BAB 3
METODE PENELITIAN
kontrol. Desain ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan
bebas dan variabel terkait dengan cara melibatkan kelompok kontrol dan
kelompok intervensi yaitu penyembuhan luka kadar gula darah, ukuran luka. DM
dengan Gangren. Kontrol tidak diberikan intervensi (Burn dan Grobe, 2001).
Measurement of Measurement of
64
Nonequivalent Posttest
Keterangan :
dokter).
- : Dilakukan perlakuan/intervensi
O1-A : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, sebelum intervensi.
O2-A : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, sesudah intervensi
selama 12 minggu.
O1-B : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, awal kontrol.
DM dengan gangren.
serta menyadari siapa dirinya dan dimana posisinya dalam hierarki sosial,
sehingga dapat menentukan self identity dan self esteem individu tersebut.
Dukungan sosial juga berfungsi untuk mengurangi stress karena melalui interaksi,
pasien dapat berpikir lebih realistis dan mendapatkan perspektif lain sehingga
Penelitian ini dilakukan di Kelas III Ruang 14 serta ruang mawar A dan
merupakan rumah sakit tipe B, dan sebagai rumah sakit pendidikan dan rujukan
Waktu penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yang dimulai pada 27 Juni
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien luka gangren pada
penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan dirawat di Kelas III Ruang 14 dan
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini yang dijadikan subjek sebanyak 60 luka gagren pada
penderita DM. Subjek penelitian ini diambil berdasarkan kriteria penelitian dan
sampling dimana semua subyek penelitian yang datang dan memenuhi kriteria
a. Pasien DM Tipe 2
46-55 tahun
55 tahun keatas
Kriteria eksklusi :
penelitian.
berobat.
Populasi Target
Pada awal penelitian kadar gula darah semua sampel 60 pasien yang terdiri
diambil berupa darah vena sebanyak 10 cc yang dilakukan secara steril oleh
pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan ukuran luka baik dari kelompok
luka.
bisa menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada tidaknya goa dengan
luka.
c) Alat ukur harus sesuai dan bila alat ukur tersebut digunakan berulang kali,
d) Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit sekitar luka untuk menilai apakah
pada luka terdapat selulitis, edenam benda asing, dermatitis kontak atau
maserasi.
North Sumatera Utara pada April 2014. Informed Consent diminta secara
b. Informed Consent
terdiri dari diet, olahraga fisik, perawatan luka dan pengobatan pada pasien DM
luka gangren, yang bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Responden
Kualitas data ditentukan oleh validitas dan reliabilitas alat ukur. Validitas
adalah kesahihan, yaitu seberapa dekat alat ukur mengatakan apa yang seharusnya
diukur (Hastono, 2001; Sastroasmoro dan Ismail, 2002). Sementara itu reliabilitas
apabila ia memberikan nilai yang sama atau hampir sama bila pengukuran
gangren terdiri dari diet, latihan jasmani, perawatan luka, pengobatan sedangkan
kelompok kontrol terdiri dari penyembuhan luka, kadar gula darah, ukuran luka,
maka peneliti melakukan uji coba instrumen pada 20 pasien DM yang sedang
(Cronbach’s Alpha) 0.813 untuk instrumen ukur diet, perawatan luka, pengobatan
nilai r (cronbach’s Alpha) 0.831 untuk instrumen ukur, olahraga fisik dan nilai r
b. Uji Reliabilitas
penelitian dikatakan reliabel jika diperoleh alpha lebih atau sama dengan 0.7. Uji
digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan
data atau jawaban yang sama, dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam
metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran, dengan ketentuan : jika nilai r-Alpha > r-table maka dinyatakan reliable
alpha cronbach’s lebih besar dari 0,7 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh
data kuantitatif menggunakan perangkat lunak statistik, mulai dari editing, coding,
scoring, transferring, dan cleaning. Jenis data yang diolah adalah data numerik
dan kategorik. Secara garis besar pengolahan data kuantitatif adalah sebagai
berikut :
termasuk dalam kategori yang sama. Dalam lembaran tiap responden yang
Contoh:
Item pertanyaan ke-1 pada variabel pemberian diet. Apakah anda selalu menuruti
Jika responden menjawab Ya, maka di input 1 dalam program SPSS. Jika
memasukkan data nomor jawaban yang telah diisi responden ke dalam komputer
mengentri data maka dilakukan pembersihan data. Salah satu cara yang dilakukan
kelogisannya.
uji chi-square dengan kasus kontrol karena variabel indipenden dan dependen
menggunakan 2 kategori yaitu : baik dan buruk untuk melihat faktor risiko dengan
diet, olahraga fisik, senam kaki, perawatan luka, pengobatan dokter pemberian
logistik berganda pada taraf kepercayaan 95% dengan metode backward stepwise,
BAB 4
HASIL PENELITIAN
85
Sosial
Baik 17 56,7 11 36,7
0,121
Tidak baik 13 43,3 19 63,3
Pendidikan
Tinggi 11 36,7 5 16,7 0,080
Rendah 19 63,3 25 83,3
Penghasilan
Tinggi 10 33,3 13 43,3 0,426
Rendah 20 66,7 17 56,7
perempuan sebanyak 76,7%, psikologi baik sebanyak 56,7%, sosial baik sebanyak
66,7%.
kelamin perempuan 56,7%, psikologi tidak baik sebanyak 60%, sosial tidak baik
jenis kelamin, psikologi, sosial, pendidikan dan penghasilan tidak berbeda baik
Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Apakah anda selalu
menuruti keinginan/nafsu
makan tanpa mengindahkan 28 93,3 2 6,7 26 86,7 4 13,3
aturan makan yang telah
ditetapkan
2. Apakah anda makan nasi
pada saat pagi, siang &
21 70,0 9 30,0 15 50,0 15 50,0
malam dengan porsi 1
piring.
3. Apakah anda tidak mau
mengikuti petunjuk tentang 23 76,7 7 23,3 13 43,3 17 56,7
jadwal & aturan makan
4. Apakah hanya pada siang
hari saja anda makan 23 76,7 7 23,3 9 30,0 21 70,0
dengan nasi + lauk pauk
5. Apakah keluarga turut
mendukung anda dalam
22 73,3 8 26,7 16 53,3 14 46,7
perencanaan makan yang
telah ditetapkan.
pertanyaan tentang pemberian diet pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada
(93,3 %), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya”
dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 26 responden (86,7%). Berarti bahwa
Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Menurut anda, apakah
olahraga itu penting bagi
26 86,7 4 13,3 23 76,7 7 23,3
penderita diabetes
mellitus.
2. Apakah anda mau untuk
memulai latihan olahraga
fisik dengan berjalan- 20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
jalan disekitar rumah
selama 30 menit.
3. Apakah latihan olahraga
fisik harus dilakuan 20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
secara teratur.
4. Apakah anda setiap hari
20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
melakukan olahraga fisik
5. Melakukan jenis olahraga
fisik sesuai yang 20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3
dianjurkan
pertanyaan tentang olahraga fisik pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada
kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga
yang mengetahui bahwa olahraga itu penting bagi penderita diabetes mellitus
adalah olah raga aerobik seperti jogging, berenang, senam kelompok dan
responden kelompok kontrol, ada yang melakukan lebih dari 1 jenis olahraga.
(36,4%).
Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Apakah anda tahu cara
perawatan luka pada
25 83,3 5 16,7 25 83,3 5 16,7
penderita Diabetes
mellitus.
2. Apakah anda tahu bahwa
luka pada penderita
Diabetes mellitus sukar
21 70,0 9 30,0 16 53,3 14 46,7
untuk disembuhkan dan
cenderung meninggalkan
bekas atau putus
3. Apakah petugas kesehatan
memberitahukan cara
21 70,0 9 30,0 19 63,3 11 36,7
perawatan luka lanjutan di
rumah
4. Menurut anda apabila
luka gangren dirawat
23 76,7 7 23,3 18 60,0 12 40,0
dengan baik dan benar
maka pasti akan sembuh.
5. Apakah pengobatan luka
gangren anda
menggunakan obat 25 83,3 5 16,7 21 70,0 9 30,0
antiseptik atau
desinfektan
menjawab “ya” dari pertanyaan item ke-1 dan ke-5 yaitu responden tahu cara
kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga yaitu
responden tahu cara perawatan luka pada penderita diabetes mellitus sebanyak 25
responden (83,3 %). Berarti bahwa baik kelompok kontrol maupun intervensi
Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Apakah setiap hari
mendapatkan terapi 26 86,7 4 13,3 25 83,3 5 16,7
insulin.
2. Apakah terapi insulin
yang anda lakukan
18 60,0 12 40,0 17 56,7 13 43,3
mempunyai waktu yang
teratur.
3. Yang dikatakan terapi
insulin dengan
pemberian suntikan 20 66,7 10 33,3 18 60,0 12 40,0
apakah sama dengan
pemberian oral.
4. Apakah anda tahu
lokasi penyuntikan 19 63,3 11 36.7 14 46,7 16 53,3
insulin.
5. Apakah anda teratur
mengkonsumsi jenis 21 70,0 9 30,0 13 43,3 17 56,7
obat insulin berupa oral.
pertanyaan item ke-1 yaitu setiap hari responden mendapatkan terapi insulin
responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 25 responden
(83,3 %). Berarti bahwa kelompok intervensi lebih banyak mendapatkan terapi
Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Saya kesulitan untuk
menjalankan diet DM seperti 28 93,3 2 6,7 28 93,3 2 6,7
yang dianjurkan dokter.
2. Saya dapat mengendalikan
keluarga ketika saya
8 26,7 22 73,3 16 53,3 14 46,7
membutuhkan bantuan untuk
mengikuti diet DM.
3. Saya percaya bahwa diet DM
dapat membantu mencegah saya 9 30,0 21 70,0 9 30,0 21 70,0
menderita komplikasi penyakit
4. Saya percaya bahwa diet DM
dapat membantu saya 24 80,0 6 20,0 18 60,0 12 40,0
mengontrol penyakit diabetes.
5. Mengontrol BB adalah sesuatu
yang harus dijalankan, tidak 26 86,7 4 13,3 16 53,3 14 46,7
peduli betapapun sulitnya.
6. Saya percaya bahwa
mengkonsumsi obat DM dapat
26 86,7 4 13,3 14 46,7 16 53,3
membantu mencegah saya
menderita komplikasi penyakit.
7. Mengkonsumsi obat DM adalah
sesuatu yang harus dilakukan, 13 43,3 17 56,7 13 43,3 17 56,7
tidak peduli betapapun sulitnya.
8. Saya yakin bahwa
mengkonsumsi obat DM dapat
16 53,3 14 46,7 15 50,0 15 50,0
membantu saya mengontrol
penyakit diabetes
9. Saya percaya bahwa.
mengkonsumsi obat DM dapat
15 50,0 15 50,0 20 66,7 10 33,3
membantu saya merasa lebih
baik.
pertanyaan tentang faktor psikologi pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada
item ke-1 yaitu responden kesulitan untuk menjalankan diet DM seperti yang
kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga
Intervensi Kontrol
No Item Pertanyaan Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n %
1. Saya banyak menerima
dukungan dari teman-teman
26 86,7 4 13,3 26 86,7 4 13,3
untuk penyembuhan luka
gangren saya .
2. Tetangga saya selalu
menyarankan agar saya tetap
menjalani proses 22 73,3 8 26,7 17 56,7 13 43,3
penyembuhan luka gangren
dengan disiplin .
3. Keperdulian sanak saudara
membuat saya terus
13 43,3 17 56,7 12 40,0 18 60,0
bersemangat menjalani proses
penyembuhan luka gangren.
4. Dukungan semangat yang saya
terima dari responden lain
membuat saya tidak pernah 18 60,0 12 40,0 18 60,0 12 40,0
putus asa menjalani proses
penyembuhan luka gangrene.
5. Pihak lain yang tidak saya
kenal juga sering membuat
dukungan semangat selama 16 53,3 14 46,7 18 60,0 12 40,0
menjalani proses
penyembuhan luka gangren.
6. Saya tidak pernah merasa
ditinggalkan selama proses
penyembuhan berkat adanya 17 56,7 13 43,3 15 50,0 15 50,0
dukungan sosial dari berbagai
pihak.
pertanyaan tentang faktor sosial pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada
item ke-1 yaitu responden banyak menerima dukungan dari teman-teman untuk
kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Diet Pre Test dan Post Test pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test ada
18 responden (60,0%) yang berada dalam kelompok intervensi dan dietnya tidak
terpenuhi dan ada 16 responden (53,3%) yang berada dalam kelompok kontrol
dan dietnya tidak terpenuhi. Kemudian, pada waktu Post Test ada 6 responden
(20,0%) yang berada dalam kelompok intervensi dan dietnya tidak terpenuhi dan
ada 19 responden (63,3%) yang berada dalam kelompok kontrol dan dietnya tidak
terpenuhi. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan proporsi pemberian diet yang
terpenuhi untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan pada
waktu Post Test, ada perbedaan proporsi pemberian diet yang terpenuhi untuk
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Olahraga Fisik Pre Test dan Post Test pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test ada
fisiknya tidak teratur dan ada 16 responden (53,3%) yang berada dalam kelompok
kontrol dan olahraga fisiknya tidak teratur. Kemudian, pada waktu Post Test ada 7
responden (23,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan olahraga fisiknya
tidak teratur dan ada 20 responden (66,7%) yang berada dalam kelompok kontrol
dan olahraga fisiknya tidak teratur. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan
proporsi olahraga fisik yang teratur untuk pasien antara kelompok intervensi dan
kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi olahraga fisik
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Perawatan Luka Pre Test dan Post Test pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan
ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan perawatan
lukanya tidak baik dan ada 24 responden (80,0%) yang berada dalam kelompok
kontrol dan perawatan lukanya tidak baik. Kemudian, pada waktu Post Test ada 7
lukanya tidak baik dan ada 20 responden (66,7%) yang berada dalam kelompok
kontrol dan perawatan lukanya tidak baik. Pada waktu Pre Test dan Post Test, ada
perbedaan proporsi perawatan luka yang baik untuk pasien antara kelompok
Berdasarkan Tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test
ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan pemberian
insulinnya tidak baik dan ada 28 responden (93,3%) yang berada dalam kelompok
kontrol dan pemberian insulinnya tidak baik. Kemudian, pada waktu Post Test ada
insulinnya tidak baik dan ada 19 responden (63,3%) yang berada dalam kelompok
kontrol dan pemberian insulinnya tidak baik. Pada waktu Pre Test, tidak ada
perbedaan proporsi pemberian insulin yang baik untuk pasien antara kelompok
intervensi dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi
pemberian insulin yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Pre Test dan Post Test
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan
Berdasarkan Tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test
ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan KGD
buruk dan ada 27 responden (90,0%) yang berada dalam kelompok kontrol dan
KGD buruk. Kemudian, pada waktu Post Test ada 4 responden (13,3%) yang
berada dalam kelompok intervensi dan KGD buruk dan ada 16 responden (53,3%)
yang berada dalam kelompok kontrol dan KGD buruk. Pada waktu Pre Test, tidak
ada perbedaan proporsi KGD yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi
dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi KGD yang
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Ukuran Luka Pre Test dan Post Test pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan
Berdasarkan Tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test
ada 19 responden (63,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan ukuran
lukanya buruk dan ada 21 responden (70,0%) yang berada dalam kelompok
kontrol dan ukuran lukanya buruk. Kemudian, pada waktu Post Test ada 4
responden (13,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan ukuran lukanya
buruk dan ada 23 responden (76,7%) yang berada dalam kelompok kontrol dan
ukuran lukanya buruk. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan proporsi ukuran
luka yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan
pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi ukuran luka yang baik untuk pasien
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Penyembuhan Luka Pre Test dan Post Test
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan
Berdasarkan Tabel 4.14 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test
penyembuhan lukanya buruk dan ada 29 responden (96,7%) yang berada dalam
kelompok kontrol dan penyembuhan lukanya buruk. Kemudian, pada waktu Post
Test ada 24 responden (80,0%) yang berada dalam kelompok intervensi dan
penyembuhan lukanya buruk dan ada 30 responden (100,0%) yang berada dalam
kelompok kontrol dan penyembuhan lukanya buruk. Pada waktu Pre Test, tidak
ada perbedaan proporsi penyembuhan luka yang baik untuk pasien antara
kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan
proporsi penyembuhan luka yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi
dan kontrol.
pemberian insulin) dengan variabel terikat yakni penyembuhan luka gangren pada
Penyembuhan Luka
OR
Diet Baik Buruk Total p
95% CI
n % n % n %
Terpenuhi 21 60,0 14 40,0 35 100,0
Tidak 4 16,0 21 84,0 25 100,0 7,88
0,001
terpenuhi (2,22-27,91)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0
buruk. Dari 25 responden dengan pemberian diet tidak terpenuhi, terdapat 4 orang
terpenuhi.
penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.16
sebagai berikut:
Intervensi Kontrol
Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Diet
Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Terpenuhi 18 60,0 6 20,0 3 10,0 8 26,7
Tidak
4 13,3 2 6,7 0,645 0 0,0 19 63,3 0,041
terpenuhi
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0
baik serta 6 responden (20,0%) yang pemberian dietnya terpenuhi dalam asuhan
nilai p=0,645, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian diet dalam asuhan
Penyembuhan Luka
Olahraga OR
Baik Buruk Total p
Fisik 95% CI
n % n % n %
Teratur 19 61,3 12 38,7 31 100,0
Tidak 6 20,7 23 79,3 29 100,0 6,01
0,001
teratur (1,92-19,23)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0
buruk. Dari 29 responden dengan olahraga fisik tidak teratur, terdapat 6 orang
lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang olahraga fisiknya tidak teratur.
penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.18
sebagai berikut:
Intervensi Kontrol
Olahraga Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Fisik Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Teratur 16 53,3 4 13,3 3 10,0 8 26,7
Tidak
6 20,0 4 13,3 0,384 0 0,0 19 63,3 0,041
teratur
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0
teratur dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 4
responden (13,3%) yang olahraga fisiknya teratur dalam asuhan keperawatan dan
kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang olahraga fisiknya teratur dalam asuhan
Penyembuhan Luka
Perawatan OR
Baik Buruk Total p
Luka 95% CI
n % n % n %
Baik 22 53,7 19 46,3 41 100,0
Tidak baik 3 15,8 16 84,2 19 100,0 6,18
0,006
(1,56-24,48)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0
buruk. Dari 19 responden dengan perawatan luka tidak baik, terdapat 3 orang
perawatan lukanya baik 6,18 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya
penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.20
sebagai berikut:
Intervensi Kontrol
Perawatan Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Luka Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Baik 19 63,3 6 20,0 3 10,0 13 43,3
Tidak baik 3 10,0 2 6,7 0,589 0 0,0 14 46,7 0,228
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0
lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik
baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 13
responden (43,3%) yang perawatan lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan
nilai p=0,589, sehingga dapat disimpulkan bahwa perawatan luka dalam asuhan
Penyembuhan Luka
Pemberian OR
Baik Buruk Total p
Insulin 95% CI
n % n % n %
Baik 21 60,0 14 40,0 35 100,0
7,88
Tidak baik 4 16,0 21 84,0 25 100,0 0,001
(2,22-27,91)
Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0
buruk. Dari 25 responden dengan pemberian insulin tidak baik, terdapat 4 orang
lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang pemberian insulinnya tidak baik.
penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.22
sebagai berikut:
Intervensi Kontrol
Pemberian Penyembuhan luka Penyembuhan luka
Insulin Baik Buruk p Baik Buruk p
n % n % n % n %
Baik 18 60,0 4 13,3 3 10,0 10 33,3
Tidak baik 4 13,3 4 13,3 0,158 0 0,0 17 56,7 0,070
Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0
baik serta 4 responden (13,3%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan
baik serta 10 responden (33,3%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan
model prediksi regresi logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai
p<0,25 pada analisis bivariatnya yaitu diet, olahraga fisik, perawatan luka dan
Variabel P
Diet 0,001*
Olahraga fisik 0,001*
Perawatan luka 0,006*
Pengobatan Pemberian insulin (dokter) 0,001*
Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat
berpengaruh.
Exp(B)
Variabel B Sig. 95% CI
(Odd Ratio)
Diet 1,816 0,019 6,149 1,351-27,983
Olahraga Fisik 1,902 0,007 6,697 1,693-26,487
Pemberian Insulin 1,316 0,083 3,728 0,843-16,487
Constant -1,571 - - -
Berdasarkan hasil akhir uji regresi logistik berganda pada Tabel 4.24
diperoleh 2 variabel yang berpengaruh yaitu diet dan olahraga fisik, serta
diketahui bahwa olahraga fisik adalah variabel yang paling dominan berpengaruh
terhadap penyembuhan luka dengan nilai koefisien regresi (B) yaitu 1,902 dengan
nilai OR sebesar 6,697 dan 95%CI=1,693-26,487, artinya pasien yang olah raga
fisiknya teratur 6,697 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya baik
dibandingkan dengan pasien yang olahraga fisiknya tidak teratur, dapat dilihat
1
p( y ) ( 1, 5711,816 ( X1 ) 1, 902( X 2 )1, 316 ( X 3 )
1 e
Keterangan:
a : Konstanta -1,571
terpenuhi, olahraga fisiknya tidak teratur, pemberian insulin tidak baik maka
96,96%.
variabel olahraga fisik dan diet terhadap penyembuhan luka. Makin besar nilai
OR, makin kuat pengaruh variabel tersebut terhadap penyembuhan luka. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan seberapa besarkah populasi dapat dicegah bila
olahraga fisik diperbaiki dapat dilihat dari population attributable risk proportion
(PAR):
0,350(6,697 1)
PAR x100%
0,350(6,697 1) 1
PAR = 66,60%
Dimana:
P
Variabel
Intervensi Kontrol
Diet 0,680 0,016*
Olahraga fisik 0,243* 0,016*
Perawatan luka 0,460 0,088*
Pengobatan Pemberian 0,081* 0,037*
insulin (dokter)
Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat
fisik dan pemberian insulin mempunyai nilai p<0,25 sehingga kedua variabel
intervensi. Kemudian, dari hasil analisis pada kelompok kontrol diperoleh variabel
diet, olahraga fisik, perawatan luka dan pemberian insulin mempunyai nilai
kontrol.
menunjukkan adalah sejumlah variasi jawaban yang diberikan oleh responden dan
Keinginan nafsu makan aturan makan yang telah ditetapkan pada pagi
siang, malam, dengan porsi 1 piring serta mengikuti petunjuk tentang jadwal
terganggu otot kaki, otot betis dan paha, mengatasi adanya keterbatasan gerak
sendi, gerakan senam kaki dapat dilakukan secara teratur dengan sendirinya atau
nanah dengan memakai kain verban, membasahi luka lalu melindungi luka jangan
sampai terbentur, terantuk, terjepit, terinjak, melindungi luka sekitar dari tanda-
tanda infeksi.
Pemberian insulin cepat yaitu menurunkan kadar gula darah dalam waktu
20 menit mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam bekerja 6-8 jam, insulin cepat
sering kali digunakan beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntik 15-20
Insulin kerja sedang mulai dikerjakan dalam waktu 1-3 jam mencapai
puncak maksimum 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini disuntik
pada pagi hari, bisa pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang
malam. Insulin berjalan lambat efektif timbul 6 jam dan bekerja selama 28 – 36
jam gunanya adalah untuk mengontrol kadar gula darah sesuai dengan dosisnya
pada penderita.
yang berat. Pemberian kadar gula darah dapat diberikan berbagai cara baik di
Sering dilakukan dirumah atau dilakukan sendiri karena biaya murah, efektif,
akan pencegahan dan penyesuaian keadaan psikologi serta kualitas yang lebih
- Diet
- Olahraga
- Perawatan luka
- Ada perubahan gaya hidup pasien, antara lain mengurangi porsi makanan,
ibadah.
diperhatikan secara fisik dan psikologis lebih dari pasangan hidup, orang tua
pasien, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta kelompok
dalam perawatan luka. Hal ini dikarenakan pasien sudah menganggap penyakitnya
tidak akan sembuh dan sudah putus asa. Maka perlunya penanganan yang adekuat
sempit.
yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien
dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dokter, ahli
menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah: Mengikuti pola
diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur, melakukan
BAB 5
PEMBAHASAN
Dr. Pirngadi Medan adalah pada kelompok intervensi baik yakni sebanyak 28
responden (93.3%) dan minoritas menyatakan pemberian diet adalah buruk pada
bahwa kesembuhan luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan
dengan pemberian diet yang buruk dalam asuhan keperawatan terhadap luka
dianjurkan untuk diet yang sehat. Food Recall yang dianjurkan pada pasien yaitu :
konsumsi makanan yang seimbang dengan kecukupan gizi yang baik yaitu
protein, 20 % lemak.
114
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
karena itu, diperlukan pemberian diet khusus bagi penderita DM yang dikenal
dengan terapi gizi medis. Menurut hasil penelitian ilmiah terapi gizi medis
merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Agar dapat berhasil
Terapi Gizi Medis memerlukan keterlibatan menyeluruh dari anggota (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan, dan pasien itu sendiri). Setiap penderita diabetes
sebaiknya mendapat Terapi Gizi Medis sesuai dengan kebutuhan agar sasaran
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pola makan bagi penderita diabetes mellitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal
pengaturan gula darah. Menjadi diabetes sering segera dikaitkan dengan tidak
boleh makan gula. Memang benar gula menaikkan gula darah namun perlu
pengelolaan Diabetes Mellitus, akan tetapi mempunyai kendala yang sangat besar
penderita diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk responden sehat
masyarakat umum, yaitu makanan yang beragam bergizi dan berimbang atau lebih
dikenal dengan gizi seimbang maksudnya adalah sesuai dengan kebutuhan kalori
dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang sangat penting ditekankan adalah
pola makan yang disiplin dalam hal Jadwal makan, Jenis dan Jumlah makanan
atau terkenal dengan istilah 3J. Pengaturan porsi makanan sedemikian rupa
Pola dan gaya hidup responden akan mempengaruhi pola fungsi kesehatan
hal: Pola makan dan tata laksana hidup sehat, faktor obesitas, pola genetis, bahan-
bahan kimia dan obat-obatan, penyakit dan infeksi pada pankreas, pola tidur dan
istirahat dan faktor usia, kadar glukosa darah adalah tingkat glukosa di dalam
darah. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 adalah merupakan suatu penyakit kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah serta presominan resistensi insulin
kriteria yaitu; bukan DM, belum pasti DM dan DM, semakin tinggi nilai kadar
glukosa darah sewaktu (mg/dl) maka positif DM, begitu pula sebaliknya.
onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi
diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku
diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas,
faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan
menyatakan bahwa olahraga fisik luka gangren pada penderita DM di RSU Dr.
Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 27 responden (90.0%) dan minoritas
disamping edukasi, terapi gizi medis dan intervensi farmakologis. Manfaat latihan
tubuh oleh otot yang aktif. Disamping itu terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks
meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Pada saat olah
dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan
fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara
langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan latihan
jantung koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan teratur.
Anjuran olahraga atau latihan fisik sebetulnya bukan merupakan hal yang baru
sebelum ditemukannya insulin pada tahun 1921, namun pada waktu itu belum
jelas batasan latihan fisik yang harus dilakukan seperti jenis latihan, dosis,
tidur yang tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Memengaruhi pasien untuk
mengajak senam kaki dalam perawatan pasien luka gangren harus dilakukan oleh
perawat yang menanganinya (di rumah sakit tidak dilakukan). Pasien dapat
pergerakan yang dibantu oleh perawat, menggerakkan kaki keatas dan kebawah
Jenis olah raga yang dianjurkan pada penderita DM adalah olah raga
aerobik seperti jogging, berenang, senam kelompok dan bersepeda tepat dilakukan
pada penderita DM karena menggunakan semua otot – otot besar, pernapasan dan
jantung. Pada senam aerobik misalnya, dari variasi gerakan - gerakan yang banyak
terutama gerakan dasar pada kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE
tahapan kegiatan yang harus dilakukan. Disamping itu senam aerobik yang
dilakukan secara berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga
dapat memotivasi anggota yang lain untuk terus melakukan olah raga secara
kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, akan meningkat sampai 35 kali
klinis mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu
pada kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh
signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok kontrol (7.65 vs.
pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik
dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa
manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan
yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program
latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang
bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak
Hasil meta analisis yang berikutnya oleh peneliti yang sama (Boule et al.,
lebih besar dibanding latihan fisik tidak intensif (r = 0.46, P = 0.26). Hasil ini
kemampuan aerobik maupun kontrol kadar glukosa darah (Boule et al., 2001).
Diharapkan dengan adanya latihan jasmani yang dilakukan, kadar glukosa darah
jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh
otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi
sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Dimana glukosa yang disimpan
dalam otot dan hati sebagai glikogen, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan
sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada beberapa atau
akan terjadi peningkatan glukosa 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit,
akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Dimana setelah beberapa menit
Jenis latihan jasmani yang dianjurkan untuk para penderita diabetes adalah
jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Tahapan dalam latihan jasmani juga
sangat diperlukan, tahapan dalam latihan jasmani perlu dilakukan agar otot tidak
Pada saat melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan
yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan
dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh
efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan 2 hari sekali atau seminggu 3 kali.
kurang dari 250 mg%. Jika kadar glukosa diatas 250 mg, pada waktu latihan
oleh otot terganggu, hal ini membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan
mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu pada
kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh pada
signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok control (7.65 vs.
pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik
dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa
manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan
yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program
latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang
bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak
peningkatan glukosa dalam darah. Salah satu latihan yang dianjurkan adalah
Senam Diabates Melitus. Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang
menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes
mellitus (Persadia, 2000). Senam diabetes dibuat oleh para spesialis yang
olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam (Sumarni, 2008).
DM tidak jauh beda dari senam kesehatan jasmani (SKJ) yaitu pemanasan,
gerakan inti, pendinginan. Senam diabetes mellitus dilakukan secara teratur 3-5
kali dalam seminggu dengan durasi 60-60 menit. Gerakan yang mudah dilakukan,
Penelitian Allen (1999) bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat
dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot terutama
bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas
latihan fisik dengan turunnya kadar glukosa darah, hal ini dibuktikan dengan
penurunan kadar glukosa darah rata-rata 60, 767 mg pada penelitian yang dia
Penelitian Allen (1999) bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat
dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot terutama
bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas
(1) Mengontrol gula darah, terutama pada diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti
kardiovaskuler yang banyak terjadi pada penderita DM; (3) Senam DM dapat
memperbaiki profil lemak darah, dan kolesterol total, serta memperbaiki sirkulasi
dan tekanan darah; (4) Menurunkan berat badan, pengaturan olahraga secara
kesemutan, dan kebas; (6) Mencegah terjadinya DM yang dini terutama bagi
Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 25 responden (83.3%) dan minoritas
dengan perawatan luka yang buruk dalam asuhan keperawatan terhadap luka
Melakukan perawatan luka gangren dengan protap ditutup (seharusnya tidak boleh
yang mati mencuci luka dengan cairan luka NaCl 0,9% dilakukan debridement
(nikrotomi) membuang jaringan nektrotik yang menempel di luka lalu diberi salep
cukup efektif untuk melindungi kulit sekitar luka dari cairan/eksudat jika eksudat
berlebihan mengganti balutan 2-3 x sehari untuk kulit yang kering beri lotion atau
diri sendiri untuk lebih terampil antara lain tercapainya penyembuhan luka dengan
kriteria: berkurangnya oedema sekitar luka, pus tidak ada dan jaringan baru mulai
terlihat warna merah mudah. Bau busuk pada luka berkurang, tanda-tanda infeksi
tidak terjadi lagi. Dilakukan selama 12 minggu hasilnya tanda-tanda infeksi tidak
ada tanda vital dalam batas normal 36-37,50C. Keadaan luka kering dan membaik
pesat di dunia kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah
disebutkan dalam beberapa literature lebih efektif untuk proses penyembuhan luka
dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut belum
begitu familiar bagi perawat di Indonesia. Biasanya, tidak banyak yang dilakukan
untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luka ringan. Langkah pertama yang
diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi obat luka atau yang
lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat, setidaknya langkah
yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, setelah itu diberi obat.
Sering responden tidak memperhatikan perlukah luka tersebut dibalut atau tidak.
Medan, perawatan luka yang yang diberikan dalam rangka asuhan keperawatan
bagi luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan dilaksanakan
secara teratur setiap hari sehingga setiap perkembangan luka dapat dievaluasi dan
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada organ tubuh seperti mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
terbagi menjadi dua kategori, yaitu Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
yang disebabkan oleh destruksi sel Beta pada pulau Langerhans akibat proses
gangguan yang sering terjadi akibat adanya penumpukan plak pada pembuluh
darah perifer. Kondisi ini sering menyerang penderita diabetes yang kadar gula
darah dalam tubuhnya tidak terkontrol. Upaya penyembuhan luka kronis di kaki
Tidak bisa jika hanya dilakukan dengan memberikan antibiotik saja dan
perawatan luka biasa. Menurutnya, butuh pemeriksaan lebih dalam apakah ada
penyumbatan dan penyempitan pada pembuluh darah kaki. Jika ada, maka
sumbatan tersebut harus dibuka. Hal ini dikarenakan sumbatan tersebut adalah
penyebab utama terjadinya luka. Aliran darah akan terhambat jika mengalami
sumbatan pada pembuluh darah kaki, sehingga akan ada jaringan yang tidak bisa
mendapatkan pasokan oksigen dan makanan. Kondisi ini akan membuat jaringan
menjadi mati seiring berjalannya waktu hingga terbentuk luka. Oleh sebab itu, jika
cara untuk membuka sumbatan pembuluh darah kaki. Bisa dengan cara operasi
pembalonan, atau juga dengan cara pemasangan stent (cincin/ring), sama seperti
pembuluh darah.
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Hal ini dapat dilihat dari mengontrol kadar gula darah (dlihat waktu
penurunan KGD). Pasien dianjurkan untuk kontrol kadar gula darah ke rumah
Puasa Baik 80-109, Sedang 110-125, Buruk ≥ 126. 2 jam : Baik : 80-144, Sedang:
145-179, Buruk: ≥ 180 HbA1c%, < 6,5 baik 6,5-8 sedang > 8 buruk, Kolesterol
(mg/dl): Total :Baik < 200, sedang 200-239, Buruk ≥ 240, LDL < 100 baik,
Sedang: 100-129, Buruk > 130 HDL, Baik > 40, Sedang > 40, Buruk > 40
Trigliserida < mg/dl, Baik < 150, Sedang 150-199, Buruk ≥ 200, Indek massa
tubuh kg/m2, Baik: 18,5 – 23, Sedang: 23-25, Buruk > 25, Tekanan darah
insulin pada luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah
Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 21 responden (35.0%) dan minoritas
sesuai anjuran dokter dalam waktu 1x24 jam. Hitung sisa obat yang habis
minggu jumlah obat yang dikonsumsi habis atau tidak habis dihitung berdasarkan
pemberian dokter. Menurut pasien dengan The Health Belief Model berdasarkan
pasien atau medical record pasien mendapat terapi insulin. Hal ini didukung oleh
Sahpiro (2008) yang mengatakan bahwa prilaku sehat pasien dipengaruhi oleh
pemberian suntikan insulin tersebut dapat dilihat jumlah pemberian insulin pada
Medan, pemberian insulin yang diberikan dalam rangka asuhan keperawatan bagi
luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan dilaksanakan secara
teratur setiap hari untuk menormalkan kadar gula darah pasien sehingga dapat
Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa diabetes Melitus
glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan
kinerja insulin atau karena kedua-duanya. Penyakit ini bersifat kronik bahkan
seumur hidup. Sampai sekarang, belum ada obat yang dapat mengobati
penyakitnya, yang ada saat ini hanyalahusaha untuk mengendalikan glukosa darah
amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfide. Hormon ini disintesa di dalam
golgi untuk dipaket dalam bentuk granul-granul, yang bergerak ke membran sel
kemudian melewati laminal basal sel B dan kapiler dan fenestrata endotel kapiler
untuk mencapai aliran darah. Insulin disintesa sebagai bagian dari preprohormon
besar. Gen insulin terletak pada lenganpendek kromosom 11. Peptida asam amino
Sisa molekul kemudian dilipat dan ikatan disulfida dibentuk untuk membuat
dalam granul sebelum sekresi. Normalnya, 90-97 % produk yang dilepas dari sel
B merupakan insulin dengan jumlah C peptide yang seimbang, dan sisanya adalah
Dalam sirkulasi, juga ditemukan zat yang memiliki aktivitas mirip insulin
yang aktivitasnya tidak dapat ditekan oleh antibody anti insulin, yang disebut
sedang dan lambat. Dalam waktu beberapa detik, insulin meningkatkan transpor
glukosa, asam amino dan K+ ke dalam sel yang sensitif insulin. Efek jangka
sedang terjadi dalam beberapa menit dimana terjadi stimulasi sintesa protein,
inhibisi degradasi protein, aktivasi enzim glikolitik dan glikogen sintase, dan
inhibisi fosforilase dan enzim glukoneogenik. Efek jangka lama (dalam beberapa
jam) adalah meningkatkan mRNA untuk enzim lipogenik dan enzim lain. Glukosa
memasuki sel melalui facilitated diffusion, atau pada usus dan ginjal melalui
transpor aktif Na sekunder. Pada jaringan otot, lemak dan beberapa lainnya insulin
glucose transporter pada membran sel yang bertanggung jawab untuk facilitated
diffusion glukosa. Reseptor insulin ditemukan pada berbagai sel tubuh, termasuk
pada sel yang insulin tidak meningkatkan ambilan glukosanya. Reseptor insulin
memiliki berat molekul 340.000 merupakan suatu tetramer yang terdiri dari
diekspresikan pada permukaan sel sebayak kira-kira seper sepuluh dari jumlah
reseptor IGF-I (40.000 vs 400.000 reseptor per sel). Gen untuk reseptor insulin
memiliki 22 ekson dan terletak di kromosom 19. Ketika reseptor insulin dari sel
yang sensisif mengikat insulin, aktivitas tirosin kinase terpicu yang memicu
forforilasi dan defosforilasi dan juga sistem efektor lain dan mediator sekunder.
Pada otot rangka, jantung, polos dan jaringan sensitif lain, aktivasi reseptor insulin
ternyata insulin juga memiliki peran penting dalam kondisi kardiovaskular yang
sehat dan juga sakit. Tinjauan pustaka ini bertujuan mengungkapkan secara lebih
Untuk lebih terstruktur, pembahasan akan dipecah kedalam tiga sub pokok
bahasan: efek insulin pada pembuluh darah, kerja insulinpada jantung dan peran
mempengaruhi endotel melalui dua jalur signal yang berbeda. Efek utama ambilan
glukosa dan vasodilatasi terjadi melalui perangsangan jalur PI3-K, sedangkan efek
terjadi melalui nitric oxide (NO), suatu gas yang aktif secara biologi, terdapat di
hampir semua jaringan, yang karena berat molekulnya yang rendah dan sifat
lipofiliknya dapat berdifusi dengan mudah menembus membran sel. Pada otot
Ada tiga isoenzim NOS. NOS-I yang dihasilkan jaringan saraf dan NOS-
III yang dihasilkan sel endotel berespon dengan agonis yang meningkatkan
dan sel endotel diekspresikan karena efek proinflamasi sitokin dan dapat
melepaskan beberapa kali lebih banyak NO. NOS-I dan NOS-II (keduanya disebut
NOS) mensintesa NO untuk waktu lebih lama dengan cara konstan ketika ada
kecepatan aliran darah, sehingga bersifat tergantung endotel. Nitrat yang diberi
dan secara langsung melepaskan cGMP di dalam sel otot polos sehingga
Didukung oleh berbagai kofaktor, ini menyebabkan disosiasi eNOS dari caveolin-
endotel, berbeda total, terpisah dan tidak tergantung dari mekanisme klasik yang
tergantung kalsium. Jalur ini memerlukan aktivasi reseptor insulin tirosin kinase
PI3K dan selanjutnya aktivasi PDK-1 yang kemudian mengaktifkan Akt, yang
NO yang bersifat vasodilator dalam hitungan menit. NO yang berasal dari endotel
ini kemudian berdifusi ke dalam sel otot polos pembuluh darah (vascularsmooth
meningkatkan kadar cGMP yang memicu relaksasi vaskular 3,12 Selain produksi
eNOS dan ET-1 menurun signifikan. Pada manusia, efek insulin terhadap ET-1
sirkulasi tidak dapat disimpulkan dengan jelas.3 Namun, Piatti et al.13 mencatat
adanya peningkatan kadar ET-1 setelah pemberian bolus insulin pada manusia.
Karena ET-1 merupakan suatu faktor parakrin, konsentrasi plasma kurang relevan
untuk memprediksi aksi ET-1 pada vaskular dibanding konsentrasi lokal. Efek
sokonstriksi insulin juga terjadi melalui perangsangan sistem saraf simpatik. Pada
individu dengan sedikit lemak tubuh (lean), insulin dalam konsentrasi fisiologis
penelitian invivo masih kurang, studi invitro memperlihatkan bahwa efek insulin
pada sel otot polos pembuluh darah manusia dapat dibagi dua: efek jangka pendek
dan jangka panjang. Dalam jangka pendek (beberapa menit sampai 1 jam), insulin
melemahkan kontraksi sel otot polos pembuluh darah melalui stimulasi NO.
Dalam jangka panjang insulin memacu peningkatan sintesa DNA dan proliferasi
sel otot polos pembuluh darah, walau dalam konsentrasi fisiologis. Lebih
pertumbuhan yang terlibat dalam pembentukan dan pertumbuhan plak; dan juga
darah terhadap peningkatan kalsium dan kontraksi yang dimediasi angiotensin- II.
dan hipertensi.
insulin melalui jalur PI3K dan MAPK. Hal ini mengakibatkan peningkatan sekresi
ET-1, aktivasi pompa kation, dan peningkatan ekspresi VCAM-1 dan molekul
adhesi lainnya melalui jalur MAPK. Penurunan sinyal melalui PI3K dan
endotel.
Insulin juga memiliki efek anti inflamasi yang terkait dengan disfungsi
kunci nuclear factor-kappaB (NF-kB) pada kultur sel endotel aorta manusia, pada
pasien dengan infark miokard akut, infus insulin menghasilkan supresi C-reactive
protein (CRP) sampai 40 % dalam 24 jam awal infus insulin. Manfaat insulin
tersebut hanya muncul bila insulin diberikan secara intra vena, tidak secara
subkutan.
bahwa faktor psikologis luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi
(93.3%) dan minoritas menyatakan faktor psikologis adalah buruk yakni pada
RSU Dr. Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 23 responden (38.3%) dan
penyembuhan baik.
kejiwaan yang dimaksud bukanlah gangguan jiwa yang sering dikenal oleh
sebagian masyarakat sebagai gila, melainkan dalam bentuk gangguan mental serta
perilaku yang gejalanya mungkin tidak disadari oleh masyarakat yakni kecemasan
(WHO, 2009).
diumumkan bulan Juni 2007 yang lalu maka hampir semua responden di
Indonesia mengidap kecemasan dari tingkat ringan hingga yang paling berat.
Kecemasan telah diprediksi oleh WHO sebagai penyebab masalah utama pada
tahun 2020 dan sebagai penyakit kedua di dunia setelah jantung iskemik.
adalah penderita Diabetes. Hasil penelitian David (2004) terdapat 48% penderita
(Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak
yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Banyak hal
yang harus dicemaskan misalnya, kesehatan kita, relasi sosial, ujian, karier, relasi
internasional, dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal yang dapat menjadi
untuk melakukan pemeriksaan medis secara regular atau memotivasi kita untuk
belajar menjelang ujian. Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman,
tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal bila datang tanpa ada penyebabnya yaitu,
bila bukan merupakan respon terhadap lingkungan. Dalam bentuk yang ekstrem,
Mark dan Barlow (2006) mengatakan bahwa keadaan suasana hati yang
yang sedang diperlukan dalam kehidupan tetapi dapat merugikan dalam jumlah
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Harold (2007) bahwa ansietas
adalah perasaan yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur
tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau
beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi
responden tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak,
jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau
buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah.
Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi
peningkatan sekresi kelenjar norepinefrin, sero tonin, dan gama aminobuyric acid
perubahan denyut jantung, suhu tubuh, pernafasan, mual, muntah, diare, sakit
kepala, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun ekstrim, kelelahan yang
luar biasa; b) gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik
bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur, gerakan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah
(Gustaviani, 2006).
onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi
diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku
bahwa faktor sosial luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan
adalah baik yakni pada kelompok intervensi sebanyak 26 responden (86,7%) dan
Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 20 responden (33.3%) dan minoritas
baik.
5.7 Penyembuhan Luka Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi
dan Kontrol pada penderita DM di Rumah Sakit Umum Pirngadi
Medan
bahwa ukuran luka pada waktu Pre Test dan Post test pada kelompok intervensi
31,7% atau 19 responden dengan luka buruk dan 11 responden (18,3%) dengan
(35,0%) dengan ukuran luka baik dan 9 responden (15%) dengan ukuran luka
baik. Pada waktu post test untuk kelompok intervensi 26 responden (43,3%)
ukuran luka baik dan pada kelompok kontrol 23 responden (38,3%) buruk.
Hal ini dilihat stadium mulai 1 – 5 yaitu: Hilangnya lapisan kulit hingga
dermis, Lesi terbuka sampai ke tulang atau tendon (dengan goa), Penetrasi dalam,
osteo, ileitis, pyarthrosis, abses plantar atau infeksi hingga tendon, Gangren
sebagian, menyebar dari jari kaki, kulit sekitar selulitis, gangren lembab/ kering,
Turun : baik apabila kondisi luka ada kemajuan dilihat PxLxD (Panjang, Lebar,
Dalam) luka kering kulit kembali normal, tanda-tanda insfeksi tidak terjadi.
5.8 Kadar Gula Darah Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi
dan Kontrol pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Pirngadi
Medan
bahwa untuk waktu Pre test pada kelompok interval terdapat 30 responden
(50,0%) dengan kadar gula darah buruk dan pada kelompok kontrol juga terdapat
30 responden (50,0%) dengan kadar gula darah buruk. Pada waktu Post test untuk
kelompok intervensi terdapat 26 responden (43,3%) dengan kadar gula darah baik
dan pada kelompok kontrol terdapat 16 responden (26,7%) dengan kadar gula
darah buruk dan 14 responden (23,2%) dengan kadar gula darah baik.
Hal ini dilihat dari apabila dikatakan normal kadar gula darahnya :
Dengan menjaganya tetap normal, Anda tidak perlu khawatir akan resiko
diabetes. Apabila lebih tinggi dari batas normal maka wajib untuk melakukan
diet gula. Walaupun demikian, dalam diet gula, jangan terlalu ekstrim
Untuk itu, apabila terjadi gula darah drop dan terasa lemas, segera makan yang
manis-manis.
Makanan manis yang disarankan adalah buah-buahan. Buah manis dapat dengan
Dengan makan besar seperti makan nasi seperti biasa maka akan membutuhkan
waktu antara 2-3 jam untuk dicerna. Segera makan buah apabila gula darah
rendah.
Hiperglikemia atau gula darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang serius
bagi mereka dengan diabetes, yang terjadi ketika ada terlalu banyak gula dalam
darah.
BAB 6
6.1 Kesimpulan
1. Ada perbedaan signifikan antara variabel diet, olahraga fisik, perawatan luka
(B) olahraga fisik sebesar 1,902 dengan nilai OR sebesar 6,697 dan
perawatan luka/ganti balutan, dan evaluasi hasil dapat dilakukan 4-6 mg. Jika
144
penderita.
5. Ada perbedaan signifikan antara pre and post intervensi asuhan keperawatan
6.2 Saran
penyediaan diet dan fasilitas olah raga yang baik sehingga kesembuhan luka
3. Diharapkan kepada responden dan keluarga agar mau belajar tentang cara