4709-Article Text-8985-1-10-20220716.en - Id
4709-Article Text-8985-1-10-20220716.en - Id
com
Abstrak
Salah satu tantangan yang dihadapi guru di abad 21 adalah keterampilan keterampilan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan kepemimpinan terdistribusi (DL) untuk
melakukan pengembangan guru profesional melalui kolaborasi melalui komunitas
pembelajaran profesional (PLC). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan kepala
sekolah dalam mengatasi permasalahan kolaborasi guru, hambatan PLC, implementasi DL,
dan penanganan praktik permasalahan PLC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemimpin sekolah meningkatkan kolaborasi guru melalui PLC. Praktik PLC berdasarkan
kesamaan visi dan misi, membangun guru profesionalisme, memperkaya pengetahuan, dan
saling melengkapi. Kendala PLC adalah kolaborasi spontan masih terbatas, menyebabkan
perbedaan pemahaman antar guru, perbedaan konteks sekolah, dan kurangnya persatuan
antar anggota.
Abstrak
Salah satu tantangan yang dihadapi guru di abad 21 adalah keterampilan kolaborasi. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan kepemimpinan terdistribusi (DL) untuk melakukan
pengembangan keprofesian guru dalam kolaborasi melalui professional learning community
(PLC). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan pimpinan sekolah dalam mengatasi
permasalahan kolaborasi guru, kendala PLC, implementasi DL, dan menangani permasalahan
praktik PLC. Hasilnya menunjukkan bahwa pimpinan sekolah meningkatkan kolaborasi guru
melalui PLC. Praktek PLC didasarkan pada kesamaan visi dan misi, membangun profesionalisme
guru, memperkaya pengetahuan, dan saling melengkapi. Kendala PLC yaitu kerjasama spontan
masih terbatas sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman antar guru, perbedaan konteks
sekolah, dan kurangnya kekompakan antar anggota. Pelaksanaan DL dengan memberikan
kesempatan kepada guru untuk berkolaborasi dan pimpinan sekolah memberikan dukungan
dalam praktek PLC.
PERKENALAN
Salah satu tantangan yang dihadapi guru di abad 21 ini adalah kemampuan berkolaborasi. Beberapa
keterampilan di abad 21 adalah keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, kreativitas, dan
kolaborasi (Astuti et al., 2019, hlm. 2). Guru harus belajar untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilannya sehingga dapat mengarahkan siswa untuk menghadapi tantangan abad 21. Kemampuan
kolaborasi akan ditingkatkan dengan mengembangkan keterampilan seperti interpersonal dan membangun
hubungan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan orang lain (Khanna, 2015, hlm. 39).
Keterampilan kolaborasi guru diperlukan untuk mengembangkan keterampilan guru dalam mengajar. Untuk itu,
guru membutuhkan kegiatan yang mengembangkan dan membekali guru dalam proses belajar mengajar.
Program pengembangan profesi yang memberi ruang bagi setiap guru untuk berkolaborasi
adalah professional learning community (PLC). PLC yang efektif dimulai dengan melibatkan guru dan
memberikan kesempatan untuk merencanakan dan mengelola pengembangan profesional berkelanjutan
yang berdampak positif pada prestasi siswa. Davies (2005, p. 184) menyatakan bahwa PLC dan komunitas
jaringan adalah tulang punggung baru dari beragam lingkungan dan kapasitas karena mereka menghargai
cara belajar yang berbeda dan menciptakan interaksi dan hubungan untuk membaginya. Guru dapat
berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan perubahan yang secara bertahap akan meningkatkan
kepercayaan diri guru sebagai keberhasilan pelaksanaan (Trilaksono et al., 2019, hlm. 53). PLC mendorong
setiap anggota untuk mengembangkan wawasan, keterampilan, dan kompetensi baru (DuFour et al dalam
Mundschenk dan Fuchs, 2016, hlm. 57).
PLC adalah pengembangan profesional melalui dialog reflektif, fokus pada siswa
pembelajaran, interaksi guru sebaya, kolaborasi, dan berbagi nilai dan norma (Kruse, et al.,
dalam Roberts & Pruitt, 2003, hlm. 7). Dialog reflektif adalah diskusi yang berfokus pada
perilaku mengajar dan hasil belajar untuk mendorong guru mendiskusikan praktik
mengajar dan kolaborasi agar guru mengalami pengembangan diri. Dialog menjadi
kesempatan bagi guru untuk berbicara dengan rekan dan pemimpin tentang belajar dan
mengajar (Davies, 2005). Fokus pada pembelajaran siswa adalah dialog berkelanjutan
antara guru dan pengambilan keputusan tentang kurikulum, pengajaran, dan pembelajaran
dengan fokus pada hasil belajar siswa. Interaksi antar guru adalah adanya hubungan
profesional atau hubungan antar guru untuk berbagi ide, saling belajar, dan saling
membantu antar guru. PLC terdiri dari tim kolaboratif yang anggotanya bekerja saling
bergantung untuk mencapai tujuan bersama yang anggotanya saling bertanggung jawab
(DuFour et al., 2013). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa PLC adalah
pengembangan profesional yang dilakukan oleh tim kolaboratif yang berinteraksi, bekerja
sama, bertanggung jawab, dan berbagi nilai dan norma untuk mencapai tujuan bersama.
Ada dampak dari PLC antara beberapa sekolah yaitu budaya belajar atau
pembelajaran organisasi, budaya organisasi, dan berbagi pengetahuan. Model PLC
diharapkan dapat memberikan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kapabilitas
masyarakat yaitu budaya belajar (Khoe, 2018, hlm. 118). Blankenship & Ruona (2007)
menjelaskan beberapa aspek yang akan ada dalam komunitas pembelajaran profesional,
yaitu adanya budaya organisasi dan berbagi pengetahuan. Kunci budaya organisasi adalah
adanya misi, visi, dan nilai bersama yang mendorong kolaborasi. Budaya organisasi
memberikan dasar nilai-nilai organisasi yang dipegang teguh dalam organisasi (Khoe, 2018,
p. 152).
SMA XYZ merupakan sekolah yang menerapkan PLC sebagai sarana kerjasama antar
guru di Jawa dan Sumatera. Implementasi PLC di SMA XYZ diharapkan dapat menjadi jalan untuk
menjawab tantangan yang dihadapi sekolah dalam mencapai visi dan misi melalui proses
pembelajaran di kelas. PLC membantu guru mengembangkan ide bersama, melengkapi, dan
mendukung orang lain; sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, praktik PLC
membantu dan mengarahkan guru dalam menghadapi tantangan saat ini.
Dalam praktek PLC yang terdiri dari sekolah-sekolah di Jawa dan Sumatera, guru dari
beberapa sekolah yang saling berdiskusi memiliki konteks sekolah yang berbeda, sehingga
menjadi tantangan dalam berkolaborasi antar guru. Disampaikan oleh salah satu guru melalui
wawancara informal bahwa permasalahan yang dialami dalam praktik PLC adalah konteks
sekolah yang berbeda. Diskusi antar guru dari beberapa sekolah hanya terjadi pada saat
pertemuan kegiatan PLC yang dijadwalkan, padahal keberhasilan pengembangan keprofesian
dengan pendekatan ini sangat bergantung pada komunikasi yang dilakukan oleh masing-
masing anggota.
Berdasarkan hal tersebut, peran kepala sekolah sangat dibutuhkan dengan menerapkan
pendekatan kepemimpinan yang mendukung kolaborasi guru yaitu kepemimpinan terdistribusi (DL).
Terutama, DL milik kelompok atau jaringan individu yang berinteraksi (Davies 2005, p. 163). Berdasarkan
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdistribusi adalah kepemimpinan yang mendukung
interaksi pemimpin dan pengikut dalam setiap aktivitas yang dilakukan dalam organisasi. Distributed
leadership (DL) adalah kepemimpinan yang didasarkan pada pengambilan keputusan kolaboratif
pembuatan, pemecahan masalah, negosiasi, dan refleksi yang diputuskan bersama dalam
kelompok (Wahyuni et al., 2020, p. 166). Studi tersebut telah menunjukkan bahwa
tanggung jawab untuk kepemimpinan rutin melibatkan banyak pemimpin, walaupun jumlah
yang terlibat tergantung pada rutinitas dan area subjek (Spillane, 2005, p. 145). DL
memberikan manfaat dari kapasitas lebih banyak anggota untuk memungkinkan anggota
memanfaatkan kekuatan individu untuk mengembangkan apresiasi anggota organisasi
terhadap saling ketergantungan dan perluasan kolaborasi antar sekolah (Harris, 2008, p.
177). Berdasarkan ini,
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMA XYZ di Jawa dan Sumatera. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah cara
penentuan sampling dengan cara menentukan karakteristik subjek yang akan diteliti
dengan pertimbangan tertentu (Sedarmayanti dan Hidayat, 2011). Subyek dalam penelitian
ini adalah PIC (person in charge) dan anggota dari masing-masing kelompok komunitas
belajar profesional dari SMA XYZ di Jawa dan Sumatera. Pendekatan penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kasus. Studi kasus cocok digunakan dalam penelitian yang menjawab
pertanyaan dimulai dengan bagaimana siapa dan mengapa serta menyelidiki peristiwa yang
terjadi dalam konteks kekinian (Farquhar, 2012). Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini mengikuti beberapa tahapan.
Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat dalam praktek PLC terjadi kerjasama
antara guru dari beberapa sekolah yang berdampak pada profesionalisme guru melalui
kegiatan diskusi. Kolaborasi yang terjadi pada PLC SMA XYZ se-Jawa dan Sumatera dapat
dilihat melalui hasil kuisioner yang menunjukkan bahwa dalam implementasi PLC ini
terdapat pembentukan kelompok untuk dapat berkolaborasi. Hasil kuesioner menunjukkan
bahwa responden setuju adanya kelompok yang dibentuk dalam pelaksanaan program
pengembangan keprofesian untuk berkolaborasi atau bekerja sama antara guru SMA XYZ di
Jawa dan Sumatera.
Praktik PLC dapat dilihat dari praktik berbagi pengetahuan antar individu ketika ada ruang bagi
setiap anggota kelompok PLC untuk berbagi, memberikan pendapat, dan berbagi materi yang
digunakan dalam pembelajaran. Hasil penelitian menemukan bahwa dasar persatuan anggota PLC
adalah adanya kesamaan visi dan misi. PLC merupakan kegiatan yang sangat indah karena adanya
kerjasama antara guru-guru dari beberapa sekolah di Jawa dan Sumatera.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan data yang diperoleh, penelitian ini
menyimpulkan bahwa pimpinan sekolah meningkatkan kerjasama guru melalui PLC. Praktik
PLC di SMA XYZ se-Jawa dan Sumatera dilakukan melalui berbagi visi dan misi, berbagi
pengalaman, berbagi cerita, dan memberikan masukan melalui ruang diskusi dan
kerjasama antar sekolah. Kendala PLC adalah kerjasama spontanitas yang masih terbatas
sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman antar guru, perbedaan konteks sekolah,
dan kurangnya kekompakan antar anggota. Implementasi DL dalam praktek PLC di SMA XYZ
di Jawa dan Sumatera dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk berkolaborasi.
Pimpinan sekolah memiliki peran besar dalam mendukung penerapan PLC di SMA XYZ di
Jawa dan Sumatera.
REFERENSI
Astuti, AP, Aziz, A., Sumarti, SS, & Bharati, DAL (2019). Mempersiapkan Abad 21
Guru: Implementasi Guru Prajabatan Karakter 4C melalui Praktek Mengajar.
JournalofFisika: Seri Konferensi,1–8.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.1088/1742-6596/1233/1/012109
Blankenship, SS, & Ruona, WEA (2007). Komunitas Pembelajaran Profesional dan
Komunitas Praktek.Academy of Human Resource Development International Research
Conference di Amerika. c:%5CONeDrive%5C_Lesearchiv_attachments%5CBlankenship,
Ruona 2007 -
Komunitas dan Komunitas Pembelajaran Profesional.pdf
Davies, B. (2005). Esensi kepemimpinan sekolah. Di dalamEsensi Sekolah
Kepemimpinan. Penerbitan Paul Chapman. https://doi.org/10.4135/9781446288290
DuFour, R., DuFour, R., Loertscher, D.V, & Eaker, R. (2013). Belajar dengan Melakukan:A
Handbook for Professional Learning Community at Work (Edisi Kedua). Di dalamSolusi
TreePress.SolutionTreePress. https://www.google.co.id/books/edition/
Learning_by_Doing/9mQXBwAAQBAJ?hl=id&gb pv=1&dq=Learning+by+Doing:
+A+Handbook+for+Professional+Learning+Communities
+ di+Kerja+(Edisi+Kedua).+Solusi+Pohon+Pers.+Solusi+Pohon+Pers&pg=PT2&pr
intsec=sampul depan
Haris, A. (2008). Kepemimpinan Terdistribusi: Menurut bukti.Jurnal Pendidikan
Administrasi,Vol.46(No.2),172–188.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/09578230810863253
Khanna, V. (2015). Soft Skills: Kunci Keunggulan Profesional.Jurnal Internasional dari
Penelitian di bidang Teknik, Ilmu Sosial,5(1), 32–40. www.indusedu.org Khoe,
Yao Tung (2018).Memahami Manajemen Pengetahuan. Indeks.
Miles, MB, Huberman, AM, & Saldana, J. (2014).Analisis Data Kualitatif: Suatu Metode
Buku sumber(3rded.).SagePublications.
https://books.google.co.id/books?id=3CNrUbTu6CsC&printsec=frontcover&hl=id&sourc
e=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=satu halaman&q&f=salah
Mundschenk, NA, & Fuchs, WW (2016). Komunitas Pembelajaran Profesional: An
Mekanisme Keberhasilan Pelaksanaan dan Kesinambungan Tanggapan terhadap
Intervensi.SRATEJournal,Vol.25(No.2),55–64.
https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1113856.pdf
Roberts, SM, & Pruitt, EZ (2003). Sekolah sebagai komunitas belajar profesional:
Kegiatan kolaboratif dan strategi untuk pengembangan profesional. Di dalamSekolah
sebagai komunitas pembelajaran profesional: Kegiatan Kolaboratif dan strategi untuk
pengembangan profesional (edisi ke-2)(Vol. 24, Edisi Agustus). Corwin Tekan. https://
www.lib.uwo.ca/cgi-
bin/ezpauthn.cgi?url=http://search.proquest.com/docview/621577830?accountid=15115
%0Ahttp://vr2pk9sx9w.search.serialssolutions.com?ctx_ver=Z39.88-
2004&ctx_enc=info:ofi/enc:UTF-8&rfr_id=info:sid/PsycINFO+&rft_val_fmt=info:ofi/fmt:
Sedarmayanti, & Hidayat, S. (2011).Metodologi Penelitian. CV. Mandar Maju.
Spillane, JP (2005). Kepemimpinan Terdistribusi.Forum Pendidikan,Vol. 69(No.2), 143–
150.
https://doi.org/https://www.tandfonline.com/action/showCitFormats?doi=10.1080/001317
20508984678
Trilaksono, T., Purusottama, A., Misbach, IH, & Prasetya, IH (2019). Perubahan kepemimpinan
desain: Proyek komunitas pembelajaran profesional (PLC) di Indonesia timur. Jurnal
Evaluasi dan Penelitian Internasional dalam Pendidikan,8(1), 47–56. https://doi.org/
10.11591/ijere.v8i1.15662
Wahyuni, I., Muhammad Nuruzzaman, Husaini Usman, & Darmono. (2020). Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Mutu dan Distributif Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Melalui 8 Standar Nasional Pendidikan.JPT,2(2), 159–174. https://
journal.uny.ac.id/index.php/jpts/article/download/36350/14827