Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Pemeriksaan Sampel Feses

Kelompok 4

Areta Feodora Effendi 22.2.048

Dian Klarista 22.2.050

Elma Novika Haryani 22.2.052

Faradina 22.2.054

Melania F Alves R Manikin 22.2.062

Shinta Rambu Atanyungga Taralandu 22.2.076

Taqiyah Kamila Az zahra.SR 22.2.081

STUDI SARJANA TERAPAN ANESTESIOLOGI


POLITEKNIK INSAN HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
kelompok untuk Mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi , dengan topik Pemeriksaan
sampel feses
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa banyak bantuan dari pihak yang
dengan tulus memberikan doa, saran dan kritikan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya
pengetahuan yang kami miliki. oleh karena itu, kami mengharap segala bentuk saran dan
masukan membangun dari berbagai pihak. kami garap sedikit pengetahuan dari makalah kami
dapat diterima dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Surakarta, 03 November 2022


DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………………………… 2
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………………………………………. 3
BAB I Pendahuluan…………………………………………………………………………………………………………………. 4
A. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………………. 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………. 4
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………………………………………… 4

BAB II Pembahasan…………………………………………………………………………………………………………………. 5
A. Jenis Pemeriksaan feses…………………………………………………………………………………………………. 6
B. Metode pemeriksaan dan Prinsip………………..…………………………………………………………...…… 12
C. Nilai Rujukan………………………………………………………………………..………………………………………... 18
D. Bahan Kontrol………………………………………………………………………………………………………….……… 18
BAB III Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………….……… 19
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………..…………. 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan feses merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai
bahan pemeriksaan. Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia
melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran
pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan
yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan
sebagai sisa dari proses pernapasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya.
Feses (tinja) juga merupakan hasil pemisahan dan terdiri dari: sisa-sisa makanan, air, bakteri,
zat warna empedu.

Indikasi dilakukan pemeriksaan feses:

Adanya diare dan konstipasi

Adanya darah dalam tinja Adanya lendir dalam tinja

Adanya ikterus Adanya gangguan pencernaan

Kecurigaan penyakit gastrointestinal

Pemeriksaan dengan bahan feses bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman seperti
Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus, Sigela.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja jenis jenis pemeriksaan feses ?

2. Apa saja metode, prinsip, alat dan bahan pemeriksaan feses ?

3. Apa saja nilai rujukan dan bahan kontrol pada pemeriksaan feses ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui jenis jenis pemeriksaan feses

2. Mengetahui metode, prinsip, alat dan bahan pemeriksaan feses


3. Mengetahui nilai rujukan dan bahan kontrol dari pemeriksaan feses

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis jenis Pemeriksaan Feses

Menurut (Setya 2013) Pemeriksaan laboratorium meliputi beberapa jenis yang dapat
digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu makroskopis, mikroskopis. kimia. bakteriologis, dan
khusus.

2.2.1 Pemeriksaan makroskopis

Pemeriksaan makroskopis, meliputi warna, darah, lendir, konsistensi, bau, pH, dan
sisa makanan.

a. Pemeriksaan Bau
Seperti halnya pemeriksaan bau urine, uji bau pada tinja dilakukan dengan
mengibaskan menggunakan telapak tangan terhadap sampel tinja pada wadahnya.
Interprestasi hasil:
1) Normal: Merangsang tetapi tidak terlalu busuk
2) Abnormal: Amis, busuk, tengik
b. Pemeriksaan Warna dan Sisa Makanan Warna dan sisa makanan diuji secara langsung
dengan mengamati tinja secara visual.

Interprestasi hasil:

1) Normal: Kuning kecoklatan

2) Abnormal: Hitam, merah, hijau

c. Pemeriksaan Lendir dan Konsistensi

Dua parameter ini dapat diperiksa secara bersamaan dalam satu langkah kerja, yaitu
dengan menggunakan stik yang ditusukkan kedalam sampel. Interprestasi hasil:
1) Konsistensi:

Normal: Lunak (tidak keras/lembek)

Abnormal: Keras, lembek, dan encer

2) Lendir (diperiksa setelah stik ditusukkan dalam sampel lalu di ambil lagi) Positif
(+): Terdapat lendir yang ikut saat stik diambil Negatif (-): Tidak terdapat lendi

d. Pemeriksaan pH

pH tinja diperiksa menggunakan strip pH dengan bantuan pinset. Kertas pH


menggunakan pinset lalu tempelkan benamkan ke dalam sampel tinja selama 30 detik.
Cocokkan perubahan warna yang terjadi pada kertas pH dengan standar warna strip
pH.

e. Pemeriksaan Darah

Darah dapat diperiksa secara langsung maupun dengan bantuan reagen kimia untuk
mendeteksi adanya darah samar dalam tinja.

Interprestasi hasil:

1) Positif (+): Ada darah

2) Negatif (-): Tidak terdapat darah

2.2.2 Pemeriksaan Mikroskopis

Karena unsur-unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka hasil pemeriksaan
mikroskopis tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda
(negatif).(+) (+),(++) saja. Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur
cacing. leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi

a. Protozoa

Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan
bentuk trofozoit.

b. Telur cacing

Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus,
Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.
c. Leukosit

Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam acetat 10%
pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.

d. Eritrosit

Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.

e. Epitel

Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari
dinding usus bagian distal.Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada
perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.

f. Kristal

Dalam tinja normal terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak.
Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi,
sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak

g. Makrofag

Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya sering dapat
dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak bergerak.

h. Sel Ragi

Pentingnya mengenal struktur ialah supaya jangan dianggap kista amoeba

i. Jamur Pemeriksaan KOH

Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan menggunakan larutan KOH


(kalium hidroksida) untuk mendeteksi adanya jamur. sedangkan pemeriksaan tinja
rutin adalah pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan dengan menggunakan lugol

Alat Dan Bahan Pemeriksaan Feses Lengkap:

Larutan cosin

Sample feses

Objek glass

Cover glass
Batang Lidi

Mikroskop

Handscon Masker

Cara Kerja:

- Lakukan pemeriksaan secara makroskopis warna, konsistensi, lendir dan darah

- Buat sediaan apusan tipis pada objek glass lalau teteskan I tetes eosin untuk
pemeriksaan mikrskopis

- Tutup dengan cover glass dan amati dibawah mikroskop

2.2.3 Pemeriksaan Kimia

a. Darah samar

Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar.
Pada keadaan abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah 2
ml/ hari. Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain adalah
preparat Fe, chlorofil, extract daging. senyawa merkuri, Vitamin C dosis tinggi dan
anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-) palsu, sedangkan Lekosit, formalin, cupri
oksida, jodium dan asam nitrat dapat menyebabkan positif (+) palsu.

Metode Darah samar antara lain :

1) Metode benzidine basa Prinsip

Hemoglobin sebagai peroksidase akan menguraikan HO2 dan mengoksidasi


benzidin menjadi warna biru.

Alat & Bahan:

- Tabung reaksi dan rak tabung

- Alat pemanas

- Kristal benzidin basa

- Hidrogen peroksida (H202) 3% segar

- Asam cuka glasial


- Tinja yang akan diperiksa

Cara Kerja:

- Buat emulsi tinja dengan air atau NaCl 0,9% (10 ml) Panasi sampai mendidih.

- Saring emulsi tinja yang masih panas, biarkan filtratnya sampai dingin. Ke dalam
sebuah tabung reaksi lainnya, masukkan kristal benzidin basa seujung pisau (1 gram).
Tambahkan 3 ml asam cuka glasial, kocok sampai kristal benzidin larut dengan
meninggalkan sedikit kristal.

- Tambahkan 2 ml filtrat tinja, campur.

- Tambahkan 1 ml HO; 3% segar, campur.

Interpretasi Hasil:

Negative (-) tidak ada perubahan warna atau samar-samar

Positif (+) hijau

Positif (++) biru bercampur hijau

Positif (+++) biru

Positif (++++) bin tua

2) Metode Guaiac

Prinsip:

Besi organik ditambah guam guaiac membentuk warna biru, Alat & Bahan:

- Kertas saring atau objek glass

- Asam cuka glasial

- Larutan gum guaiac jenuh dalam alkohol 95%

- Hidrogen peroksida (HO:) 3%

- Tinja yang akan diperiksa

Cara Kerja:
- Di atas selembar kertas saring yang bersih (bukan kertas WC paper towels) atau
sebuah object glass yang bebas darah. hapuskan sejumlah kecil tinja.

- Kemudian tambahakaan 2 tetes asam cuka glasial dan campur.

- Selanjutnya tambahkan 2 tetes larutan gum guaiac jenuh segar dalam alkohol 95%
dan 2 tetes hidrogen peroksida 3%

Interpretasi hasil:

Negative (-) terbentuk warna hijau

Positif (+) terbentuk warna biru

Guaiac test masih banyak memberikan hasil positif palsu, dan banyak dipengaruhi
oleh diet, obat, dan non human haemoglobin, serta rehidrasi.

3) Metode Rapid Chromatographic Immunoassay Merupakan rapid test untuk


mendeteksi darah samar dalam feses pada kadar rendah. Rapid test ini menggunakan
prinsip double antibody sandwich assay untuk mendeteksi sampai 50 ng/ml
hemoglobin dalam feses atau 6ul hemoglobin/g feses.

Prinsip:

Merupakan pemeriksaan kualitatif menngunakan prinsip immunossay untuk


mendeteksi darah di dalam feses. Sampel feses akan bereaksi dengan antibodi anti
hemoglobin dalam membran kromatografi membentuk garis warna.

Persiapan pasien:

-Sampel feses tidak diambil selama atau dalam 3 selama periode menstruasi, atau bila
pasien menderita perdarahan karena wasr atau ada darah di dalam urinnya.

-Konsumsi alkohol, apirin, atau obat lainnya secara berlebihan dapat menyebabkan
iritasi pada lambung sehingga menimbulkan perdarahan. Substansi tersebut di atas
harus dihentikan paling tidak 48 jam sebelum dilakukan pemeriksaan

- Tidak diperlukan pembatasan diet

Cara Kerja:

-Siapkan sampel pemeriksaan


-Buka tutup spesimen collection tube, kemudiaan ambil sampel feses paling tidak
pada 3 tempat yang berbeda menggunakan ujung stick

-Tutup rapat kemudian kocok sampel dengan buffer ekstraksi. Sampel pemeriksaan
ini dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu -20°C bila tidak dalam 1 jam

- Buka test strip FOB

-Melalui ujung ssimen collection tube, teteskan 2 tetes samel (190μl) ke dalam sumur
sampel (S), kemudian jalankan timer. Hindari terbentuknya gelembung udara di
dalam sumur sampel (S) Tunggu sampai muncul garis merah.

-Pembacaan dilakukan pada menit ke 5 dan jangan menginterpretasikan setelah 10


menit.

b. Urobilin

Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada ikterus
obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja dengan warna
kelabu disebut akholik.

Cara kerja:

-Taruh beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campur dengan larutan
mercurichlorida 10% dengan volume sama dengan volume tinja.

-Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap dan biarkan

selama 6-24 jam

- Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah

c. Urobilinogen

Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan terhadap tes urobilin karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak
jumlah urobilinogen yang dickskresilkan per - 24 jam sehingga bermakna dalam
keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.Tetapi pelaksanaan untuk tes
tersebut sangat rumit dan sulit, karena im jarang dilakukan di laboratorium Bila masih
diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan urobilin urin.
d. Blirubin

Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal karena bilirubin dalam
usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi
menjadi urobilin Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang
menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka
panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus
yang menyelenggarakan perubahan tadi. Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat
digunakan metode pemeriksaan Fouchet.

2.3 Metode Pemeriksaan Dan Prinsip

Pemeriksaan telur cacing dari feses dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu sediaan
langsung (sediaan basah) dan sediaan tidak langsung (konsentrasi). Metode
pemeriksaan tinja juga dibagi menjadi metode kuantitatif dan metode kualitatif
Metode kualitatif berguna untuk menentukan positif atau negatif cacingan Metode
yang biasa digunakan untuk pemeriksaan kualitatif adalah metode direct slide, metode
flotasi dan metode sedimentasi.Metode kuantitatif berguna untuk menentukan intensitas
infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja. Metode
yang biasa digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif adalah metode Kato-Katz dan
metode stoll (Natadisastra2009).

2.3.1 Pemeriksaan Feses Secara langsung (sediaan basah) adalah metode yang digunakan
bertujuan untuk mengetahui telur cacing pada tinja secara langsung Pemeriksaan feses
secara langsung dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan kaca penutup dan
tanpa kaca penutup (Maulida 2016).

2.3.2 Pemeriksaan Feses Secara Tidak Langsung

a. Metode Sedimentasi Pengendapan Prinsip pemeriksaan metode sedimentasi adalah


adanya gaya sentrifugal dari sentrifuge yang dapat memisahkan antara suspensi dan
supernatannya sehingga telur cacing akan terendapkan(Maulida 2016)

b. Metode Flotasi
Metode ini menggunakan larutan garam jenuh atau gula jenuh sebagai alat untuk
mengapungkan telur. Metode ini terutama dipakai untuk pemeriksaa tinja yang
mengandung sedikit telur (Natadisastra2009).

c. Metode Stoll

Metode ini menggunakan NaOH 0,IN sebagai pelarut tinja, Metode ini baik
digunakan untuk infeksi berat dan sedang. Metode ini kurang baik untuk pemeriksaan
ringan (Natadisastra 2009).

2.3.3 Metode Natif (Direct Slide)

Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi
berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur- telurnya. Cara pemeriksaan ini
menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2%
dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran
disekitamya

Cara kerja

- Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau cosin 2%

- Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut

- Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan gelas beda/cover
glass.

2.3.4 Metode Kato Katz

Metode ini dapat digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif maupun kualitatif tinja.
Prinsip dari metode ini sama dengan metode direct slide dengan penambahan
pemberian selophane tape yang sudah direndam dengan malanchit green sebagai latar
(Limpomo dan Sudaryanto2014). Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick
smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Metode ini digunakan untuk menemukan
adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur cacing yang terdapat pada
feses. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong "cellahane tape".
Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak
tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan
murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa. Pada metode ini
diadakan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau,
Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa mengeluarkan
tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur
maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.

Cara kerja

- Sebelum pemakaian, pita selophane di masukkan ke dalam larutan melachite green


selam kurang lebih 24 jam.

- Di atas kertas minyak, di taruh tinja sebesar butir kacang, selanjutnya di atas tinja
tersebut di tumpangi dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehingga di dapatkan
tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar di atas
penyaring

- Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di atas kawat penyaring kurang
lebih 30mg, dengan menggunakan cetakan karton yang berlubang di tanih gelas
preparat yang bersih

- Selanjutnya ditutup dengan pita selophane dengan meratakan tinja di seluruh


permukaan pita sampai sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain.

- Di biarkan dengan temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi transparan,

- Seluruh permukaan di periksa dengan menghitung jumlah semua telur yang


ditemukan dengan perbesaran lemah.

2.3.5 Metode Apung (Flotation Methode)

Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh
yang didasarkan atas BJ (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah
diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit
telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur
terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang
terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda,
Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-
telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.

Cara kerja
- 10 gram tinja di campur dengan 200 ml NaCl jenuh (33%), kemudian di aduk
sehingga larut. Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan penyaring teh.

- Di diamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi di ambil larutan permukaan
dan di taruh di atas gelas obyek, kemudian di tutup dengan cover glass. Di periksa di
bawah mikroskop.

- Di tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan
tabung, didiamkan selama 5-10 menit dan di tutup/di letakkan gelas obyek dan segera
angkat. Selanjutnya di letakkan di atas gelas preparat dengan cairan berada di antara
gelas preparat dan gelas penutup, kemudian di periksadi bawah mikroskop.

2.3.6 Teknik Sediaan Tebal

Metode ini digunakan untuk menemukan telur cacing dan menghitung jumlah telur
cacing yang terdapat pada feses Pengganti cover glass untuk penutup adalah cellahane
tape.Teknik ini lebih banyak terdapat telur cacing karena digunakan lebih banyak
feses. Teknik mi dianjurkan untuk pemeriksaan masal karena sederhanan dan murah
(Dharma 2016).

2.3.7 Metode Sedimentasi Formol Ether(Ritchie)

Metode ini merupakan metode yang baik untuk memeriksa sampel feses yang sudah
lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifugal dapat
memisahkan antara suspensi dan supematannya sehingga telur cacing dapat
terendapkan(Dharma 2016). Metode sedimentasi kurang efesien dibandingkan dengan
metode flotasi dalam mencari kista protozoa dan banyak macam telur cacing (Natadisastra
2009).

2.3.8 Metode Sclotip

Metode ini digunakan untuk pemeriksaan telur Enterobius vermicularis Pemeriksaan


dilakukan pada pagi hari sebelum anak kontak dengan air, anak yang diperiksa
berumur 1 sampai 10 tahun. Cara pemeriksaan adalah dengan menggunakan plester
plastik yang tipis dan bening dan plester tersebut ditempelkan pada lubang anus kemudian
plester terebut ditempelkan pada permukaan objek glass (Limpomo dan Sudaryanto 2014)

2.3.9 Metode Stoll


Metode ini menggunakan NaOH 0.1N sebagai pelarut tinja, Metode ini baik
digunakan untuk infeksi berat dan sedang. Metode ini kurang baik untuk pemeriksaan
ringan (Natadisastra 2009).

2.3.10 Metode Merthiolate Iodine Formaldehyde (MIF)

Metode ini menyerupai metode sedimentasi Metode ini baik dipakai untuk
mendiagnosis secara laboratories adanya telur cacing (Nematoda, Trematoda dan
Cestoda), Amoeba dan Guadia lamblia didalam tinja (Natadisastra 2009).

2.3.11 Macam-macam Metode Pengapungan (flotasi)

Teknik flotasi menunjukkan sensitivitas yang tinggi sebagai alat diagnosis infeksi soil
transmitted heininth dengan tingkat infeksi rendah. Karenanya banyak digunakan
sebagai diagnosis dalam lingkungan rumah sakit dan lingkup survei epidemiologi.
Di satu sisi, teknik ini cukup komplek dan mahal dikarenakan menggunakan
sentrifugi didalamnya tetapi masih terbaik diantara metode lainnya (Limpomo dan
Sudaryanto 2014), Pemeriksaan ini berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistoma,
Dihothriosephalus, telur yang berpori-pori dari family Taenidae, telur-telur
Achantocephala maupun telur Ascaris yang interfil. Tetapi tidak untuk telur Ascaris
Lumbricoides yang belum dibuahi serta spesimen faeces yang mengandung lemak
dalam jumlah besar (Limpomo dan Sudaryanto 2014). Secara umum efektivitas
pemeriksaan faeces flotasi di pengaruhi oleh jenis larutan pengapung, berat jenis,
waktu apung (periode flotasi) dan homogenisitas larutan setelah proses sentrifugasi.Larutan
pengapung berperan penting dalam menyebabkan telur cacing dapat pengapung
sehingga mudah diamati Cara kerjanya didasarkan atas perbedaan berat jenis larutan
kimia tertentu (1.120- 1,210) dan telur larva cacing (1.050-1,150), sehingga telur-telur
terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-pertikel yang besar yang
terdapat dalam tinja. Bahan pengapung yang lazim digunakan dalam pemeriksaan
tinja metode flotasi adalah larutan NaCl jenuh, glukosa, MgSO4, ZnSO4 proanalis, NaNO3
dan millet jelly (Limpomo dan Sudaryanto 2014).

2.3.12 Metode Flotasi Pasif

Metode ini dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi parasit sebagai bagian dari
pemeriksaan rutin ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada tinja atau ketika tanda
klinis menunjukkan terjadi peningkatan kecurigaan infeksi parasit (Limpomo dan
Sudaryanto 2014). Kelebihan dari metode ini adalah cukup mudah dalam
pegerjaannya. Lebih murah daripada metode sentrifugi dan dapat dilakukan meskipun tidak
ada alat sentrifugasi (Levecke et al. 2009). Kekurangan dari metode ini yaitu kurang
efektif dibandingkan dengan metode sentrifugasi, menemukan telur lebih sedikit sehingga
sering mendapatkan hasil negative palsu (Levecke et al. 2009).

2.3.13 Metode Flotasi Sentrifugas

Menurut (Levecke et al. 2009) Metode ini digunakan untuk mendiagnosis infeksi
parasit ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada tinja. Berguna sebagai bagian
dari pemeriksaan rutin atau ketika tanda klinis menunjukkan terjadi peningkatan
kecurigaan infeksi parasit. Kelebihan dari metode ini adalah pada beberapa studi dan
publikasi menyebutkan bahwa metode ini mampu menemukan jumlah telur lebih
banyak dan lebih jarang mendapatkan hasil negatif palsu dibandingkan dengan metode
flotasi pasif Kekurangan metode ini adalah membutuhkan alat sentrifus,membutuhkan
biaya yang lebih mahal, dan pengerjaannya lebih rumit dibandingkan metode flotasi pasif

2.3.14 Metode Me Master

Metode ini biasa digunakan untuk pemeriksaan tinja hewan Metode ini cukup
menjanjikan untuk penilaian efektivitas. Karena memberikan perkiraan jumlah telur
yang akurat dan sangat mudah dilakukan, sehingga sangat cocok untuk digunakan
pada laboratorium yang tidak memiliki peralatan yang lengkap dan laborat yang sedikit
(Levecke et al. 2009).

2.3.15 Metode Flotac

Metode ini cukup menjajikan untuk pemeriksaan soil transmitted helminth pada
manusia. Metode FLOTAC memiliki kelebihan yakni selama proses pengapungan,
telur cacing akan berkumpul di atas didaerah kolom flotasi dipisahkan dan kotoran-
kotoran tinja sehingga dapat dengan mudah dibaca. Namun metode ini membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam prosesnya dan membutuhkan biaya yang cukup mahal
(Limpomo dan Sudaryanto 2014).

2.4 Nilai Rujukan

a. Nilai normal feses pada pemeriksaan makroskopis :

1) Jumlah : 100-300 gram per hari dan 70% air dan 30% sisa makanan
2) Warna : kuning kehijauan

3) Bau: Bau indol, asam butirat, dan scatol

4) Konsistensi: Berbentuk dan agak lunak

5) Lendir: tidak ada

6) Parasit makro : Tidak ada

7) Darah tampak Tidak ada

b. Nilai normal feses pada pemeriksaan mikroskopis

1) Parasit mikro

-Telur dan jentik cacing : negatif (tidak ada)

-Protozoa : negatif (tidak ada)

2) Seluler

Sel epitel: sedikit

Leukosit dan makrofag sedikit

Eritrosit: negatif (tidak ada)

3) Sisa makanan : ada sebanyak 30% dari volume total

c. Nilai normal feses pada pemeriksaan darah samar

Nilai normal feses pada pemeriksaan darah samar adalah negatif. Ini artinya tidak ada
darah samar di dalam feses.

2.5 Bahan Kontrol

Menurut bentuk bahan kontrol ada yang berupa: bentuk cair, bentuk padat bubuk
(hofilisat) dan bentuk strip. Bentuk liofilisat lebih stabil dan tahan lama dibandingkan
bentuk cair. Bahan kontrol bidang kimia klinik, hematologi dan imunoserologi
umumnya menggunakan bentuk cair dan liofilisat Bidang urinealisa menggunakan
bentuk cair, liofilisat dan strip.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pemeriksaan feses masih sering dilakukan pada laboratorium-laboratorium klinik


maupun laboratorium di rumah sakit. Pemeriksaan feses adalah salah satu parameter yang
digunakan untuk membantu dalam penegakan diagnosis suatu penyakit serta menyelidiki
suatu penyakit secara lebih mendalam. Pemeriksaan feses dibagi menjadi 3 macam
pemeriksaan yaitu: pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia.

1. Pemeriksaan makroskopis terdiri dari Pemeriksaan jumlah, pemeriksaan warna,


pemeriksaan bau, pemeriksaan konsistensi pemeriksaan lendir. Pemeriksaan
darah.pemeriksaan nanah, pemeriksaan parasit dan pemeriksaan adanya sisa makanan.
2. Pemeriksaan mikroskopis feses terdiri dan pemeriksaan terhadap Protozoa, telur cacing,
leukosit, eritrosit, epitel, kristal.makrofag, sel ragi, dan jamur.

3. pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan Darah samar, urobilin urobilinogen dan bilirubin.

DAFTAR PUSTAKA

Lewandroski K. 2006. Clinical Chemistry laboratory management & Clinical Corellations.


Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. 5. Gandasoebrata. 2006. Penuntun laboratorium Klinik. Jakarta Timur:
Penerbit Dian Rakyat.

Corwin, Elisabeth J.2001 Buku Saku Patofisiologi Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
(Halaman 518-519)

frances. K. widmann. 1994. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai