Materi Qawaid
Bahasa Arab
Kelas VIII Semester Genap
Agus Riwanda
2
Mengenal Fi’il (Kata Kerja) Dalam Bahasa Arab
Fi'il
Mudhori
Madhi (Lampau) (Sekarang/Akan Amr (Perintah)
datang)
Fi’il Madhi: Pengertian, Tanda, Rumus Majhul, Tashrif,
dan Contoh Fi’il Madhi
Fi’il dalam bahasa Arab adalah kata kerja dalam pengertian bahasa Indonesia yang
dapat menyatakan atas masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Fi’il dalam
bahasa Arab dibedakan menjadi 3 macam, yaitu fi’il madhi, fi’il mudhari’ dan fi’il
amar.
Meski fi’il madhi adalah fi’il yang menunjukkan kepada zaman yang sudah berlalu,
namun dalam prakteknya ada juga yang digunakan untuk menyatakan
makna mustaqbal (sekarang atau masa yang akan datang).
Contoh fi’il madhi yang bermakna mustaqbal bisa kita saksikan dalam bait awal
nadham Alfiyah ibnu Malik yang berbunyi:
ِ ِك | َأحْ َم ُد َرب ِّْي هّللا َ خَ ْي َر َمال
ك َ َق
ِ ِال ُم َح َّم ٌد ه َُو ابْنُ َمال
“Muhammad putra Imam Malik berkata; aku memuji Rabb-ku (Allah) sebaik-baiknya
Dzat yang Maha menguasai/memiliki”.
2
Fi’il madhi “ ”قَا َلdalam perkataan Imam ibnu Malik tersebut memakai makna dari fi’il
mudhari “ُ ”يَقُولyang menyatakan atas jatuhnya suatu perkataan. Artinya fi’il tersebut
tidaklah bermakna madhi (masa lampau), melainkan mustaqbal (masa akan datang).
Karena jatuhnya suatu perkataan tentu setelah beliau berkata bukan? Akan tetapi ini
jarang penggunaannya dalam kalimat sehari-hari.
Adapun contoh fi’il madhi yang haqiqi, artinya baik secara lafadz maupun makna ia
menunjukkan kepada masa lampau adalah ayat Al-Qur’an berikut:
ِ َْوِإ َذا قِي َْل لَهُ ْم اَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى اَألر
}١١ :ض قَالُوْ ا ِإنَّ َما نَحْ نُ ُمصْ لِحُوْ نَ {البقرة
Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi. Mereka menjawab: sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan”. (QS. Al-Baqarah ayat 11)
Lafadz “( ”قِ ْي َلfi’il madhi majhul) dan “ ”قَالُوْ اdalam ayat di atas merupakan contoh
penggunaan fi’il madhi yang haqiqi. Sebab turunnya suatu ayat Al-Qur’an tersebut
setelah sebuah peristiwa terjadi atau berlalu.
2
Tanda-tanda Fi’il Madhi
Setiap fi’il pasti memiliki tanda-tanda yang dapat membedakan antara yang satu
dengan lainnya. Kita tau bahwa macam-macam kalimah fi’il dalam bahasa Arab ada
tiga macam, dari ketiga pembagian fi’il tersebut fi’il madhi menyandang tanda yang
benar-benar spesial lantaran tidak dimiliki oleh kalimah fi’il lain. Tanda-tanda fi’il
madhi yang dimaksud adalah:
1. Layak apabila dipertemukan dengan ta’ fa’il.
2. Layak apabila disambung dengan ta’ ta’nits sakinah.
Kedua tanda fi’il madhi di atas kami kutip dari penjelasan Imam ibnu Malik dalam
syair nadham Alfiyah berikut:
ِ اض َى اَأل ْف َع
ال بِالتَّا ِم ْز ِ َو َم...
“Dan bedakanlah madhinya fi’il-fi’il dengan ta’.”
Kemudian bait tersebut diperjelas lagi oleh Imam ibnu Aqil dalam kitab Ibnu Aqil
syarah Alfiyah ibnu Malik, beliau berkata:
ض ِّى اللَّ ْف ِظ ِ اع ِل َوتَا ُء التَّْأنِ ْي
ِ ث السَّا ِكنَ ِة َو ُكلٌّ ِم ْنهُ َما اَل يَ ْد ُخ ُل ِإاَّل َعلَى َما ِ اض َى اَأل ْف َع
ِ َال بِالتَّا ِء َوال ُم َرا ُد بِهَا تَا ُء الف ِ َمي ِّْز َم
Artinya: “Bedakanlah madhinya fi’il-fi’il dengan ta’, maksudnya adalah dengan ta’ fa’il
dan ta’ ta’nits sakinah. Dan setiap dari keduanya tidak masuk kecuali atas madhinya
lafadz”.
2
ketika dibuat majhul menjadi “ب ِ ( ”ضdipukul), “ ُ( ”يَ ْكتُبsedang menulis) menjadi “
َ ُر
ُ( ”يُ ْكتَبsedang ditulis), dan lain sebagainya.
Akan tetapi fi’il majhul (kata kerja pasif) dalam bahasa Arab dengan bahasa Indonesia
sedikit memiliki perbedaan. Dalam bahasa kita kata yang berlaku sebagai subyek
(fa’il) boleh disebutkan dan disembunyikan, sedangkan dalam tata bahasa Arab tidak
boleh disebutkan. Perhatikan contoh penggunaan fi’il majhul berikut:
ص َر بَ ْك ٌر
ِ َُص َر زَ ْي ٌد بَ ْكرًا – ن
َ ن
(Zaid menolong Bakr – Bakr ditolong)
Pada contoh kalimat di atas orang yang menolong (fa’il), yakni “ ( ”زَ ْي ٌدZaid)
disembunyikan ketika dalam bentuk majhul. Namun dalam bahasa sehari-hari kita
boleh menyebutkan fa’ilnya (subyek), seperti “Bakr ditolong oleh Zaid”.
Ma’lum Majhul
( َذ َك َرMenyebut) ( ُذ ِك َرDisebut)
( َس ِم َعMendengar) ( ُس ِم َعDidengar)
ب
َ ( َح ِسmenghitung) ب
َ ُس
ِ ( حdihitung)
( قَ َرَأmembaca) ( قُ ِرَأdibaca)
( َم َّدMemperpanjang) ( ُم َّدDiperpanjang)
َصان
َ (Menjaga) َص ْين
ِ (Dijaga)
Bagi pemula mungkin akan bertanya-tanya, bukankah huruf awal fi’il madhi majhul
itu dibaca dhammah? Lalu kenapa lafadz “ َ”ص ْين
ِ dibaca kasrah? Lafadz-lafadz seperti
2
ini telah melalui proses i’lal supaya lebih ringan dan mudah mengucapkannya.
Asalnya adalah “ َ”ص ُِون, harakat wawu dipindah kepada huruf sebelumnya menjadi “
َصوْ ن ِ ”, kemudian huruf wawu digantikan oleh huruf ya’ agar mudah
mengucapkannya, menjadi “ َ”ص ْين. ِ
ت ال َوا ُو يَا ًء ُ
ِ َصوْ نَ فَقلِب ْ
ِ ارت َ َب َح َر َكتِهَا ف
َ ص ِ او ِإلَى َما قَ ْبلَهَا بَ ْع َد َس ْل َ ُت َح َر َكة
ِ الو ْ َص ْينَ َأصْ لُهُ ص ُِونَ َعلَى َو ْز ِن فُ ِع َل نُقِل ِ
َص ْين
ِ ت ْ ارَ ص ِ لِ ُس ُكوْ نِهَا َوا ْن ِك َس
َ َار َما قَ ْبلَهَا ف
Artinya: “Fi’il madhi “ َ”ص ْين ِ asalnya “ َ ”ص ُِونmengikuti wazan “”فُ ِع َل, harakat wawu
dipindahkan ke huruf sebelumnya setelah peniadaan harakat, menjadi “ َصوْ ن ِ ”. Lalu
wawu diganti huruf ya’ karena berharakat sukun dan huruf sebelumnya dibaca
kasrah, menjadi “ َص ْين ِ ”.
Rumus majhul di atas tadi berlaku untuk setiap fi’il madhi, baik mujarrad maupun
mazid. Akan tetapi untuk wazan tsulasi mazid, ruba’i mujarrad, dan sebagainya
memiliki sedikit kaidah tambahan dalam perubahannya, yaitu:
1. Bila fi’il madhi di awali ta’ muthawa’ah maka huruf pertama dan kedua dibaca
dhammah.
2. Bila fi’il madhi di awali hamzah washal maka huruf pertama dan ketiga di-
dhammah-kan.
Contoh fi’il madhi majhul sebagaimana kaidah di atas bisa dilihat dalam tabel
berikut:
Contoh Fi’il Madhi Majhul
Ma’lum Majhul
( تَ َكلَّ َمBerbicara) ( تُ ُكلِّ َمDiajak bicara)
2
Adapun fi’il madhi yang tidak diawali dengan ta’ muthawa’ah atau hamzah washal
maka tetap mengikuti kaidah awal. Contohnya seperti “ َ( ” َشبَّهmenyerupakan) menjadi
“َ( ” ُشبِّهdiserupakan), “( ”َأ ْك َر َمmemuliakan) menjadi “( ”ُأ ْك ِر َمdimuliakan).
2
Tashrif Fi’il Madhi
Dalam ilmu shorof/tashrif setiap fi’il memiliki bentuk yang berbeda-beda untuk isim
dhomir (kata ganti) tertentu. Contohnya adalah “َب َ ( ” َكتdia menolong), untuk dhamir
mudzakkar ghaib (kata ganti orang ketiga jenis laki-laki), akan berbeda dengan “ ْت ُ ” َكتَب
(aku menulis), untuk dhamir mutakallim (kata ganti orang pertama).
Jika pada tashrif istilahi kita belajar merubah kata ke bentuk lainnya. Maka pada
tashrif lughawi kita akan mempelajari perubahan bentuk kata berdasarkan jenis dan
jumlahnya. Berikut ini adalah tashrif fi’il madhi beserta dhamirnya yang berjumlah
14 dhamir (kata ganti):
Tashrif Fi’il Madhi
Kalian berdua (lk) berbuat َأ ْنتُ َما فَ َع ْلتُ َما
Kalian (lk) berbuat َأ ْنتُ ْم فَ َع ْلتُ ْم
Kamu (pr) berbuat ِ َأ ْن
ت ِ فَ َع ْل
ت
Kalian berdua (pr) berbuat َأ ْنتُ َما فَ َع ْلتُ َما
Kalian (pr) berbuat َأ ْنتُ َّن فَ َع ْلتُ َّن
Saya (lk/pr) berbuat َأنَا ُ فَ َع ْل
ت
Kami berbuat ُنَحْ ن فَ َع ْلنَا
Karena tashrif lughawi itu berlaku umum, maka tashrif fi’il madhi tersebut tidak
hanya untuk tsulatsi mujarrad. Namun juga berlaku baik untuk wazan tsulasi mazid,
ruba’i mujarrad, dan ruba’i mazid. Supaya lebih memahami mengenai tashrif per-
wazan ini, perhatikan contoh tashrif dalam tabel berikut:
2
Tashrif Fi’il Madhi Tsulatsi Mujarrad
فَ َع ْلتُ َما فَ ِع ْلتُ َما فَع ُْلتُ َما َأ ْنتُ َما
فَ َع ْلتُ ْم فَ ِع ْلتُ ْم فَع ُْلتُ ْم َأ ْنتُ ْم
فَ َع ْل ِ
ت فَ ِع ْل ِ
ت فَع ُْل ِ
ت َأ ْن ِ
ت
فَ َع ْلتُ َما فَ ِع ْلتُ َما فَع ُْلتُ َما َأ ْنتُ َما
فَ َع ْلتُ َّن فَ ِع ْلتُ َّن فَع ُْلتُ َّن َأ ْنتُ َّن
فَ َع ْل ُ
ت فَ ِع ْل ُ
ت فَع ُْل ُ
ت َأنَا
فَ َع ْلنَا فَ ِع ْلنَا فَع ُْلنَا نَحْ نُ
فَع َّْلتُ َما فَاع َْلتُ َما َأ ْف َع ْلتُ َما َأ ْنتُ َما
2
Tashrif Fi’il Madhi Tsulatsi Mujarrad
فَعَّلتُ ْم فَاع َْلتُ ْم َأ ْف َع ْلتُ ْم َأ ْنتُ ْم
ِ فَع َّْل
ت ِ فَاع َْل
ت ِ َأ ْف َع ْل
ت ِ َأ ْن
ت
فَعَّلتُ َما فَاع َْلتُ َما َأ ْف َع ْلتُ َما َأ ْنتُ َما
فَع َّْلتُ َّن فَاع َْلتُ َّن َأ ْف َع ْلتُ َّن َأ ْنتُ َّن
ُ فَع َّْل
ت ُ فَاع َْل
ت ُ َأ ْف َع ْل
ت َأنَا
فَع َّْلنَا فَاع َْلنَا َأ ْف َع ْلنَا ُنَحْ ن
Dari tabel di atas kita bisa menyimpulkan bahwa setiap kata memiliki bentuk fi’il
madhi yang spesifik. Misalkan kiat hendak membuat kalimat “mereka (lk) telah
berbuat”, maka fi’il yang pas adalah “”فَ َعلُوْ ا. Pada dasarnya tashrif fi’il madhi lughawi
dalam tabel tersebut hanya mengalami perubahan pada huruf terakhirnya saja, yakni
lam fi’il. Jadi, untuk bab-bab tashrif lainnya tinggal disamakan dengan contoh-contoh
tashrif sebelumnya.
ِ َكتَ ْب
ت ِ َأ ْن
ت Kamu (pr) menulis
َكتَ ْبتُ َما َأ ْنتُ َما Kalian berdua (lk/pr) menulis
َكتَ ْبتُ ْم َأ ْنتُ ْم Kalian (lk) menulis
َكتَ ْبتُ َّن َأ ْنتُ َّن Kalian (pr) menulis
ُ َكتَب
ْت َأنَا Saya menulis
َكتَ ْبنَا ُنَحْ ن Kami menulis
Perhatikan contoh fi’il madhi dalam tabel di atas, antara fi’il dan fa’ilnya sudah
ُ ” َكتَبdhamir yang
menjadi kesatuan. Artinya, ketika kita mengucapkan kalimat “ ْت
2
menjadi fa’il sudah melekat pada fi’ilnya. Dengan kata lain, sudah bisa dipahami oleh
mukhatthab (lawan bicara) bahwa orang yang menulis adalah “Saya”.
Ini akan berbeda dengan fi’il madhi dhamir ghaib (kata ganti orang ketiga) di
mana kita diharuskan untuk menyebutkan fa’il berupa isim dhahir. Contohnya kita
berkata “س َ َ”جل
َ saja, maka belum jelas siapa orang yang duduk. Namun bila fa’il
َ َ( ” َجلKhalid telah duduk), maka kalimat
dhahirnya disebutkan, misalnya “س خَ الِ ٌد
barusan jelas menunjukkan orang yang duduk adalah Khalid. Kecuali jika memang
fa’il tersebut sudah diketahui sebelumnya.
Hal yang penting diperhatikan lagi ketika membuat contoh fi’il madhi dalam
kalimat adalah bahwa setiap fi’il madhi yang merofa’kan fa’il isim dhahir baik berupa
mufrad, tasniyah maupun jamak maka fi’il madhi tetap dalam keadaan mufrad (ini
juga berlaku bagi fi’il mudhari’).
Selain itu, antara fi’il madhi dengan fa’il yang berupa isim dhahir juga harus
sama dalam hal jenis (mudzakkar atau muannats). Setelah memahami segala
ketentuan tersebut, perhatikan contoh-contoh fi’il madhi yang kami berikan berikut
baik dalam kalimat maupun Al-Qur’an.
2
Fi'il Mudhari: Contoh, Pengertian, Tanda
I'rab, Ciri beserta Tashrifnya
Fi’il mudhari adalah kata kerja yang menunjukkan terjadinya sesuatu pada waktu
atau setelah berbicara. Contoh seperti “ ُ( ”يَ ْكتُبsedang menulis), “ ُ( ”يَجْ لِسsedang
duduk), yang ditandai dengan adanya huruf mudhara’ah di awal kalimahnya.
Dari pengertian fi’il mudhori menurut istilah ulama ahli nahwu tersebut kita tahu
bahwa jenis fi’il ini digunakan dalam ungkapan-ungkapan kata kerja untuk masa kini
dan akan datang. Para santri biasa memaknai dengan arti “sedang” atau “akan”.
Perhatikan contoh fi’il mudhori dalam kalimat berikut:
.)Ali sedang duduk( يَجْ لِسُ َعلِ ٌّي
ِ ت َِجيُْئ اُأل ْستَا َذ
.)Kedua Pak guru akan datang( ان
Untuk menentukan apakah fi’il mudhori bermakna hal (sedang) atau mustaqbal
(akan) tinggal disesuaikan saja dengan kebutuhannya. Seperti ketika Zaid yang pada
saat itu juga sedang duduk, maka yang pas adalah makna hal. Sedangkan pada
contoh kedua ini menunjukkan bahwa kedua Pak guru sebentar lagi akan datang,
sehingga makna yang pas adalah mustaqbal.
2
Ciri-ciri Fi'il Mudhari
Setiap kalimah fi’il dalam bahasa Arab memiliki ciri-ciri tertentu sebagai pembeda
antara yang satu dengan lainnya. Adapun ciri-ciri fi’il mudhari adalah:
1. Di awali oleh huruf mudhara’ah yang empat, yaitu hamzah, nun, ya’, dan ta’ (
)أنيت.
2. Layak bila kemasukan amil nawashib dan amil jawazim.
3. Di awali huruf sin “ ”سatau saufa “( ”سوفakan).
Namun yang perlu dicatat, jika terdapat penggunaan fi’il dalam Al-Qur’an, Hadits,
dan kitab bahasa Arab yang mengandung ciri-ciri di atas, maka sudah pasti fi’il
mudhari. Akan tetapi, tidak semua fi’il mudhari datang dengan semua tanda-tanda
tersebut.
Contoh penggunaan kalimat fi’il mudhari dalam Al-Qur’an bisa kita lihat pada ayat
berikut:
QS. Al-Ikhlash ayat .)Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan ( لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُوْ لَ ْد.1
3
Orang-orang yang kurang( اس َما َواَّل هُ ْم ع َْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِي َكانُوا َعلَ ْيهَا
ِ ََّسيَقُو ُل ال ُّسفَهَا ُء ِمنَ الن .2
akalnya di antara manusia akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka
(umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
QS. Al-Baqarah ayat 142 .)?kepadanya
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat ( ََكاَّل َسوْ فَ تَ ْعلَ ُموْ ن .3
QS. At-Takatsur ayat 3 .)perbuatanmu itu)
Pada kalimat di atas, kata " "يَلِ ْدadalah contoh fi'il mudhari majzum yang ditandai
dengan masuknya lam nafi dan di awali huruf mudhara'ah,. Sedangkan lafadz " "يُوْ لَ ْد
merupakan bentuk fi'il mudhari majhul (kata kerja pasif). Selainnya adalah contoh
penggunaan fi'il mudhari ma'lum (kata kerja aktif) yang marfu' (dibaca rafa').
2
Perhatikanlah bahwa semua fi’il mudhari dalam kalimat tersebut berstatus mu’rab.
Artinya, harokat akhir fi’il mudhori selalu mengalami perubahan seiring dengan
masuknya amil yang berbeda-beda. Adapun tanda i’rabnya adalah dhammah
dhahirah, sebab ia dalam keadaan marfu’, dengan kata lain tidak didahului oleh amil
nawashib dan amil jawazim.
Bila fi’il mudhari di awali oleh amil nawashib (yang menashobkan) maka hukumnya
adalah manshub (dibaca nashob), tanda asal i’rabnya berupa harokat fathah
dhahirah. Contohnya adalah kalimat berikut:
.)Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu ( ت ْ ض َ لَ ْن تَرْ ِج َع اَأليَّا ُم الَّتِ ْي َم
Saya tidak akan mundur selama masih ada( ًصةُ قَاِئ َمة َ ْت الفُرِ اج َع َمادَا َم َ لَ ْن َأت ََر
.)kesempatan
.)Kamu tidak akan berhasil selama kamu tidak berjuang ( لَ ْن تَ ْن َج َح َمالَ ْم تَجْ تَ ِه ْد
Dan apabila fi’il mudhari kemasukan amil jawazim (yang menjazemkan) maka ia
berstatus majzum (dibaca jazm), ditandai dengan i’rab asal berupa harokat sukun.
Contohnya seperti kalimat:
Kali ini kamu belum berhasil, tapi paling ( َ لَ ْم تَ ْن َجحْ هَ ِذ ِه ال َم َّرةَ َولَ ِك ْن َعلَى اَألقَلِّ قَ ْد َحا َو ْلت
.)tidak kamu sudah mencoba
Waktu itu kita belum mengenal apa yang ( ت ِ ِف ِح ْينَِئ ٍذ َما يُ َس َّمى اآلنَ بِاِإل ْنتِرْ ن ِ لَ ْم نَع
ْ ْر
.)sekarang disebut internet
.)Saat itu belum ada smarthpone ( ٌ لَ ْم تَ ُك ْن ِح ْينَِئ ٍذ هَ َواتِفُ َذ ِكيَّة
Penting dicatat bahwa semua contoh dan penjelasan yang kami berikan tersebut
merupakan i’rab fi’il mudhari shahih akhir, dan tidak pula berupa af’alul khamsah
atau fi’il-fi’il yang lima.
Fi’il mudhari yang tidak diakhiri huruf shahih maka disebut dengan fi’il mudhari
mu’tal akhir dan dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1) mu’tal alif, 2) mu’tal wawi, dan
3) mu’tal ya’.
Tanda i’rab fi’il mudhari mu’tal alif:
1. Rafa’: dhammah muqaddarah, contohnya “”يَ ْخ َشى.
2. Nashab: fathah muqaddarah, contohnya “”لَ ْن يَ ْخ َشى.
3. Jazm: terbuangnya huruf illat (alif), contohnya “ ش َ ”لَ ْم يَ ْخ.
Tanda i’rab fi’il mudhari mu’tal wawi:
1. Rafa’: dhammah muqaddarah, contohnya “”يَ ْدعُو.
2. Nashab: fathah dhahirah, contohnya “ ”لَ ْن يَ ْدع َُو.
3. Jazm: terbuangnya huruf illat (wawu), contohnya “ ع ُ ”لَ ْم يَ ْد.
Tanda i’rab fi’il mudhari mu’tal ya’:
1. Rafa’: dhammah muqaddarah, contohnya “”يَرْ ِم ْي.
2. Nashab: fathah dhahirah, contohnya “”لَ ْن يَرْ ِم َي.
2
3. Jazm: terbuangnya huruf illat (ya’), contohnya “ ”لَ ْم يَرْ ِم.
Adapun yang dimaksud dengan af’alul khamsah atau fi’il-fi’il yang lima adalah setiap
fi’il mudhari yang isnad (bersandar) kepada dhamir alif tasniyah, wawu jamak, atau
ya’ muannats mukhathabah.
Tanda i’rab af’alul khamsah (fi’il mudhari yang lima):
1. Rafa’: tetapnya huruf nun (tsubutun nun), contohnya “ان ِ َ”يَضْ ِرب.
2. Nashab: terbuangnya nun (hadfun nun), contohnya “”لَ ْن يَضْ ِربُوا.
3. Jazm: terbuangnya huruf nun (hadfun nun), contohnya “”لَ ْم تَضْ ِربِ ْي.
Supaya lebih memudahkan lagi dalam menghafal semua i’rab fi’il mudhari tersebut,
perhatikan tabel berikut ini:
I’rab Fi’il Mudhari
2
Oleh penjelasan di atas, jika nun taukid yang menempel di akhir fi’il mudhari itu
ghairu mubasyirah (tidak sambung) maka statusnya tetap mu’rab. Ini merupakan
kesepakatan mayoritas ulama ahli nahwu (jumhur nahwiyyin).
Ada tiga tempat di mana fi’il mudhari bertemu nun taukid ghairu mubasyirah dan
dihukumi mu’rab, yaitu ketika disandarkan pada:
1. Alif tasniyah
2. Wawu jamak
3. Ya’ mukhathabah
Contohnya seperti ayat Al-Qur’an berikut:
َيل الَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمونَ َِواَل تَتَّبِ َعانِّ َسب
Artinya: “Dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak
mengetahui”. (QS. Yunus ayat 89)
Huruf nun pada fi’il mudhari “ ِّ ”تَتَّبِ َعانdalam ayat di atas merupakan nun taukid ghairu
mubasyirah. Artinya ia tidak sambung secara langsung dengan fi’ilnya lantaran
terpisah oleh alif tasniyah. Contoh lain adalah ayat Al-Qur’an surah At-Takatsur, yang
berbunyi:
ثُ َّم لَتُ ْسَألُ َّن يَوْ َمِئ ٍذ َع ِن النَّ ِع ِيم
Artinya: “Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu)”. (QS. At-Takatsur ayat 8)
Secara lafadz antara fi’il mudhari dan huruf nun dalam ayat tersebut terlihat
sambung tanpa pemisah. Tetapi ia tetap dihukumi mu’rab, bukan mabni. Karena asal
mula fi’il “ ”تُ ْسَألُ َّنadalah “ ”تُ ْسَألُوْ ن ََّنyang disandarkan kepada wawu jamak dan telah
melalui proses i’lal (perubahan huruf).
صا َر تُ ْسَألُ َّن
َ َالوا ُو لِ ْلتِقَا ِء السَّا ِكنَي ِْن ف
َ ت ِ َار تُ ْسَألُوْ َّن فَ ُح ِذف
َ ص ِ َت النُّوْ نُ لِت ََوالِى اَأل ْمث
َ َال ف ِ َتُ ْسَألُ َّن َأصْ لُهُ تُ ْسَألُوْ ن ََّن فَ ُح ِذف
Artinya: “Fi’il ( )تُ ْسَألُ َّنasalnya adalah ()تُ ْسَألُوْ ن ََّن, huruf nun dibuang sebab beruntun,
menjadi ()تُ ْسَألُوْ َّن. Kemudian huruf wawu dibuang karena bertemunya dua sukun,
menjadi (”)تُ ْسَألُ َّن.
Begitu juga dengan fi’il mudhari yang bertemu dengan ya’ mukhathabah, seperti
kalimat “( ”لَتَ ْس َم ِع َّن يَا ِه ْن ُدsungguh kamu benar-benar mendengarkan wahai Hindun). Kata
“ ”تَ ْس َم ِع َّنdalam kalimat barusan asalnya adalah “”تَ ْس َم ِع ْين ََّن, untuk proses i’lal-nya sama
saja dengan yang di atas.
Meski demikian, menurut Abu al-Khattab Abdul Hamid bin Abdul Majid atau yang
lebih dikenal dengan Imam Akhfasy berpendapat bahwa fi’il mudhari yang bertemu
dengan nun taukid dihukumi mabni secara mutlak. Maksudnya, baik itu mubasyir
maupun ghairu mubasyir fi’il mudhari tetaplah berstatus mabni.
Kedua, fi’il mudhari adalah mabni sukun hukumnya, bilamana dipertemukan
dengan nun jamak inats, yaitu huruf yang menunjuk pada jamak jenis perempuan.
2
Contoh fi’il mudhari yang mabni sukun:
.)Mereka (pr) merasa takut pada (melihat) orang yang digoda ( َ ه َُّن يَ ُر ْعنَ َم ْن فُتِن.1
.)Mereka (pr) harus tahu informasi ini ( ت ِ ْر ْفنَ هَ ِذ ِه ال َم ْعلُوْ َماِ َعلَ ْي ِه َّن َأ ْن يَع .2
Para mahasiswi belum menuliskan ( الطَّلَبَةُ لَ ْم يَ ْكتُ ْبنَ بُحُوْ ثَه َُّن َو ْقفًا لِقَ َوا ِع ِد ال ِكتَابَ ِة ال ِع ْل ِميَّ ِة.3
.)paper mereka sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah
Perhatikanlah bahwa fi’il mudhari yang bertemu nun jamak inats pada kalimat di atas
adalah mabni sukun, baik dalam keadaan rafa’, nashab, maupun jazm.
2
Tashrif Fi’il Mudhari Tsulatsi Mujarrad
2
Tashrif Fi’il Mudhari Ruba’i Mujarrad
تُفَ ْعلِلُوْ نَ تُ َدحْ ِرجُوْ نَ َأ ْنتُ ْم
تُفَ ْعلِ ْلنَ تُ َدحْ ِرجْ نَ َأ ْنتُ َّن
ُأفَ ْعلِ ُل ُأ َدحْ ِر ُج َأنَا
نُفَ ْعلِ ُل نُ َدحْ ِر ُج نَحْ نُ
تَتَفَ ْعلَلُوْ نَ تَتَ َدحْ َرجُوْ نَ َأ ْنتُ ْم
تَتَفَ ْعلَ ْلنَ تَتَ َدحْ َرجْ نَ َأ ْنتُ َّن
َأتَفَ ْعلَ ُل َأتَ َدحْ َر ُج َأنَا
نَتَفَ ْعلَ ُل نَتَ َدحْ َر ُج نَحْ نُ
2
Apabila kita perhatikan tabel di atas, maka kita akan mendapati beragam bentuk
wazan tashrif lughawi fi’il mudhari. Namun, sebenarnya ia tidak jauh berbeda
dengan tashrif fi’il madhi yang perubahannya berdasarkan isim dhamir atau kata
ganti mulai “ ”هُ َوhingga “ ُ”نَحْ ن. Hanya saja, tashrif fi’il mudhari lebih rumit karena yang
berubah tidak hanya huruf akhirnya saja, akan tetapi juga pada huruf pertamanya,
yaitu hamzah, nun, ya’, dan ta’ ()أنيت.
2
Contoh Fi’il Mudhari dan Madhinya
Kesimpulan
Dalam bahasa Arab fi’il mudhari adalah kata kerja (verba) yang memuat zaman hal
(masa kini/sekarang) dan zaman mutaqbal (masa akan datang). Fi’il mudhari memiliki
3 ciri-ciri khusus, yaitu:
1. Di awali huruf mudhara’ah yang empat ()أنيت.
2. Kemasukan amil nawashib dan jawazim.
3. Kemasukan huruf sin ( )سatau saufa ()سوف.
Tidak semua fi’il mudhari adalah mu’rab, ada sebagian dari fi’il nya yang berstatus
mabni, yaitu ketika dalam keadaan:
1. Bertemu nun taukid mubasyirah.
2. Bertemu nun jamak inats.
Selain dua keadaan di atas, fi’il mudhari dalam tata bahasa Arab dihukumi mu’rab,
yang ditandai dengan tiga tanda i’rab asli, adalah dhammah, fathah,dan sukun.
Selebihnya memakai tanda i’rab niyabah (pengganti), yaitu terbuangnya huruf illat
(wawu, alif, ya’), tetapnya nun, dan terbuangnya huruf nun.
Tahsrif lughawi fi’il mudhari sebenarnya memiliki perubahan yang sama dengan fi’il
madhi. Di mana perubahan tersebut didasari oleh berbeda-beda isim dhamir yang
menempel di akhir kalimah. Hanya saja, fi’il mudhari mempunyai rumus tashrif yang
sedikit rumit dibandingkan fi’il madhi. Karena perubahan yang terjadi pada fi’il
mudhari tidak hanya terjadi di akhir, melainkan juga pada awal huruf kalimahnya
2
Fi'il Amr: Contoh, Ciri, Tashrif, Tanda Mabni
dan Penjelasannya dalam Bahasa Arab
Fi’il amr adalah kata kerja yang digunakan untuk memberikan perintah atau instruksi
kepada mukhatthab (lawan bicara). Contoh fi’il amr seperti kata “ ْ( ”ِإجْ لِسduduklah), “
( ”ِإرْ ِج ْعpulanglah), “ ْ( ”ُأ ْد ُخلmasuklah), dan sebagainya. Dalam kepenulisan bahasa
Indonesia, kata kerja perintah biasanya diakhiri dengan partikel; -lah, intonasi keras,
dan tanda seru (!). Akan tetapi, ciri-ciri tersebut tentunya berbeda dengan fi’il
amr dalam tata bahasa Arab.
2
Imam ibnu Malik telah menjelaskan mengenai ciri-ciri fi’il amr dalam bait syair
Alfiyah:
...َو ِس ْم | بِالنُّوْ ِن فِ ْع َل اَأل ْم ِر ِإ ْن َأ ْم ٌر فُ ِه ْم
“Bedakanlah fi’il amr (kata perintah) dengan nun taukid jika perintahnya telah
dipahami.”
Dari penjelasan Imam ibnu Malik dalam bait Alfiyah tersebut, kurang lebihnya
terdapat 2 poin penting yang menjadi ciri dari fi’il amr, yaitu “ ( ”بِالنُّوْ ِنdengan nun)
dan “( ”ِإ ْن َأ ْم ٌر فُ ِه َمjika perintahnya bisa dimengerti). Maksudnya, fi’il tersebut
menunjukkan makna perintah secara mandiri tanpa adanya qayyid lain. Lebih lanjut
lagi mengenai ciri-ciri tersebut bisa disimak sebagaimana berikut.
2
2. Menunjukkan Makna Perintah Secara Mandiri
Ciri fi’il amr yang kedua yaitu menunjukkan arti kata perintah secara mandiri. Artinya,
fi’il tersebut dapat menyatakan kepada makna perintah tanpa disertai atau
dipengaruhi oleh qayyid lainnya. Contohnya seperti “( ” ُخ ْذambillah), “ ْ( ”ِإ ْفتَحbukalah), “
( ”تَ َعلَّ ْمpelajarilah), “ ْ( ”ُأ ْكتُبtulislah), dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, kalimah fi’il yang menunjukkan makna perintah sebab adanya
pengaruh dari kalimah lain tidak bisa dikatakan sebagai fi’il amr. Contohnya adalah
ayat Al-Qur’an berikut:
ُ لِيُ ْنفِ ْق ُذو َس َع ٍة ِم ْن َس َعتِ ِه ۖ َو َم ْن قُ ِد َر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُهُ فَ ْليُ ْنفِ ْق ِم َّما آتَاهُ هَّللا
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.
Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya.” (QS. At-Talaq ayat 7)
Lafadz “ ”لِيُ ْنفِ ْقdan “ ”فَ ْليُ ْنفِ ْقdalam ayat Al-Qur’an di atas tidak dapat disebut sebagai fi’il
amr. Karena timbulnya arti kata perintah pada fi’il ini sebab adanya lam amr,
sekalipun ia layak apabila bertemu dengan nun taukid (khafifah dan tsaqilah).
Ada juga kalimah dalam bahasa Arab yang memiliki makna perintah secara mandiri,
akan tetapi tidak termasuk dalam kategori fi’il amr. Seperti “ْصهَ ” (diamlah), “ ْ”حيَّهَل
َ
(terimalah), dan “ ُ( ”آ ِميْنkabulkanlah). Meskipun bermakna perintah atau
permohonan, namun lafadz-lafadz tersebut merupakan kelompok isim fi’il amr,
karena tidak menerima tambahan nun taukid di akhir kalimahnya.
2
ُ ُأ ْد
QS. An-Nahl ayat( ).Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu( َع ِإلَى َسبِي ِْل َربِّك
)125
Semua tanda mabni fi’il amar tersebut diambil berdasarkan keadaan akhir fi’il
mudhari ketika menempati tempat jazm (ُار ُعه ِ ض َ ) َعلَى َما يُجْ زَ ُم بِ ِه ُم. Hal ini berawal dari
kaidah nahwu yang menjelaskan mengenai tata cara membuat fi’il amar dari bentuk
mudhari’nya, seperti:
ِ الحرْ فَ ال َج
از َم َ ار َع ِة َو
َ ضَ ثُ َّم َأ ْن ِز ْع ِم ْنهُ َحرْ فَ ال ُم،ع َمجْ ُزوْ ٍم
ٍ ار
ِ ض ِ ص ِّو َغ فِ ْع َل َأ ْم ٍر فَْأ
َ ت بِفِ ْع ٍل ُم َ ُِإ َذا َأ َردْتَ َأ ْن ت
Artinya: “Ketika kamu hendak membentuk fi’il amr maka datangilah fi’il mudhari’nya
yang dibaca jazm, kemudian lepaskanlah huruf mudhara’ah dan huruf yang
menjazemkan darinya.”
Misalkan kita ingin membuat fi’il amr dari “ ( ”نَا َمtidur), fi’il mudhari’nya ketika
menduduki tempat jazm yaitu “( ”لَ ْم يَنَ ْمbelum/tidak tidur), kemudian huruf lam (jazim)
dan ya’ (mudhara’ah) dibuang, maka jadilah “( ”نَ ْمtidurlah).
Kecuali jika terdapat huruf mati setelah huruf mudhara’ah, maka harus
mendatangkan hamzah washal, adalah hamzah yang tetap tetap bila berada di awal
dan gugur ketika berada di tengah. Sehingga memungkinkan untuk diucapkan,
karena suatu kata yang diawali huruf mati tidak mungkin dapat diucapkan tanpa
adanya hamzah washal.
Contohnya kita berkeinginan membuat fi’il amr dari kata “ ( ” َع ِم َلberbuat), fi’il
mudhari’nya ketika jazm adalah “ ْ”لَ ْم يَ ْع َمل, huruf lam jazim dan ya’ mudhara’ah
dibuang, sehingga tampak adanya huruf mati di awal kalimah, maka wajib
mendatangkan hamzah washal menjadi “ ْ( ”ِإ ْع َملberbuatlah).
Contoh perubahan fi’il amr dari mudhari’nya:
)untuk laki-laki satu( ِْإضْ ِرب- ْ لَ ْم تَضْ ِرب
)untuk laki-laki/perempuan dua( ِإضْ ِربَا- لَ ْم تَضْ ِربَا
)untuk laki-laki lebih dari dua ( ِإضْ ِربُوا- لَ ْم تَضْ ِربُوا
)untuk perempuan satu( ِإضْ ِربِ ْي- لَ ْم تَضْ ِربِ ْي
)untuk perempuan lebih dari dua( َِإضْ ِر ْبن- َ لَ ْم تَضْ ِر ْبن
Catatan: Hamzah washal nya fi’il amr tsulatsi mujarrad yang mengikuti wazan “ يَ ْف ُع ُل- ”فَ َع َلmaka harus
dibaca dhammah, selainnya dibaca kasrah.
Oleh karena itulah para ulama ahli nahwu merumuskan mabninya fi’il amr dengan
memakai kaidah:
ُار ُعه
ِ ضَ فِ ْع ُل اَأل ْم ِر يُ ْبنَى َعلَى َما يُجْ زَ ُم بِ ِه ُم
Artinya: “Fi’il amr dimabnikan atas harokat fi’il mudhari’nya yang dibaca jazm.”
2
Tashrif Fi'il Amr
Tashrif fi’il amr sama seperti tashrif pada fi’il madhi dan fi’il mudhari’ yang
mengalami perubahan berdasarkan dhamir. Akan tetapi, tashrif fi’il amr hanya
berjumlah enam untuk dhamir mukhatthab (kata ganti orang kedua) mulai dari “ َ”َأ ْنت
(kamu [lk]) sampai dengan “ ( ”َأ ْنتُ َّنkalian [pr]).
Wazan tashrif lughawi fi’il amr bisa dilihat dalam tabel berikut:
Tashrif Fi’il Amr
َُأ ْفع ُْلن َِإ ْف ِع ْلن َِإ ْف َع ْلن َِإ ْستَ ْف ِع ْلن َأ ْنتُ َّن
Adapun contoh tashrif lughawi fi’il amr ditunjukkan oleh tabel berikut:
Contoh Tashrif Fi’il Amr
ُأ ْكتُبَا ِإحْ ِسبَا ِإ ْفتَ َحا ِإ ْستَ ْغفِ َرا َأ ْنتُ َما
ُأ ْكتُبُوا ِإحْ ِسبُوا ِإ ْفتَحُوا ِإ ْستَ ْغفِرُوا َأ ْنتُ ْم
ُأ ْكتُبِ ْي ِإحْ ِسبِ ْي ِإ ْفتِ ِح ْي ِْإ ْستَ ْغفِ ِري ِ َأ ْن
ت
ُأ ْكتُبَا ِإحْ ِسبَا ِإ ْفتَ َحا ِإ ْستَ ْغفِ َرا َأ ْنتُ َما
َُأ ْكتُ ْبن َِإحْ ِس ْبن َِإ ْفتَحْ ن َِإ ْستَ ْغفِرْ ن َأ ْنتُ َّن
Fi’il amr merupakan kata yang difungsikan untuk memberikan perintah, oleh karena
itu ia hanya berlaku bagi dhamir mukhatthab. Misalkan ingin menyatakan perintah
kepada orang berjumlah lebih dari dua berjenis perempuan, maka penggunaan fi’il
amr yang tepat adalah “ َ( ”ُأ ْكتُ ْبنtulislah). Begitu juga ketika hendak membuat kata
perintah yang lain, maka perhatikanlah dhamir-nya.
2
Contoh Fi'il Amr
Supaya lebih memahami lagi apa yang telah dijelaskan sebelumnya.
Perhatikan contoh fi’il amar dalam ayat Al-Qur’an berikut ini.
Contoh fi’il amr dalam ayat-ayat Al-Qur’an:
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk ( ََربَّنَا َواجْ َع ْلنَا ُم ْسلِ َمي ِْن لَك
)QS. Al-Baqarah ayat 128( ).patuh kepada Engkau
Maka jangan kamu takut kepada mereka dan takutlah ( اخ َشوْ نِ ْي ْ فَاَل ت َْخ َشوْ هُ ْم َو
)QS. Al-Baqarah ayat 150( ).kepada-Ku
Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanya ( فَا ْعلَ ْم َأنَّ َما يَتَّبِعُونَ َأ ْه َوآ َءهُ ْم
)QS. Al-Qashash ayat 50( ).mengikuti hawa nafsu mereka belaka
)QS. Al-Maidah ayat 89( ).Dan jagalah sumpahmu( َواحْ فَظُوا َأ ْي َمانَ ُك ْم
).Ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu ( ِإرْ َكعُوا َوا ْس ُجدُوا َوا ْعبُدُوا َربَّ ُك ْم
)QS. Al-Hajj ayat 77(
Kesimpulan
Fi’il amr adalah kata yang menunjukkan arti perintah/permohonan kepada seseorang
untuk melakukan apa yang kita kehendaki.
Dalam tata bahasa Arab, fi’il amr (kata perintah) memiliki dua ciri-ciri, yaitu:
1. Menerima adanya nun taukid.
2. Menunjukkan makna perintah secara mandiri.
Fi’il amr dihukumi mabni secara mutlak, yang mengikuti keadaan akhir fi’il mudhari
ketika menduduki tempat jazm. Sehingga dapat dirinci bahwa tanda mabninya fi’il
amr adalah:
1. Mabni sukun, apabila shahih akhir dan tidak bertemu dengan dhamir apapun,
tidak pula dengan nun taukid.
2. Mabni fathah, apabila disambung dengan nun taukid.
3. Mabni hadzfu nun, apabila bertemu alif tasniyah, wawu jamak, dan ya’
mukhathabah.
4. Mabni hadzfu harfi illah, apabila berupa fi’il mu’tal akhir.
Sedangkan tashrif fi’il amr hanya berjumlah enam khusus untuk dhamir mukhatthab.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bentuk kata perintah dalam bahasa Arab
hanya berlaku untuk kata ganti orang kedua mulai dari “ َ ”َأ ْنتhingga “”َأ ْنتُ َّن.