Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH DAN STRATEGI PERKEMBANGAN

DAKWAH DI INDONESIA

Anita Veronicha,S.kom.I,M.pd

Oleh:

1. ALDI MUNAWWIR (12240414190)


2. ALFI ROZAK ( 12240411581)
3. RAWI APINO (12240413404)

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi Wabarakathu

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan hidayahNya, sholawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah studi Sejarah peradaban
islam yang berjudul “Sejarah pradaban islam pada masa dinasti abbasiyyah”.Kami
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada
Ibuk Anita Veronicha,S.kom.I,M.pd. Selaku dosen pengampu studi sejarah dan
strategi dakwah dan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga apa yang disajikan
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan pihak yang
berkepentingan.Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru 6 Juni 2023

KELOMPOK XII

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………...…...…ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………...….....iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..……...1

A. Latar Belakang……………………………………………………..…….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………..……2
C. Tujuan Masalah……………………………………………………..……2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………..……3

A. Awal mula Masuknya Islam di Indonesia.................................................3


B. Perkembangan islam di Indonesia........................………………..….…..3
C. Peran Walisongo penyebar Agama islam di Jawa.....................................8

BAB III PENUTUP………………………………………………………...…..10

A. Kesimpulan…………………………………………………………..…..10
B. Saran..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...…11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-
orang yang berakal…” (QS. Yusuf ayat 111). Sangat penting mempelajari sejarah
dakwah Islam di Indonesia. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an ayat
111 bahwa mempelajari sejarah terdapat ibrah (pelajaran).
Dengan memepelajari sejarah di masa lampau, kita dapat mengambil pelajaran
untuk di masa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik
khususnya untuk dakwah di tanah air kita, Indonesia. Sesuai dengan hadist
Rasulullah “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih
baik dari hari ini “. Bahasa merupakan nilai tertinggi dari suatu peradaban.
Suatu bangsa dipengaruhi nilai tertentu jika bahasanya dipengaruhi oleh nilai
tersebut. Bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa Al-
Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna
pelajaran dan masih banyak lagi bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab.
Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudah dipengaruhi oleh budaya Islami

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya islam keindonesia?
2. Bagaimana perkembangan islam diindonesia?
3. Siapa saja tokoh penting dalam penyebaran islam diindonesia?

B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui awal mula masuknya islam diindonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan islam diindonesia
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh islam diindonesia

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Awal mula masuknya islam di indonesia


Mula kehadiran Islam di Indonesia telah cukup banyak mendapat perhatian dan
telaah para pemikir dan sejarawan dari berbagai kalangan. Berbagai pendapat dan
teori yang membincang persoalan tersebut membuktikan bahwa tema Islam
memang menarik untuk dikaji terlebih di negeri yang dikenal mayoritas
penduduknya muslim. Maka tak berlebihan, studi mengenai latar historis dan
proses perkembangan selanjutnya dari agama ini --sehingga beroleh tempat dan
mampu mengikat begitu banyak pengikut di wilayah ini-- cukup punya nilai guna
memahami dan memaknai lebih dalam dinamika keberagamaan Islam dalam
konteks kontemporer di Indonesia.
fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada
tiga tema utama, yakni: tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu
kedatangannya. Hal lain yang juga patut diperhatikan adalah dimensi proses dari
interaksi awal dan lanjutan antara Islam dan penduduk lokal berikut konstruk
kepercayaan atau agama yang telah ada sebelumnya.
Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan
para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara
mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar: Pertama, teori Gujarat. Islam
dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India
muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di
Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim
sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran
para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum
ke nusantara sekitar abad ke-13 M.
Teori tersebut jika ditelaah lebih jauh sesungguhnya memiliki variasi pendapat
yang cukup beragam. Terkait teori yang menyatakan bahwa Islam di Indonesia
berasal dari anak benua India, misalnya, ternyata sejarawan tidak satu kata
mengenai wilayah Gujarat. Pendapat Pijnappel yang juga disokong oleh C.
Snouck Hurgronje, J.P. Moquette, E.O. Winstedt, B.J.O. Schrieke, dan lain-
lainnya tersebut ternyata berbeda dengan yang dikemukakan oleh S.Q. Fatimi dan
G.E. Morison. Fatimi menyatakan bahwa bukti epigrafis berupa nisan yang
dipercaya diimpor dari Cambay – Gujarat sebenarnya bentuk dan gayanya justru
lebih mirip dengan nisan yang berasal dari Bengal. Sementara Morison lebih

v
mempercayai bahwa Islam di Indonesia bermula dari pantai Coromandel. Sebab
menurutnya, pada masa Islamisasi kerajaan Samudera dimana raja pertamanya
(Malik al-Saleh) wafat tahun 1297 M, saat itu Gujarat masih merupakan kerajaan
Hindu. Baru setahun kemudian, kekuasaan Islam menaklukkan Gujarat. Jika Islam
berasal dari sana, tentunya Islam telah menjadi agama yang mapan dan
berkembang di tempat itu. Adapun bukti epigrafis dari Gujarat atau Bengal,
tidaklah serta merta menunjukkan bahwa agama Islam juga 'diimpor' dari tempat
yang sama.

Sedangkan tentang teori Islam Indonesia berasal langsung dari Makkah (yang
antara lain dikemukakan oleh T.W. Arnold dan Crawford) lebih didasarkan pada
beberapa fakta tertulis dari beberapa pengembara Cina sekitar abad ke-7 M,
dimana kala itu kekuatan Islam telah menjadi dominan dalam perdagangan Barat-
Timur, bahwa ternyata di pesisir pantai Sumatera telah ada komunitas muslim
yang terdiri dari pedagang asal Arab yang di antaranya melakukan pernikahan
dengan perempuan-perempuan lokal. Terdapat juga sebuah kitab 'Aja'ib al-Hind
yang ditulis al-Ramhurmuzi sekitar tahun 1000 M, dikatakan bahwa para
pedagang muslim telah banyak berkunjung kala itu ke kerajaan Sriwijaya. Dan di
wilayah itupun telah tumbuh komunitas muslim lokal. Sementara variasi pendapat
lain dikemukakan oleh Keijzer bahwa Islam nusantara berasal dari Mesir berdasar
kesamaan madzhab (Shafi'i). Sedangkan Niemann dan de Hollander
mengemukakan teori Islam nusantara berasal dari Hadramaut (wilayah Yaman).

Teori Persia yang dikemukakan oleh sebagian sejarawan di Indonesia tampaknya


kurang populer dibanding teori-teori sebelumnya. Pada konteks ini menarik jika
pendapat Naguib al-Attas, seorang pendukung teori Arab, dihadirkan sebagai
komparasi. Dalam mengkaji Islam nusantara, al-Attas lebih tertarik untuk
mendasarkan argumentasinya pada bukti-bukti konseptual dan literatur,
dibanding bukti-bukti epigrafis sebagaimana para pemikir sebelumnya. Dalam
"teori umum tentang Islamisasi nusantara"-nya tersebut al-Attas menyebutkan
bahwa karakteristik internal Islam di nusantara lebih cenderung berasal langsung
dari Arab. Dari berbagai literatur Islam yang beredar di nusantara sebelum abad

vi
ke- 17 M, tak satupun pengarangnya adalah orang India. Bahkan sebagian penulis
yang dipercayai beberapa sarjana Barat sebagai berasal dari India atau Persia, jika
ditelisik ternyata berasal dari Arab baik etnis maupun kultural. Adapun mengenai
bukti epigrafis Moquette, al- Attas menolaknya, dan menyatakan bahwa
kemunculan nisan-nisan dari India tersebut hanya karena faktor kedekatan lokasi
saja (dalam konteks perdagangan).

Selanjutnya tentang proses Islamisasi di nusantara, menarik untuk diperhatikan


beberapa pendapat berikut: Pertama, teori perkawinan. Terdapat pendapat yang
menyatakan bahwa kesuksesan Islamisasi di nusantara lebih karena peran para
pedagang muslim. Digambarkan, bahwa seraya berdagang mereka juga
menyebarkan Islam. Di antaranya dengan cara melakukan perkawinan dengan
perempuan lokal sehingga terjadi konversi agama dan terbentuklah lokus-lokus
komunitas muslim setempat. Selanjutnya, mereka juga berusaha menikahi
perempuan bangsawan dengan harapan anak keturunannya akan beroleh
kekuasaan politik yang dipakai sebarkan Islam. Segaris dengan pemikiran ini,
J.C. van Leur mengemukakan adanya motif ekonomi dan politik dalam persoalan
konversi penduduk atau penguasa lokal di nusantara. Menurutnya, penguasa
pribumi yang ingin masuk dan berkembang dalam perdagangan internasional kala
itu yang terbentang dari Laut Merah hingga Laut Cina akan cenderung menerima
Islam karena dominasi kekuatan muslim di sektor itu. Di samping pula untuk
membentengi diri dari jejaring kekuasaan Majapahit.

Teori ini dikritik oleh A.H. Johns, yang menurutnya, patut diragukan bahwa para
pedagang akan mampu meng-Islam-kan penduduk lokal dalam jumlah yang
signifikan. Bukankah mereka telah hadir sejak abad ke-7 atau ke-8 M di
nusantara, tapi nyatanya, Islamisasi yang nyata justru tampil di sekitar abad ke-12
M. Johns lalu mengajukan teori Sufi-nya. Menurutnya, Islamisasi di nusantara
sukses lebih didorong oleh peran para sufi pengembara yang memang orientasi
hidupnya diabdikan untuk penyebaran agama Islam. Dan pada masa-masa
massifikasi konversi Islam itulah para sufi banyak hadir di nusantara. Johns
dalam mengelaborasi teorinya juga mengambil pemikiran tentang cara

vii
perkawinan dengan keturunan penguasa lokal sebagai pendukung Islamisasinya.
Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Schrieke bahwa faktor pendorong
yang menimbulkan gelombang besar masuk Islam di nusantara adalah ancaman
kekuasaan dan misi gospel Kristen yang agresif tampaknya sulit diterima karena
dalam sejarah tercatat bahwa bangsa Barat Kristen tiba di nusantara baru sekitar
tahun 1500-an. Sementara Islamisasi di nusantara telah berlangsung secara
signifikan jauh sebelumnya yakni sejak abad ke-12 atau ke-13 M.

Akhirnya, mari disimak beberapa simpulan yang dikemukakan oleh Azyumardi


Azra berikut ini: "Pertama, Islam dibawa langsung dari Arabia; kedua, Islam
diperkenalkan oleh

para guru dan penyiar "professional" – yakni mereka yang memang secara khusus
bermaksud menyebarkan Islam; ketiga, yang mula-mula masuk Islam adalah para
penguasa; dan keempat, kebanyakan para penyebar Islam "professional" ini
datang ke Nusantara pada abad ke-12 dan ke-13." Jadi dengan
mempertimbangkan berbagai uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa mungkin
benar Islam memang telah diperkenalkan awal mula sejak abad-abad pertama
Hijriyah (sekitar abad ke-7 M), namun akselerasi persebaran Islam secara nyata
baru terjadi sekitar abad ke-12 M dan masa-masa selanjutnya.

B. Perkembangan islam diindonesia


1.masa kesultanan
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu Budha
sepertidaerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa,
Agama Islam secaramendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan
politik penganut-penganutnyasehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu
telah menunjukkan di dalam bentuk yanglebih murni.Di kerajaan Banjar, dengan
masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnyatidak begitu sulit karena
raja menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahanlainnya dan
hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar
bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan banjar ini

viii
diwujudkandengan adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-
Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil
pengodifikasian hukum-hukum yangsepenuhnya berorientasi pada hukum islam
yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam.Dalam Undang-Undang ini timbul
kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan MahkamahAgung sekarang yang
bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik
banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar, di berlakukannya
hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong tangan untuk pencuri dan
mendera bagi yangkedapatan berbuat zina.Pada akhirnya kedudukan Sultan di
Banjar bukan hanya pemegang kekuasaan dalamkerajaan, tetapi lebih jauh diakui
sebagai Ulul amri kaum Muslimin di seluruh kerajaan itu.Untuk memacu
penyabaran agama Islam, didirikan sebuah organisasi yangBayangkare Islah
(pengawal usaha kebaikan). Itulah organisasi pertama yang menjalankan program
secara sistematis sebagai berikut:
A.Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah kerja para wali.
B.Guna memadu penyebaran agama Islam, hendaklah di usahakan agar Islam dan
tradisi Jawadidamaikan satu dengan yang lainnya.
C.Hendaklah di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan
penguasakerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama
Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan
masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti ketika di
pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agungmasuk Islam, kerajaan-kerajaan
yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan
Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agungmenyesuaikan seluruh
tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman, meskipunkadang-kadang
tidak sesuai dengan arti sebenarnya.

2.Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relative damai itu, datanglah
pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan
Inggris.Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di
sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.Pada mulanya mereka datang ke
Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungandagang karena Indonesia kaya akan
rempah-rempah, tetapi kemudian mereka inginmemonopoli perdagangan tersebut
dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.Apalagi setelah kedatangan Snouck
Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehaturusan pribumi dan Arab, pemerintah
Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaanmengenai masalah Islam di
Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di

ix
Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal
dengan politik Islam di Indonesia.
Dengan politik itu ia membagi masalah Islamdalam tiga kategori, yaitu:
a.Bidang agama murni atau ibadah;
b.Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c.Politik.
Terhadap bidang agama murni, pemerintah colonial memberikan kemerdekaan
kepadaumat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak
mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.Dalam bidang kemasyarakatan,
pemerintah memamfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu
dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukumIslam, yakni teori
reseptie yang maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabilatidak
bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum
Islam.Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam
membahashukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan
tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.

3.Gerakan dan organisasi Islam


Akibat dari “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang
permulaanabad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah
menghadapi tiga tayangandari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide
etimpera, politik penindasan dengankekerasan dan politik menjinakan melalui
asosiasi.Untuk sementara pihak pemerintah colonial berhasil mencapai
sasarannya, yakni beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah, perlawanan
dapat dipatahkan dengankekerasan senjata, sebagian besar golongan Islam yang di
pedalaman dapat terus diisolasidalam alam ketakhayulan dan kemusyrikan, dan
sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian colonial rendahan. Namun, ajaran
Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitusaja. Dengan
pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru,
bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena
itu, masaterakhir kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya
kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan
sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran
pembaruan Islam di Mesir.Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-
perkumpulan politik baru danmuncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri.
Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni
hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapatdi terima dalam
organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari
keanggotaan itu.Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan
putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi

x
Jawa dan abangan. Di kalangan santrisendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan
Islam dari Mesir yang mengompromikanrasionalisme Barat dengan
fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehinggasejak itu
dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada
kaummuslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha
menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Oelh karena itu, ada tiga
prantara politik berikut ini yang merupakanhasil bentukan pemerintah Jepang
yang menguntungkan kaum muslimin.
1.Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan
Pribumi zamanBelanda.
2.Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia
menggantikan MIAI yangdibubarkan pada bulan oktober 1943.
3.Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk
pemuda- pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.

C. Peran wali songo penyebaran agama islam di jawa

Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran dakwah Islamiyah di tanah jawa.


Sukses gemilang perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas. Dengan itu
agama Islam kemudian dianut oleh sebagian besar manyarakat jawa, mulai dari
perkotaan, pedesaan, dan pegunungan. Berikut peran walisongo dalam penyebaran
Islam.

1.Peranan Perdagangan dalam Proses Penyebaran Islam

Islam masuk ke Indonesia dibawa pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia.
Adapun kota pelabuhan dagang yang berperan besar dibidang penyebaran agama
Islam diabad ke-16 adalah Malaka. Saat para pedagang muslim menunggu
perubahannya arah angin untuk menuju tempat tertentu dalam berlayar, mereka
memanfaatkan waktu luangnya untuk menyebarkan Islam kepada para pedagang
dari daerah lain, termasuk pedagang Indonesia.

2. Peranan Perkawinan dalam Proses Penyebaran Islam

xi
Perkawinan juga memegang penting dalam penyebaran agama Islam. Banyak
pedagang Arab, Persia dan Gujarat menikah dengan wanita Indonesia, terutama
putri bangsawan atau raja. Misalnya Syeh Maulana Ishak menikahi Dewi
Sekardadu, putri raja Blambangan yang menurunkan Sunan Giri. Sunan Ampel
menikahi Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Majapahit yang berkuasa di
Tuban, menurunkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Dengan cara ini, banyak
yang ikut memeluk Islam.

3. Peranan Pendidikan dalam Proses Penyebaran Islam

Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan berupa pendidikan di pondok-


pondok pesantren. Para santri yang telah lulus merupakan ujung tombak
penyebaran Islam didaerahnya masing-masing

BAB III

xii
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat kita simpulkan, bahwa terdapat
beberapa teori tentang masuknya Islam di Indonesia, yaitu Teori Gujarat, teori
Mekkah dan teori Persia.Masing-masing teori di atas didukung oleh data-data
yang otentik oleh para sejarawan.

Adapun mengenai cara ulama dalam menyebarkan Islam adalah dengan beberapa
cara, di aantaranya perdagangan, pernikahan, perninan, Kesenian dan pengobatan.

B. SARAN

Demikian pembahasan dari makalah kami.Semoga pembahasan dalam makalah


ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca.Dengan sangat menyadari
bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan
kepada pembaca untuk memberikan sumbangan saran serta kritikan dalam
memperbaiki makalah kami untuk yang akan datang.Sekian dan terima kasih.

xiii
DAFTAR PUSTAKA
Mujib, A. (2021). Sejarah Masuknya Islam Dan Keragaman Kebudayaan Islam Di
Indonesia. Jurnal Dewantara, 11(01), 117-124.

Hafizd, J. Z. (2021). Sejarah Hukum Islam di Indonesia: Dari Masa Kerajaan Islam
Sampai Indonesia Modern. Jurnal Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam,
9(1).

Warsini, W. (2022). Peran Wali Songo (Sunan Bonang) dengan Media Da’wah dalam
Sejarah Penyebaran Islam di Tuban Jawa Timur. ASANKA: Journal of Social Science
and Education, 3(1), 23-45.

Permana, R. (2015). Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia. Jurnal dinus. ac. id, 1, 1-27.

https://www.studocu.com/id/document/universitas-riau/politik-dan-pemerintahan-islam/
makalah-sejarah-masuk-dan-berkembangnya-islam-di-indonesia/38059133

https://repository.dinus.ac.id/docs/ajar/SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KE-
INDONESIA.pdf

xiv

Anda mungkin juga menyukai