Kelompok 4
Faradina 22.2.054
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
kelompok untuk Mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi , dengan topik Pemeriksaan
sampel feses
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa banyak bantuan dari pihak yang
dengan tulus memberikan doa, saran dan kritikan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya
pengetahuan yang kami miliki. oleh karena itu, kami mengharap segala bentuk saran dan
masukan membangun dari berbagai pihak. kami garap sedikit pengetahuan dari makalah kami
dapat diterima dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
BAB II Pembahasan…………………………………………………………………………………………………………………. 5
A. Jenis Pemeriksaan feses…………………………………………………………………………………………………. 6
B. Metode pemeriksaan dan Prinsip………………..…………………………………………………………...…… 12
C. Nilai Rujukan………………………………………………………………………..………………………………………... 18
D. Bahan Kontrol………………………………………………………………………………………………………….……… 18
BAB III Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………….……… 19
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………..…………. 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan feses merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai
bahan pemeriksaan. Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia
melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran
pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan
yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan
sebagai sisa dari proses pernapasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya.
Feses (tinja) juga merupakan hasil pemisahan dan terdiri dari: sisa-sisa makanan, air, bakteri,
zat warna empedu.
Pemeriksaan dengan bahan feses bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman seperti
Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus, Sigela.
3. Apa saja nilai rujukan dan bahan kontrol pada pemeriksaan feses ?
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut (Setya 2013) Pemeriksaan laboratorium meliputi beberapa jenis yang dapat
digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu makroskopis, mikroskopis. kimia. bakteriologis, dan
khusus.
Pemeriksaan makroskopis, meliputi warna, darah, lendir, konsistensi, bau, pH, dan
sisa makanan.
a. Pemeriksaan Bau
Seperti halnya pemeriksaan bau urine, uji bau pada tinja dilakukan dengan
mengibaskan menggunakan telapak tangan terhadap sampel tinja pada wadahnya.
Interprestasi hasil:
1) Normal: Merangsang tetapi tidak terlalu busuk
2) Abnormal: Amis, busuk, tengik
b. Pemeriksaan Warna dan Sisa Makanan Warna dan sisa makanan diuji secara langsung
dengan mengamati tinja secara visual.
Interprestasi hasil:
Dua parameter ini dapat diperiksa secara bersamaan dalam satu langkah kerja, yaitu
dengan menggunakan stik yang ditusukkan kedalam sampel. Interprestasi hasil:
1) Konsistensi:
2) Lendir (diperiksa setelah stik ditusukkan dalam sampel lalu di ambil lagi) Positif
(+): Terdapat lendir yang ikut saat stik diambil Negatif (-): Tidak terdapat lendi
d. Pemeriksaan pH
e. Pemeriksaan Darah
Darah dapat diperiksa secara langsung maupun dengan bantuan reagen kimia untuk
mendeteksi adanya darah samar dalam tinja.
Interprestasi hasil:
Karena unsur-unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka hasil pemeriksaan
mikroskopis tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda
(negatif).(+) (+),(++) saja. Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur
cacing. leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi
a. Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan
bentuk trofozoit.
b. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus,
Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.
c. Leukosit
Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam acetat 10%
pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.
d. Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
e. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari
dinding usus bagian distal.Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada
perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.
f. Kristal
Dalam tinja normal terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak.
Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi,
sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak
g. Makrofag
Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya sering dapat
dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak bergerak.
h. Sel Ragi
Larutan cosin
Sample feses
Objek glass
Cover glass
Batang Lidi
Mikroskop
Handscon Masker
Cara Kerja:
- Buat sediaan apusan tipis pada objek glass lalau teteskan I tetes eosin untuk
pemeriksaan mikrskopis
a. Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar.
Pada keadaan abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah 2
ml/ hari. Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain adalah
preparat Fe, chlorofil, extract daging. senyawa merkuri, Vitamin C dosis tinggi dan
anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-) palsu, sedangkan Lekosit, formalin, cupri
oksida, jodium dan asam nitrat dapat menyebabkan positif (+) palsu.
- Alat pemanas
Cara Kerja:
- Buat emulsi tinja dengan air atau NaCl 0,9% (10 ml) Panasi sampai mendidih.
- Saring emulsi tinja yang masih panas, biarkan filtratnya sampai dingin. Ke dalam
sebuah tabung reaksi lainnya, masukkan kristal benzidin basa seujung pisau (1 gram).
Tambahkan 3 ml asam cuka glasial, kocok sampai kristal benzidin larut dengan
meninggalkan sedikit kristal.
Interpretasi Hasil:
2) Metode Guaiac
Prinsip:
Besi organik ditambah guam guaiac membentuk warna biru, Alat & Bahan:
Cara Kerja:
- Di atas selembar kertas saring yang bersih (bukan kertas WC paper towels) atau
sebuah object glass yang bebas darah. hapuskan sejumlah kecil tinja.
- Selanjutnya tambahkan 2 tetes larutan gum guaiac jenuh segar dalam alkohol 95%
dan 2 tetes hidrogen peroksida 3%
Interpretasi hasil:
Guaiac test masih banyak memberikan hasil positif palsu, dan banyak dipengaruhi
oleh diet, obat, dan non human haemoglobin, serta rehidrasi.
Prinsip:
Persiapan pasien:
-Sampel feses tidak diambil selama atau dalam 3 selama periode menstruasi, atau bila
pasien menderita perdarahan karena wasr atau ada darah di dalam urinnya.
-Konsumsi alkohol, apirin, atau obat lainnya secara berlebihan dapat menyebabkan
iritasi pada lambung sehingga menimbulkan perdarahan. Substansi tersebut di atas
harus dihentikan paling tidak 48 jam sebelum dilakukan pemeriksaan
Cara Kerja:
-Tutup rapat kemudian kocok sampel dengan buffer ekstraksi. Sampel pemeriksaan
ini dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu -20°C bila tidak dalam 1 jam
-Melalui ujung ssimen collection tube, teteskan 2 tetes samel (190μl) ke dalam sumur
sampel (S), kemudian jalankan timer. Hindari terbentuknya gelembung udara di
dalam sumur sampel (S) Tunggu sampai muncul garis merah.
b. Urobilin
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada ikterus
obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja dengan warna
kelabu disebut akholik.
Cara kerja:
-Taruh beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campur dengan larutan
mercurichlorida 10% dengan volume sama dengan volume tinja.
-Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap dan biarkan
c. Urobilinogen
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan terhadap tes urobilin karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak
jumlah urobilinogen yang dickskresilkan per - 24 jam sehingga bermakna dalam
keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.Tetapi pelaksanaan untuk tes
tersebut sangat rumit dan sulit, karena im jarang dilakukan di laboratorium Bila masih
diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan urobilin urin.
d. Blirubin
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal karena bilirubin dalam
usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi
menjadi urobilin Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang
menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka
panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus
yang menyelenggarakan perubahan tadi. Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat
digunakan metode pemeriksaan Fouchet.
Pemeriksaan telur cacing dari feses dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu sediaan
langsung (sediaan basah) dan sediaan tidak langsung (konsentrasi). Metode
pemeriksaan tinja juga dibagi menjadi metode kuantitatif dan metode kualitatif
Metode kualitatif berguna untuk menentukan positif atau negatif cacingan Metode
yang biasa digunakan untuk pemeriksaan kualitatif adalah metode direct slide, metode
flotasi dan metode sedimentasi.Metode kuantitatif berguna untuk menentukan intensitas
infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja. Metode
yang biasa digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif adalah metode Kato-Katz dan
metode stoll (Natadisastra2009).
2.3.1 Pemeriksaan Feses Secara langsung (sediaan basah) adalah metode yang digunakan
bertujuan untuk mengetahui telur cacing pada tinja secara langsung Pemeriksaan feses
secara langsung dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan kaca penutup dan
tanpa kaca penutup (Maulida 2016).
b. Metode Flotasi
Metode ini menggunakan larutan garam jenuh atau gula jenuh sebagai alat untuk
mengapungkan telur. Metode ini terutama dipakai untuk pemeriksaa tinja yang
mengandung sedikit telur (Natadisastra2009).
c. Metode Stoll
Metode ini menggunakan NaOH 0,IN sebagai pelarut tinja, Metode ini baik
digunakan untuk infeksi berat dan sedang. Metode ini kurang baik untuk pemeriksaan
ringan (Natadisastra 2009).
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi
berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur- telurnya. Cara pemeriksaan ini
menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2%
dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran
disekitamya
Cara kerja
- Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau cosin 2%
- Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut
- Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan gelas beda/cover
glass.
Metode ini dapat digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif maupun kualitatif tinja.
Prinsip dari metode ini sama dengan metode direct slide dengan penambahan
pemberian selophane tape yang sudah direndam dengan malanchit green sebagai latar
(Limpomo dan Sudaryanto2014). Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick
smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Metode ini digunakan untuk menemukan
adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur cacing yang terdapat pada
feses. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong "cellahane tape".
Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak
tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan
murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa. Pada metode ini
diadakan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau,
Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa mengeluarkan
tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur
maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.
Cara kerja
- Di atas kertas minyak, di taruh tinja sebesar butir kacang, selanjutnya di atas tinja
tersebut di tumpangi dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehingga di dapatkan
tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar di atas
penyaring
- Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di atas kawat penyaring kurang
lebih 30mg, dengan menggunakan cetakan karton yang berlubang di tanih gelas
preparat yang bersih
- Di biarkan dengan temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi transparan,
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh
yang didasarkan atas BJ (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah
diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit
telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur
terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang
terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda,
Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-
telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.
Cara kerja
- 10 gram tinja di campur dengan 200 ml NaCl jenuh (33%), kemudian di aduk
sehingga larut. Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan penyaring teh.
- Di diamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi di ambil larutan permukaan
dan di taruh di atas gelas obyek, kemudian di tutup dengan cover glass. Di periksa di
bawah mikroskop.
- Di tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan
tabung, didiamkan selama 5-10 menit dan di tutup/di letakkan gelas obyek dan segera
angkat. Selanjutnya di letakkan di atas gelas preparat dengan cairan berada di antara
gelas preparat dan gelas penutup, kemudian di periksadi bawah mikroskop.
Metode ini digunakan untuk menemukan telur cacing dan menghitung jumlah telur
cacing yang terdapat pada feses Pengganti cover glass untuk penutup adalah cellahane
tape.Teknik ini lebih banyak terdapat telur cacing karena digunakan lebih banyak
feses. Teknik mi dianjurkan untuk pemeriksaan masal karena sederhanan dan murah
(Dharma 2016).
Metode ini merupakan metode yang baik untuk memeriksa sampel feses yang sudah
lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifugal dapat
memisahkan antara suspensi dan supematannya sehingga telur cacing dapat
terendapkan(Dharma 2016). Metode sedimentasi kurang efesien dibandingkan dengan
metode flotasi dalam mencari kista protozoa dan banyak macam telur cacing (Natadisastra
2009).
Metode ini menyerupai metode sedimentasi Metode ini baik dipakai untuk
mendiagnosis secara laboratories adanya telur cacing (Nematoda, Trematoda dan
Cestoda), Amoeba dan Guadia lamblia didalam tinja (Natadisastra 2009).
Teknik flotasi menunjukkan sensitivitas yang tinggi sebagai alat diagnosis infeksi soil
transmitted heininth dengan tingkat infeksi rendah. Karenanya banyak digunakan
sebagai diagnosis dalam lingkungan rumah sakit dan lingkup survei epidemiologi.
Di satu sisi, teknik ini cukup komplek dan mahal dikarenakan menggunakan
sentrifugi didalamnya tetapi masih terbaik diantara metode lainnya (Limpomo dan
Sudaryanto 2014), Pemeriksaan ini berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistoma,
Dihothriosephalus, telur yang berpori-pori dari family Taenidae, telur-telur
Achantocephala maupun telur Ascaris yang interfil. Tetapi tidak untuk telur Ascaris
Lumbricoides yang belum dibuahi serta spesimen faeces yang mengandung lemak
dalam jumlah besar (Limpomo dan Sudaryanto 2014). Secara umum efektivitas
pemeriksaan faeces flotasi di pengaruhi oleh jenis larutan pengapung, berat jenis,
waktu apung (periode flotasi) dan homogenisitas larutan setelah proses sentrifugasi.Larutan
pengapung berperan penting dalam menyebabkan telur cacing dapat pengapung
sehingga mudah diamati Cara kerjanya didasarkan atas perbedaan berat jenis larutan
kimia tertentu (1.120- 1,210) dan telur larva cacing (1.050-1,150), sehingga telur-telur
terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-pertikel yang besar yang
terdapat dalam tinja. Bahan pengapung yang lazim digunakan dalam pemeriksaan
tinja metode flotasi adalah larutan NaCl jenuh, glukosa, MgSO4, ZnSO4 proanalis, NaNO3
dan millet jelly (Limpomo dan Sudaryanto 2014).
Metode ini dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi parasit sebagai bagian dari
pemeriksaan rutin ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada tinja atau ketika tanda
klinis menunjukkan terjadi peningkatan kecurigaan infeksi parasit (Limpomo dan
Sudaryanto 2014). Kelebihan dari metode ini adalah cukup mudah dalam
pegerjaannya. Lebih murah daripada metode sentrifugi dan dapat dilakukan meskipun tidak
ada alat sentrifugasi (Levecke et al. 2009). Kekurangan dari metode ini yaitu kurang
efektif dibandingkan dengan metode sentrifugasi, menemukan telur lebih sedikit sehingga
sering mendapatkan hasil negative palsu (Levecke et al. 2009).
Menurut (Levecke et al. 2009) Metode ini digunakan untuk mendiagnosis infeksi
parasit ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada tinja. Berguna sebagai bagian
dari pemeriksaan rutin atau ketika tanda klinis menunjukkan terjadi peningkatan
kecurigaan infeksi parasit. Kelebihan dari metode ini adalah pada beberapa studi dan
publikasi menyebutkan bahwa metode ini mampu menemukan jumlah telur lebih
banyak dan lebih jarang mendapatkan hasil negatif palsu dibandingkan dengan metode
flotasi pasif Kekurangan metode ini adalah membutuhkan alat sentrifus,membutuhkan
biaya yang lebih mahal, dan pengerjaannya lebih rumit dibandingkan metode flotasi pasif
Metode ini biasa digunakan untuk pemeriksaan tinja hewan Metode ini cukup
menjanjikan untuk penilaian efektivitas. Karena memberikan perkiraan jumlah telur
yang akurat dan sangat mudah dilakukan, sehingga sangat cocok untuk digunakan
pada laboratorium yang tidak memiliki peralatan yang lengkap dan laborat yang sedikit
(Levecke et al. 2009).
Metode ini cukup menjajikan untuk pemeriksaan soil transmitted helminth pada
manusia. Metode FLOTAC memiliki kelebihan yakni selama proses pengapungan,
telur cacing akan berkumpul di atas didaerah kolom flotasi dipisahkan dan kotoran-
kotoran tinja sehingga dapat dengan mudah dibaca. Namun metode ini membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam prosesnya dan membutuhkan biaya yang cukup mahal
(Limpomo dan Sudaryanto 2014).
1) Jumlah : 100-300 gram per hari dan 70% air dan 30% sisa makanan
2) Warna : kuning kehijauan
1) Parasit mikro
2) Seluler
Nilai normal feses pada pemeriksaan darah samar adalah negatif. Ini artinya tidak ada
darah samar di dalam feses.
Menurut bentuk bahan kontrol ada yang berupa: bentuk cair, bentuk padat bubuk
(hofilisat) dan bentuk strip. Bentuk liofilisat lebih stabil dan tahan lama dibandingkan
bentuk cair. Bahan kontrol bidang kimia klinik, hematologi dan imunoserologi
umumnya menggunakan bentuk cair dan liofilisat Bidang urinealisa menggunakan
bentuk cair, liofilisat dan strip.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
3. pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan Darah samar, urobilin urobilinogen dan bilirubin.
DAFTAR PUSTAKA
Williams & Wilkins. 5. Gandasoebrata. 2006. Penuntun laboratorium Klinik. Jakarta Timur:
Penerbit Dian Rakyat.
Corwin, Elisabeth J.2001 Buku Saku Patofisiologi Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
(Halaman 518-519)
frances. K. widmann. 1994. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta:
EGC