rugi Full Costing
Catatan:
1. Pada laporan laba rugi full costing, bahwa biaya dipisahkan secara fungsional
yaitu biaya produksi dan biaya non produksi (biaya operasi).
2. Pada laporan laba rugi full costing, mungkin terjadi selisih overhead tetap,
baik yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Selisih overhead
tetap tersebut, disesuaikan terhadap laba kotor, jika menguntungkan menambah
laba kotor, tetapi jika tidak menguntungkan mengurangi laba kotor.
d. Rekonsiliasi laba bersih
Tahun 2010: Laba bersih variable costing Rp. 30.000.000
Laba bersih full costing Rp. 60.000.000
Selisih Rp. 30.000.000
Rekonsiliasi (30.000 unit -0 unit) x Rp. 1.000 Rp. 30.000.000
Tahun 2011: Laba bersih variable costing Rp. 60.000.000
Laba bersih full costing Rp. 45.000.000
Selisih Rp. 15.000.000
Rekonsiliasi (15.000 unit -30.000 unit) x Rp. 1.000 Rp. 15.000.000
Catatan: pengurangan unit di dalam kurung selamanya dianggap plus
17
Contoh Kasus 2 :
Pada tahun 2017, PT. LILO KIDS memiliki data keuangan yang
berhubungan dengan produksi adalah sebagai berikut:
Dari data tersebut diatas, maka laporan laba rugi untuk kedua metode
tersebut adalah sebagai berikut:
18
Selisih laba bersih metode biaya variabel dan biaya penuh:
= 70.000.000 – 50.000.000
= 20.000.000
Berasal dari persediaan akhir 5 unit dengan perbedaan harga pokok
metode biaya variabel dan biaya penuh:
= (184.000 – 180.000) x 5.000
= 20.000.000
19
Laporan laba rugi menurut kalkulasi biaya variabel memisahkan beban
menurut perilaku biaya. Pertama, beban variabel manufaktur atau proses
produksi, pemasaran dan administrasi dikurangi dari penjualan untuk
mendapatkan marjin kontribusi. Kemudian semua beban tetap dikurangkan dari
marjin kontribusi untuk mendapatkan laba bersih kalkulasi biaya variabel.
Sedangkan laporan laba rugi menurut kalkulasi biaya absorbsi
memisahkan beban menurut fungsi. Pertama, harga pokok penjualan
dikurangkan dari penjualan untuk mendapatkan laba kotor (marjin kotor).
Kemudian beban pemasaran dan administrasi dikurangi dari laba kotor untuk
mendapatkan laba bersih kalkulasi biaya absorbsi.
Kunci untuk menjelaskan perbedaan dari kedua laba tersebut adalah
analisis arus overhead tetap. Apabila jumlah yang diproduksi berbeda dengan
yang dijual, overhead tetap akan mengalir keluar dan kedalam persediaan. Apa
bila jumlah overhead dalam persediaan meningkat, maka laba menurut biaya
absorbsi lebih besar dari biaya variabel dengan menghitung kenaikan bersih.
Apabila persediaan tetap atau persediaan berkurang maka laba menurut
kalkulasi biaya variabel lebih besar dari kalkulasi biaya absorbsi.
Perubahan ini dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif biaya
overhead dengan perubahan dalam unit persediaan awal dan persediaan akhir.
Selisih antara laba bersih metode biaya penuh (LP) dan laba bersih biaya
variabel (LV) dapat digambarkan sebagai berikut:
LP - LV = Tarif biaya overhead x (unit produksi – unit penjualan)
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adanya perbedaan perlakuan dari metode tersebut akan mempunyai
dampak pada perhitungan harga pokok produksi dan penyajiannya dalam
laporan laba rugi. Variable costing adalah cara penentuan harga pokok produk
yang hanya memperhitungkan biaya variabel saja. Penentuan biaya variabel
(variable costing) menurut Mulyadi (2005) adalah cara penentuan biaya yang
hanya memperhitungkan biaya variabel yang mencakup biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik variabel sedangkan biaya
produksi tetap, yaitu biaya overhead pabrik tetap dianggap sebagai biaya
periodik (period cost).
Penentuan biaya penuh (absorption costing) yaitu cara penentuan biaya
produk yang membebankan seluruh biaya produksi, baik biaya produksi
variabel maupun biaya produksi tetap ke produk. Activity based costing adalah
penentuan biaya produk dengan cara pembebanan biaya ke produk
menggunakan cost driver dan mengalokasikan biaya berdasarkan
aktivitasaktivitasnya.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan adalah semoga dengan adanya
pemaparan materi dari kelompok kami dapat memberitahukan sedikit
pengetahuan tentang perhitungan biaya absorpsi (full costing) dan biaya
variabel serta manajemen persediaan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Cita, P, dkk. 2021. Buku Ajar Akuntansi Manajemen. Bali: UD Surya
Grafika.
Santioso, Linda, dkk. (2019). Variabel Costing Sebagai Alternatif Costing
Untuk Meningkatkan Kualitas Keputusan Penentuan Harga
Produk. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia. Vol. 2, No. 2, Hal.
315- 322.
Heni Susilowati, S. E. M. M. 2022. Penentuan Harga Pokok Poduksi Full
Costing VS Variabel Costing. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Studi
Ekonomi Modern (STIE STEKOM).
22