Anda di halaman 1dari 82

64

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yang digunakan adalah metode kuantitatif dan

kualitatif, dengan menggunakan desain eksperimen semu (quasi experiment),

dengan rancangan The Separate-Sample Pretest-Posttest Control Group Design,

yang dilakukan pada 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok

kontrol. Desain ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan

adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap variabel

bebas (Polit dan Hungler, 1999).

Rancangan ini juga berupaya mengungkapkan pengaruh antara variabel

bebas dan variabel terkait dengan cara melibatkan kelompok kontrol dan

kelompok intervensi. Pengukuran dilakukan pada kelompok kontrol dan

kelompok intervensi yaitu penyembuhan luka kadar gula darah, ukuran luka. DM

dengan Gangren. Kontrol tidak diberikan intervensi (Burn dan Grobe, 2001).

Desain penelitian diuraikan dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Desain Penelitian The Separate-Sample Pretest-Posttest Control Group Design

(Polit dan Hungler, 1999)

Measurement of Measurement of

Independent variable Dependent variabel

Experimental Pretes Treatment Posttest

Group (OIA) (I) (O2-A)

64

Universitas Sumatera Utara


65

Nonequivalent Posttest

Control group (OIB) (-) (O2-B)

Keterangan :

K-A : Kelompok intervensi (Diet, olahraga, penyembuhan luka, pengobatan

dokter).

K-B : Kelompok kontrol (pengobatan dokter)

I : Intervensi Peran Asuhan Keperawatan dalam penyembuhan luka


gangren pada penderita DM yaitu diet, latihan jasmani, perawatan luka
dan pengobatan.

- : Dilakukan perlakuan/intervensi

O1-A : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, sebelum intervensi.

O2-A : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, sesudah intervensi
selama 12 minggu.

O1-B : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, awal kontrol.

02-B : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, 12 minggu


perlakuan sesudah kontrol.

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah membandingkan

hasil/nilai akhir kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

Tabel 3.1 Intervensi Peran Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan


Luka Gangren pada Penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Sasaran Pendekatan Tujuan Intervensi Frekuensi


Pasien Pemberdayaan Menunjang Melakukan asuhan 45 menit
langsung pasien perubahan perilaku keperawatan 1 kali
untuk meningkatkan merupakan suatu dalam
pemahaman pasien tindakan kegiatan seminggu
akan pencegahan dan atau proses dalam
penyesuaian praktek keperawat
keadaan psikologi an yang diberikan
serta kwalitas yang secara langsung

Universitas Sumatera Utara


66

Tabel 3.1 (Lanjutan)


Sasaran Pendekatan Tujuan Intervensi Frekuensi

lebih baik. kepada pasien


untuk memenuhi
kebutuhan objek
pasien, sehingga
dapat mengatasi
masalah yang
sedang dihadapinya
dan asuhan kepera-
watan dilaksanakan
berdasar kan
kaidah-kaidah ilmu
keperawatan.

Sekunder: Dukungan Untuk mendapatkan Dilakukan Dilaku-


Dukungan sosial dan interaksi dengan sosialisasi dengan kan 4
keluarga keluarga pasien lain bahwa ia keluarga, pasien, kali
di cintai dan diperha- pertemuan, dalam 12
tikan secara fisik dan konsultasi. minggu
psikologis lebih dari
pasangan hidup,
orang tua pasien,
saudara, anak, kera-
bat, teman, rekan
kerja, staf medis
serta kelompok
masyarakat.

Tesier : Advokasi Mendapatkan Dilakukan Dilakukan


Dukungan dukungan pertemuan antara 4 kali
pelayanan pelayanan dari pasien dokter, dalam 12
kesehatan kesehatan antara perawat, keluarga. minggu
lain: Pelayanan
preventif
(pencegahan),
promotif
(peningkatan
kesehatan), kuratif
(pengobatan),
dan rehabilitatif
(pemulihan)

Universitas Sumatera Utara


67

Faktor psikologis yang dilakukan, bertujuan untuk membudayakan

perilaku pasien DM dalam peran asuhan keperawatan dalam penyembuhan luka

DM dengan gangren.

Karena dukungan sosial memungkinkan individu untuk berinteraksi

dengan pasien lain. Selain itu individu dapat mengembangkan kepribadiannya

serta menyadari siapa dirinya dan dimana posisinya dalam hierarki sosial,

sehingga dapat menentukan self identity dan self esteem individu tersebut.

Dukungan sosial juga berfungsi untuk mengurangi stress karena melalui interaksi,

pasien dapat berpikir lebih realistis dan mendapatkan perspektif lain sehingga

dapat lebih memahami masalahnya (Lieberman, 1992).

Pada tahap advokasi peneliti juga melakukan advokasi dengan tenaga

kesehatan tentang Pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan

kesehatan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelas III Ruang 14 serta ruang mawar A dan

Mawar B RSUD Dr.Pirngadi Medan, dengan alasan rumah sakit tersebut

merupakan rumah sakit tipe B, dan sebagai rumah sakit pendidikan dan rujukan

bagi penderita DM.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yang dimulai pada 27 Juni

sampai dengan 27 September Tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara


68

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien luka gangren pada

penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan dirawat di Kelas III Ruang 14 dan

ruang mawar A dan B sebanyak 60 pasien.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini yang dijadikan subjek sebanyak 60 luka gagren pada

penderita DM. Subjek penelitian ini diambil berdasarkan kriteria penelitian dan

persetujuan dari pasien secara sukarela. Subjek penelitian untuk masing-masing

kelompok perlakuan sebanyak 30 pasien. Alasan penentuan sampel 30 pasien

untuk masing-masing kelompok untuk membandingkan dua metode perlakuan

minimal sampelnya 60 pasien sudah bisa mewakili data penelitian.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan tehnik consecutive

sampling dimana semua subyek penelitian yang datang dan memenuhi kriteria

inklusif dimasukan ke penelitian sampai batas waktunya terpenuhi. Adapun

kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Pasien DM Tipe 2

b. Pasien DM dengan komplikasi luka ganggren

c. Pasien berusia 18 – 45 tahun

46-55 tahun

55 tahun keatas

d. Pasien dapat baca, tulis, dan dapat berkomunikasi secara wajar

Universitas Sumatera Utara


69

Kriteria eksklusi :

 Pasien DM Tipe 2 yang tidak bersedia diikutsertakan sebagai responden

penelitian.

 Mengundurkan diri setelah diberikan penjelasan.

 Tidak datang kontrol sesuai dengan prosedur yang telah dijelaskan.

3.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian

a. Mendapatkan perizinan untuk melakukan penelitian di tempat pelayanan

kesehatan yang telah ditetapkan.

b. Mendapatkan persetujuan dan kesediaan menjadi subjek penelitian dari

bapak/ibu yang datang berobat.

c. Melakukan pemeriksaan kadar gula darah pada Bapak/Ibu yang datang

berobat.

d. Melakukan pengumpulan data dengan wawancarai Bapak/Ibu mengenai

karakteristik sosial budaya, umur, jenis kelamin, psikologis, sosial,

pendidikan dan penghasilan.

e. Melaksanakan perawatan luka pada pasien DM dengan gangren secara steril.

Universitas Sumatera Utara


70

Populasi Target

Sampel dibagi dua dengan masing- Sampel : 60 pasien


masing kelompok kontrol sebanyak
30 pasien, dan kelompok perlakuan
sebanyak 30 pasien dengan
menggunakan consecutive sampling
dimana semua subyek penelitian
yang datang dan memenuhi kriteria Perlakuan Kontrol
inklusif dan ekslusif. 30 pasien 30 pasien

Gambar 3.1 Langkah-langkah Pengambilan Sampel

3.5 Pemeriksaan Kadar Gula dalam Darah

Pada awal penelitian kadar gula darah semua sampel 60 pasien yang terdiri

dari kelompok perlakuan 30 pasien, kelompok kontrol 30 pasien. Sampel darah

diambil berupa darah vena sebanyak 10 cc yang dilakukan secara steril oleh

petugas laboratorium RSUD. Dr.Pirngadi Medan. Penelitian dilakukan

pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan ukuran luka baik dari kelompok

perlakuan maupun kelompok kontrol.

3.6 Pemeriksaan Bentuk dan Ukuran Luka DM

a) Mengetahui bentuk luka dan melakukan pengukuran luka, adalah :

i. Komponen penting pada awal pengkajian luka.

ii. Sebagai pedoman untuk mengetahui kemajuan atau kemunduran pada

luka.

Universitas Sumatera Utara


71

iii. Penting dilakukan secara teratur untuk mengetahui keakuratan,

misalnya setiap 3 hari atau seminggu sekali.

b) Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan langsung.

Bertujuan untuk lebih memudahkan petugas maupun pasien/keluarga

untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses penyembuhan luka (yakni,

memahami kondisi luka, apakah luka dalam kondisi kemajuan dan

kemunduran). Pengukuran dilakukan dengan stadium. Pengukuran luka

bisa menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada tidaknya goa dengan

mengukur berputar searah jarum jam, pinset untuk mengukur kedalaman

luka.

c) Alat ukur harus sesuai dan bila alat ukur tersebut digunakan berulang kali,

hindari terjadinya insfeksi silang (nosokomial).

d) Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit sekitar luka untuk menilai apakah

pada luka terdapat selulitis, edenam benda asing, dermatitis kontak atau

maserasi.

3.7 Ethical Clearance dan Informed Consent

Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan :

a. Diusulkan pelaksanaan penelitian di Health Research Ethical Clearance of

North Sumatera Utara pada April 2014. Informed Consent diminta secara

tertulis dari subjek penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr.Pirngadi

Medan dengan memakai manusia sebagai objek penelitian, syarat-syarat

penelitian harus dipenuhi (ethical clearance).

Universitas Sumatera Utara


72

b. Informed Consent

Setiap peserta penelitian mendatangani formulir persetujuan untuk ikut

dalam penelitian, setelah mendapat penjelasan dari Tim Peneliti.

Penjelasan tersebut meliputi :

 Dilakukan perawatan luka pada penderita DM dengan steril.

 Akan dilakukan pengambilan contoh darah.

 Bagi kelompok perlakuan harus makan obat secara teratur.

 Responden harus datang setiap minggu untuk kontrol.

 Penelitian ini tidak akan menimbulkan gangguan pada kesehatan.

 Kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan agar responden datang

memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat.

3.8 Metode Pengumpulan Data

3.8.1 Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket yang disusun

oleh peneliti berdasarkan konsep teoritis, berupa pertanyaan-pertanyaan yang

terdiri dari diet, olahraga fisik, perawatan luka dan pengobatan pada pasien DM

dengan gangren terhadap penyembuhan luka gangren.

Responden merupakan pasien DM yang mengalami komplikasi berupa

luka gangren, yang bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Responden

diberi penjelasan, diminta untuk mengisi identitas dan menandatangani

persetujuan menjadi responden.

Universitas Sumatera Utara


73

3.9 Variabel dan Definisi Operasional

3.9.1 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel - variabel dalam penelitian ini dijelaskan

dalam Tabel 3.2. sebagai berikut :

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1. Diet Mengonsumsi Kuesioner 0. Terpenuhi Ordinal
makanan sesuai jenis,
(observasi) (3-5)
jadwal dan aturan 1. Tidak
makan terpenuhi
(0-2)
2. Olahraga Suatu kegiatan Kuesioner 0. Teratur: Ordinal
Fisik aktivitas tubuh dengan (3-5)
cara menggerak- 1. Tidak
gerakan anggota tubuh teratur :
terutama bagian kaki. (0-2)
3. Perawatan Perawatan luka dengan Kuesioner 0. Baik : Ordinal
luka menggunakan obat (3-5)
gangren antiseptik atau 1. Tidak
desinfektan, dimana baik :
luka biasanya sukar (0-2)
untuk disembuhkan
dan cenderung
meninggalkan bekas
atau putus.
4. Pemberian Suatu pengobatan yang Kuesioner 0. Baik : Ordinal
Insulin diberikan secara (3-5)
teratur untuk 1. Tidak
menurunkan kadar baik :
gula darah baik (0-2)
melalui oral ataupun
injeksi sesuai anjuran
dokter
5. Umur Lama hidup responden Kuesioner 0. 18-45 Ordinal
sampai ulang tahun tahun
terakhir pada saat 1. 46-55
wawancara tahun
2. >55
tahun

Universitas Sumatera Utara


74

Tabel 3.2 (Lanjutan)

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
6. Jenis Perbedaan jenis Kuesioner 0. Laki-laki Ordinal
kelamin kelamin responden 1. Perempuan
7. Psikologis Memahami dan Kuesioner 0. Baik : Ordinal
memprediksi perilaku (5-9)
sehat melalui aspek 1. Tidak
sikap dan keyakinan baik :
individu terhadap DM (0-4)
8. Sosial Dukungan yang Kuesioner 0. Baik: Ordinal
responden dapatkan (4-6)
dari orang-orang yang 1. Tidak
ada disekitar baik :
(0-3)
9. Pendidikan Pendidikan terakhir Kuesioner 0. Tinggi Ordinal
yang dimiliki (Diploma,
responden pada saat Perguruan
wawancara Tinggi)
1. Rendah
(SD,
SMP,
SMA)
10. Penghasilan Jumlah uang yang Kuesioner 0. Tinggi Ordinal
diterima atas usaha (>1.800.0
yang dilakukan 00)
responden yang dapat 1. Rendah
digunakan untuk (<1.800.0
aktivitas ekonomi 00)
11. Kadar Normalnya kadar gula Nesco 0. Baik (80- Ordinal
Gula dalam darah berkisar Multichec 109)
Darah antara k-White 1. Buruk
80 – 109 mg/dL (darah (>109)
vena)
12. Ukuran Mengetahui bentuk Observasi 0. Baik: Ordinal
luka luka dan melakukan Stadium
pengukuran luka 1
1. Buruk
Stadium
II, III, IV,
V

Universitas Sumatera Utara


75

Tabel 3.2 (Lanjutan)

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
13. Penyembuh Dilihat dari ukuran Observasi 0. Baik : Ordinal
an luka luka dan kadar gula ababila
darah responden stadium I
ukuran
luka
KGD 109
kembali
ke
normal.
1. Buruk :
ukuran
luka
stadium
1-5, KGD
:120

3.10 Metode Pengukuran

3.10.1 Validitas dan Reliabilitas

Kualitas data ditentukan oleh validitas dan reliabilitas alat ukur. Validitas

adalah kesahihan, yaitu seberapa dekat alat ukur mengatakan apa yang seharusnya

diukur (Hastono, 2001; Sastroasmoro dan Ismail, 2002). Sementara itu reliabilitas

adalah kehandalan atau ketepatan pengukuran. Suatu pengukuran disebut handal,

apabila ia memberikan nilai yang sama atau hampir sama bila pengukuran

dilakukan berulang-ulang (Sastroasmoro, 2002).

Pengukuran langsung melihat hasil yang diberikan pada pasien antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang dilakukan pada kelompok

intervensi, peran asuhan keperawatan dalam penyembuhan luka DM dengan

gangren terdiri dari diet, latihan jasmani, perawatan luka, pengobatan sedangkan

Universitas Sumatera Utara


76

kelompok kontrol terdiri dari penyembuhan luka, kadar gula darah, ukuran luka,

maka peneliti melakukan uji coba instrumen pada 20 pasien DM yang sedang

memeriksa kesehatannya di RSUD Dr.Pirngadi Medan dan didapatkan nilai r

(Cronbach’s Alpha) 0.813 untuk instrumen ukur diet, perawatan luka, pengobatan

nilai r (cronbach’s Alpha) 0.831 untuk instrumen ukur, olahraga fisik dan nilai r

(Cronbach’s Alpha) 0.864 untuk instrumen ukur pengobatan setelah

membuang/mengganti beberapa item pernyataan dalam instrumen penelitian.

Hasil uji validitas seluruh item pertanyaan yang dipergunakan dalam

penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner

Variabel/Indikator r hitung r tabel Kesimpulan


A.1. Pemberian Diet
Diet1 0.649 0.444 Valid
Diet2 0.785 0.444 Valid
Diet3 0.695 0.444 Valid
Diet4 0.725 0.444 Valid
Diet5 0.784 0.444 Valid
A.2. Olahraga Fisik
Fisik1 0.939 0.444 Valid
Fisik2 0.856 0.444 Valid
Fisik3 0.939 0.444 Valid
Fisik4 0.785 0.444 Valid
Fisik5 0.499 0.444 Valid
A.3. Perawatan Luka
Luka1 0.674 0.444 Valid
Luka2 0.746 0.444 Valid
Luka3 0.716 0.444 Valid
Luka4 0.453 0.444 Valid
Luka5 0.795 0.444 Valid
A.4. Pemberian Insulin
Insul1 0.688 0.444 Valid
Insul2 0.732 0.444 Valid
Insul3 0.628 0.444 Valid

Universitas Sumatera Utara


77

Tabel 3.3 (Lanjutan)

Variabel/Indikator r hitung r tabel Kesimpulan


Insul4 0.666 0.444 Valid
Insul5 0.728 0.444 Valid
A.5. Faktor Psikologis
Psiko1 0.735 0.444 Valid
Psiko2 0.801 0.444 Valid
Psiko3 0.677 0.444 Valid
Psiko4 0.755 0.444 Valid
Psiko5 0.735 0.444 Valid
Psiko6 0.808 0.444 Valid
Psiko7 0.787 0.444 Valid
Psiko8 0.769 0.444 Valid
Psiko9 0.761 0.444 Valid
A.6. Faktor Sosial
Sos1 0.726 0.444 Valid
Sos2 0.764 0.444 Valid
Sos3 0.677 0.444 Valid
Sos4 0.701 0.444 Valid
Sos5 0.726 0.444 Valid
Sos6 0.746 0.444 Valid
Sumber: Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)

Hasil uji validitas tersebut di atas memperlihatkan bahwa seluruh item

pertanyaan memiliki nilai r-hitung >r-table (0.444), sehingga dapat disimpulkan

bahwa seluruh item pertanyaan adalah valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah

instrumen yang dilakukan telah reliabel (Notoatmodjo, 2002). Uji Reliabilitas

dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alpha cronbach. Instrumen

penelitian dikatakan reliabel jika diperoleh alpha lebih atau sama dengan 0.7. Uji

reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban. Sugiono (2006)

menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan reliable atau konsisten jika

Universitas Sumatera Utara


78

digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan

data atau jawaban yang sama, dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam

penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan

metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali

pengukuran, dengan ketentuan : jika nilai r-Alpha > r-table maka dinyatakan reliable

Hasil uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen

penelitian reliabel atau tidak dengan hasil pengujian sebagai berikut :

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian

Variabel Alpha Batas Keterangan


Cronbach’s Reliabilitas
Pemberian diet 0.886 0.7 Reliabel
Olahraga fisik 0.922 0.7 Reliabel
Perawatan luka 0.855 0.7 Reliabel
Pemberian insulin 0.866 0.7 Reliabel
Faktor psikologis 0.835 0.7 Reliabel
Faktor sosial 0.897 0.7 Reliabel
Sumber: Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)

Tabel 3.4 di atas memperlihatkan bahwa hasil uji reliabilitas menunjukkan

alpha cronbach’s lebih besar dari 0,7 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh

variabel /indikator penelitian adalah reliabel.

3.11 Pengolahan Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Pengolahan

data kuantitatif menggunakan perangkat lunak statistik, mulai dari editing, coding,

scoring, transferring, dan cleaning. Jenis data yang diolah adalah data numerik

dan kategorik. Secara garis besar pengolahan data kuantitatif adalah sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


79

3.11.1 Editing Data

Data yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapan pengisian, konsistensi

jawaban serta keterbacaan (kejelasan) jawaban dari setiap kuesioner.

3.11.2 Koding Data

Adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam kategori yang sama. Dalam lembaran tiap responden yang

menjawab “ya” nilainya = 1, “Tidak” nilainya = 0.

Contoh:

Item pertanyaan ke-1 pada variabel pemberian diet. Apakah anda selalu menuruti

keinginan/nafsu makan tanpa mengindahkan aturan makan yang telah ditetapkan.

Jika responden menjawab Ya, maka di input 1 dalam program SPSS. Jika

responden menjawab Tidak, maka di input 0 dalam program SPSS .

0 : Terpenuhi : Jika total jawaban responden 3 – 5

1 : Tidak terpenuhi : Jika total jawaban responden 0 – 2

3.11.3 Entri Data

Memasukkan data jawaban yang telah dilakukan pengkodean dan

memasukkan data nomor jawaban yang telah diisi responden ke dalam komputer

dengan menggunakan program SPSS yang disesuaikan dengan kebutuhan

penelitian. Disebabkan masih memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam

mengentri data maka dilakukan pembersihan data. Salah satu cara yang dilakukan

adalah dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai

kelogisannya.

Universitas Sumatera Utara


80

Tabel 3.5 Indikator Pengukuran Variabel Peran Asuhan Keperawatan


dalam Penyembuhan Luka Gangren Pada Penderita DM di RSUD Dr.
Pirngadi Medan

Variabel Dimensi Indikator Item


1. Pemberian Pasien dianjurkan Konsumsi makanan Dilakukan selama
diet untuk diet yang yang seimbang dengan 12 minggu
sehat. kecukupan gizi yang
baik yaitu karbohidrat Interval :
60-70 % kemudian Minggu 1 s/d 4
protein 10-15%, 20- Minggu 5 s/d 9
25% lemak baik apabila Minggu 10 s/d 12
BB dan TB ideal tidak
baik berat badan
obesitas.
2. Melakukan Memengaruhi Pasien senam kaki Dilakukan selama
olahraga pasien untuk sambil : 12 minggu
kaki/ senam mengajak senam - Duduk dan tidur
kaki secara kaki dalam sebanyak 5 x/hari Interval :
teratur perawatan pasien mengikuti Minggu 1 s/d 4
exercise pada luka gangren pergerakan yang Minggu 5 s/d 9
pasien harus dilakukan dibantu oleh Minggu 10 s/d 12
ditempat oleh perawat yang perawat,
tidur yang menanganinya (di menggerakkan
tidak bisa rumah sakit tidak - kaki keatas dan
bangkit dari dilakukan) kebawah sampai 5 x
tempat tidur. - Menggerakan ujung
jari kaki ke bawah
dan keatas,
kesamping, memutar
5 x, menggerakan
pergelangan kaki ke
kanan dan ke kiri
sampai 5 x. baik : 5x,
tidak baik kurang
dari 5x.

Universitas Sumatera Utara


81

Tabel 3.5 (Lanjutan)

Variabel Dimensi Indikator Item


3. Melakukan Kerjasama Melaksanakan Dilakukan selama
perawatan dengan pasien perawatan luka sehari- 12 minggu
luka gangren keluarga dalam hari dapat mengatasi
dengan melaksanakan kemampuan diri sendiri Interval :
protap perawatan luka untuk lebih terampil Minggu 1 s/d 4
ditutup steril mencuci antara lain tercapainya Minggu 5 s/d 9
dengan kain luka, penyembuhan luka
kasa tipis. memperbaiki dan dengan kriteria :
mempercepat berkurangnya oedema
proses sekitar luka, pus tidak
penyembuhan dan ada dan jaringan baru Minggu 10 s/d 12
menghindari mulai terlihat warna
infeksi, merah mudah. Baik
pencucian luka dilakukan perawatan
untuk kebersihan luka pergantian kain
serta membuang kasa 3x dalam 1 hari,
jaringan yang tidak baik kurang dari
mati mencuci 3x.
luka dengan
cairan luka NaCl
0,9% dilakukan
debridement
(nikrotomi)
membuang
jaringan nektrotik
yang menempel
di luka.lalu diberi
salep cukup
efektif untuk
melindungi kulit
sekitar luka dari
cairan/eksudat
jika eksudat
berlebihan
mengganti
balutan 2-3 x
sehari untuk kulit
yang kering beri
lotion atau
minyak.

Universitas Sumatera Utara


82

Tabel 3.5 (Lanjutan)

Variabel Dimensi Indikator Item


4. Mengkonsumsi Mengontrol Sisa obat yang habis Selama 12
obat sesuai pasien minum diminum pasien minggu jumlah
anjuran obat kerjasama minum obat obat yang
dokter/perawat dengan keluarga sebanyak 90 tablet dikonsumsi habis
(untuk melihat sesuai anjuran dalam 12 minggu. atau tidak habis
kadar gula dokter dalam dihitung
darah kembali waktu 1x24 jam. berdasarkan
normal) pemberian
dokter.

5. Mengontrol Pasien dianjurkan Frekwensi kadar Dilakukan 6x


kadar gula untuk kontrol gula darah mg/dl dalam 12 minggu
darah kadar gula darah - Puasa cek kadar gula
ke rumah sakit 2 Baik 80-109 darah.
minggu sekali di Sedang 110-125
laboratorium. Buruk ≥ 126
- 2 jam
Baik : 80-144
Sedang : 145-179
Buruk : ≥ 180
HbA1c %
< 6,5 baik
6,5-8 sedang
> 8 buruk
Kolesterol (mg/dl)
- Total
Baik < 200, sedang
200-239
Buruk ≥ 240
- LDL < 100 baik
Sedang : 100-129
Buruk > 130
HDL
Baik > 40
Sedang > 40
Buruk > 40
Trigliserida < mg/dl
Baik < 150

Universitas Sumatera Utara


83

Tabel 3.5 (Lanjutan)

Variabel Dimensi Indikator Item


Sedang 150-199
Buruk ≥ 200
Indek massa tubuh
kg/m2
Baik : 18,5 – 23
Sedang : 23-25
Buruk > 25
Tekanan darah
(mmHg)
Baik ≤ 130/80
Sedang :
130-140/80-90
Buruk > 140/90
6. Ukuran luka Stadium luka Naik : tidak baik Dilakukan selama
2,3,4,5 Dilihat stadium 12 minggu
mulai 2 – 5 yaitu :
Hilangnya lapisan Interval :
kulit hingga dermis, Minggu 1 s/d 4
Lesi terbuka sampai Minggu 5 s/d 9
ke tulang atau Minggu 10 s/d 12
tendon (dengan goa),
Penetrasi dalam,
osteo, ileitis,
pyarthrosis, abses
plantar atau infeksi
hingga tendon,
Gangren sebagian,
menyebar dari jari
kaki, kulit sekitar
selulitis, gangren
lembab/ kering.
Baik kembali ke
stadium 1, tidak
terdapat lesi kulit
dalam keadaan baik.

Universitas Sumatera Utara


84

3.12 Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan penelitian dilakukan analisis data sebagai berikut :

3.12.1 Analisis Univariat

Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing

variabel independen, variabel dependen dan variabel perancu.

3.12.2 Analisis Bivariat

Merupakan analisis hasil dari variabel independen yang diduga

mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen, dilakukan dengan

uji chi-square dengan kasus kontrol karena variabel indipenden dan dependen

menggunakan 2 kategori yaitu : baik dan buruk untuk melihat faktor risiko dengan

tabel 2x2 dengan skala ukur ordinal.

3.12.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menganalisis pengaruh intervensi

diet, olahraga fisik, senam kaki, perawatan luka, pengobatan dokter pemberian

insulin sedangkan kelompok kontrolnya penyembuhan luka, kadar gula darah,

ukuran luka, di RSUD Dr.Pirngadi Medan dengan menggunakan uji regresi

logistik berganda pada taraf kepercayaan 95% dengan metode backward stepwise,

sehingga dapat diperoleh model estimasi dan besarnya pengaruh terhadap

penyembuhan luka gangren pada penderita DM.

Universitas Sumatera Utara


85

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian adalah meliputi karakteristik responden, asuhan

keperawatan dan penyembuhan luka gangren pada penderita DM berdasarkan

indikatornya masing masing.

4.1. Karakteristik Responden

Analisis univariat dilakukan untuk menentukan distribusi frekuensi

karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan,

pendapatan, psikologi dan sosial sebagai berikut :

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin,

pendidikan, penghasilan, psikologi dan sosial.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Pada Kelompok Intervensi dan


Kontrol Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Penghasilan,
Psikologi dan Sosial di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Karakteristik Intervensi Kontrol


p
Responden n % n %
Umur
18 – 45 Tahun 6 20,0 8 20,7
46 – 55 Tahun 14 46,7 9 30,0 0,414
55 Tahun 10 33,3 13 43,3
Jenis Kelamin
Laki-laki 7 23,3 13 43,4
0,100
Perempuan 23 76,7 17 56,7
Psikologi
Baik 17 56,7 12 40,0
0,196
Tidak baik 13 43,3 18 60,0

85

Universitas Sumatera Utara


86

Tabel 4.1 (Lanjutan)

Sosial
Baik 17 56,7 11 36,7
0,121
Tidak baik 13 43,3 19 63,3
Pendidikan
Tinggi 11 36,7 5 16,7 0,080
Rendah 19 63,3 25 83,3
Penghasilan
Tinggi 10 33,3 13 43,3 0,426
Rendah 20 66,7 17 56,7

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi,

mayoritas responden berusia 46-55 tahun sebanyak 46,7%, jenis kelamin

perempuan sebanyak 76,7%, psikologi baik sebanyak 56,7%, sosial baik sebanyak

56,7%, pendidikan rendah sebanyak 63,3% dan penghasilan rendah sebanyak

66,7%.

Pada kelompok kontrol mayoritas berumur >55 tahun 43,3%, jenis

kelamin perempuan 56,7%, psikologi tidak baik sebanyak 60%, sosial tidak baik

sebanyak 63,3%, pendidikan rendah sebanyak 83,3% dan penghasilan rendah

sebanyak 56,7%. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa variabel umur,

jenis kelamin, psikologi, sosial, pendidikan dan penghasilan tidak berbeda baik

pada kelompok intervensi maupun kontrol.

Universitas Sumatera Utara


87

Tabel 4.2 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Diet


Kelompok Intervensi dan Kontrol

Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Apakah anda selalu
menuruti keinginan/nafsu
makan tanpa mengindahkan 28 93,3 2 6,7 26 86,7 4 13,3
aturan makan yang telah
ditetapkan
2. Apakah anda makan nasi
pada saat pagi, siang &
21 70,0 9 30,0 15 50,0 15 50,0
malam dengan porsi 1
piring.
3. Apakah anda tidak mau
mengikuti petunjuk tentang 23 76,7 7 23,3 13 43,3 17 56,7
jadwal & aturan makan
4. Apakah hanya pada siang
hari saja anda makan 23 76,7 7 23,3 9 30,0 21 70,0
dengan nasi + lauk pauk
5. Apakah keluarga turut
mendukung anda dalam
22 73,3 8 26,7 16 53,3 14 46,7
perencanaan makan yang
telah ditetapkan.

Tabel 4.2 di atas memperlihatkan hasil responden terhadap ke-5 item

pertanyaan tentang pemberian diet pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada

kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari pertanyaan

item ke-1 yaitu responden selalu menuruti keinginan/nafsu makan tanpa

mengindahkan aturan makan yang telah ditetapkan sebanyak 28 responden

(93,3 %), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya”

dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 26 responden (86,7%). Berarti bahwa

lebih banyak responden pada kelompok intervensi yang mengindahkan aturan

makan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Universitas Sumatera Utara


88

Tabel 4.3 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Olahraga Fisik


Kelompok Intervensi dan Kontrol

Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Menurut anda, apakah
olahraga itu penting bagi
26 86,7 4 13,3 23 76,7 7 23,3
penderita diabetes
mellitus.
2. Apakah anda mau untuk
memulai latihan olahraga
fisik dengan berjalan- 20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
jalan disekitar rumah
selama 30 menit.
3. Apakah latihan olahraga
fisik harus dilakuan 20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
secara teratur.
4. Apakah anda setiap hari
20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
melakukan olahraga fisik
5. Melakukan jenis olahraga
fisik sesuai yang 20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
dianjurkan

Tabel 4.3 di atas memperlihatkan hasil responden terhadap ke-5 item

pertanyaan tentang olahraga fisik pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada

kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari pertanyaan

item ke-1 yaitu responden menganggap penting berolahraga bagi penderita

diabetes mellitus sebanyak 26 responden (86,7%), sedangkan pada kelompok

kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga

sebanyak 23 responden (76,7%). Berarti bahwa kelompok intervensi lebih banyak

yang mengetahui bahwa olahraga itu penting bagi penderita diabetes mellitus

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Pertanyaan ke-5, jenis olah raga yang dianjurkan pada penderita DM

adalah olah raga aerobik seperti jogging, berenang, senam kelompok dan

bersepeda. Dari 20 responden kelompok intervensi maupun 11

Universitas Sumatera Utara


89

responden kelompok kontrol, ada yang melakukan lebih dari 1 jenis olahraga.

Pada kelompok intervensi, olahraga jogging sebanyak 20 responden (100,0%),

olahraga berenang 1 responden (5,0%), senam kelompok 4 responden (20,0%),

bersepeda 2 responden (10,0%). Pada kelompok kontrol, olahraga jogging

sebanyak 11 responden (100,0%) dan olahraga senam kelompok 4 responden

(36,4%).

Tabel 4.4 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Perawatan Luka


Kelompok Intervensi dan Kontrol

Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Apakah anda tahu cara
perawatan luka pada
25 83,3 5 16,7 25 83,3 5 16,7
penderita Diabetes
mellitus.
2. Apakah anda tahu bahwa
luka pada penderita
Diabetes mellitus sukar
21 70,0 9 30,0 16 53,3 14 46,7
untuk disembuhkan dan
cenderung meninggalkan
bekas atau putus
3. Apakah petugas kesehatan
memberitahukan cara
21 70,0 9 30,0 19 63,3 11 36,7
perawatan luka lanjutan di
rumah
4. Menurut anda apabila
luka gangren dirawat
23 76,7 7 23,3 18 60,0 12 40,0
dengan baik dan benar
maka pasti akan sembuh.
5. Apakah pengobatan luka
gangren anda
menggunakan obat 25 83,3 5 16,7 21 70,0 9 30,0
antiseptik atau
desinfektan

Tabel 4.4 di atas memperlihatkan bahwa mayoritas responden menjawab

ya terhadap ke-5 item pertanyaan tentang perawatan luka pada kelompok

intervensi dan kontrol. Pada kelompok intervensi responden terbanyak yang

Universitas Sumatera Utara


90

menjawab “ya” dari pertanyaan item ke-1 dan ke-5 yaitu responden tahu cara

perawatan luka pada penderita diabetes mellitus dan responden melakukan

pengobatan luka ganggrennya menggunakan obat antiseptik atau desinfektan

masing-masing sebanyak 25 responden (83,3 %), sedangkan pada kelompok

kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga yaitu

responden tahu cara perawatan luka pada penderita diabetes mellitus sebanyak 25

responden (83,3 %). Berarti bahwa baik kelompok kontrol maupun intervensi

telah mengetahui perawatan luka pada penderita diabetes mellitus.

Tabel 4.5 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Pemberian Insulin


Kelompok Intervensi dan Kontrol

Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Apakah setiap hari
mendapatkan terapi 26 86,7 4 13,3 25 83,3 5 16,7
insulin.
2. Apakah terapi insulin
yang anda lakukan
18 60,0 12 40,0 17 56,7 13 43,3
mempunyai waktu yang
teratur.
3. Yang dikatakan terapi
insulin dengan
pemberian suntikan 20 66,7 10 33,3 18 60,0 12 40,0
apakah sama dengan
pemberian oral.
4. Apakah anda tahu
lokasi penyuntikan 19 63,3 11 36.7 14 46,7 16 53,3
insulin.
5. Apakah anda teratur
mengkonsumsi jenis 21 70,0 9 30,0 13 43,3 17 56,7
obat insulin berupa oral.

Tabel 4.5 di atas memperlihatkan hasil responden terhadap ke-5 item

pertanyaan tentang pemberian insulin pada kelompok intervensi dan kontrol.

Pada kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari

Universitas Sumatera Utara


91

pertanyaan item ke-1 yaitu setiap hari responden mendapatkan terapi insulin

sebanyak 26 responden (86,7 %), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas

responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 25 responden

(83,3 %). Berarti bahwa kelompok intervensi lebih banyak mendapatkan terapi

insulin dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Tabel 4.6 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Psikologi


Kelompok Intervensi dan Kontrol

Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Saya kesulitan untuk
menjalankan diet DM seperti 28 93,3 2 6,7 28 93,3 2 6,7
yang dianjurkan dokter.
2. Saya dapat mengendalikan
keluarga ketika saya
8 26,7 22 73,3 16 53,3 14 46,7
membutuhkan bantuan untuk
mengikuti diet DM.
3. Saya percaya bahwa diet DM
dapat membantu mencegah saya 9 30,0 21 70,0 9 30,0 21 70,0
menderita komplikasi penyakit
4. Saya percaya bahwa diet DM
dapat membantu saya 24 80,0 6 20,0 18 60,0 12 40,0
mengontrol penyakit diabetes.
5. Mengontrol BB adalah sesuatu
yang harus dijalankan, tidak 26 86,7 4 13,3 16 53,3 14 46,7
peduli betapapun sulitnya.
6. Saya percaya bahwa
mengkonsumsi obat DM dapat
26 86,7 4 13,3 14 46,7 16 53,3
membantu mencegah saya
menderita komplikasi penyakit.
7. Mengkonsumsi obat DM adalah
sesuatu yang harus dilakukan, 13 43,3 17 56,7 13 43,3 17 56,7
tidak peduli betapapun sulitnya.
8. Saya yakin bahwa
mengkonsumsi obat DM dapat
16 53,3 14 46,7 15 50,0 15 50,0
membantu saya mengontrol
penyakit diabetes
9. Saya percaya bahwa.
mengkonsumsi obat DM dapat
15 50,0 15 50,0 20 66,7 10 33,3
membantu saya merasa lebih
baik.

Tabel 4.6 di atas memperlihatkan hasil responden terhadap ke-9 item

pertanyaan tentang faktor psikologi pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada

Universitas Sumatera Utara


92

kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari pertanyaan

item ke-1 yaitu responden kesulitan untuk menjalankan diet DM seperti yang

dianjurkan dokter. Sebanyak 28 responden (93,3 %), sedangkan pada kelompok

kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga

sebanyak 28 responden (93,3 %).

Tabel 4.7 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Sosial


Kelompok Intervensi dan Kontrol

Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Saya banyak menerima
dukungan dari teman-teman
26 86,7 4 13,3 26 86,7 4 13,3
untuk penyembuhan luka
gangren saya .
2. Tetangga saya selalu
menyarankan agar saya tetap
menjalani proses 22 73,3 8 26,7 17 56,7 13 43,3
penyembuhan luka gangren
dengan disiplin .
3. Keperdulian sanak saudara
membuat saya terus
13 43,3 17 56,7 12 40,0 18 60,0
bersemangat menjalani proses
penyembuhan luka gangren.
4. Dukungan semangat yang saya
terima dari responden lain
membuat saya tidak pernah 18 60,0 12 40,0 18 60,0 12 40,0
putus asa menjalani proses
penyembuhan luka gangrene.
5. Pihak lain yang tidak saya
kenal juga sering membuat
dukungan semangat selama 16 53,3 14 46,7 18 60,0 12 40,0
menjalani proses
penyembuhan luka gangren.
6. Saya tidak pernah merasa
ditinggalkan selama proses
penyembuhan berkat adanya 17 56,7 13 43,3 15 50,0 15 50,0
dukungan sosial dari berbagai
pihak.

Tabel 4.7 di atas memperlihatkan hasil responden terhadap ke-6 item

pertanyaan tentang faktor sosial pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada

Universitas Sumatera Utara


93

kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari pertanyaan

item ke-1 yaitu responden banyak menerima dukungan dari teman-teman untuk

penyembuhan luka gangrennya sebanyak 26 responden (86,7 %), sedangkan pada

kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1

juga sebanyak 26 responden (86,7 %).

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Diet Pre Test dan Post Test pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan

Pre Test Post Test


Diet Intervensi Kontrol p Intervensi Kontrol p
n % n % n % n %
Terpenuhi 12 40,0 14 46,7 24 80,0 11 36,7
Tidak 18 60,0 16 53,3 6 20,0 19 63,3
0,602 0,001
Terpenuhi
Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test ada

18 responden (60,0%) yang berada dalam kelompok intervensi dan dietnya tidak

terpenuhi dan ada 16 responden (53,3%) yang berada dalam kelompok kontrol

dan dietnya tidak terpenuhi. Kemudian, pada waktu Post Test ada 6 responden

(20,0%) yang berada dalam kelompok intervensi dan dietnya tidak terpenuhi dan

ada 19 responden (63,3%) yang berada dalam kelompok kontrol dan dietnya tidak

terpenuhi. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan proporsi pemberian diet yang

terpenuhi untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan pada

waktu Post Test, ada perbedaan proporsi pemberian diet yang terpenuhi untuk

pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan

perlakuan pemberian diet. Namun, sebagian responden melaksanakan diet yang

terpenuhi dan sebagian responden dietnya tidak terpenuhi. Kelompok kontrol

tidak diberikan perlakuan.

Universitas Sumatera Utara


94

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Olahraga Fisik Pre Test dan Post Test pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan

Pre Test Post Test


Olahraga
Intervensi Kontrol p Intervensi Kontrol p
Fisik
n % n % n % n %
Teratur 19 63,3 14 46,7 23 76,7 10 33,3
Tidak 11 36,7 16 53,3 7 23,3 20 66,7
0,194 0,001
Teratur
Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test ada

11 responden (36,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan olahraga

fisiknya tidak teratur dan ada 16 responden (53,3%) yang berada dalam kelompok

kontrol dan olahraga fisiknya tidak teratur. Kemudian, pada waktu Post Test ada 7

responden (23,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan olahraga fisiknya

tidak teratur dan ada 20 responden (66,7%) yang berada dalam kelompok kontrol

dan olahraga fisiknya tidak teratur. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan

proporsi olahraga fisik yang teratur untuk pasien antara kelompok intervensi dan

kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi olahraga fisik

yang teratur untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Perawatan Luka Pre Test dan Post Test pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan

Pre Test Post Test


Perawatan
Intervensi Kontrol p Intervensi Kontrol p
Luka
n % n % n % n %
Baik 1 3,3 6 20,0 23 76,7 10 33,3
Tidak Baik 29 96,7 24 80,0 0,044 7 23,3 20 66,7 0,001
Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0
Berdasarkan Tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test

ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan perawatan

Universitas Sumatera Utara


95

lukanya tidak baik dan ada 24 responden (80,0%) yang berada dalam kelompok

kontrol dan perawatan lukanya tidak baik. Kemudian, pada waktu Post Test ada 7

responden (23,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan perawatan

lukanya tidak baik dan ada 20 responden (66,7%) yang berada dalam kelompok

kontrol dan perawatan lukanya tidak baik. Pada waktu Pre Test dan Post Test, ada

perbedaan proporsi perawatan luka yang baik untuk pasien antara kelompok

intervensi dan kontrol.

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Pengobatan Dokter (Pemberian Insulin)


Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan

Pre Test Post Test


Pemberian
Intervensi Kontrol p Intervensi Kontrol p
Insulin
n % n % n % n %
Baik 1 3,3 2 6,7 24 80,0 11 36,7
Tidak Baik 29 96,7 28 93,3 0,554 6 20,0 19 63,3 0,001
Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test

ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan pemberian

insulinnya tidak baik dan ada 28 responden (93,3%) yang berada dalam kelompok

kontrol dan pemberian insulinnya tidak baik. Kemudian, pada waktu Post Test ada

6 responden (20,0%) yang berada dalam kelompok intervensi dan pemberian

insulinnya tidak baik dan ada 19 responden (63,3%) yang berada dalam kelompok

kontrol dan pemberian insulinnya tidak baik. Pada waktu Pre Test, tidak ada

perbedaan proporsi pemberian insulin yang baik untuk pasien antara kelompok

intervensi dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi

pemberian insulin yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.

Universitas Sumatera Utara


96

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Pre Test dan Post Test
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan

Pre Test Post Test


KGD Intervensi Kontrol p Intervensi Kontrol p
n % n % n % n %
Baik 1 3,3 3 10,0 26 86,7 14 46,7
Buruk 29 96,7 27 90,0 0,301 4 13,3 16 53,3 0,001
Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test

ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan KGD

buruk dan ada 27 responden (90,0%) yang berada dalam kelompok kontrol dan

KGD buruk. Kemudian, pada waktu Post Test ada 4 responden (13,3%) yang

berada dalam kelompok intervensi dan KGD buruk dan ada 16 responden (53,3%)

yang berada dalam kelompok kontrol dan KGD buruk. Pada waktu Pre Test, tidak

ada perbedaan proporsi KGD yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi

dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi KGD yang

baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Ukuran Luka Pre Test dan Post Test pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan

Pre Test Post Test


Ukuran
Intervensi Kontrol p Intervensi Kontrol p
Luka
n % n % n % n %
Baik 11 36,7 9 30,0 26 86,7 7 23,3
Buruk 19 63,3 21 70,0 0,584 4 13,3 23 76,7 <0,001
Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

Berdasarkan Tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test

ada 19 responden (63,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan ukuran

lukanya buruk dan ada 21 responden (70,0%) yang berada dalam kelompok

Universitas Sumatera Utara


97

kontrol dan ukuran lukanya buruk. Kemudian, pada waktu Post Test ada 4

responden (13,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan ukuran lukanya

buruk dan ada 23 responden (76,7%) yang berada dalam kelompok kontrol dan

ukuran lukanya buruk. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan proporsi ukuran

luka yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan

pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi ukuran luka yang baik untuk pasien

antara kelompok intervensi dan kontrol.

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Penyembuhan Luka Pre Test dan Post Test
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan

Pre Test Post Test


Penyembuhan
Intervensi Kontrol p Intervensi Kontrol p
Luka
n % n % n % n %
Baik 2 6,7 1 3,3 6 20,0 0 0,0
Buruk 28 93,3 29 96,7 0,554 24 80,0 30 100,0 0,024
Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

Berdasarkan Tabel 4.14 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test

ada 28 responden (93,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan

penyembuhan lukanya buruk dan ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam

kelompok kontrol dan penyembuhan lukanya buruk. Kemudian, pada waktu Post

Test ada 24 responden (80,0%) yang berada dalam kelompok intervensi dan

penyembuhan lukanya buruk dan ada 30 responden (100,0%) yang berada dalam

kelompok kontrol dan penyembuhan lukanya buruk. Pada waktu Pre Test, tidak

ada perbedaan proporsi penyembuhan luka yang baik untuk pasien antara

kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan

proporsi penyembuhan luka yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi

dan kontrol.

Universitas Sumatera Utara


98

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel.

Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk

mendiskripsikan distribusi data, meguji perbedaan dan mengukur hubungan antara

dua variabel yang diteliti.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas

yakni asuhan keperawatan (pemberian diet, olahraga fisik, perawatan luka,

pemberian insulin) dengan variabel terikat yakni penyembuhan luka gangren pada

penderita DM dengan menggunakan uji chi-square sehingga analisis bivariat

tersebut terdiri dari 4 bentuk hubungan yakni 1) Hubungan pemberian diet

dengan penyembuhan luka gangren, 2) Hubungan latihan fisik dengan

penyembuhan luka gangren, 3) Hubungan perawatan dengan penyembuhan luka

gangren, 4) Hubungan pemberian insulin dengan penyembuhan luka gangren

4.3.1 Hubungan Pemberian Diet dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM

Tabel 4.15 Hubungan Pemberian Diet dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2014

Penyembuhan Luka
OR
Diet Baik Buruk Total p
95% CI
n % n % n %
Terpenuhi 21 60,0 14 40,0 35 100,0
Tidak 4 16,0 21 84,0 25 100,0 7,88
0,001
terpenuhi (2,22-27,91)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa dari 35

responden dengan pemberian diet terpenuhi, terdapat 21 orang (60,0%) yang

Universitas Sumatera Utara


99

penyembuhan lukanya baik dan 14 orang (40,0%) yang penyembuhan lukanya

buruk. Dari 25 responden dengan pemberian diet tidak terpenuhi, terdapat 4 orang

(16,0%) yang penyembuhan lukanya baik dan 21 orang (84,0%) yang

penyembuhan lukanya buruk.

Selanjutnya, uji chi-square memperlihatkan nilai p=0,001 dan OR sebesar

7,88 dengan 95%CI=2,22-27,91, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien yang

pemberian dietnya terpenuhi 7,88 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan

lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang pemberian dietnya tidak

terpenuhi.

Bila dianalisis per kelompok, maka hubungan pemberian diet dengan

penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.16

sebagai berikut:

Tabel 4.16 Hubungan Pemberian Diet dengan Penyembuhan Luka Gangren


Pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Intervensi Kontrol
Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Diet
Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Terpenuhi 18 60,0 6 20,0 3 10,0 8 26,7
Tidak
4 13,3 2 6,7 0,645 0 0,0 19 63,3 0,041
terpenuhi
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.16 memperlihatkan bahwa dari 30

responden kelompok intervensi, ada 18 responden (60,0%) yang pemberian

dietnya terpenuhi dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka

baik serta 6 responden (20,0%) yang pemberian dietnya terpenuhi dalam asuhan

keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk. Selanjutnya dari 30

Universitas Sumatera Utara


100

responden kelompok kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang pemberian dietnya

terpenuhi dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik

serta 8 responden (26,7%) yang pemberian dietnya terpenuhi dalam asuhan

keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk.

Selanjutnya, uji chi-square pada kelompok intervensi memperlihatkan

nilai p=0,645, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian diet dalam asuhan

keperawatan tidak memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien

DM pada kelompok intervensi. Nilai p=0,041 pada kelompok kontrol dapat

disimpulkan bahwa pemberian diet dalam asuhan keperawatan memiliki

hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok kontrol.

4.3.2 Hubungan Olahraga Fisik dengan Penyembuhan Luka Gangren pada


Penderita DM

Tabel 4.17 Hubungan Olahraga Fisik dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2014

Penyembuhan Luka
Olahraga OR
Baik Buruk Total p
Fisik 95% CI
n % n % n %
Teratur 19 61,3 12 38,7 31 100,0
Tidak 6 20,7 23 79,3 29 100,0 6,01
0,001
teratur (1,92-19,23)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.17 memperlihatkan bahwa dari 31

responden dengan olahraga fisik teratur, terdapat 19 orang (61,3%) yang

penyembuhan lukanya baik dan 12 orang (38,7%) yang penyembuhan lukanya

buruk. Dari 29 responden dengan olahraga fisik tidak teratur, terdapat 6 orang

(20,7%) yang penyembuhan lukanya baik dan 23 orang (79,3%) yang

penyembuhan lukanya buruk.

Universitas Sumatera Utara


101

Selanjutnya, uji chi-square memperlihatkan nilai p=0,001 dan OR sebesar

6,01 dengan 95%CI=1,92-19,23, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien yang

olahraga fisiknya teratur 6,01 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan

lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang olahraga fisiknya tidak teratur.

Bila dianalisis per kelompok, maka hubungan olahraga fisik dengan

penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.18

sebagai berikut:

Tabel 4.18 Hubungan Olahraga Fisik dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Intervensi Kontrol
Olahraga Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Fisik Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Teratur 16 53,3 4 13,3 3 10,0 8 26,7
Tidak
6 20,0 4 13,3 0,384 0 0,0 19 63,3 0,041
teratur
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.18 memperlihatkan bahwa dari 30

responden kelompok intervensi, ada 16 responden (53,3%) yang olahraga fisiknya

teratur dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 4

responden (13,3%) yang olahraga fisiknya teratur dalam asuhan keperawatan dan

mengalami penyembuhan luka buruk. Selanjutnya dari 30 responden kelompok

kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang olahraga fisiknya teratur dalam asuhan

keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 8 responden (26,7%)

yang olahraga fisiknya teratur dalam asuhan keperawatan dan mengalami

penyembuhan luka buruk.

Universitas Sumatera Utara


102

Hasil uji chi-square pada kelompok intervensi memperlihatkan nilai

p=0,384, sehingga dapat disimpulkan bahwa olahraga fisik dalam asuhan

keperawatan tidak memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien

DM pada kelompok intervensi. Nilai p=0,041 pada kelompok kontrol dapat

disimpulkan bahwa olahraga fisik dalam asuhan keperawatan memiliki hubungan

signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok kontrol.

4.3.3 Hubungan Perawatan Luka dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM

Tabel 4.19 Hubungan Perawatan Luka dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Penyembuhan Luka
Perawatan OR
Baik Buruk Total p
Luka 95% CI
n % n % n %
Baik 22 53,7 19 46,3 41 100,0
Tidak baik 3 15,8 16 84,2 19 100,0 6,18
0,006
(1,56-24,48)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.19 memperlihatkan bahwa dari 41

responden dengan perawatan luka baik, terdapat 22 orang (53,7%) yang

penyembuhan lukanya baik dan 19 orang (46,3%) yang penyembuhan lukanya

buruk. Dari 19 responden dengan perawatan luka tidak baik, terdapat 3 orang

(15,8%) yang penyembuhan lukanya baik dan 16 orang (84,2%) yang

penyembuhan lukanya buruk.

Selanjutnya, uji chi-square memperlihatkan nilai p=0,006 dan OR sebesar

6,18 dengan 95%CI=1,56-24,48, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien yang

perawatan lukanya baik 6,18 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya

baik dibandingkan dengan pasien yang perawatan lukanya tidak baik.

Universitas Sumatera Utara


103

Bila dianalisis per kelompok, maka hubungan perawatan luka dengan

penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.20

sebagai berikut:

Tabel 4.20 Hubungan Perawatan Luka dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Intervensi Kontrol
Perawatan Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Luka Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Baik 19 63,3 6 20,0 3 10,0 13 43,3
Tidak baik 3 10,0 2 6,7 0,589 0 0,0 14 46,7 0,228
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.20 memperlihatkan bahwa dari 30

responden kelompok intervensi, ada 19 responden (63,3%) yang perawatan

lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik

serta 6 responden (20,0%) yang perawatan lukanya baik dalam asuhan

keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk. Selanjutnya dari 30

responden kelompok kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang perawatan lukanya

baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 13

responden (43,3%) yang perawatan lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan

mengalami penyembuhan luka buruk.

Selanjutnya, uji chi-square pada kelompok intervensi memperlihatkan

nilai p=0,589, sehingga dapat disimpulkan bahwa perawatan luka dalam asuhan

keperawatan tidak memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien

DM pada kelompok intervensi. Nilai p=0,228 pada kelompok kontrol dapat

disimpulkan bahwa perawatan luka dalam asuhan keperawatan tidak memiliki

Universitas Sumatera Utara


104

hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok kontrol.

4.3.4 Hubungan Pemberian Insulin dengan Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM

Tabel 4.21 Hubungan Pemberian Insulin dengan Penyembuhan Luka


Gangren pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2014

Penyembuhan Luka
Pemberian OR
Baik Buruk Total p
Insulin 95% CI
n % n % n %
Baik 21 60,0 14 40,0 35 100,0
7,88
Tidak baik 4 16,0 21 84,0 25 100,0 0,001
(2,22-27,91)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.21 memperlihatkan bahwa dari 35

responden dengan pemberian insulin baik, terdapat 21 orang (60,0%) yang

penyembuhan lukanya baik dan 14 orang (40,0%) yang penyembuhan lukanya

buruk. Dari 25 responden dengan pemberian insulin tidak baik, terdapat 4 orang

(16,0%) yang penyembuhan lukanya baik dan 21 orang (84,0%) yang

penyembuhan lukanya buruk.

Selanjutnya, uji chi-square memperlihatkan nilai p=0,001 dan OR sebesar

7,88 dengan 95%CI=2,22-27,91, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien yang

pemberian insulinnya baik 7,88 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan

lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang pemberian insulinnya tidak baik.

Bila dianalisis per kelompok, maka hubungan pemberian insulin dengan

penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.22

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


105

Tabel 4.22 Hubungan Pemberian Insulin dengan Penyembuhan Luka


Gangren pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol
di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Intervensi Kontrol
Pemberian Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Insulin Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Baik 18 60,0 4 13,3 3 10,0 10 33,3
Tidak baik 4 13,3 4 13,3 0,158 0 0,0 17 56,7 0,070
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.22 memperlihatkan bahwa dari 30

responden kelompok intervensi, ada 18 responden (60,0%) yang pemberian

insulinnya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka

baik serta 4 responden (13,3%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan

keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk. Selanjutnya dari 30

responden kelompok kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang pemberian

insulinnya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka

baik serta 10 responden (33,3%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan

keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk.

Hasil uji chi-square pada kelompok intervensi memperlihatkan nilai

p=0,158, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyembuhan luka dalam asuhan

keperawatan tidak memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien

DM pada kelompok intervensi. Nilai p=0,070 pada kelompok kontrol dapat

disimpulkan bahwa penyembuhan luka dalam asuhan keperawatan tidak memiliki

hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok kontrol.

Universitas Sumatera Utara


106

4.4 Analisis Multivariat

Pada analisis multivariat menunjukkan variabel yang dimasukkan dalam

model prediksi regresi logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai

p<0,25 pada analisis bivariatnya yaitu diet, olahraga fisik, perawatan luka dan

pemberian insulin dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.23 Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat)

Variabel P
Diet 0,001*
Olahraga fisik 0,001*
Perawatan luka 0,006*
Pengobatan Pemberian insulin (dokter) 0,001*
Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat

Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik ganda

dengan metode backward LR yaitu variabel yang tidak berpengaruh (p>0,05)

dikeluarkan secara otomatis secara bertahap sampai diperoleh variabel yang

berpengaruh.

Tabel 4.24 Hasil Uji Multivariat Asuhan Keperawatan dan Penyembuhan


Luka Gangren pada Penderita DM Secara Overall

Exp(B)
Variabel B Sig. 95% CI
(Odd Ratio)
Diet 1,816 0,019 6,149 1,351-27,983
Olahraga Fisik 1,902 0,007 6,697 1,693-26,487
Pemberian Insulin 1,316 0,083 3,728 0,843-16,487
Constant -1,571 - - -

Berdasarkan hasil akhir uji regresi logistik berganda pada Tabel 4.24

diperoleh 2 variabel yang berpengaruh yaitu diet dan olahraga fisik, serta

diketahui bahwa olahraga fisik adalah variabel yang paling dominan berpengaruh

terhadap penyembuhan luka dengan nilai koefisien regresi (B) yaitu 1,902 dengan

nilai OR sebesar 6,697 dan 95%CI=1,693-26,487, artinya pasien yang olah raga

Universitas Sumatera Utara


107

fisiknya teratur 6,697 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya baik

dibandingkan dengan pasien yang olahraga fisiknya tidak teratur, dapat dilihat

pada Tabel 4.25 berikut:

Nilai Percentage Correct diperoleh sebesar 78,3 yang artinya variabel

olahraga fisik dan diet menjelaskan pengaruhnya terhadap penyembuhan luka

pasien DM sebesar 78,3%, sedangkan sisanya sebesar 21,7% dipengaruhi oleh

faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian ini.

Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi

olahraga fisik yang memengaruhi penyembuhan luka adalah sebagai berikut:

1
p( y )  ( 1, 5711,816 ( X1 ) 1, 902( X 2 )1, 316 ( X 3 )
1 e
Keterangan:

P : probabilitas penyembuhan luka pasien DM

X1 : Diet, koefisien regresi 1,816

X2 : Olahraga fisik, koefisien regresi 1,902

X3 : Pemberian insulin, koefisien regresi 1,316

a : Konstanta -1,571

e : Bilangan alamiah 2,71828

Persamaan di atas diketahui bahwa seorang pasien DM yang dietnya tidak

terpenuhi, olahraga fisiknya tidak teratur, pemberian insulin tidak baik maka

kemungkinan akan mengalami penyembuhan luka gangren tidak baik sebesar

96,96%.

Berdasarkan nilai OR, kita dapat memperkirakan kekuatan pengaruh

variabel olahraga fisik dan diet terhadap penyembuhan luka. Makin besar nilai

Universitas Sumatera Utara


108

OR, makin kuat pengaruh variabel tersebut terhadap penyembuhan luka. Hasil

penelitian ini juga menunjukkan seberapa besarkah populasi dapat dicegah bila

olahraga fisik diperbaiki dapat dilihat dari population attributable risk proportion

(PAR):

0,350(6,697  1)
PAR  x100%
0,350(6,697  1)  1

PAR = 66,60%

Dimana:

p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan

r = Rasio odds variabel yang paling dominan (olahraga fisik)

Sehingga dari hasil perhitungan PAR yang diperoleh dapat diambil

kesimpulan bahwa 66,60% risiko penyembuhan luka pada pasien DM dapat

dicegah dengan menghilangkan faktor risiko yaitu olahraga fisik.

Bila dianalisis per kelompok, maka variabel yang terpilih menjadi

kandidat analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 4.25.

Tabel 4.25 Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat)


pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

P
Variabel
Intervensi Kontrol
Diet 0,680 0,016*
Olahraga fisik 0,243* 0,016*
Perawatan luka 0,460 0,088*
Pengobatan Pemberian 0,081* 0,037*
insulin (dokter)
Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat

Universitas Sumatera Utara


109

Hasil analisis pada kelompok intervensi diperoleh bahwa variabel olahraga

fisik dan pemberian insulin mempunyai nilai p<0,25 sehingga kedua variabel

inilah yang terpilih menjadi kandidat dalam analisis multivariat kelompok

intervensi. Kemudian, dari hasil analisis pada kelompok kontrol diperoleh variabel

diet, olahraga fisik, perawatan luka dan pemberian insulin mempunyai nilai

p<0,25 yang kemudian menjadi kandidat dalam analisis multivariat kelompok

kontrol.

Hasil analisis multivariat pada kelompok intervensi maupun kontrol tidak

ditemukan variabel yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka gangren pada

penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.5 Analisa Kualitatif Peranan Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan


Luka Gangren pada Penderita DM di RSUD Dr.Pirngadi Medan

Analisa kualitatif tentang Peranan Asuhan Keperawatan diperoleh melalui

wawancara langsung berpedoman pada interview guide. Hasil penelitian

menunjukkan adalah sejumlah variasi jawaban yang diberikan oleh responden dan

dapat dirangkum sebagai berikut :

Keinginan nafsu makan aturan makan yang telah ditetapkan pada pagi

siang, malam, dengan porsi 1 piring serta mengikuti petunjuk tentang jadwal

aturan makan sehingga turut mendukung dalam mendukung dalam perencanaan

makanan yang telah ditetapkan.

Setiap harinya melakukan olahraga fisik, dilakukan antara lain dengan

posisi berdiri, duduk, tidur manfaatnya membantu peredaran darah yang

terganggu otot kaki, otot betis dan paha, mengatasi adanya keterbatasan gerak

Universitas Sumatera Utara


110

sendi, gerakan senam kaki dapat dilakukan secara teratur dengan sendirinya atau

bersama-sama dengan keluarga.

Perawatan luka dilakukan melepaskan atau mengangkat kulit yang mati

atau untuk meningkatkan penyembuhan luka, mencegah membatasi atau

mengontrol panas, merah, bengkak, adanya nanah (pus) kemudian menyerap

nanah dengan memakai kain verban, membasahi luka lalu melindungi luka jangan

sampai terbentur, terantuk, terjepit, terinjak, melindungi luka sekitar dari tanda-

tanda infeksi.

Pemberian insulin cepat yaitu menurunkan kadar gula darah dalam waktu

20 menit mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam bekerja 6-8 jam, insulin cepat

sering kali digunakan beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntik 15-20

menit sebelum makan.

Insulin kerja sedang mulai dikerjakan dalam waktu 1-3 jam mencapai

puncak maksimum 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini disuntik

pada pagi hari, bisa pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang

malam. Insulin berjalan lambat efektif timbul 6 jam dan bekerja selama 28 – 36

jam gunanya adalah untuk mengontrol kadar gula darah sesuai dengan dosisnya

pada penderita.

Pengetahuan KGD pemantauan kadar gula darah penting karena

membantu penanganan medis yang dapat sehingga mengurangi risiko komplikasi

yang berat. Pemberian kadar gula darah dapat diberikan berbagai cara baik di

laboratorium, klinik, mandiri, di rumah dilakukan dengan Glukometer.

Universitas Sumatera Utara


111

Sering dilakukan dirumah atau dilakukan sendiri karena biaya murah, efektif,

efisien dan cepat mengetahui hasilnya.

4.6 Model Edukasi Psikologi pada Penderita DM Pemberdayaan Pasien

Mendukung perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien

akan pencegahan dan penyesuaian keadaan psikologi serta kualitas yang lebih

baik. Seperti penanganan pada pasien menjalankan

- Diet

- Olahraga

- Perawatan luka

- Pemberian pengobatan insulin

- Ada perubahan gaya hidup pasien, antara lain mengurangi porsi makanan,

lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur, serta rutin berolahraga.

- Kondisi sakit menyebabkan pasien memacu diri untuk berorganisasi dan

berinteraksi dengan pasien lain antara lain melalui seminar.

- Ada yang semakin enerjik beraktivitas

- Terdapat pasien yang lebih pasrah, “nrima” menganggap penyakit yang

disandang sebagai cobaan dari Tuhan, dan lebih banyak melakukan

ibadah.

4.7 Model Dukungan Sosial dan Keluarga pada Pasien DM

Untuk mendapatkan interaksi dengan pasien lain bahwa ia dicintai dan

diperhatikan secara fisik dan psikologis lebih dari pasangan hidup, orang tua

pasien, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta kelompok

Universitas Sumatera Utara


112

masyarakat. Dilakukan sosialisasi dengan keluarga, pasien, pertemuan, konsultasi

antara pasien dan keluarga.

4.8 Edukasi pada Penderita Gangren dengan DM

Edukasi pada penderita diabetes mellitus dengan gangren dapat dipahami

antara lain memahami dan mengerti keterbatasan pasien dalam melaksanakan

aktivitas bergerak, kurang pengetahuan didalam melaksanakan kebutuhan makan

sering kali makan tidak dilaksanakan dengan diet yang baik.

Perawatan lukanya sering kali tidak diperhatikan karena ketidaktahuan

dalam perawatan luka. Hal ini dikarenakan pasien sudah menganggap penyakitnya

tidak akan sembuh dan sudah putus asa. Maka perlunya penanganan yang adekuat

pada pasien yang mengalami penyakit DM dengan gangren. Seperti

memperhatikan kebersihan diri, kaki, kuku, kulit, pemakaian sepatu jangan

sempit.

Promosi kesehatan dalam perilaku sehat merupakan faktor penting pada

kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes

yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien

dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat

terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dokter, ahli

diet, perawat dan tenaga kesehatan lain.

4.9 Perilaku Sehat Penyandang Diabetes

Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat

menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah: Mengikuti pola

Universitas Sumatera Utara


113

makan sehat, meningkatkan kegiatan olahraga jasmani, menggunakan obat

diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur, melakukan

pemantauan glukosa darah mandiri, melakukan perawatan kaki secara berkala.

Universitas Sumatera Utara


114

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Peran Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren pada


Penderita DM

Berdasarkan hasil diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan

bahwa pemberian diet terhadap luka gangren pada penderita DM di RSU

Dr. Pirngadi Medan adalah pada kelompok intervensi baik yakni sebanyak 28

responden (93.3%) dan minoritas menyatakan pemberian diet adalah buruk pada

kelompok kontrol yakni sebanyak 26 responden (86.7%), sedangkan pada tingkat

kesembuhan pasien, memperlihatkan bahwa mayoritas responden menyatakan

bahwa kesembuhan luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan

adalah baik yakni sebanyak 21 responden (35.0%) dan minoritas menyatakan

kesembuhan adalah buruk yakni sebanyak 14 responden (23.3%). Selanjutnya

dengan pemberian diet yang buruk dalam asuhan keperawatan terhadap luka

gangrene pada penderita DM 21 responden (35,0%) mengalami penyembuhan

buruk dan 4 responden (6,7%) mengalami penyembuhan luka yang baik.

Dengan demikian melakukan diet dengan pemberian buah pada Pasien

dianjurkan untuk diet yang sehat. Food Recall yang dianjurkan pada pasien yaitu :

konsumsi makanan yang seimbang dengan kecukupan gizi yang baik yaitu

karbohidrat 60-70 % kemudian protein 10-15%, 20-25% lemak. Dilakukan selama

12 minggu hasil dapat diukur sesuai dengan standar diet : 68 % karbohidrat, 19 %

protein, 20 % lemak.

114

Universitas Sumatera Utara


115

Menurut Smeltzer (2002), Diabetes mellitus merupakan sekelompok

kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia. Glukosa di bentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Oleh

karena itu, diperlukan pemberian diet khusus bagi penderita DM yang dikenal

dengan terapi gizi medis. Menurut hasil penelitian ilmiah terapi gizi medis

merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Agar dapat berhasil

Terapi Gizi Medis memerlukan keterlibatan menyeluruh dari anggota (dokter, ahli

gizi, petugas kesehatan, dan pasien itu sendiri). Setiap penderita diabetes

sebaiknya mendapat Terapi Gizi Medis sesuai dengan kebutuhan agar sasaran

terapi dapat tercapai. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama

mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Menurut Sulistyawati (2011), diet diabetes mellitus merupakan pengaturan

pola makan bagi penderita diabetes mellitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal

pemberian makanan Prinsip diet bagi penderita DM adalah mengurangi dan

mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme

pengaturan gula darah. Menjadi diabetes sering segera dikaitkan dengan tidak

boleh makan gula. Memang benar gula menaikkan gula darah namun perlu

diketahui bahwa semua makanan juga menaikkan gula darah.

Pengaturan makan (diet) merupakan komponen utama keberhasilan

pengelolaan Diabetes Mellitus, akan tetapi mempunyai kendala yang sangat besar

yaitu kepatuhan responden untuk menjalaninya. Prinsip pengaturan makan pada

penderita diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk responden sehat

Universitas Sumatera Utara


116

masyarakat umum, yaitu makanan yang beragam bergizi dan berimbang atau lebih

dikenal dengan gizi seimbang maksudnya adalah sesuai dengan kebutuhan kalori

dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang sangat penting ditekankan adalah

pola makan yang disiplin dalam hal Jadwal makan, Jenis dan Jumlah makanan

atau terkenal dengan istilah 3J. Pengaturan porsi makanan sedemikian rupa

sehingga asupan zat gizi tersebar sepanjang hari.

Pola dan gaya hidup responden akan mempengaruhi pola fungsi kesehatan

yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut. Menurut

Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes Melitus dapat disebabkan oleh beberapa

hal: Pola makan dan tata laksana hidup sehat, faktor obesitas, pola genetis, bahan-

bahan kimia dan obat-obatan, penyakit dan infeksi pada pankreas, pola tidur dan

istirahat dan faktor usia, kadar glukosa darah adalah tingkat glukosa di dalam

darah. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 adalah merupakan suatu penyakit kerusakan

jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,

ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah serta presominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi

insulin bersama resistensi insulin. Pengukuran Kadar glukosa darah pada

penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dilakukan oleh perawat dengan

pengukuran kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) dikelompokan menjadi 3

kriteria yaitu; bukan DM, belum pasti DM dan DM, semakin tinggi nilai kadar

glukosa darah sewaktu (mg/dl) maka positif DM, begitu pula sebaliknya.

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan

onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,

Universitas Sumatera Utara


117

sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi

ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi

diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku

rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik

diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas,

distribusi lemak tubuh. Kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua

faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan

terjadinya DM tipe 2 (Gustaviani, 2006).

5.2 Peranan Olahraga Fisik dalam Penyembuhan Luka Gangren pada


Penderita DM

Berdasarkan hasil uji deskriptif diketahui bahwa mayoritas responden

menyatakan bahwa olahraga fisik luka gangren pada penderita DM di RSU Dr.

Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 27 responden (90.0%) dan minoritas

menyatakan olahraga fisik adalah buruk yakni sebanyak 21 responden (70.0%)

sedangkan pada tingkat kesembuhan pasien, hasil uji deskriptif memperlihatkan

bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa kesembuhan luka gangren pada

penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 23

responden (38.3%) dan minoritas menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni

sebanyak 14 responden (23.3%). Selanjutnya dengan olahraga fisik yang buruk

dalam asuhan keperawatan terhadap luka gangren pada penderita DM 21

responden (35,0%) mengalami penyembuhan yang buruk dan 2 responden

(3,33%) mengalami penyembuhan yang baik.

Universitas Sumatera Utara


118

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar penatalaksanaan DM

disamping edukasi, terapi gizi medis dan intervensi farmakologis. Manfaat latihan

jasmani bagi penderita diabetes antara lain meningkatkan penurunan kadar

glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi

kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah,

menormalkan tekanan darah, serta meningkatkan kemampuan kerja Pada saat

seresponden melakukan olah raga terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar

tubuh oleh otot yang aktif. Disamping itu terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks

meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Pada saat olah

raga, sumber energi utama adalah glukosa dan lemak.

Latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat penting

dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan

fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara

langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan latihan

fisik dapat menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan

respirasi, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL sehingga mencegah penyakit

jantung koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan teratur.

Anjuran olahraga atau latihan fisik sebetulnya bukan merupakan hal yang baru

sebelum ditemukannya insulin pada tahun 1921, namun pada waktu itu belum

jelas batasan latihan fisik yang harus dilakukan seperti jenis latihan, dosis,

frekuensi maupun intensitas dari latihan (Sidartawan, 1995).

Melakukan olahraga fisik secara teratur exercise pada pasien ditempat

tidur yang tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Memengaruhi pasien untuk

Universitas Sumatera Utara


119

mengajak senam kaki dalam perawatan pasien luka gangren harus dilakukan oleh

perawat yang menanganinya (di rumah sakit tidak dilakukan). Pasien dapat

melaksanakan senam kaki sambil: Duduk dan tidur sebanyak 5 x mengikuti

pergerakan yang dibantu oleh perawat, menggerakkan kaki keatas dan kebawah

sampai 5 x, menggerakan ujung jari-jari kaki kebawah dan keatas, kesamping,

memutar 5 x, menggerakan pergelangan kaki ke kanan dan ke kiri sampai 5 x.

Dilakukan selama 12 minggu.

Jenis olah raga yang dianjurkan pada penderita DM adalah olah raga

aerobik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh

khususnya meningkatkan fungsi dan efisiensi metabolisme tubuh. Olah raga

aerobik seperti jogging, berenang, senam kelompok dan bersepeda tepat dilakukan

pada penderita DM karena menggunakan semua otot – otot besar, pernapasan dan

jantung. Pada senam aerobik misalnya, dari variasi gerakan - gerakan yang banyak

terutama gerakan dasar pada kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE

(continous, rhythmical, interval, progresif dan endurance) sehingga sesuai dengan

tahapan kegiatan yang harus dilakukan. Disamping itu senam aerobik yang

dilakukan secara berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga

dapat memotivasi anggota yang lain untuk terus melakukan olah raga secara

kontinue dan teratur (Sidartawan, 1995).

Setelah olah raga 10 menit, peningkatan kebutuhan glukosa mencapai 15

kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, akan meningkat sampai 35 kali

(Suhartono, 2004). Hasil tinjauan secara sistematik dan meta-analisis penelitian

klinis mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu

Universitas Sumatera Utara


120

pada kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh

pada penderita DM tipe-2, memperlihatkan terjadinya penurunan HbA1C yang

signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok kontrol (7.65 vs.

8.31%, dengan mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P <0.001). Sedang

pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik

dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa

manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan

yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program

latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang

bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak

didahului terjadinya penurunan berat badan.

Hasil meta analisis yang berikutnya oleh peneliti yang sama (Boule et al.,

2001) memperlihatkan bahwa latihan fisik yang intensif dapat memprediksi

pertimbangan perbedaan mean pada HbA1C (r = 0.91, P = 0.002) ke tingkat yang

lebih besar dibanding latihan fisik tidak intensif (r = 0.46, P = 0.26). Hasil ini

memberikan harapan pada setiap individu dengan DM tipe-2 yang sudah

menjalankan latihan fisik dengan intensitas sedang untuk meningkatkan intensitas

latihan fisiknya dalam usaha memperoleh manfaat tambahan baik pada

kemampuan aerobik maupun kontrol kadar glukosa darah (Boule et al., 2001).

Diharapkan dengan adanya latihan jasmani yang dilakukan, kadar glukosa darah

pada penderita DM tipe-2 dapat menurun.

Manfaat latihan jasmani bagi para penderita diabetes antara lain

meningkatkan kebugaran tubuh, meningkatkan penurunan kadar glukosa darah,

Universitas Sumatera Utara


121

mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya

komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah, meningkatkan kadar kolesterol

HDL, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, menormalkan tekanan darah,

serta meningkatkan kemampuan kerja. Pada saat responden melakukan latihan

jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh

otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi

sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Dimana glukosa yang disimpan

dalam otot dan hati sebagai glikogen, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan

sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada beberapa atau

permulaan latihan jasmani dimulai Setelah melakukan latihan jasmani 10 menit,

akan terjadi peningkatan glukosa 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit,

akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Dimana setelah beberapa menit

berlangsung tubuh akan mengompensasi energi dari lemak. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe-2 di Indonesia, 2006).

Jenis latihan jasmani yang dianjurkan untuk para penderita diabetes adalah

jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Tahapan dalam latihan jasmani juga

sangat diperlukan, tahapan dalam latihan jasmani perlu dilakukan agar otot tidak

memperoleh beban secara mendadak. Tahapan latihan jasmani mulai dari

pemanasan (warming up), latihan inti (conditioning), pendinginan (cooling down),

serta peregangan (stretching).

Pada saat melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan

yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara


122

dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh

efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan 2 hari sekali atau seminggu 3 kali.

Penderita diabetes diperbolehkan melakukan latihan jasmani jika glukosa darah

kurang dari 250 mg%. Jika kadar glukosa diatas 250 mg, pada waktu latihan

jasmani akan terjadi pemecahan (pembakaran) lemak akibat pemakaian glukosa

oleh otot terganggu, hal ini membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan

terjadinya koma-ketoasidosis (Suhartono, 2004).

Hasil tinjauan secara sistematik dan meta-analisis penelitian klinis

mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu pada

kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh pada

penderita DM tipe-2, memperlihatkan terjadinya penurunan HbA1C yang

signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok control (7.65 vs.

8.31%, dengan mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P <0.001). Sedang

pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik

dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa

manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan

yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program

latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang

bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak

didahului terjadinya penurunan berat badan.

Latihan (aktifitas fisik) merupakan cara yang sangat penting untuk

dilakukan oleh penderita diabetes mellitus terutama dalam menangani

peningkatan glukosa dalam darah. Salah satu latihan yang dianjurkan adalah

Universitas Sumatera Utara


123

Senam Diabates Melitus. Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang

menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes

mellitus (Persadia, 2000). Senam diabetes dibuat oleh para spesialis yang

berkaitan dengan diabetes, diantaranya adalah rehabilitasi medis, penyakit dalam,

olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam (Sumarni, 2008).

Senam tersebut khusus dirancang untuk pasien DM dan gerakan senam

DM tidak jauh beda dari senam kesehatan jasmani (SKJ) yaitu pemanasan,

gerakan inti, pendinginan. Senam diabetes mellitus dilakukan secara teratur 3-5

kali dalam seminggu dengan durasi 60-60 menit. Gerakan yang mudah dilakukan,

serta ekonomis (Ilyas, 2009).

Penelitian Allen (1999) bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat

menurunkan kebutuhan insulin sebesar 100% dan penurunan kadar glukosa

dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot terutama

dalam peningkatan beberapa enzim peningkatan aktifitas enzim yang aktif

bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas

insulin dan peningkatan penggunaan glukosa dalam darah.

Dari hasil penelitian (Indriati, 1990) mengatakan bahwa adanya pengaruh

latihan fisik dengan turunnya kadar glukosa darah, hal ini dibuktikan dengan

penurunan kadar glukosa darah rata-rata 60, 767 mg pada penelitian yang dia

lakukan pada penderita diabetes mellitus tipe 1 dan 2.

Penelitian Allen (1999) bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat

menurunkan kebutuhan insulin sebesar 60-50% dan penurunan kadar glukosa

dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot terutama

Universitas Sumatera Utara


124

dalam peningkatan beberapa enzim peningkatan aktifitas enzim yang aktif

bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas

insulin dan peningkatan penggunaan glukosa dalam darah.

Manfaat dari senam diabetes mellitus menurut Santoso (2010) adalah:

(1) Mengontrol gula darah, terutama pada diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti

olahraga teratur; (2) Menghambat dan memperbaiki faktor resiko penyakit

kardiovaskuler yang banyak terjadi pada penderita DM; (3) Senam DM dapat

memperbaiki profil lemak darah, dan kolesterol total, serta memperbaiki sirkulasi

dan tekanan darah; (4) Menurunkan berat badan, pengaturan olahraga secara

optimal dan diet DM pada penderita kegemukan; (5) Memperbaiki gejala-gejala

muskuloskeletal otot, tulang, sendi, serta gejala-gejala neuropati perifer seperti

kesemutan, dan kebas; (6) Mencegah terjadinya DM yang dini terutama bagi

responden-responden dengan riwayat keluarga DM; (7) Mengurangi kebutuhan

pemakaian obat oral dan insulin.

5.3. Peranan Perawatan Luka dalam Penyembuhan Luka Gangren pada


Penderita DM

Berdasarkan hasil uji deskriptif diketahui bahwa mayoritas responden

menyatakan bahwa perawatan luka gangren pada penderita DM di RSU Dr.

Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 25 responden (83.3%) dan minoritas

menyatakan perawatan luka adalah buruk yakni sebanyak 25responden (83.3%)

sedangkan pada tingkat kesembuhan pasien, hasil uji deskriptif memperlihatkan

bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa kesembuhan luka gangren pada

penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 22

Universitas Sumatera Utara


125

responden (36.7%) dan minoritas menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni

sebanyak 19 responden (31.7%) mengalami penyembuhan luka buruk selanjutnya

dengan perawatan luka yang buruk dalam asuhan keperawatan terhadap luka

gangren pada penderita DM 16 responden (26,7%) mengalami penyembuhan

yang buruk dan 3 responden (5,0%) mengalami penyemhuhan yang baik.

Melakukan perawatan luka gangren dengan protap ditutup (seharusnya tidak boleh

ditutup). Kerjasama dengan pasien keluarga dalam melaksanakan perawatan luka

steril mencuci luka, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan dan

menghindari infeksi, pencucian luka untuk kebersihan serta membuang jaringan

yang mati mencuci luka dengan cairan luka NaCl 0,9% dilakukan debridement

(nikrotomi) membuang jaringan nektrotik yang menempel di luka lalu diberi salep

cukup efektif untuk melindungi kulit sekitar luka dari cairan/eksudat jika eksudat

berlebihan mengganti balutan 2-3 x sehari untuk kulit yang kering beri lotion atau

minyak. Melaksanakan perawatan luka sehari-hari dapat mengatasi kemampuan

diri sendiri untuk lebih terampil antara lain tercapainya penyembuhan luka dengan

kriteria: berkurangnya oedema sekitar luka, pus tidak ada dan jaringan baru mulai

terlihat warna merah mudah. Bau busuk pada luka berkurang, tanda-tanda infeksi

tidak terjadi lagi. Dilakukan selama 12 minggu hasilnya tanda-tanda infeksi tidak

ada tanda vital dalam batas normal 36-37,50C. Keadaan luka kering dan membaik

kadar KGD normal (140 mg/dl).

Perkembangan perawatan luka (wound care) berkembang dengan sangat

pesat di dunia kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah

perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance, dimana

Universitas Sumatera Utara


126

disebutkan dalam beberapa literature lebih efektif untuk proses penyembuhan luka

bila dibandingkan dengan metode konvensional. Perawatan luka dengan

menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern

dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut belum

begitu familiar bagi perawat di Indonesia. Biasanya, tidak banyak yang dilakukan

untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luka ringan. Langkah pertama yang

diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi obat luka atau yang

lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat, setidaknya langkah

yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, setelah itu diberi obat.

Sering responden tidak memperhatikan perlukah luka tersebut dibalut atau tidak.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi

Medan, perawatan luka yang yang diberikan dalam rangka asuhan keperawatan

bagi luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan dilaksanakan

secara teratur setiap hari sehingga setiap perkembangan luka dapat dievaluasi dan

dikontrol oleh petugas medis. Perawatan Diabetes Melitus Di Rumah Diabetes

adalah sebuah keadaan dimana terjadi hiperglikemia kronik disertai dengan

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang hal ini

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada organ tubuh seperti mata, ginjal,

saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam

pemeriksaaan dengan mikroskrop elektron. Secara etiologi, diabetes melitus

terbagi menjadi dua kategori, yaitu Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)

yang disebabkan oleh destruksi sel Beta pada pulau Langerhans akibat proses

autoimun, serta Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) yang

Universitas Sumatera Utara


127

disebabkan karena kegagalan relatif sel Beta dan resistensi insulin.

Gangren, luka kronis di bagian kaki, merupakan salah satu bentuk

gangguan yang sering terjadi akibat adanya penumpukan plak pada pembuluh

darah perifer. Kondisi ini sering menyerang penderita diabetes yang kadar gula

darah dalam tubuhnya tidak terkontrol. Upaya penyembuhan luka kronis di kaki

(gangren) pada penderita diabetes dibutuhkan penanganan yang menyeluruh.

Tidak bisa jika hanya dilakukan dengan memberikan antibiotik saja dan

perawatan luka biasa. Menurutnya, butuh pemeriksaan lebih dalam apakah ada

penyumbatan dan penyempitan pada pembuluh darah kaki. Jika ada, maka

sumbatan tersebut harus dibuka. Hal ini dikarenakan sumbatan tersebut adalah

penyebab utama terjadinya luka. Aliran darah akan terhambat jika mengalami

sumbatan pada pembuluh darah kaki, sehingga akan ada jaringan yang tidak bisa

mendapatkan pasokan oksigen dan makanan. Kondisi ini akan membuat jaringan

menjadi mati seiring berjalannya waktu hingga terbentuk luka. Oleh sebab itu, jika

sumbatan tidak dibuka, maka akan mempersulit penyembuhan luka. da beberapa

cara untuk membuka sumbatan pembuluh darah kaki. Bisa dengan cara operasi

pembalonan, atau juga dengan cara pemasangan stent (cincin/ring), sama seperti

penanganan penyakit jantung koroner, bedanya hanya terletak pada lokasi

pembuluh darah.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah

angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan

hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma

tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan

Universitas Sumatera Utara


128

motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga

merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila

sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita

akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.

Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan

nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang

sukar sembuh (Levin, 1993).

Hal ini dapat dilihat dari mengontrol kadar gula darah (dlihat waktu

penurunan KGD). Pasien dianjurkan untuk kontrol kadar gula darah ke rumah

sakit 2 minggu sekali di laboratorium. Untuk mengetahui frekwensi KGD mg/dl:

Puasa Baik 80-109, Sedang 110-125, Buruk ≥ 126. 2 jam : Baik : 80-144, Sedang:

145-179, Buruk: ≥ 180 HbA1c%, < 6,5 baik 6,5-8 sedang > 8 buruk, Kolesterol

(mg/dl): Total :Baik < 200, sedang 200-239, Buruk ≥ 240, LDL < 100 baik,

Sedang: 100-129, Buruk > 130 HDL, Baik > 40, Sedang > 40, Buruk > 40

Trigliserida < mg/dl, Baik < 150, Sedang 150-199, Buruk ≥ 200, Indek massa

tubuh kg/m2, Baik: 18,5 – 23, Sedang: 23-25, Buruk > 25, Tekanan darah

(mmHg), Baik ≤ 130/80, Sedang: 130-140/80-90, Buruk > 140/90.

5.4 Peranan Pemberian Insulin dalam Penyembuhan Luka Gangren pada


Penderita DM

Berdasarkan hasil mayoritas responden menyatakan bahwa pemberian

insulin pada luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah

baik yakni sebanyak 26 responden (86.7%) dan minoritas menyatakan pemberian

insulin adalah buruk yakni sebanyak 25 responden (83.3%) sedangkan pada

Universitas Sumatera Utara


129

tingkat kesembuhan pasien, memperlihatkan bahwa mayoritas responden

menyatakan bahwa kesembuhan luka gangren pada penderita DM di RSU Dr.

Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 21 responden (35.0%) dan minoritas

menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni sebanyak 14 responden (23.3%),

selanjutnya dengan pemberian insulin yang buruk dalam asuhan keperawatan

terhadap luka gangren pada penderita DM 21 responden (35,0%) mengalami

penyembuhan yang buruk dan 4 responden (6,7%) mengalami penyembuhan yang

baik. Mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter/perawat (untuk melihat KGD

kembali normal). Mengontrol pasien minum obat kerjasama dengan keluarga

sesuai anjuran dokter dalam waktu 1x24 jam. Hitung sisa obat yang habis

diminum pasien minum obat sebanyak 90 tablet dalam 12 minggu. Selama 12

minggu jumlah obat yang dikonsumsi habis atau tidak habis dihitung berdasarkan

pemberian dokter. Menurut pasien dengan The Health Belief Model berdasarkan

hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasien tidak memahami tentang

penyakit DM yang dideritanya maupun pengobatannya. Hal ini dibuktikan dengan

pasien mengatakan tidak mendapatkan insulin sedangkan berdasarkan status

pasien atau medical record pasien mendapat terapi insulin. Hal ini didukung oleh

Sahpiro (2008) yang mengatakan bahwa prilaku sehat pasien dipengaruhi oleh

persepsi seseorang mengenai penyakit yang dideritanya untuk mengidentifikasi

pemberian suntikan insulin tersebut dapat dilihat jumlah pemberian insulin pada

waktu pre test dan post test.

Universitas Sumatera Utara


130

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi

Medan, pemberian insulin yang diberikan dalam rangka asuhan keperawatan bagi

luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan dilaksanakan secara

teratur setiap hari untuk menormalkan kadar gula darah pasien sehingga dapat

mempercepat kesembuhan pasien.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa diabetes Melitus

merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya

glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

kinerja insulin atau karena kedua-duanya. Penyakit ini bersifat kronik bahkan

seumur hidup. Sampai sekarang, belum ada obat yang dapat mengobati

penyakitnya, yang ada saat ini hanyalahusaha untuk mengendalikan glukosa darah

seperti glukosa darah pada responden normal (Suhartono, 2004).

Insulin merupakan suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam

amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfide. Hormon ini disintesa di dalam

retikulum endoplasma kasar sel B pankreas, kemudian ditranspor ke apparatus

golgi untuk dipaket dalam bentuk granul-granul, yang bergerak ke membran sel

dan akhirnya kandungan granul dilepaskan dengan cara eksositosis. Insulin

kemudian melewati laminal basal sel B dan kapiler dan fenestrata endotel kapiler

untuk mencapai aliran darah. Insulin disintesa sebagai bagian dari preprohormon

besar. Gen insulin terletak pada lenganpendek kromosom 11. Peptida asam amino

ke-23 milik Preproinsulin dihilangkan ketika memasuki retikulumendoplasma.

Sisa molekul kemudian dilipat dan ikatan disulfida dibentuk untuk membuat

Proinsulin. Segmen peptide (connecting peptide Ð C Peptide) yang

Universitas Sumatera Utara


131

menghubungkan rantai A dan B memfasilitasi pelipatan dan kemudian terlepas di

dalam granul sebelum sekresi. Normalnya, 90-97 % produk yang dilepas dari sel

B merupakan insulin dengan jumlah C peptide yang seimbang, dan sisanya adalah

proinsulin. Waktu paruh insulin dalam sirkulasi sekitar 5 menit.

Dalam sirkulasi, juga ditemukan zat yang memiliki aktivitas mirip insulin

yang aktivitasnya tidak dapat ditekan oleh antibody anti insulin, yang disebut

nonsuppressible insulin-liki activity (NSILA). Tergolong ke dalam NSILA antara

lain insulin-like growth factor I dan II (IGF I dan IGF II).

Aktivitas utama insulin, dapat dikelompokkan menjadi aktivitas cepat,

sedang dan lambat. Dalam waktu beberapa detik, insulin meningkatkan transpor

glukosa, asam amino dan K+ ke dalam sel yang sensitif insulin. Efek jangka

sedang terjadi dalam beberapa menit dimana terjadi stimulasi sintesa protein,

inhibisi degradasi protein, aktivasi enzim glikolitik dan glikogen sintase, dan

inhibisi fosforilase dan enzim glukoneogenik. Efek jangka lama (dalam beberapa

jam) adalah meningkatkan mRNA untuk enzim lipogenik dan enzim lain. Glukosa

memasuki sel melalui facilitated diffusion, atau pada usus dan ginjal melalui

transpor aktif Na sekunder. Pada jaringan otot, lemak dan beberapa lainnya insulin

memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan jumlah

glucose transporter pada membran sel yang bertanggung jawab untuk facilitated

diffusion glukosa. Reseptor insulin ditemukan pada berbagai sel tubuh, termasuk

pada sel yang insulin tidak meningkatkan ambilan glukosanya. Reseptor insulin

memiliki berat molekul 340.000 merupakan suatu tetramer yang terdiri dari

masing-masing 2 subunit glikoprotein a dan b. Pada sel endotel, reseptor insulin

Universitas Sumatera Utara


132

diekspresikan pada permukaan sel sebayak kira-kira seper sepuluh dari jumlah

reseptor IGF-I (40.000 vs 400.000 reseptor per sel). Gen untuk reseptor insulin

memiliki 22 ekson dan terletak di kromosom 19. Ketika reseptor insulin dari sel

yang sensisif mengikat insulin, aktivitas tirosin kinase terpicu yang memicu

forforilasi dan defosforilasi dan juga sistem efektor lain dan mediator sekunder.

Pada otot rangka, jantung, polos dan jaringan sensitif lain, aktivasi reseptor insulin

menyebabkan aktivasi phosphatidylinositole 3-kinase (PI3K) yang mempercepat

translokasi endosom yang mengandung GLUT-4 ke membran sel. GLUT-4

kemudian memediasi transport glukosa ke dalam sel.

Peranan insulin sebagai hormon yang memodulasi ambilan glukosa secara

umum telah banyak diketahui. Dalam kaitan dengan fungsi kardiovaskular,

ternyata insulin juga memiliki peran penting dalam kondisi kardiovaskular yang

sehat dan juga sakit. Tinjauan pustaka ini bertujuan mengungkapkan secara lebih

mendalam peranan insulin dalam kaitan dengan fungsi kardiovaskular tersebut.

Untuk lebih terstruktur, pembahasan akan dipecah kedalam tiga sub pokok

bahasan: efek insulin pada pembuluh darah, kerja insulinpada jantung dan peran

insulin pada fungsi kardiovaskular. Setelah berikatan dengan reseptor, insulin

mempengaruhi endotel melalui dua jalur signal yang berbeda. Efek utama ambilan

glukosa dan vasodilatasi terjadi melalui perangsangan jalur PI3-K, sedangkan efek

vasokonstriksi dan proliferasi terjadi melalui perangsangan jalur yang tergantung

pada mitogen-activatedprotein kinase (MAPK) dan secara fisiologis tidak begitu

penting, namun insulin jelas berperan dalam mempotensiasi endothelium

dependent vasodilatation. Hampir semua stimuli yang menghasilkan vasodilatasi

Universitas Sumatera Utara


133

terjadi melalui nitric oxide (NO), suatu gas yang aktif secara biologi, terdapat di

hampir semua jaringan, yang karena berat molekulnya yang rendah dan sifat

lipofiliknya dapat berdifusi dengan mudah menembus membran sel. Pada otot

polos dinding pembuluh darah, NO eregulasi kalsium sitoplasma dan

menyebabkan relaksasi serabut otot polos dan karenaitu menghasilkan

vasodilatasi. NO dihasilkan oleh kerja nitric oxide synthase (NOS) yang

mengkatalisis perubahan substrat asamamino L-arginine menjadi nitric oxide

(NO) dan L-citrulline.

Ada tiga isoenzim NOS. NOS-I yang dihasilkan jaringan saraf dan NOS-

III yang dihasilkan sel endotel berespon dengan agonis yang meningkatkan

kalsium intra selular, sedangkan NOS-II, khususnya yang dihasilkan makrofag

dan sel endotel diekspresikan karena efek proinflamasi sitokin dan dapat

melepaskan beberapa kali lebih banyak NO. NOS-I dan NOS-II (keduanya disebut

constitutive NOS) menghasilkan NO untuk waktu singkat ketika diinduksi oleh

vasodilator seperti asetilkolin atau bradikinin. NOS-III (disebut juga inducible

NOS) mensintesa NO untuk waktu lebih lama dengan cara konstan ketika ada

rangsangan dari sitokinproinflamasi seperti TNF-a misalnya. Rangsangan

pelepasan NO terpenting berasal dari shear stress yang disebabkan peningkatan

kecepatan aliran darah, sehingga bersifat tergantung endotel. Nitrat yang diberi

melalui cara apapun merupakan donor NO, melepaskan NO ke dalam sirkulasi

dan secara langsung melepaskan cGMP di dalam sel otot polos sehingga

menyebabkan vasodilatasi yang tidak tergantung dengan responendotel insulin

memiliki efek vasodilator yang mekanismenya berbeda dengan vasodilator lain.

Universitas Sumatera Utara


134

Vasodilator klasik seperti asetilkolin menstimulasi peningkatan kalsium intrasel

yang memudahkan pengikatan kalsium/kalmodulin ke NOS endotel (eNOS).

Didukung oleh berbagai kofaktor, ini menyebabkan disosiasi eNOS dari caveolin-

1 sehingga mengaktivasi eNOS. Jalur signal insulin dalam mengaktivasi eNOS di

endotel, berbeda total, terpisah dan tidak tergantung dari mekanisme klasik yang

tergantung kalsium. Jalur ini memerlukan aktivasi reseptor insulin tirosin kinase

yang kemudian memfosforilasi IRS-1 yang menghasilkan pengikatan dan aktivasi

PI3K dan selanjutnya aktivasi PDK-1 yang kemudian mengaktifkan Akt, yang

memfosforilasi dan mengaktivasi eNOS yang menghasilkan peningkatan produksi

NO yang bersifat vasodilator dalam hitungan menit. NO yang berasal dari endotel

ini kemudian berdifusi ke dalam sel otot polos pembuluh darah (vascularsmooth

muscle cell, VSMC) dimana dia mengaktivasi guanylate cyclase untuk

meningkatkan kadar cGMP yang memicu relaksasi vaskular 3,12 Selain produksi

NO di endotel, insulin juga merangsang sekresi endothelin-1 (ET-1), suatu

vasokonstriktor yang melawan efek vasodilatasi NO. Perangsangan ET-1 ini

menggunakan jalur signal yang tergantung MAPK

Pada tikus yang reseptor insulinnya di endotel dirusak, ekspresi kedua

eNOS dan ET-1 menurun signifikan. Pada manusia, efek insulin terhadap ET-1

sirkulasi tidak dapat disimpulkan dengan jelas.3 Namun, Piatti et al.13 mencatat

adanya peningkatan kadar ET-1 setelah pemberian bolus insulin pada manusia.

Karena ET-1 merupakan suatu faktor parakrin, konsentrasi plasma kurang relevan

untuk memprediksi aksi ET-1 pada vaskular dibanding konsentrasi lokal. Efek

sokonstriksi insulin juga terjadi melalui perangsangan sistem saraf simpatik. Pada

Universitas Sumatera Utara


135

individu dengan sedikit lemak tubuh (lean), insulin dalam konsentrasi fisiologis

meningkatkan kadar katekolaminvena dan aktivitas saraf simpatis. Infus insulin

memperkuat rangsangan simpatis acara sentral ke ototrangka Walaupun

penelitian invivo masih kurang, studi invitro memperlihatkan bahwa efek insulin

pada sel otot polos pembuluh darah manusia dapat dibagi dua: efek jangka pendek

dan jangka panjang. Dalam jangka pendek (beberapa menit sampai 1 jam), insulin

melemahkan kontraksi sel otot polos pembuluh darah melalui stimulasi NO.

Dalam jangka panjang insulin memacu peningkatan sintesa DNA dan proliferasi

sel otot polos pembuluh darah, walau dalam konsentrasi fisiologis. Lebih

mencemaskan lagi, insulin melipatgandakan efek proliferatif beberapa faktor

pertumbuhan yang terlibat dalam pembentukan dan pertumbuhan plak; dan juga

meningkatkan efek biologi lainnya. Misalnya, insulin menyebabkan up-regulation

reseptor 1 angiotensin dan mengakibatkan oversensitisasi otot polos pembuluh

darah terhadap peningkatan kalsium dan kontraksi yang dimediasi angiotensin- II.

Sehingga pemaparan lama hiperinsulinemia berimplikasi terjadinya aterogenesis

dan hipertensi.

Resistensi insulin dicirikan oleh kerusakan pada jalur sinyal yang

tergantung PI3K, sedangkan jalur MAPK tidak terpengaruh. Ini memberi

implikasi penting karena resistensi insulin biasanya disertai hiperinsulinemia

kompensasi untuk mempertahankan euglikemia. Hiperinsulinemia akan memacu

jalur yang tergantung MAPK menyebabkan ketidakseimbangan antara efek

insulin melalui jalur PI3K dan MAPK. Hal ini mengakibatkan peningkatan sekresi

ET-1, aktivasi pompa kation, dan peningkatan ekspresi VCAM-1 dan molekul

Universitas Sumatera Utara


136

adhesi lainnya melalui jalur MAPK. Penurunan sinyal melalui PI3K dan

peningkatan sinyal melalui jalur MAPK akan menyebabkan penurunan produksi

NO dan meningkatkan produksi ET-1 yang merupakan tanda tanda disfungsi

endotel.

Insulin juga memiliki efek anti inflamasi yang terkait dengan disfungsi

endotel dan proses aterosklerosis. Insulin mengurangi ekspresi protein permukaan

oinflamasi intercellular adhesion melecule-1 (ICAM-1), kemokin

monocytechemoattractant potein-1 (MCP-1), dan faktortranskripsi proinflamatori

kunci nuclear factor-kappaB (NF-kB) pada kultur sel endotel aorta manusia, pada

konsentrasi fisiologis insulin. Insulin juga ditunjukkan menekan matrix

metalloproteinase-9 (MMP-9) dan faktor pertumbuhan endotel vaskular. Pada

pasien dengan infark miokard akut, infus insulin menghasilkan supresi C-reactive

protein (CRP) sampai 40 % dalam 24 jam awal infus insulin. Manfaat insulin

tersebut hanya muncul bila insulin diberikan secara intra vena, tidak secara

subkutan.

5.5 Peranan Faktor Psikologis dalam Penyembuhan Luka Gangren pada


Penderita DM

Berdasarkan hasil diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan

bahwa faktor psikologis luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi

Medan adalah baik yakni pada kelompok intervensi sebanyak 28 responden

(93.3%) dan minoritas menyatakan faktor psikologis adalah buruk yakni pada

kelompok kontrol sebanyak 28 responden (93.3%) sedangkan pada tingkat

kesembuhan pasien, hasil uji deskriptif memperlihatkan bahwa mayoritas

Universitas Sumatera Utara


137

responden menyatakan bahwa kesembuhan luka gangren pada penderita DM di

RSU Dr. Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 23 responden (38.3%) dan

minoritas menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni sebanyak 16 responden

(26.7%), selanjutnya dengan faktor psikologis yang buruk dalam asuhan

keperawatan terhadap luka gangren pada luka DM 19 responden (31,7%)

mengalami penyembuhan luka yang buruk dan 2 responden (3,3%) mengalami

penyembuhan baik.

Beberapa penyakit fisik dapat mengakibatkan kecemasan (beban

psikologis) pada responden. Responden dengan penyakit kronis, rentan

mengalami kecemasan salah satunya adalah penderita diabetes. Gangguan

kejiwaan yang dimaksud bukanlah gangguan jiwa yang sering dikenal oleh

sebagian masyarakat sebagai gila, melainkan dalam bentuk gangguan mental serta

perilaku yang gejalanya mungkin tidak disadari oleh masyarakat yakni kecemasan

(WHO, 2009).

Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang

ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing

Ability/RTA masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami

keretakan kepribadian/Splitting of Personality), perilaku dapat terganggu tetapi

masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2006).

Beberapa penyakit fisik dapat mengakibatkan kecemasan pada

seresponden. Kurang lebih 5-10% masyarakat umum mengalami kecemasan.

Hasil survei Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) yang

Universitas Sumatera Utara


138

diumumkan bulan Juni 2007 yang lalu maka hampir semua responden di

Indonesia sedang mengalami kecemasan. Menurut survei ini 94% masyarakat

Indonesia mengidap kecemasan dari tingkat ringan hingga yang paling berat.

Kecemasan telah diprediksi oleh WHO sebagai penyebab masalah utama pada

tahun 2020 dan sebagai penyakit kedua di dunia setelah jantung iskemik.

Seresponden dengan penyakit kronis, rentan mengalami kecemasan salah satunya

adalah penderita Diabetes. Hasil penelitian David (2004) terdapat 48% penderita

Diabetes yang mengalami kecemasan akibat penyakitnya. Badan Kesehatan Dunia

mencatat 27% pasien Diabetes Mellitus mengalami kecemasan.

Kecemasan merupakan perasaan sehari-hari yang menyertai kesedihan

yang dibesar-besarkan secara terus menerus. Kecemasan adalah gangguan suasana

hati yang bervariasi. Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan

(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas

(Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak

mengalami keretakan kepribadian/Splitting of Personality), perilaku dapat

terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2006).

Menurut Nevid (2006), ansietas/kecemasan adalah suatu keadaan khawatir

yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Banyak hal

yang harus dicemaskan misalnya, kesehatan kita, relasi sosial, ujian, karier, relasi

internasional, dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal yang dapat menjadi

sumber kekhawatiran. Kecemasan bermanfaat bila hal tersebut mendorong kita

untuk melakukan pemeriksaan medis secara regular atau memotivasi kita untuk

Universitas Sumatera Utara


139

belajar menjelang ujian. Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman,

tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal bila datang tanpa ada penyebabnya yaitu,

bila bukan merupakan respon terhadap lingkungan. Dalam bentuk yang ekstrem,

kecemasan dapat mengganggu fungsi kita sehari-hari.

Mark dan Barlow (2006) mengatakan bahwa keadaan suasana hati yang

ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana

responden mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di

masa yang akan datang dengan perasaan khawatir. Kecemasan mungkin

melibatkan perasaan, perilaku, dan respon fisiologis. Kecemasan pada jumlah

yang sedang diperlukan dalam kehidupan tetapi dapat merugikan dalam jumlah

yang banyak. Menurut Widodo (2003) kecemasan adalah respon emosional

terhadap penilaian intelektual.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Harold (2007) bahwa ansietas

adalah perasaan yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur

tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau

beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi

responden tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak,

jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau

buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah.

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering

ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi

medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan

diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien.

Universitas Sumatera Utara


140

Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi

tingkat kecemasan Kaplan dan Sadock (1997).

Dampak kecemasan terhadap sistem saraf sebagai neuro transmitter terjadi

peningkatan sekresi kelenjar norepinefrin, sero tonin, dan gama aminobuyric acid

sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan: a) fisik (fisiologis), antara lain

perubahan denyut jantung, suhu tubuh, pernafasan, mual, muntah, diare, sakit

kepala, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun ekstrim, kelelahan yang

luar biasa; b) gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik

bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur, gerakan

yang aneh-aneh; c) gejala gangguan mental, antara lain kurang konsentrasi,

pikiran meloncat-loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan ingatan,

phobia, ilusi dan halusinasi (Hawari, 2001).

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya (Gustaviani, 2006). Hiperglikemia kronik pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan

beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah

(Gustaviani, 2006).

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan

onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,

sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi

ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi

diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku

rural-tradisional menjadi perilaku urban. Faktor resiko yang berubah secara

Universitas Sumatera Utara


141

epidemiologik diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih

lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh. Kurangnya aktifitas jasmani dan

hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik

yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2 (Gustaviani, 2006).

5.6 Peranan Faktor Sosial dalam Penyembuhan Luka Gangren pada


Penderita DM

Berdasarkan hasil diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan

bahwa faktor sosial luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan

adalah baik yakni pada kelompok intervensi sebanyak 26 responden (86,7%) dan

minoritas menyatakan faktor psikologis adalah buruk yakni pada kelompok

kontrol sebanyak 26 responden (86,7%) sedangkan pada tingkat kesembuhan

pasien, hasil uji deskriptif memperlihatkan bahwa mayoritas responden

menyatakan bahwa kesembuhan luka gangren pada penderita DM di RSU Dr.

Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 20 responden (33.3%) dan minoritas

menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni sebanyak 13 responden (21.7%),

selanjutnya dengan faktor psikologis yang buruk dalam asuhan keperawatan

terhadap luka gangren pada luka DM 22 responden (36,3%) mengalami

penyembuhan luka yang buruk dan 5 responden (8,3%) mengalami penyembuhan

baik.

5.7 Penyembuhan Luka Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi
dan Kontrol pada penderita DM di Rumah Sakit Umum Pirngadi
Medan

Berdasarkan hasil diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan

bahwa ukuran luka pada waktu Pre Test dan Post test pada kelompok intervensi

Universitas Sumatera Utara


142

31,7% atau 19 responden dengan luka buruk dan 11 responden (18,3%) dengan

ukuran luka baik sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 21 responden

(35,0%) dengan ukuran luka baik dan 9 responden (15%) dengan ukuran luka

baik. Pada waktu post test untuk kelompok intervensi 26 responden (43,3%)

ukuran luka baik dan pada kelompok kontrol 23 responden (38,3%) buruk.

Hal ini dilihat stadium mulai 1 – 5 yaitu: Hilangnya lapisan kulit hingga

dermis, Lesi terbuka sampai ke tulang atau tendon (dengan goa), Penetrasi dalam,

osteo, ileitis, pyarthrosis, abses plantar atau infeksi hingga tendon, Gangren

sebagian, menyebar dari jari kaki, kulit sekitar selulitis, gangren lembab/ kering,

Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik/ gangren.

Turun : baik apabila kondisi luka ada kemajuan dilihat PxLxD (Panjang, Lebar,

Dalam) luka kering kulit kembali normal, tanda-tanda insfeksi tidak terjadi.

5.8 Kadar Gula Darah Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi
dan Kontrol pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Pirngadi
Medan

Berdasarkan hasil diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan

bahwa untuk waktu Pre test pada kelompok interval terdapat 30 responden

(50,0%) dengan kadar gula darah buruk dan pada kelompok kontrol juga terdapat

30 responden (50,0%) dengan kadar gula darah buruk. Pada waktu Post test untuk

kelompok intervensi terdapat 26 responden (43,3%) dengan kadar gula darah baik

dan pada kelompok kontrol terdapat 16 responden (26,7%) dengan kadar gula

darah buruk dan 14 responden (23,2%) dengan kadar gula darah baik.

Universitas Sumatera Utara


143

Hal ini dilihat dari apabila dikatakan normal kadar gula darahnya :

- Ketika puasa: 4 - 7 mmol/l atau 72 - 126 mg/dl

- 90 menit setelah makan: 10 mmol/l atau 180 mg/dl

- Malam hari: 8 mmol/l atau 144 mg/dl

Dengan menjaganya tetap normal, Anda tidak perlu khawatir akan resiko

diabetes. Apabila lebih tinggi dari batas normal maka wajib untuk melakukan

diet gula. Walaupun demikian, dalam diet gula, jangan terlalu ekstrim

menghindari yang manis-manis.

Gula Darah Rendah

Biasanya ditandai dengan rasa lemas dan kunang-kunang.

Untuk itu, apabila terjadi gula darah drop dan terasa lemas, segera makan yang

manis-manis.

Makanan manis yang disarankan adalah buah-buahan. Buah manis dapat dengan

cepat dicerna oleh tubuh yaitu antara 10-20 menit saja.

Dengan makan besar seperti makan nasi seperti biasa maka akan membutuhkan

waktu antara 2-3 jam untuk dicerna. Segera makan buah apabila gula darah

rendah.

Gula Darah Tinggi

Hiperglikemia atau gula darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang serius

bagi mereka dengan diabetes, yang terjadi ketika ada terlalu banyak gula dalam

darah.

Universitas Sumatera Utara


144

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis tentang pengaruh asuhan keperawatan terhadap

kesembuhan luka gangren pada penderita DM di Rumah Sakit Umum

Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014, dapat ditarik kesimpulan bahwa ;

1. Ada perbedaan signifikan antara variabel diet, olahraga fisik, perawatan luka

dan pemberian insulin terhadap penyembuhan luka gangren pada intervensi

dan kontrol kelompok post test.

2. Asuhan keperawatan berupa diet dan olahraga fisik berpengaruh signifikan

terhadap penyembuhan luka gangren.

3. Berdasarkan analisis multivariat memperlihatkan bahwa nilai koefisien regresi

(B) olahraga fisik sebesar 1,902 dengan nilai OR sebesar 6,697 dan

95%CI=1,693-26,487, artinya penyembuhan luka pasien yang buruk 6,697

kali perkiraan kemungkinannya olahraga tidak teratur dibanding penyembuhan

luka yang baik.

4. Asuhan keperawatan ini dilakukan secara terus-menerus pada penderita DM

dengan gangren yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan

intervensi, implementasi dan evaluasi. Hasil akhir asuhan keperawatan

penting dilakukan untuk menilai progresifitas proses penyembuhan luka,

perawat melakukan evaluasi proses setiap selesai melakukan tindakan

perawatan luka/ganti balutan, dan evaluasi hasil dapat dilakukan 4-6 mg. Jika

dalam kurun waktu tersebut belum menunjukkan kemajuan seyogyanya

144

Universitas Sumatera Utara


145

dilakukan pengkajian ulang secara subjektif dam objektif pada keluhan

penderita.

5. Ada perbedaan signifikan antara pre and post intervensi asuhan keperawatan

terhadap tingkat kesembuhan luka gangren pada penderita DM.

6.2 Saran

Mengingat belum maksimalnya keberhasilan penerapan asuhan

keperawatan luka gangren pada penderita DM dalam meningkatkan kesembuhan

luka gangren pada penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan,

penulis memberikan saran saran sebagai berikut;

1. Kepada manajemen RSU Dr. Pirngadi Medan, disarankan agar lebih

meningkatkan pelayanan pasien penderita DM khususnya dengan

penyediaan diet dan fasilitas olah raga yang baik sehingga kesembuhan luka

gangren pada penderita DM dapat lebih ditingkatkan.

2. Pada penderita DM dengan luka gangren di Rumah Sakit Umum

Dr.Pirngadi Medan disarankan untuk lebih meningkatkan kepatuhan

mengkonsumsi diet, menjalani latihan fisik dan perawatan luka sehingga

tingkat kesembuhannya dapat lebih ditingkatkan.

3. Diharapkan kepada responden dan keluarga agar mau belajar tentang cara

perawatan luka gangren di rumah dengan tekhnik steril dan bersih.

4. Diharapkan kepada penderita DM dengan gangren untuk tidak secara

sembarangan memberikan suntikan insulin pada diri sendiri tetapi harus

tetap di kontrol oleh petugas kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai