Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HASIL HUTAN BUKAN KAYU


Dosen Pengampu : Dr. Ir. Rosmarlinasiah, MP.

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1

1. Jayanti Rasiah (M1A122015) 13. Arifin (M1A122005)


2. Anisa Fadila Jaya (M1A122003) 14. Jerry Roedny Althary T. (M1A122093)
3. Rahma Miranti (M1A122119) 15. Ahmad Al Gazali (M1A122074)
4. Putri Amanda Nabilah (M1A122063) 16. Rahmad Reza S. (M1A122120)
5. Masva (M1A122019) 17. Melly Cantika (M1A122020)
6. Astuti Susanti (M1A122007) 18. Arni Niar (M1A122080)
7. Sitti Aksar Ayu K. (M1A122127) 19. LM Raya Akbar (M1A122053)
8. Fitriani (M1A122087) 20. Deli (M1A122011)
9. Muh. Fikhi Salsayah P. (M1A122103) 21. Novianti Toding (M1A122062)
10. Yonas Padangaran (M1A122031) 22. Nirda (M1A122115)
11. Muhamad Fadly R. (M1A122022) 23. Reski Eka Pratama I. (M1A121136)
24. Nur Iskandar (M1A122025)
12. Muhammad Azani T. (M1A122058)
25. Alfan Ananta Julianda AY (M1A122075)

PRODI MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas segala rahmat-Nya
diberikan-Nya sehingga tugas makalah Kelompok 1 Hasil Hutan Bukan Kayu
dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat sebagai kewajiban
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hasil Hutan Bukan Kayu
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu : Dr. Ir.
Rosmarlinasiah, MP. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Hasil Hutan Bukan
Kayu yang membimbing penulis dalam pengerjaan tugas makalah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pemnuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, Penulis menerima kritik dan
saran dari pembaca untuk membantu penyempurnaan makalah ini.

Kendari, 12 September 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3
2.1 Permasalahan Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di
Indonesia...........................................................................................................3
2.2 Peluang pegelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu Di Indonesia ......................6
2.3 Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di In ..........................14
BAB III PENUTUP ..........................................................................................19
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................19
3.2 Saran .........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki peran
penting dalam kehidupan manusia dan ekosistem di seluruh dunia. Hutan
menyediakan berbagai jenis kayu yang digunakan dalam konstruksi,
produksi kertas, furnitur, dan banyak industri lainnya. Selain itu, hutan juga
menghasilkan beragam produk yang bukan kayu, yang dikenal sebagai hasil
hutan bukan kayu (HHBK).
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah sumber daya alam yang
memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
kegiatan ekonomi. HHBK meliputi hasil hutan hayati baik nabati maupun
hewani beserta produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal
dari hutan .
HHBK pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah
pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan
yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan
HHBK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang
berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan
HHBK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Namun, permasalahan yang sering muncul adalah kurangnya
perhatian pemerintah terhadap pengelolaan HHBK dan kurangnya
pemahaman masyarakat tentang nilai ekonomi dan lingkungan dari HHBK.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat untuk mengoptimalkan
potensi HHBK dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada HHBK.
2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja permasalahan pengelolaan hasil hutan bukan kayu di
Indonesia?
2. Bagaimana peluang pengelolaan hasil hutan bukan kayu di Indonesia?
3. Bagaimana strategi pengembangan hasil hutan bukan kayu di
Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui permasalahan pengelolaan hasil hutan bukan kayu di
Indonesia.
2. Dapat mengetahui peluang pengelolaan hasil hutan bukan kayu di
Indonesia?
3. Dapat mengetahui strategi pengembangan hasil hutan bukan kayu di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di


Indonesia
Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai
sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi
kepentingan serta pemanfaatannya di arahkan untuk mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran Rakyat. Hasil Hutan Bukan Kayu merupakan salah
satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komporatif dan paling
bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan.

Hasil hutan bukan kayu terdiri dari benda-benda hayati yang berasal
dari flora dan fauna. Selain itu termasuk jugas jasa air, udara, dan manfaat
tidak langsung daru hutan (UU No. 41 Tahun 1999). Hasil hutan bukan kayu
(HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk
turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan (Permenhut
No. 35 Tahun 2007).

Potensi HHBK di Indonesia saat ini tercatat setidaknya sebesar 66 juta


ton. Indonesia merupakan negara dengan sumber kekayaan hayati terbesar di
dunia. Tidak hanya sumber daya alam flora berupa kayu, tetapi juga hasil
bukan kayu (HBK), yang terdiri atas buah-buahan, getah, damar, bambu,
rotan, sutera, madu, dan lain-lain, baik yang tumbuh di hutan maupun di luar
kawasan hutan. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari kawasan hutan
biasanya berasal dari tumbuhan yang tumbuh secara alami di alam.
Dikarenakan melimpahnya potensi HHBK yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia maka diperlukan pengelolaan yang kompleks dan terstruktur.
Namun, dalam pengaplikasiannya pengelolaan hasil hutan bukan kayu di
Indonesia yang begitu melimpah masih banyak menghadapi beberapa
4

permasalahan yang perlu diatasi. Beberapa permasalahan utama dalam


pengelolaan hasil hutan bukan kayu di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Terbatasnya/lemahnya kapasitas masyarakat, baik teknologi budidaya,


permasalahan teknologi pengolahan pasca Hasil Hutan Bukan Kayu dan
permasalahan lainnya

Terbatasnya/lemahnya kapasitas masyarakat, baik teknologi


budidaya, permasalahan teknologi pengolahan pasca HHBK dan
permasalahan lainnya mengindikasikan beberapa kendala atau
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat atau pelaku usaha yang
terlibat dalam pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Indonesia.

• Terbatasnya Kapasitas Masyarakat: Mengacu pada kurangnya


pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang dimiliki oleh
masyarakat dalam hal pengelolaan HHBK. Masyarakat mungkin tidak
memiliki pemahaman yang cukup tentang teknik budidaya yang
efektif atau cara mengoptimalkan hasil panen.
• Keterbatasan Teknologi Budidaya: Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat mungkin belum memiliki akses atau pengetahuan tentang
teknologi modern yang dapat meningkatkan produktivitas atau
kualitas HHBK yang mereka hasilkan. Ini termasuk penggunaan
teknologi pertanian atau budidaya yang lebih canggih.
• Permasalahan Teknologi Pengolahan Pasca HHBK: Ini mengacu pada
kendala dalam proses pengolahan dan pemasaran HHBK setelah
panen. Mungkin ada kesulitan dalam menjalankan mesin pengolahan
atau kurangnya infrastruktur yang mendukung pengolahan produk
HHBK dengan efisien.
• Permasalahan Lainnya: Merupakan referensi umum terhadap berbagai
kendala atau masalah lain yang mungkin dihadapi oleh masyarakat
5

dalam pengelolaan HHBK. Hal ini bisa mencakup masalah akses ke


pasar, perubahan iklim yang mempengaruhi hasil panen, peraturan
pemerintah yang membingungkan, atau masalah lain yang
memengaruhi kelangsungan usaha mereka.
2. Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sampai saat ini memang
belum begitu terlihat nyata dibanding kayu, dalam mengatasi
permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) mencakup berbagai produk
non-kayu seperti buah-buahan, rempah-rempah, jamu, rotan, dan
sejenisnya. Meskipun HHBK memiliki potensi untuk memberikan
manfaat sosial dan ekonomi kepada masyarakat, kontribusinya belum
sejelas atau sebesar yang diharapkan. Ini bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti kendala dalam produksi, pengolahan, pemasaran, atau
kurangnya peningkatan kapasitas masyarakat yang terlibat dalam sektor
HHBK.
3. Kurangnya Pendekatan Berkelanjutan: Banyak tindakan pemanenan hasil
hutan bukan kayu yang tidak berkelanjutan, yang dapat mengancam
kelestarian sumber daya alam. Diperlukan pendekatan yang berkelanjutan
dalam pengelolaan sumber daya ini.
4. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari
sebuah pohon, sehingga pemungutan hasil hutan bukan kayu pada
umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada
di sekitar hutan. Hal ini menyebabkan pengelolaan HHBK masih terbatas
pada skala kecil dan belum terintegrasi dengan baik.
5. Penggundulan Hutan dan Perambahan: Aktivitas ilegal seperti
penggundulan hutan dan perambahan tanah sering terjadi, mengakibatkan
kerusakan habitat alam dan penurunan populasi tumbuhan yang
menghasilkan produk hutan bukan kayu.
6

6. Ketergantungan pada Ekspor: Beberapa produk hasil hutan bukan kayu,


seperti minyak kelapa sawit dan karet, sangat bergantung pada ekspor.
Fluktuasi harga dan permintaan global dapat berdampak negatif pada ekonomi
Indonesia.
Kekurangan Akses Pasar: Bagi produsen kecil dan masyarakat lokal, akses
pasar untuk hasil hutan bukan kayu dapat menjadi kendala. Hal ini dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi lokal.
7. Perubahan Iklim dan Kerusakan Lingkungan: Perubahan iklim dan kerusakan
lingkungan dapat berdampak pada produktivitas tumbuhan yang
menghasilkan hasil hutan bukan kayu.
8. Kurangnya Penelitian dan Inovasi: Penelitian dan inovasi dalam pengelolaan
hasil hutan bukan kayu masih terbatas, sehingga potensi ekonomi dan medis
dari sumber daya ini belum sepenuhnya dimanfaatkan.

2.2 Peluang pegelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu Di Indonesia


Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Indonesia sangatlah
luas dan beragam, mencakup berbagai jenis flora dan fauna yang memiliki
nilai ekonomi dan ekologis yang penting.

Potensi HHBK di Indonesia saat ini tercatat setidaknya sebesar 66


juta ton. Produksinya di tahun 2020 baru sebesar 558 ribu ton dengan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 4,2 miliar. Tiga jenis
HHBK dengan produksi tertinggi berasal dari HHBK kelompok getah
sebanyak 126 ribu ton, kelompok biji-bijian sebanyak 114 ribu ton, dan
kelompok daun/akar sebesar 63 ribu ton. Beberapa komoditi HHBK yang
potensial dikembangkan antara lain daun kayu putih, kopi, madu, getah
pinus, getah karet, bambu, jagung, sereh wangi, rumput gajah, gula aren,
gamal, rotan, aren, cengkeh, damar, gaharu, getah, kulit kayu, kemenyan,
kemiri, kenari, sagu, dan lain sebagainya.
7

A. Keanekaragaman Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia


1. Flora dan Fauna Hasil Hutan Bukan Kayu
a. Tumbuhan Hasil Hutan Bukan Kayu
• Buah-buahan: Indonesia memiliki sejumlah besar buah-buahan
yang tumbuh di hutan-hutan, seperti durian, rambutan,
manggis, salak, dan banyak lagi. Buah-buahan ini memiliki
nilai ekonomi yang signifikan dalam industri makanan dan
minuman.
• Rempah-rempah: Berbagai jenis rempah-rempah, seperti
cengkeh, lada, kayu manis, dan pala, tumbuh di hutan-hutan
Indonesia. Rempah-rempah ini merupakan komoditas ekspor
penting dan juga digunakan dalam pengolahan makanan dan
obat-obatan.
• Herba: Hutan Indonesia juga menghasilkan banyak herba
tradisional yang digunakan dalam pengobatan tradisional.
Beberapa di antaranya memiliki potensi dalam industri farmasi
dan suplemen kesehatan.
b. Jenis-jenis Hewan Hasil Hutan Bukan Kayu
• Madu: Lebah madu Indonesia menghasilkan madu dengan
berbagai rasa dan manfaat kesehatan yang tinggi. Madu ini
menjadi produk bernilai ekonomi tinggi dan memiliki pasar
yang kuat di dalam dan luar negeri.
• Serangga: Hutan-hutan Indonesia adalah rumah bagi berbagai
jenis serangga yang memiliki potensi ekonomi, baik sebagai
sumber pangan (misalnya, larva sago dan ulat sagu) maupun
dalam penelitian ilmiah dan industri serangga lainnya.
• Satwa Liar: Hutan-hutan Indonesia juga menopang kehidupan
satwa liar seperti burung, mamalia, reptil, dan ikan. Beberapa
8

di antaranya memiliki nilai ekowisata yang tinggi dan menarik


perhatian pelancong.
2. Variasi Grafis
a. Hutan Tropis
• Buah-Buahan: Wilayah-wilayah ini dikenal dengan produksi
buah-buahan tropis yang kaya rasa dan aroma, seperti durian,
rambutan, duku, manggis, dan salak. Buah-buahan ini memiliki
nilai ekonomi tinggi dan menjadi komoditas ekspor utama.
• Rempah-rempah dan Herba: Selain buah-buahan, hutan tropis
juga menjadi tempat tumbuhnya rempah-rempah seperti
cengkeh, lada, kayu manis, dan pala. Banyak jenis herba
tradisional juga tumbuh subur dalam iklim tropis, seperti jahe,
kunyit, dan temulawak.
b. Pegunungan Tinggi
• Tumbuhan Alpin: Di pegunungan tinggi, terdapat kondisi yang
mendukung pertumbuhan tumbuhan alpin yang khusus.
Beberapa contoh termasuk edelweis di Jawa Barat dan berbagai
jenis anggrek di Papua.
• Herba Endemik: Wilayah pegunungan seringkali memiliki herba
endemik yang unik dan langka, yang sering digunakan dalam
pengobatan tradisional oleh masyarakat lokal dan memiliki
potensi dalam industri farmasi.
c. Daerah Pantai dan Hutan Bakau:
• Madu Bakau: Hutan bakau adalah habitat bagi lebah madu yang
menghasilkan madu bakau yang khas. Madu bakau memiliki rasa
yang unik dan nilai kesehatan yang tinggi.
• Ikan dan Kerang: Wilayah pesisir dan hutan bakau menyediakan
lingkungan yang subur bagi ikan dan kerang. Ini adalah sumber
9

daya penting bagi nelayan lokal dan juga menjadi komoditas


penting dalam industri makanan laut.
d. Dataran Rendah (Contoh: Jawa):
• Pertanian: Dataran rendah di pulau-pulau seperti Jawa
mendukung pertanian berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,
dan buah-buahan. Ini menciptakan potensi besar dalam produksi
bahan makanan, termasuk beras, jagung, kacang-kacangan,
mangga, dan pisang.
• Herba dan Tanaman Obat: Beberapa jenis tanaman obat dan herba
tumbuh subur di dataran rendah dan digunakan dalam pengobatan
tradisional serta industri farmasi.
Ketiga tipe kondisi geografis ini bersama dengan dataran rendah
memiliki peran penting dalam menciptakan keanekaragaman HHBK di
Indonesia. Pengelolaan yang berkelanjutan dan pemeliharaan.
3. Biodeversitas Hasil Hutan Bukan Kayu
a. Pentingnya pelestarian keanekaragaman Hasil Hutan Bukan Kayu
Pelestarian keanekaragaman HHBK memiliki implikasi
yang sangat besar. Pertama, HHBK merupakan sumber daya
penting bagi masyarakat lokal, terutama dalam hal pangan, obat-
obatan, dan bahan baku industri. Banyak tanaman HHBK
digunakan dalam pengobatan tradisional dan sebagai sumber
pendapatan bagi masyarakat di wilayah-wilayah pedesaan. Selain
itu, sebagian besar komoditas HHBK, seperti rempah-rempah dan
buah-buahan eksotis, juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi
dalam perdagangan internasional.
Keanekaragaman HHBK mendukung keseimbangan
ekosistem. Tumbuhan HHBK seperti hutan bakau membantu
melindungi pantai dari erosi dan badai serta menyediakan habitat
10

bagi berbagai satwa liar, termasuk ikan dan burung. Selain itu,
tumbuhan HHBK juga berperan dalam penyimpanan karbon,
membantu mengatasi perubahan iklim global.
Keberagaman HHBK di Indonesia juga mencakup jenis-
jenis yang mungkin tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Ini
termasuk tanaman endemik, herba obat tradisional, dan satwa liar
langka. Dengan pelestarian HHBK, kita dapat menjaga warisan
alam yang berharga ini dan memahaminya lebih dalam dalam
penelitian ilmiah.
b. Potensi Jenis-Jenis Unik yang Dapat Ditemukan di Indonesia
Indonesia memiliki beragam jenis HHBK yang unik dan
berpotensi dalam berbagai bidang. Misalnya, tanaman seperti
durian, manggis, dan rambutan adalah buah-buahan tropis yang
sangat dicari dan memiliki citarasa istimewa. Rempah-rempah
seperti cengkeh, lada, dan kayu manis juga berasal dari Indonesia
dan digunakan secara luas dalam industri makanan dan minuman.
Selain itu, hutan bakau di Indonesia adalah rumah bagi
berbagai jenis satwa liar seperti burung, kera ekor panjang, dan
berbagai jenis ikan air tawar yang langka. Madu bakau yang
dihasilkan oleh lebah madu di hutan bakau memiliki rasa yang unik
dan manfaat kesehatan yang tinggi. Di samping itu, berbagai
tanaman obat tradisional tumbuh subur di seluruh negeri, menjadi
bahan dasar dalam pengobatan alternatif yang banyak digunakan.
Potensi jenis-jenis unik ini menciptakan peluang ekonomi,
ilmiah, dan konservasi yang signifikan. Pelestarian
keanekaragaman HHBK adalah kunci untuk menjaga semua
manfaat ini, baik bagi masyarakat Indonesia maupun dunia.
B. Pemanfaatan HHBK dalam Berbagai Sektor
1. Sektor Pangan
11

a. Produksi dan Pemanfaatan Buah-Buahan Tropis


Buah-buahan tropis adalah salah satu jenis HHBK yang
memiliki peran sentral dalam sektor pangan Indonesia. Negara ini
dikenal sebagai produsen buah-buahan tropis yang kaya rasa dan
aroma, seperti durian, rambutan, manggis, salak, dan banyak lagi.
Produksi dan konsumsi buah-buahan ini memiliki dampak ekonomi
yang signifikan.
Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai
macam buah-buahan tropis dengan metode pertanian konvensional
maupun organik. Buah-buahan ini digunakan sebagai bahan makanan
segar, diolah menjadi produk makanan dan minuman, serta diekspor
ke pasar internasional. Selain itu, mereka juga memiliki peran penting
dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia.
b. Penggunaan Rempah-rempah dalam Masakan Tradisional dan
Industri Makanan
Rempah-rempah adalah salah satu aset penting Indonesia
yang digunakan dalam masakan tradisional dan industri makanan.
Indonesia terkenal sebagai penghasil rempah-rempah berkualitas
tinggi, seperti cengkeh, lada, kayu manis, pala, dan banyak lagi.
Rempah-rempah ini memberikan cita rasa khas pada masakan
Indonesia dan banyak masakan internasional.
Dalam masakan tradisional, rempah-rempah digunakan untuk
memberikan rasa, aroma, dan warna yang unik pada hidangan, seperti
rendang, gulai, dan sate. Selain itu, industri makanan juga
mengandalkan rempah-rempah sebagai bahan baku dalam berbagai
produk, termasuk saus, bumbu instan, dan makanan ringan. Hal ini
menciptakan peluang ekonomi yang signifikan dalam industri
makanan dan minuman, baik di dalam negeri maupun di pasar
internasional.
12

2. Sektor Kesehatan
a. Pemanfaatan Herba dan Tanaman Obat-Obatan Tradisional:
Indonesia memiliki warisan panjang dalam penggunaan herba
dan tanaman obat-obatan tradisional untuk tujuan pengobatan.
Berbagai jenis tanaman obat tumbuh subur di berbagai wilayah
Indonesia, dan mereka telah digunakan oleh masyarakat lokal selama
berabad-abad. Contohnya, jahe dan kunyit digunakan sebagai
antiinflamasi alami, daun jambu biji digunakan untuk mengatasi diare,
dan temulawak memiliki sifat antioksidan.
Praktik pengobatan tradisional ini masih sangat relevan dalam
masyarakat Indonesia. Banyak orang mengandalkan herba dan
tanaman obat-obatan tradisional untuk mengatasi berbagai masalah
kesehatan, mulai dari penyakit ringan hingga penyembuhan luka.
Pemanfaatan ini menciptakan peluang untuk mengembangkan obat-
obatan herbal dan suplemen kesehatan berbasis tumbuhan, yang
semakin diminati di pasar kesehatan global.
b. Madu sebagai Produk Alami untuk Kesehatan:
Madu adalah salah satu produk HHBK yang memiliki
manfaat kesehatan yang sangat dihargai. Lebah madu di Indonesia
menghasilkan madu dengan berbagai rasa dan karakteristik unik,
tergantung pada jenis bunga yang digunakan dalam proses
pengumpulan nektar. Madu mengandung sejumlah nutrisi penting,
seperti antioksidan, enzim, dan senyawa antimikroba.
Madu digunakan dalam pengobatan tradisional Indonesia
sebagai obat batuk, penambah stamina, dan bahkan untuk mengobati
luka bakar. Selain itu, madu juga menjadi bahan baku dalam produk
perawatan kulit dan produk kesehatan seperti suplemen vitamin.
Kandungan nutrisi yang tinggi dan sifat antimikroba dalam madu
13

menjadikannya pilihan alami yang populer untuk menjaga kesehatan


dan kecantikan.

3. Sektor Industri
a. Bahan Baku dalam Industri Kosmetik, Farmasi, dan Bahan
Kimia Alami
HHBK menjadi sumber bahan baku yang berharga dalam
industri kosmetik, farmasi, dan bahan kimia alami. Di sektor
farmasi, berbagai tanaman obat tradisional yang tumbuh subur di
Indonesia, seperti jamu, jahe, dan kunyit, digunakan dalam
pembuatan obat-obatan herbal dan suplemen kesehatan. Ini
menciptakan peluang bagi industri farmasi untuk mengembangkan
produk-produk yang berbasis pada pengetahuan tradisional yang
kaya akan tanaman obat-obatan.
Selain itu, berbagai tumbuhan dan bahan HHBK juga
digunakan dalam industri kosmetik. Minyak kelapa, lidah buaya,
dan madu adalah contoh bahan alami yang digunakan dalam
pembuatan produk perawatan kulit dan rambut. Mereka
menawarkan alternatif alami yang semakin diminati oleh konsumen
yang lebih peduli dengan bahan-bahan yang mereka gunakan pada
tubuh dan kulit mereka.
Di sektor bahan kimia alami, ekstrak tumbuhan dan
bahan-bahan HHBK digunakan dalam produksi bahan kimia alami
untuk berbagai keperluan, termasuk bahan pelunak, pewarna alami,
dan bahan tambahan makanan. Ini merupakan contoh bagaimana
14

HHBK dapat mendukung perkembangan industri yang lebih ramah


lingkungan.
b. Penggunaan Serangga dan Produknya dalam Produksi Tekstil
dan Bahan Baku Industri Lainnya
Serangga, termasuk ulat sutera dan serangga lainnya,
memiliki potensi sebagai sumber bahan baku dalam industri tekstil
dan industri lainnya. Misalnya, ulat sutera menghasilkan sutera
alami yang digunakan dalam pembuatan kain sutera. Di Indonesia,
serangga juga digunakan dalam produksi sutera tenun tradisional,
yang menciptakan produk tekstil yang unik dan berkualitas tinggi.
Selain itu, beberapa jenis serangga, seperti kumbang
kayu, dapat digunakan dalam produksi bahan bangunan dan
furnitur. Mereka digunakan dalam pembuatan papan kayu yang
kuat dan tahan lama. Ini adalah contoh bagaimana pemanfaatan
serangga dalam industri dapat mengurangi tekanan terhadap hutan
dan sumber daya alam lainnya.

2.3 Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia


Kekayaan hutan yang dimiliki Indonesia terutama dari HHBK,
sangat melimpah. Selain berasal dari kawasan hutan, HHBK juga dapat
diperolah di luar kawasan hutan atau di lahan milik / hutan rakyat. Di sisi
sistem produksi HHBK, masing-masing produk HHBK dihadapkan pada
karakter potensi sumberdaya, kinerja ekonomi (yang pernah tercatat),
karakter morfologis yang berpotensi mendorong pengembangan, berpotensi
sebagai hambatan, berpotensi membuka peluang pengembangan, bersifat
terbatas, serta ancaman terhadap sumberdaya maupun usaha komoditas
HHBK yang bersangkutan. Setiap sistem usaha komoditas HHBK
mempunyai ciri morfologis tersendiri yang perlu diperhatikan pada saat akan
dirumuskan strategi pengembangan yang spesifik. Ada beberapa komoditas
15

yang sudah dapat diusahakan pada skala menengah (rotan, pinus, kayu putih,
arwana, walet) tetapi komoditas lainnya masih sangat kental dengan bentuk
skala usaha rumah tangga, kelompok, dan skala usaha kecil.

Sejumlah regulasi telah diterbitkan dalam rangka pengelolaan HHBK


yang lebih baik. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.49/MENLHK/SETJEN/KUM.1/9/2017 tanggal 7 September 2017
tentang Kerjasama Pemanfaatan Hutan pada KPH, yang memberikan ruang
bagi KPHP untuk membangun kerjasama dengan berbagai pihak
(perorangan/kelompok masyarakat setempat, BUM Desa, koperasi setempat,
UMKM, BUMN, BUMD, BUMSI), yang bertujuan untuk memberikan
akses kepada masyarakat sekitar hutan dalam mengoptimalkan sumber daya
hutan (potensi khas masing-masing KPHP) yang berbasis usaha lokal
masyarakat.

Adapun strategi dalam pengelolaan hasil hutan bukan kayu (hhbk) di


Indonesia adalah sebagai berikut:

a. HHBK dapat menjadi salah satu modal pembangunan nasional, dan


modal bagi wilayah provinsi yang diikuti dengan kegiatan\
1. Pemetaan potensi HHBK;
2. Peningkatan budidaya tanaman dengan bibit unggul;
3. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan pada IUPHHKHA/HT/KPH;
dan
4. Mendorong keterlibatan para pihak terutama pihak hilir dalam
mengembangkan sumber-sumber bahan baku;
b. Ketersediaan sumber bahan baku HHBK harus dapat dipastikan baik
secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas;
16

c. Buat sentra-sentra HHBK unggulan untuk mempermudah investor dalam


berinvestasi, Integrasikan kebijakan mulai dari penguatan bahan baku,
pengolahan sampai pemasarannya, seperti:
1. Pengembangan industri hilir mengacu pada potensi bahan baku dalam
paket-paket klusterisasi industri:
2. Pengaturan peredaran/rantai pasar HHBK yang dapat menjamin
stabilitas harga mulai dari masyarakat/pemegang izin sampai industri
pengolahannya;
d. Insentif kebijakan fiskal;
Pemberian insentif kebijakan fiskal dalam pengelolaan hasil hutan bukan
kayu (HHBK) di Indonesia dapat memiliki beberapa manfaat dan strategi
yang dapat mendukung pengembangan sektor ini. Berikut adalah
beberapa inti dari insentif kebijakan fiskal dalam konteks HHBK:
1. Pengurangan Pajak atau Bea Masuk: Pemberian insentif berupa
pengurangan tarif pajak atau bea masuk untuk produk HHBK yang
diimpor atau diekspor dapat membantu meningkatkan daya saing
produk di pasar internasional. Ini dapat mendorong pertumbuhan
ekspor produk HHBK, yang dapat menjadi sumber pendapatan yang
signifikan bagi negara.
2. Pengurangan Pajak Penghasilan: Memberikan insentif berupa
pengurangan tarif pajak penghasilan bagi pelaku usaha yang terlibat
dalam produksi dan pemasaran HHBK dapat meningkatkan daya tarik
investasi dalam sektor ini. Pajak yang lebih rendah dapat membantu
mengurangi beban finansial bagi produsen, mendorong investasi, dan
meningkatkan pertumbuhan sektor.
3. Dukungan Pajak untuk R&D dan Inovasi: Insentif pajak yang
ditujukan untuk penelitian dan pengembangan (R&D) serta inovasi
dalam pengelolaan HHBK dapat memacu pengembangan teknologi
17

dan metode yang lebih efisien dalam produksi, pengolahan, dan


pemasaran produk HHBK.
4. Pembebasan Pajak untuk Produk Tertentu: Pemberian pembebasan
pajak untuk produk HHBK tertentu yang memiliki nilai ekonomi
tinggi atau potensi medis yang signifikan dapat membantu memotivasi
produsen untuk fokus pada produk-produk tersebut.
5. Pajak Bertahap atau Diferensiasi: Pemerintah dapat
mengimplementasikan pajak yang bersifat bertahap atau diferensiasi
berdasarkan kinerja lingkungan atau keberlanjutan dalam pengelolaan
HHBK. Ini dapat memberikan insentif kepada pelaku usaha untuk
mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan.
6. Pajak Dukungan untuk Usaha Kecil dan Menengah: Untuk
mendukung pengusaha kecil dan menengah yang terlibat dalam
HHBK, insentif pajak khusus dapat diberikan, seperti pembebasan
pajak dalam beberapa tahun pertama operasi atau pembebasan pajak
untuk pendapatan yang dihasilkan dari HHBK.
7. Pembiayaan Pajak untuk Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas:
Pemerintah dapat memberikan insentif pajak kepada pelaku usaha
yang berinvestasi dalam pelatihan dan peningkatan kapasitas untuk
masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan HHBK.
8. Pajak Terkait dengan Penyimpanan Karbon: Insentif pajak dapat
diberikan kepada usaha yang berkontribusi dalam penyimpanan
karbon melalui pengelolaan HHBK yang berkelanjutan. Ini sesuai
dengan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
9. Buat pengemasan/packing yang menarik dan berkualitas, sehingga
memiliki daya saing eksport;
10. Ciptakan HHBK skala industri, sehingga harganya bisa murah.
18

11. Penyuluhan dan Pelatihan: Memberikan pelatihan dan pendidikan


kepada masyarakat lokal dan pelaku usaha tentang praktik pengelolaan
dan budidaya HHBK yang berkelanjutan. Ini akan membantu
meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan produktivitas.
12. Kebijakan yang Konsisten: Membuat kebijakan dan regulasi yang
konsisten dan mudah dipahami oleh pelaku usaha. Ini mencakup
pembuatan aturan yang jelas tentang hak kepemilikan tanah dan lahan
serta izin pemanfaatan.
13. Pemanfaatan Teknologi: Menerapkan teknologi modern dalam
budidaya, pengolahan, dan pemasaran produk HHBK untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas. Ini termasuk pemantauan
berbasis sensor dan aplikasi teknologi informasi.
14. Pengelolaan Risiko Perubahan Iklim: Memasukkan strategi
pengelolaan risiko perubahan iklim dalam pengelolaan HHBK,
termasuk adaptasi terhadap perubahan cuaca ekstrem dan
perlindungan terhadap potensi kerusakan akibat perubahan iklim
15. Pengelolaan Risiko Perubahan Iklim: Memasukkan strategi
pengelolaan risiko perubahan iklim dalam pengelolaan HHBK,
termasuk adaptasi terhadap perubahan cuaca ekstrem dan
perlindungan terhadap potensi kerusakan akibat perubahan iklim
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Permasalahan pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Indonesia


meliputi: Terbatasnya kapasitas masyarakat dalam pengelolaan HHBK,
kontribusi HHBK yang belum maksimal dalam ekonomi masyarakat,
kebijakan dan regulasi yang rumit dan tidak konsisten, pengelolaan
tidak berkelanjutan, skala kecil dan kurangnya integrasi dalam
pengelolaan HHBK ,kurangnya dampak ekonomi yang signifikan,
aktivitas ilegal seperti penggundulan hutan dan perambahan,
ketergantungan pada ekspor HHBK, kekurangan akses pasar bagi
produsen kecil, Dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan,
dan kurangnya penelitian dan inovasi dalam pengelolaan HHBK.
2. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengelolaan HHBK.
Keanekaragaman HHBK, seperti buah-buahan tropis, rempah-rempah,
herba obat tradisional, madu, dan produk lainnya, memberikan peluang
dalam berbagai sektor.
3. Strategi pengembangan HHBK di Indonesia melibatkan pemetaan
potensi, peningkatan budidaya, kluster industri, insentif fiskal,
pengemasan, pelatihan, konsistensi kebijakan, teknologi, dan
pengelolaan risiko iklim untuk maksimalkan manfaat ekonomi dan
lingkungan.

3.2 Saran
1. Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan yang mendukung
pengelolaan dan pemanfaatan HHBK yang berkelanjutan.
20

2. paya pendidikan dan kesadaran masyarakat harus terus dilakukan untuk


mempromosikan pentingnya hasil hutan bukan kayu dan praktik
pengelolaan yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Gakkum. (2019). Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Diakses pada tanggal 12
September 2023, dari
http://sulawesi.gakkum.menlhk.go.id/index.php/2019/11/06/hasil-hutan-
bukan-kayu-hhbk/

Meningkatkan Kaspasitas Untuk Untuk Membangun Bisnis Hasil huatan Bukan


kayu (HHBK) Yang Menguntungkan. Diakes pada tanggal 12 September
2023, dari http://greengrowth.bappenas.go.id/meningkatkan-kapasitas-
untuk-membangun-bisnis-hhbk-yang-
menguntungkan/#:~:text=Potensi%20HHBK%20di%20Indonesia%20sa
at,sebesar%20Rp%204%2C2%20miliar.

Nasution, M. K. (2014). Potensi hasil hutan bukan kayu sebagai sumber


pencapatan negara. Acameia Accelerating the World’s Research, 1-15.

Ratnaningsih, A. T., & Mukhassaf, M. A. A. (2017). Nilai Ekonomi Buah-buahan


sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu di Desa Kampung Tengah, Kecamatan
Mempura, Kabupaten Siak. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis
Unilak, 14(1), 96-104.

Satriadi, Trisnu, Siti Hamidah, Gusri Abdul R. T., 2022. Buku Ajar Pengelolaan
Hasil Hutan Bukan Kayu. Banjarbaru: CV Banyubening Cipta Sejahtera.

Silalahi, R. H., Sihombing, B. H., & Sinaga, P. S. (2019). Potensi Hasil Hutan
Bukan Kayu (HHBK) di Hutan Lindung Raya Humala Kabupaten
Simalungun. Akar, 1(1), 38-51.

Senoaji, G., & Hidayat, M. F. (2022). Inventarisasi Hasil Hutan Bukan Kayu
Lebah Tanpa Sengat (Stingless Bee) Di Kawasan Stasiun Percobaan
Universitas Bengkulu Tahura Bengkulu Tengah. Journal of Global Forest
and Environmental Science, 2(3), 42-51.

Subagya, E. H. (2019). KETERSEDIAAN DATA HASIL HUTAN BUKAN KAYU.


Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Tata, M. Hesti Lestari. 2019. Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan
Kayu Indonesia Untuk Mendukung Sustainable Development Goals.
Bogor: IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai