OLEH:
KELOMPOK 9
21 TBIO-5A
NURUL FITRIANI 2130106040
DOSEN PENGAMPU:
BATUSANGKAR
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Mikrobiologi yang berjudul "Fungi". Sholawat beserta salam juga kami kirimkan
kepada Nabi Muhammmad Saw, yang telah membawa umat manusia dari alam jahiliah kepada
islamayah seperti pada saat sekarang ini.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Dr. Rina Delfita, M.Si, dan Ibu Ervina,
S.Pd. I., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Mikrobiologi yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini tentunya masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak
kekurangan. Jika ada kritik dan saran dari pembaca kami terima dengan senang hati. Semoga
makalah ini dapat menambah wawasan kita.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikologi adalah ilmu yang mempelajari jamur, berasal dari bahasa Latin yaitu:
mykes = jamur; dan logos = ilmu. Perintis ilmu jamur adalah Pier Antonio Micheli,
seorang ahli tumbuhan berbangsa Italia yang mempelajari jamur dan mempublikasikan
bukunya berjudul Nova Plantarum Genera pada tahun 1729. Penggunaan istilah umum
jamur mencakup semua bentuk yang kecil maupun besar yang disebut kapang,
cendawan, lapuk, kulat dan lain-lain. Dengan demikian jamur itu merupakan nama
taksonomi seperti halnya dengan bakteri, ganggang, lumut-lumutan, dan paku-pakuan.
Jamur adalah suatu tumbuhan yang sangat sederhana, berinti, berspora, tidak
berklorofil, berupa sel atau benang bercabang-cabang dengan dinding dari selulosa
atau khitin atau keduanya dan umumnya berkembang biak secara seksual dan aseksual.
Jamur terbagi dalam dua golongan yaitu jamur yang uniseluler disebut khamir;
contoh Saccharomyces cerevisiae dan yang multiselluler disebut kapang; contoh
Aspergillus fumigatus. Jamur juga terbagi dalam dua golongan berdasarkan ukuran
yaitu mikrofungi merupakan jamur yang strukturnya hanya dapat dilihat dengan
mikroskop dan makrofungi yaitu jamur yang membentuk tubuh buah yang terbagi lagi
dalam dua golongan yaitu jamur-jamur yang dapat dimakan atau disebut Edible
mushroom; contoh Pleurotus ostreatus (jamur tiram), Auricularia auricular (jamur
kuping), dan lain-lain, dan jamur-jamur beracun; contoh Amanita palloides, Rusula
emetika, dan lain-lain (Suryani, 2020).
Pada sistem klasifikasi 2 kingdom, jamur dimasukkan dalam Kingdom Platae.
Namun seiring dengan alat identifikasi yang semakin maju, jamur dipisahkan menjadi
kingdom tersendiri. Jamur juga memiliki akar,batang dan daun yang disebut dengan
talus, yaitu struktur menyerupai akar, batang dan daun pada tumbuhan. syarat tumbuh
jamur adalah tempat yang lembab, pH agak asam dan kaya dengan bahan organik.
Kebanyakan jamur bersifat mesofilik, yaitu tumbuh optimum pada temperatur 20°-
30°C (Budiati, 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan menyusun makalah yang
berjudul "Fungi".
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah pada materi ini yaitu:
1. Bagaimana struktur tubuh jamur?
2. Bagaimana klasifikasi dari jamur?
3. Bagaimana reproduksi jamur?
4. Apa arti penting jamur?
5. Apa ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan materi?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai
pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadang kala inti sel
yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, ada pula hifa yang tidak bersepta atau hifa
senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang
tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat parasit
3
biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap
makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat.
1. Hifa dan Miselium
Jamur terdiri dari struktur somatik atau vegetatif yaitu thallus yang
merupakan filament atau benang hifa, miselium merupakan jalinan hifa. Jamur
terdiri dari dua golongan yaitu yang bersifat unuseluler dikenal sebagai khamir atau
ragi dan yang bersifat multiseluler dikenal sebagai kapang. Sel khamir lebih besar
dari pada kebanyakan bakteri dengan ukuran beragam, biasanya berbentuk telur,
memanjang atau bola. Setiap spesies memiliki bentuk yang khas.
Fungi secara morfologi tersusun atas hifa. Dinding sel hifa berbentuk tabung
yang dikelilingi oleh membran sitoplasma dan biasanya bersepta. Fungi yang tidak
bersepta dan bersifat vegetatif biasanya memiliki banyak inti sel yang tersebar di
dalam sitoplasmanya. Fungi seperti ini disebut dengan fungi coenocytic, sedangkan
fungi yang berseptat disebut monocytic (Madigan et al., 2012).
Kumpulan hifa akan bersatu dan bergerak menembus permukaan fungi yang
disebut miselium. Hifa dapat berbentuk menjalar atau menegak. Biasanya hifa yang
menegak menghasilkan alat perkembangbiakan yang disebut spora. Septa pada
umumnya memiliki pori yang sangat besar agar ribosom dan mitokondria dan
bahkan nukleus dapat mengalir dari satu sel ke sel yang lain. Miselium fungi tumbuh
dengan cepat, bertambah satu kilometer setiap hari. Fungi merupakan organisme
yang tidak bergerak, akan tetapi miselium mengatasi ketidakmampuan bergerak itu
dengan menjulurkan ujung-ujung hifanya dengan cepat ke tempat yang baru
(Campbell et al., 2012).
Pada ujung batang hifa mengandung spora aseksual yang disebut konidia.
Konidia tersebut berwarna hitam, biru kehijauan, merah, kuning, dan cokelat,
Konidia yang menempel pada ujung hifa seperti serbuk dan dapat menyebar ke tanah
dengan bantuan angin. Beberapa fungi yang makroskopis memiliki struktur yang
disebut tubuh buah dan mengandung spora. Spora tersebut juga dapat menyebar
dengan bantuan angin, hewan, dan air (Madigan et al., 2012).
4
Hifa tersusun dari dinding sel luar dan lumen dalam yang mengandung
sitosol dan organel lain. Membran plasma di sekitar sitoplasma mengelilingi
sitoplasma Filamen dari hifa menghasilkan daerah permukaan yang relatif luas
terhadap volume sitoplasma, yang memungkinkan terjadinya absorpsi nutrien
(Willey et al., 2010).
5
Anastomosis hifa yaitu pertemuan 2 ujung hifa atau ujung hifa satu bertemu
dengan bagian yang menonjol dari sel hifa lain atau pertemuan antara bagian yang
menonjol dari masing-masing sel hifa, kemudian terjadi persatuan sitoplasma dan
inti, selanjutnya membentuk hifa baru dan menjadi jala atau miselium (Modifikasi
ST Chang, Carlie, & Wathmann (1994) dalam Gandjar & Sjamsuridzal, 2006).
Macam-macam Hifa berdasarkan proses pembentukannya:
a. Hifa palsu atau Pseudohifa yaitu hifa yang terbentuk pada jamur uniselluler
(Khamir). Khamir bersifat dimorphism yaitu memiliki 2 fase dalam siklus
hidupnya yaitu fase khamir dan fase hifa yang selanjutnya membentuk
pseudomiselium; contohnya Candida sp, Kluyveromyces sp., dan Pichia sp. Pada
golongan khamir juga ada yang dapat membentuk miselium sejati misalnya pada
Trichosporon sp.
b. Hifa sejati yaitu hifa cendawan berbentuk tabung yang kemudian terbentuk
sekat-sekat/atau tidak terbentuk sekat. Pada setiap sel dari hifa hanya ada satu
inti disebut monokariotik. Bila dalam satu sel selalu ada dua inti disebut hifa
dikariotik. Basidiomycetes mempunyai 3 macam hifa yaitu; Hifa primer yaitu
hifa yang tumbuh dari satu basidiospora dan berinti banyak, selanjutnya
terbentuk sekat-sekat dan setiap sel berinti satu (homokariotik). Hifa sekunder
adalah hifa yang terbentuk dari hasil persatuan antara 2 hifa homokariotik yang
kompatibel. Hifa tertier adalah hifa yang berfungsi sebagai penyangga tubuh
buah, pada ujungnya membentuk lamella dengan basidium yang mengandung
basidiospora.
Miselium adalah kumpulan dari hifa atau filamen yang membentuk koloni.
Miselium jamur tumbuh dengan cepat, seiring disalurkannya protein dan zat-zat lain
yang disintesis oleh fungi melalui aliran sitoplasma ke ujung-ujung hifa yang
menjulur. Jamur memusatkan energi dan sumber dayanya untuk menambah panjang
hifa sehingga meningkatkan seluruh area permukaan absorptif, dan bukan
memperbesar lingkar hifa (Campbell et al., 2012).
2. Dinding Hifa
Dinding Hifa atau dinding sel umumnya terdiri dari selulose (suatu
karbohidrat yang berantai panjang), zat serupa lignin dan beberapa zat organik
lainnya. Sebagian besar dinding sel fungi mengandung khitin, yang merupakan
polimer glukosa derivatif dari N-acetylglucosamine. Khitin tersusun pada dinding
6
sel dalam bentuk ikatan mikrofibrillar yang dapat memperkuat dan mempertebal
dinding sel Beberapa polisakarida lainnya, seperti manan, galaktosan, maupun
selulosa dapat menggantikan khitin pada dinding sel fungi. Selain khitin, penyusun
dinding sel fungi juga terdiri dari 80-90% polisakarida, protein, lemak, polifosfat,
dan ion anorganik yang dapat mempererat ikatan antar matriks pada dinding sel
(Madigan et al., 2012).
Dinding sel fungi berfungsi untuk melindungi protoplasma dan organel-
organel dari lingkungan eksternal. Struktur dinding sel tersebut dapat memberikan
bentuk. kekuatan seluler dan sifat interaktif membran plasma. Selain khitin, dinding
sel fungi juga tersusun oleh fosfolipid bilayer yang mengandung protein globular.
Lapisan tersebut berfungsi sebagai tempat masuknya nutrisi, tempat keluarnya
senyawa metabolit sel, dan sebagai penghalang selektif pada proses translokasi.
Komponen lain yang menyusun dinding sel fungi adalah antigenik glikoprotein dan
aglutinan, senyawa melanins berwarna coklat berfungsi sebagai pigmen hitam.
Pigmen tersebut bersifat resisten terhadap enzim lisis, memberikan kekuatan
mekanik dan melindungi sel dari sinar UV, radiasi matahari dan pengeringan
(Kavanagh, 2010).
3. Membran Hifa
Di bawah dinding sel yang kuat terdapat lapisan yang melindungi isi sel, yaitu
membran sel. Komposisi kimia membran sel fungi diduga terdiri dari senyawa-
senyawa sterol, protein (dalam bentuk molekul-molekul yang amorf), serta
senyawa-senyawa fosfolipid.
4. Kompartemen lain pada Hyfa
Adanya kompartemen pada hifa memudahkan kita mempelajari isi sel fungi
dengan mikroskop elektron. Di samping nukleus sering kali terlihat bentuk-bentuk
ultra struktur seperti mitokondria, reticulum endoplasma, ribosom, apparatus Golgi,
microbodies (peroksisom, glioksisom, hidrogenesom, dan lisosom).
a. Mitokondria terdapat dalam sitoplasma sel fungi berbentuk oval atau
memanjang.
b. Retikulum endoplasma adalah membran yang mengeli-lingi organel-organel
yang hanya terdapat pada golongan eukariot.
c. Ribosom terdapat pada sitoplasma berfungsi untuk sintesis polipeptida, Ribosom
terdapat dalam matriks mitokondria.
7
d. Aparatus Golgi berfungsi dalam sintesis bahan dinding sel yaitu glikoprotein,
menyekresikan bahan-bahan ekstraseluler seperti cell coat pada pembelahan
spora dari suatu sitoplasma yang multiseluler dan menghasilkan vesikel yang
berperan dalam pembentukan dinding sel.
e. Vesikel merupakan struktur berbentuk kantung terdapat pada lokasi-lokasi
pertumbuhan dinding sel, terutama pada hifa apical. Vesikel mengandung bahan-
bahan untuk pembentukan dinding sel. Vesikel juga berperan dalam mengikat zat
warna dan racun serta mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluler. Selain itu ada
vesikel yang sangat kecil yang disebut kitosom, mengandung enzim kitin-sintase
dan berperan dalam membentuk fibril kitin dari prekursornya (Landercker &
Moore, 1996).
f. Microbodies yaitu: peroksisom yang mengandung kata-lase, glioksisom
mengandung enzim-enzim yang terlibat dalam oksidasi asam lemak dan dalam
siklus glio-oksalat, hidrogenosom mengandung hidrogenase untuk reaksi-reaksi
anaerob dalam sel, lisosom mengatur pemecahan komponen-komponen sel,
misalnya pemecahan septum agar inti sel dapat bergerak dari sel satu ke sel yang
lain dan pada sel yang bersifat parasit untuk memecahkan dinding sel inang
(Landercker & Moore, 1996).
g. Nukleus / Inti jamur mempunyai inti yang lengkap yang kita sebut eukarion, yaitu
inti yang berdinding, mempunyai nucleolus dan bahan inti (kromatin) yang
membentuk kromosom. Pada jamur yang tumbuhnya terdiri dari hifa yang tidak
bersekat (nonseptate), inti tersebar dimana-mana, hifa tersebut dinamakan
senosit (ceonocyt). Sedang pada hifa yang bersekat (septate hypha), pada setiap
sel terdapat satu, dua atau lebih inti.
5. Haustoria
Haustoria yaitu hifa bercabang atau gelembung bertangkai yang terdapat pada
jamur parasit yang dapat menembus dinding sel inang berfungsi untuk absorpsi
makanan dari sel inang.
6. Plectenchym
Yaitu jaringan tenun dari miselium, terdapat dua bentuk yaitu jaringan longgar
disebut prosenchyma dan jaringan padat disebut pseudopharenchyma.
7. Stroma
8
Stroma yaitu suatu anyaman/jalinan hifa yang cukup padat, fungsinya sebagai
bantalan untuk tumbuh bagian-bagian lain.
8. Sklerotium
Sklerotium yaitu anyaman padat serupa rizophor, berfungsi sebagai tempat
melekat.
9. Spora
Spora adalah ujung hifa jamur yang menggelembung membentuk serupa
wadah, sedangkan protoplasmanya menjadi spora, berfungsi sebagai alat
perkembangbiakan jamur. Spora terbagi dalam dua golongan yaitu: spora aseksual
dan spora seksual.
a. Spora aseksual terdiri dari:
1) Konidiospora atau konidium, terbentuk di ujung di sisi suatu hifa.
2) Sporangiospora, terbentuk dalam suatu kantung yang disebut
sporangium.
3) Oidium atau Oidiospora, terbentuk karena terputusnya sel-sel hifa.
4) Klamidospora, terbentuk dari sel hifa somatik.
5) Blastospora, terbentuk pada bagian tengah hifa.
9
2) Basidiospora, terbentuk dalam struktur yang berbentuk gada disebut
basidium, terdapat pada kelas Basidiomycetes.
3) Zigospora disebut juga gametosit, terbentuk bila dua hifa secara seksual
serasi.
4) Oospora, terbentuk dalam struktur betina khusus yang disebut oogonium.
B. Klasifikasi Jamur
Pada sistem taksonomi 2 Kingdom, fungi termasuk ke dalam Regnum
Vegetabile/Plantae namun pada tahun 1969, Robert Whittaker memasukkan Fungi
menjadi kingdom tersendiri. Hal ini dikarenakan Fungi tidak memilikiklorofil (zat
hijau daun) sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri, berbeda dengan
tumbuhan.
Berdasarkan ukurannya, fungi dibedakan menjadi mikroskopik dan
makroskopik. Fungi mikroskopik berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang dan hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop. Fungi
makroskopik memiliki tubuh buah dan miselia sehingga bisa dilihat dengan mudah
tanpa alat bantu. Salah satu kelompok jamur makroskopis yaitu Basidiomycetes. Jamur
makroskopis atau makrofungi (Basidiomycota), merupakan kelompok utama
organisme pendegradasi lignoselulosa karena mampu menghasilkan enzim-enzim
pendegradasi lignoselulosa seperti selulase, ligninase, dan hemiselulase (Firdhausi et
al., 2018).
10
Klasifikasi fungi adalah pengelompokan jamur berdasarkan kekerabatan yang
dimiliki oleh jamur tersebut. Sebelum 1996, ketika masih ada sistem 5 Kingdom, yaitu
Monera, Protista, Fungi, Plantae dan Animalia, divisi jamur ada 4, yaitu Ascomycota,
Basidiomycota, Zygomycota, dan Deuteromycota. Namun kemudian 4 divisi tersebut
mengalami perubahan karena fungi memiliki polifiletik, yaitu berasal dari lebih dari
satu nenek moyang.
Sistem klasifikasi fungi berubah dimulai dari penelitian oleh Hibbet et. al
(2007) menggunakan data 6 gen, yaitu LSU, SSU, 5.8S, Tef, RPB1 dan RPB2.
Hasilnya adalah klasifikasi jamur berubah menjadi filum Microsporidia,
Glomeromycota, Chytidiomycota, Neocallimastigomycota, Blastocladiomycota,
Ascomycota dan Basidiomycota. Penelitian Hibbet tersebut didukung oleh penelitian
Zao, et. al (2017) yang meneliti menggunakan analisis poliproteomik fungi (Fitrah
Dewi, 2022).
1. Ascomycota
Jamur Ascomycota terdiri atas 30.000 spesies dan termasuk didalamnya
yaitu yeast (ragi). Jamur ini memiliki dinding sel yang tersusun atas kitin dan tidak
menghasilkan spora berflagel. Reproduksi jamur ini terjadi secara seksual dan
aseksual. Reproduksi seksual melibatkan askogonium dan anteredium, sedangkan
reproduksi aseksual dengan menghasilkan spora yang disebut konidia (Prayitno &
Hidayati, 2017).
Jamur ascomycota memiliki ciri khas adanya askus atau kantung (sac fungi)
sebagai tempat untuk mematangkan spora. Jamur jenis ini dapat ditemukan pada
semua musim, baik pada musim hujan dan bahkan beberapa dapat bertahan pada
musim kemarau. Jamur dari phylum Ascomycota ini menghasilkan badan buah
makroskopis dan dapat ditemukan pada tanah atau kayu yang mati (Hasanuddin,
2014).
Darnetty (2006: 55) menyebutkan bahwa Ascomycota disebut juga sebagai
jamur kantung (sac fungi), hal ini dikarenakan keberadaan askus sebagai ciri khas
dari divisi Ascomycota. Jamur dari divisi Ascomycota dapat ditemukan pada hampir
semua musim di berbagai habitat, namun hanya ada beberapa jenis jamur yang
bertahan hidup pada musim kemarau. Kebanyakan jamur dari divisi Ascomycota
hidup pada tanah atau kayu lapuk dan menghasilkan tubuh buah yang besar.
11
Karakteristik yang membedakan antara Ascomycota dengan jamur dari
divisi lain adalah keberadaaan askus atau disebut juga kantong. Miselium pada
Ascomycota terdiri dari hifa yang berkembang dengan baik, ramping, septet dan
bercabang. Pada bagian tengah terdapat lubang kecil atau pori. Dinding sel hifa pada
Ascomycota sebagian besar terdiri dari kitin, tetapi ada pula beberapa spesies
tertentu yang memiliki kandungan sellulosa pada dinding selnya. Menurut (Gandjar
& Sjamsuridzal, 2006), Ascomycetes dapat dibagi menjadi 3 kelas:
a. Archiascomycetes yang terbagi menjadi 5 ordo yaitu, Pneumocystidales,
Schizosassharomycetales, Neolectales, Protomycetales dan Taphirinales.
Dimana sampai saat ini baru 6 genera yang masuk kedalam kelas tersebut, yaitu:
Pneumocyts, Saitoella, Schizosaccaromyces, Neolecta, Protomyces dan
Taphrina.
b. Hemiascomycetes yang askusnya tidak terbungkus di dalam atau pada tubuh
buah. Secara filogenik kelas ini terdiri dari building yeast dan genera yang yeast-
like seperti Ascoidea dan Cephaloascus. Kelas ini hanya memiliki satu ordo yaitu
Saccaromycetales atau disebut juga Endomycetales.
c. Euascomycetes dapat membentuk askogonia dan askomata dan banyak
menghasilkan hifa apabila tumbuhan pada medium buatan. Beberapa tumbuh
serta kelompok khamir, khususnya khamir hitam. Kelas ini memiliki 3 sub kelas,
yaitu Plectomycetes, Hymnoascomycetes dan Loculascomycetes. Beberapa
contoh jenis jamur dari divisi Ascomycota adalah Striatosphaeria
codinaeaphora dan Sarcoschypa sp. Dapat dilihat pada Gambar 2.5:
12
Reproduksi vegetatifnya adalah dengan membentuk kuncup atau tunas
(budding). Pada kondisi optimal, khamir dapat membentuk lebih dari 20 tunas.
Tunas-tunas tersebut semakin membesar dan akhirnya terlepas dari sel induknya.
Tunas yang terlepas ini kemudian tumbuh menjadi individu baru.
Reproduksi generatif terjadi dengan membentuk askus dan askospora.
Askospora dari 2 tipe aksus yang berlainan bertemu dan menyatu menghasilkan
sel diploid. Selanjutnya terjadi pembelahan secara meiosis, sehingga beberapa
askospora (haploid) dihasilkan lagi. Askospora haploid tersebut berfungsi secara
langsung sebagai sel ragi baru. Cara reproduksi seksual ini terjadi saat reproduksi
aseksual tidak bisa dilakukan, misalnya bila suplai makanan terganggu atau
lingkungan hidupnya tidak mendukung. Dalam kehidupan manusia, S. cerevisiae
dimanfaatkan dalam pembuatan roti, tape, peuyeum, minuman anggur, bir, dan
sake. Proses yang terjadi dalam pembuatan makanan tersebut adalah fermentasi.
b. Penicillium sp.
Penicillium hidup sebagai saprofit pada substrat yang banyak
mengandung gula, seperti nasi, roti, dan buah yang telah ranum. Pada substrat
gula tersebut, jamur ini tampak seperti noda biru atau kehijauan. Reproduksi
jamur Penicillium berlangsung secara vegetatif (konidia) dan secara generatif
(askus).
13
Gambar 2.7 Jamur Aspergillus sp. pada Jagung
2. Basidiomycota
Jamur Basidiomycota merupakan anggota kingdom Fungi Sub kingdom
Dikarya yang menarik karena beranggotakan jamur yang memiliki badan buah.
Basidiomycota memiliki hifa yang bersekat (septum). Struktur seksual jamur ini
berbentuk cup disebut dengan basidiospora, yang terletak di luar basidium. Tiap
basidium mengandung 2 atau 4 basidiospora, yang masing-masing memiliki satu
inti (haploid). Badan buah yang tampak secara makroskopis sebenarnya adalah
basidiospora yang berkumpul membentuk basidiokarp. Bentuk badan buahnya
beragam, seperti payung, karang, bola. Struktur menyerupai batang disebut stipe,
sedangkan struktur menyerupai tudung disebut cap (Budiati, 2009).
Kelompok fungi Basidiomycita sering disebut jamur oleh orang awam
karena banyak jenis-jenisnya yang karpusnya (tubuh buah) besar dan dapat dilihat
dengan kasat mata (Gandjar & Sjamsuridzal, 2006).
Hal ini didukung pula oleh Darnetty (2006: 101)yang menyatakan bahwa
anggota divisi Basidiomycota dikenal dengan jamur makroskopis, merupakan
kelompok besar dan penting dengan jumlah spesies sekitar 22.000 jenis.
Kebanyakan dari jamur yang kelihatan di lapangan ataupun pada kayu adalah dari
divisi ini. Basidomycota adalah kelompok jamur yang mempunyai arti penting
termasuk spesies yang berbahaya dan bermanfaat.
Kelas Basdiomycetes sendiri dibagi menjadi:
a. Urediniomycetes, terdiri dari ordo Uredinales yang disebut sebagai rust fungi
atau jamur karat. Kebanyakan spesies dari ordo ini bersifat patogen untuk
tanaman dan merupakan organisme obligat.
14
b. Hymenomycetes, terdiri dari ordo Agaricales dan Aphillopharales yang
merupakan jamur yang dapat menghasilkan racun yang berbahaya tetapi
beberapa diantaranya dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan makanan.
c. Ustilaginomycetes, terdiri dari ordo Ustilaginales yang dikenal sebagai
smutfungi yang bersifat patogen pada tanaman budidaya dan tanaman berbunga.
Sebagai contoh Ustilago violaceae yang menyebabkan smut pada bunga anyelir
(Gandjar & Sjamsuridzal, 2006: 87).
15
Gambar 2.9 Jamur Merang
(Sumber: Wikipedia)
c. Amanita phalloides
Amanita phalloides merupakan salah satu anggota suku Amanitaceae.
Amanita, merupakan cendawan yang indah, tetapi juga merupakan anggota
daftar cendawan yang mematikan di bumi, mengandung cukup racun untuk
membunuh seorang dewasa hanya dengan sepotong tubuhnya. Jamur ini hidup
sebagai saprofit pada kotoran hewan ternak, memiliki tubuh buah berbentuk
seperti payung.
d. Puccinia graminis (jamur karat)
16
Jamur ini hidup parasit pada daun rumput-rumputan (Graminae),
tubuhnya makroskopik, tidak memiliki tubuh buah, dan sporanya berwarna
merah kecokelatan seperti warna karat.
3. Oomycota
Divisi Oomycota disebut juga sebagai jamur air (the water molds)
dikarenakan sebagian besar anggota divisi jamur ini hidup di air. Oomycota biasa
ditemukan disemua tempat baik air tawar ataupun air laut terutama di muara, sungai,
kolam atau danau yang dangkal dekat pinggir sungai atau dekat pantai, sedangkan
mayoritas jamur Oomycota yang hidup di darat merupakan parasit fakultatif
ataupun parasit khusus pada tanaman berpembuluh (Darnetty, 2006: 134).
Ciri utama dari jamur divisi Oomycota adalah pada proses reproduksinya
jamur ini akan menghasilkan oospora dan zoospora dengan 2 flagellum. Satu
flagellum panjang, berbulu (whiplash), dan mengarah ke depan, sedangkan yang
satu lagi pendek, polos (tinsel) dan mengarah ke belakang.
Oomycota memiliki morfologi yang mirip dengan jamur dan juga
mendapatkan nutrisi dengan cara absorpsi, tetapi hal ini tidak membuat oomycota
memiliki hubungan yang dekat dengan jamur sejati. Oomycota memiliki hubungan
yang erat dengan ganggang sehingga Oomycota dimasukkan kedalam kingdom
Stramenopila (Darnetty, 2006: 131-132).
4. Zygomycota
Zygomycota terdiri atas dua kelas, yaitu Trichomycetes dan Zygomycetes.
Zygomycetes bersifat saprofitik atau haustorial, atau parasitik non haustorial pada
hewan, pada tanaman dan fungi. Trichomycetes adalah simbion di dalam usus,
ataukadang di sekitar daerah anal dari arthropoda yang menempel kepada sel inang
melalui sebuah pegangan atau holdfast selular atau nonselular (Gandjar &
Sjamsuridzal, 2006: 78).
Ciri khas dari divisi Zygomycota adalah jamur pada divisi ini menghasilkan
zigospora yang berdinding tebal pada reproduksi seksual dan pada reproduksi
aseksual, menghasilkan sporangium yang umumnya berbentuk bulat, dibentuk pada
hifa fertil khusus yang disebut sporangiosfor. Sporangium berisi sporangiospora.
Ada pula spesies dengan sporangium berukuran kecil yang terbentuk secara
simultan, disebut sporangiola (Gandjar & Sjamsuridzal, 2006).
17
Zygomycota memiliki beberapa jenis yang mudah dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Beberapa diantaranya merupakan jamur pada makanan.
Jenis-jenis jamur tersebut antara lain:
a. Rhizophus stolonifera
Jamur ini tampak sebagai benang-benang berwarna putih, memiliki rizoid
dan stolon. Merupakan saprofit yang hidup pada bungkil kedelai dan bermanfaat
dalam pembuatan tempe.
b. Rhizophus nigricans
Jamur ini dapat menghasilkan asam fumarat.
c. Mucor mucedo
Jamur ini hidup secara saprofit. Sering dijumpai pada roti, sisa-sisa
makanan dan kotoran ternak. Miselium jamur ini berkembang di dalam substrat.
Memiliki sporangium yang dilengkapi oleh sporangiofor.
d. Pilobolus sp.
Jamur ini sering disebut pelempar topi atau cap thrower, karena bila
sporangiumnya telah masak, jamur ini bisa melontarkannya sampai sejauh 8
meter. Spora tersebut kemudian melekat pada rumput atau tumbuhan lain. Ketika
tumbuhan tersebut dimakan hewan, spora jamur yang melekat tersebut akan
berkecambah di dalam saluran pencernaan dan akan tumbuh pada kotoran.
C. Reproduksi Jamur
Menurut (Darnetty, 2006) reproduksi jamur secara umum terbagi atas dua tipe
yaitu aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual tidak melibatkan persatuan inti yaitu
dengan pembelahan diri ataupun pembentukan tunas sedangkan reproduksi seksual
adanya persatuan dua inti jamur. Secara aseksual jamur dapat tumbuh dari sepotong
miselium, tetapi hal ini jarang terjadi. Perkembangbiakan yang umumnya terjadi pada
jamur adalah pertumbuhan dari spora aseksual.
Spora aseksual jamur diproduksi dalam jumlah banyak, berukuran kecil dan
memiliki bobot yang ringan, dan sifatnya tahan terhadap keadaan kering. Spora ini
dapat dengan mudah beterbangan di udara dan tumbuh menjadi miselium baru
ditempat lain. Pada jamur dikenal beberapa macam spora aseksual, yaitu: konidiaspora
(tunggal = konidium, jamak = konidia), sporangiospora, arthospora, khlamidospora,
blastospora dan zoospora. Blastospora merupakan spora aseksual yang terbentuk pada
khamir, sedangkan zoospore umumnya terdapat pada jamur air (Fardiaz, 1992).
Menurut Sri Harti (2015)adanya reproduksi seksual dan aseksual pada jamur
menjadikan jamur memiliki siklus hidup. Jamur yang menghasilkan spora seksual dan
aseksual disebut telemorphs, sedangkan jamur yang menghasilkan spora aseksual saja
disebut anamorphs, adapun macam-macam spora aseksual adalah sebagai berikut:
1. Conidiospora atau conidia.
2. Sporangiospora, spora yang dibentuk dalam sporangium.
3. Oidia atau arthrospora, spora ini merupakan hasil fragmentasi hifa.
4. Klamidiospora, merupakan spora aseksual berdinding tebal.
5. Blastospora, merupakan spora hasil pembentukan secara kuncup.
19
Reproduksi seksual pada jamur umumnya terjadi setelah beberapa generasi
reproduksi secara aseksual, tetapi jamur yang termasuk dalam Basidiomycetes
biasanya melakukan reproduksi seksual (Fardiaz, 1992).
Pada siklus seksual yang sebenarnya ketiga proses ini terjadi pada tempat
tertentu. Jika hanya satu talus, baik haploid atau diploid dalam siklus hidup jamur,
maka siklus hidup itu dinamakan haplobiontik (haploos = satu, bios = hidup). Akan
tetapi bila talus haploid diselingi dengan talus diploid diselingi dengan talus diploid,
maka siklus hidup ini dinamakan diplobiontik (diploos = dua, bios = hidup). Sejauh
yang diketahui jamur yang mempunyai miselium diplobiontik adalah Oomycetes.
Siklus hidup diplobiontik terjadi pada jamur akuatik Allomyces, Coelomomyces,
parasit nyamuk, beberapa ragi dan kemungkinan pada Plamodiophoromycota.
Reproduksi seksual diawali dari spora yang menyebar di beberapa tempat
dengan bantuan angin. Spora jamur ini akan tumbuh ketika menemukan tempat dan
lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhannya. Spora yang jatuh akan
berkecambah membentuk hifa berupa benang-benang halus. Setelah hifa tumbuh maka
akan terbentuk kumpulan hifa yang membentuk miselium dan akan terbentuk
gumpalan kecil yang menandakan tubuh buah jamur mulai terbentuk dan setelah
muncul tubuh buah akan dijamur sehingga menjadi jamur yang sempurna (Sri Harti,
2015).
21
D. Arti Penting Jamur
Peranan jamur dalam kehidupan manusia sudah dikenal sejak dahulu, karena
jamur hidupnya kosmopolitan sehingga banyak terdapat pada macam-macam benda
yang berhubungan dengan manusia seperti makanan, pakaian, rumah dan perabotannya
dapat ditumbuhi jamur. Hal tersebut berlaku pula pada tumbuhan dan binatang
peliharaan. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, dengan kelembapan
berkisar antara 70-90% dan temperatur rata-rata 30 derajat Celcius. Faktor-faktor
tersebut sangat optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur (Suryani, 2020).
Menurut Fried & Hademenos (2005), fungi memiliki enzim yang dapat
mengubah zat-zat organik yang terdapat dilingkungannya menjadi molekul yang
sederhana agar dapat diserap oleh fungi itu sendiri. Perolehan nutrisi pada fungi terjadi
melalui proses absorbsi dari lingkungan ke dalam tubuh fungi.
Di negara-negara tropis, kontaminasi makanan oleh jamur merupakan masalah
yang sulit diatasi. Jamur yang tumbuh pada makanan tersebut dapat memproduksi dan
mengakumulasikan mikotoksin yang sangat berbahaya bagi hewan maupun manusia.
Dengan sifat jamur yang tidak mempunyai klorofil, maka cara untuk mempertahankan
hidupnya dengan memanfaatkan zat-zat yang sudah ada yang berasal oleh organisme
lain, maka jamur disebut sebagai organisme yang heterotrop. Kalau zat organik yang
diperlukan jamur itu zat yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh pemiliknya maka jamur
semacam itu disebut saproba. Kalau jamur itu hidup pada jasad-jasad lain yang masih
hidup sehingga akibatnya merugikan, maka jamur itu disebut parasit. Jamur merupakan
tumbuhan yang kosmopolitan sehingga tempat hidupnya sangat luas. Udara
merupakan tempat yang penuh oleh spora jamur, umumnya jenis-jenis jamur penyebab
kontaminasi ataupun jenis tertentu penyebab penyakit pada tanaman dan hewan
termasuk manusia. Tanah merupakan tempat yang paling padat oleh bermacam-macam
jenis jamur, dari jamur yang bersifat saprofit ataupun parasit, serta jenis-jenis lain yang
berguna dan bermanfaat. Sekelompok kecil jamur ada juga yang hidup di air, umumnya
penyebab penyakit pada ikan dan tanaman air. Kepentingan jamur di dalam kehidupan
manusia bermacam-macam. Ada yang menguntungkan baik sebagai bahan makanan
secara langsung, seperti beberapa jamur yang sudah dikenal antara lain: mushroom,
champignon, shitake, mouleh, jamur kuping, jamur merang, dan sebagainya, maupun
sebagai bahan makanan secara tidak langsung, misalnya jamur yang aktif di dalam
proses pembuatan jenis makanan fermentasi seperti; oncom, kecap, tempe, sosis, tauco,
22
yoghurt, keju dan sebagainya. Juga minuman fermentasi, seperti; anggur, tuak, bier,
brem, dan sebagainya. Berperan juga di dalam pembuatan obat-obatan, vitamin, asam
amino, hormon, protein dan sebagainya. Ada juga jamur yang merugikan, baik secara
langsung sebagai penyebab penyakit, seperti; panu, kadas, kurap, TBC semu dan
sebagainya. Juga sebagai penghasil senyawa yang bersifat toksik atau racun, misalnya;
aflatoksin, ochratoksin, luteoskirin dan sebagainya (Suryani, 2020).
Penggunaan jamur bagi manusia untuk persiapan makanan atau pelestarian dan
keperluan lainnya sangat luas dan memiliki sejarah panjang. Jamur pertanian dan
mengumpulkan jamur merupakan industri besar di banyak negara. Studi tentang
dampak menggunakan historis dan sosiologis dari jamur ini dikenal sebagai
ethnomycology. Karena kapasitas kelompok ini untuk menghasilkan berbagai besar
produk alami dengan anti mikroba aktivitas biologis atau lainnya, banyak spesies telah
lama digunakan atau sedang dikembangkan untuk industri produksi antibiotik ,
vitamin, dan anti-kanker dan kolesterol-menurunkan obat. Baru-baru ini, metode telah
dikembangkan untuk rekayasa genetika jamur, yang memungkinkan rekayasa
metabolik spesies jamur.
Peranan jamur dalam kehidupan manusia sangat banyak, baik peran yang
merugikan maupun yang menguntungkan. Jamur yang menguntungkan meliputi
berbagai jenis antara lain sebagai berikut:
a. Volvariella volvacea (jamur merang) berguna sebagai bahan pangan berprotein
tinggi.
b. Rhizopus sp. dan Mucor sp. berguna dalam industri bahan makanan, yaitu dalam
pembuatan tempe dan oncom.
c. Khamir Saccharomyces berguna sebagai fermentor dalam industri keju, roti, dan bir.
d. Penicillium notatum berguna sebagai penghasil antibiotik.
e. Higroporus sp. dan Lycoperdon perlatum berguna sebagai dekomposer.
Di samping peranan yang menguntungkan, beberapa jamur juga mempunyai
peranan yang merugikan, antara lain sebagai berikut:
a. Phythophthora infestan menyebabkan penyakit pada daun tanaman kentang.
b. Saprolegnia sp. sebagai parasit pada tubuh organisme air.
c. Albugo sp. merupakan parasit pada tanaman pertanian.
d. Phytium sp. sebagai hama bibit tanaman yang menyebabkan penyakit rebah semai.
e. Pneumonia carinii menyebabkan penyakit pneumonia pada paru-paru manusia.
23
f. Candida sp. penyebab keputihan dan sariawan pada manusia.
E. Ayat Al-Qur’an
Jamur adalah organisme yang sifat hidupnya parasitik atau saprofitik yang
berperan sebagai pengurai/dekomposer bahan organik. Berkaitan dengan dekomposisi
bahan organik, dalam Al-Qur’an pada surat Az-Zumar ayat 21 Allah SWT berfirman:
F. Review Jurnal
Berdasarkan beberapa jurnal artikel yang berkaitan dengan materi yang telah
kami baca, adapun review dari beberapa jurnal artikel tersebut yaitu:
1. Pada jurnal pertama yang berjudul “Karakteristik Fisiologis Jamur Halofilik
Berdasarkan Faktor Lingkungan dari Sumur Air Asin di Desa Suak, Sintang,
Kalimantan Barat”, yang ditulis oleh Luqmanul Hakim, Rikhsan Kurniatuhadi, dan
Rahmawati. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Tanjungpura. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia. Artikel ini
24
diterbitkan oleh jurnal BIOMA: Jurnal Biologi Makassar pada tahun 2020.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisiologis jamur halofilik
berdasarkan faktor lingkungan dari sumur air asin di Desa Suak, Kabupaten Sintang,
Kalimantan Barat. Penelitian ini meneliti kemampuan jamur halofilik untuk tumbuh
pada salinitas, suhu, dan pH tertentu pada media cair Potato dextrose broth (PDB).
Selain itu, penelitian ini juga melakukan isolasi, karakterisasi, dan identifikasi jamur
halofilik dari sampel air asin di sumur Desa Suak. Jamur yang diteliti dalam
penelitian ini adalah jamur halofilik yang diisolasi dari sampel air asin di sumur
Desa Suak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Metode penelitian
dilakukan dengan proses isolasi, karakterisasi, dan identifikasi jamur halofilik dari
sumur air asin di Desa Suak, Sintang, Kalimantan Barat. Sampel diambil
menggunakan botol vial 30 ml sebanyak 3 ulangan pada tiap waktu, selanjutnya
sampel dikompositkan berdasarkan waktu pengambilan. Pembuatan media
dilakukan dengan merebus kentang sebanyak 200 g dalam satu liter akuades, lalu
ditambahkan dextrose 20 g dan kloramfenikol sebanyak 0.050 g agar bakteri tidak
tumbuh pada media tersebut. Selanjutnya, air rebusan kentang ditambahkan akuades
hingga volumenya satu liter, lalu dipanaskan di atas hotplate hingga mendidih. Data
dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk gambar (foto dan grafik),
dan tabel. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 10 isolat jamur halofilik dari
sumur air asin di Desa Suak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Isolat tersebut
diberi kode isolat JAS1, JAS2, JAS4, JAS5, JAS9, dan JAS10, isolat JAS6, JAS7,
dan JAS8, serta isolat JAS3. Adapun hasil penelitian berdasarkan pengamatan
karakteristik fisiologis, semua isolat jamur dapat tumbuh pada salinitas 50‰
(slightly halophiles) dan 150‰ (moderate halophiles) kecuali isolat JAS8, dan
semua isolat jamur tidak dapat tumbuh pada tingkat salinitas 250‰ (extreme
halophiles). Semua isolat jamur dapat tumbuh pada suhu 30°C (mesofil) dan 40°C
(mesofil), kecuali isolat JAS3. Selain itu, penelitian ini juga menentukan biomassa
jamur dengan cara menimbang kertas saring dengan timbangan analitik sebagai
berat awal (M0) kemudian kertas saring dan miselium jamur ditimbang dengan
timbangan analitik (M1) selanjutnya dihitung dengan rumus: M = M1 - M0.
2. Jurnal kedua yang berjudul “Analisis Jamur Kontaminan pada Roti Tawar yang
Dijual di Padar Tradisional”. Penelitian ini dilakukan oleh Nur Afni Sulastina.
25
Waktu pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juni – 5 Mei 2018. Penelitian
ini dilakukan di pasar tradisional. Artikel ini diterbitkan oleh Jurnal 'Aisyiyah
Medika. Dalam penelitian yang dijelaskan pada, jamur yang diteliti adalah
Aspergillus flavus, Aspergillus niger, dan Aspergilus fumigatus. penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis keberadaan jamur kontaminan pada roti tawar yang
dijual di pasar tradisional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuantitatif deskriptif, dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian
ini berjumlah 16 sampel yang diambil dari 8 populasi pedagang roti tawar di Pasar
Tradisional. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling, di mana
pengambilan sampel dilakukan atas pertimbangan yang dibuat oleh peneliti yaitu
jenis roti (ada kulit / tidak ada kulit) dan menjelang tanggal kadaluwarsa (1-2 hari).
Dalam penelitian yang dijelaskan pada, metode yang digunakan adalah metode
isolasi jamur Aspergillus sp. dengan menggunakan media SDA (+) yang diinkubasi
selama 2-7 hari. Prinsip pemeriksaan yaitu identifikasi menggunakan media SDA
(+), kemudian koloni yang tumbuh di determinasi secara makroskopis dan
mikroskopis. Analisa data dilakukan secara univariat dan tabulasi silang. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni tahun 2018. Waktu pengambilan
data dilakukan pada tanggal 31 Juni – 5 Mei 2018. Hasil penelitian yang dijelaskan
pada menunjukkan bahwa dari 16 sampel roti tawar yang dijual di Pasar Tradisional,
terdapat 1 sampel (6,2%) positif terkontaminasi jamur Aspergillus sp. Sedangkan
pada, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 16 sampel roti tawar yang diambil
dari 8 populasi pedagang roti tawar di Pasar Tradisional, terdapat 8 sampel (50%)
yang tidak ditemukan jamur Aspergillus sp. menjelang 1 hari masa kadaluwarsa,
dan 7 sampel (43,8%) yang tidak ditemukan jamur Aspergillus sp. menjelang 2 hari
masa kadaluwarsa. Berdasarkan artikel ini dikaitkan dengan materi pembahasan
bahwa jamur Aspergillus sp. memang merupakan jamur yang hidup pada makanan
yang sudah basi, seperti pada roti, nasi, maupun makanan yang telah membusuk
lainnya. Jamur ini adalah kelompok dari Ascomycota.
3. Jurnal ketiga yang berjudul “Jenia-jenis dan Potensi Jamur Makroskopis yang
Terdapat di PT Pekebunan Hasil Musi dan PT Djuanda Sawit Kabupaten Musi
Rawas” yang ditulis oleh Linna Fitriani, Yuni Krisnawati, Msy Olivia Rega Anorda,
dan Ketri Lanjarini, STKIP PGRI Lubuklinggau, Jl. Mayor Toha Kel. Air Kuti,
Lubuklinggau. Yang dipublikasi pada tahun 2018, oleh Jurnal Biosilampari: Jurnal
26
Biologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi jamur dan
potensi jamur makroskopis yang terdapat di PT Djuanda Sawit Lestari di Kecamatan
Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas dan PT Perkebunan Hasil Musi Lestari
(PHML) Kecamatan BTS ULU Kabupaten Musi Rawas. Jamur yang diteliti adalah
jamur makroskopis yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit di kedua lokasi
tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dengan menentukan lokasi
penelitian secara purposive areal sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
didasarkan pada tujuan tertentu. Sampel jenis-jenis jamur makroskopis yang
ditemukan di lapangan dibungkus dan dimasukkan ke dalam amplop coklat untuk
dibuat herbarium basah. Pembuatan herbarium basah menggunakan alkohol 70%
untuk merendam spesimen di dalam toples. Sebelum sampel diambil dilakukan
pemotretan. Identifikasi jenis jamur makroskopis menggunakan buku acuan dari
Mushrooms &; Toadstools (Wilkinson, 1982) dan Introductory Mycology
(Alexopoulus, 1962). Untuk melengkapi data sampel penelitian, maka dilakukan
pengamatan faktor abiotik lingkungan, antara lain: pH, suhu, dan kelembapan udara.
Teknik wawancara juga digunakan untuk mengetahui jenis jamur yang dapat dan
tidak dapat dikonsumsi. Responden adalah masyarakat sekitar yang mengkonsumsi
jamur serta penjual jamur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 spesies
jamur makroskopis yang termasuk ke dalam 3 ordo, 6 family, dan 8 genus di PT
Djuanda Sawit Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas pada bulan Juni
sampai Juli 2017. Selain itu, penelitian ini juga mengidentifikasi 35 spesies jamur
makroskopis di perkebunan kelapa sawit di Musi Rawas Regency. Dari jurnal
penelitian inventarisasi ini dikaitkan dengan materi pembelajaran yang dibahas,
dapat menunjukkan kepada kita klasifikasi dari beberapa spesies jamur, serta
pemanfaatannya bagi manusia.
4. Jurnal keempat yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Jamur Mikroskopis pada
Rizosfer Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis Lour.) di Kecamatan Kintamani,
Bali”. Penelitian ini dilakukan oleh Ni Putu Nila Ristiari, Ketut Srie Marhaeni
Julyasih, dan Ida Ayu Putu Suryanti dari Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan,
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia. Tempat penelitian dilakukan
di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Ganesha,
sedangkan pengambilan sampel dilakukan di lahan perkebunan jeruk siam di Desa
27
Kintamani, Kecamatan Kintamani, Bangli. Penelitian ini dilaksanakan selama ±4
bulan yaitu dari bulan Januari 2019 hingga April 2019. Hasil penelitian ini
diterbitkan di Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha Vol. 6 No. 1, dipublikasi pada
tahun 2018. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui genus jamur
mikroskopis yang terdapat pada rizosfer tanaman jeruk siam (Citrus nobilis Lour.)
di Kecamatan Kintamani, Bali. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yaitu penelitian deskriptif. Sampel tanah
diambil pada daerah rizosfer tanaman jeruk siam Kintamani pada 5 titik, sesuai arah
mata angin yaitu timur laut, tenggara, barat daya, barat laut, dan arah tengah lahan
perkebunan, sehingga total sampel diambil dari 5 pohon. Selanjutnya, dilakukan
isolasi dan identifikasi jamur mikroskopis pada sampel tanah menggunakan media
Potato Dextrose Agar (PDA) instan. Setelah itu, dilakukan pengamatan morfologi
dan karakteristik mikroskopis jamur yang diisolasi. Berdasarkan hasil penelitian,
melalui pengamatan makroskopis dan mikroskopis diperoleh 12 isolat diantaranya
berasal dari 4 genus yaitu Aspergillus (4 isolat), Penicillium (3 isolat), Mucor (1
isolat), dan Trichoderma (4 isolat). Dapat disimpulkan bahwa 12 isolat jamur
mikroskopis yang ditemukan, memiliki karakteristik makroskopis dan mikroskopis
yang berbeda-beda. Jurnal penelitian ini menunjukkan klasifikasi dari beberapa
spesies jamur yang terdapat pada jeruk siam, jenis jamur yang didapatkan sesuai
dengan ciri-ciri dari beberapa genus jamur yang sudah dipaparkan pada
pembahasan.
5. Pada jurnal yang terakhir berjudul “Manfaat Jamur Konsumsi (Edible Mushroom)
Dilihat dari Kandungan Nutrien serta Perannya dalam Kesehatan”, yang ditulis oleh
Netty Widyastuti, dan Donowati Tjokrokusumo dari Badan Riset dab Inovasi
Nasional (BRIN). Yang diterbitkan oleh Jurnal Teknologi Pangan Kesehatan pada
tahun 2021. Tujuan penelitian yaitu mengenai jamur konsumsi, antara lain: (1)
Mempelajari sifat bioaktif dari komponen jamur yang dapat mencegah atau
mengobati berbagai jenis penyakit. (2) Membuat formulasi bubuk dari beberapa
spesies jamur yang mengandung nutrisi penting dan dapat digunakan dalam diet
rendah kalori. (3) Menggunakan beberapa formulasi jamur sebagai antioksidan
untuk mencegah stres oksidatif dan penuaan dini. (4) Mempelajari mekanisme
jamur untuk lebih menggambarkan peran dan sifat berbagai phytochemical jamur
dalam pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit degeneratif. (5) Meneliti
28
karakteristik potensial jamur dengan manfaat nutraceutical dan kesehatan yang
perlu diteliti lebih lanjut. (6) Meneliti khasiat dan manfaat jamur, terutama untuk
jamur-jamur endogenous asli Indonesia. Beberapa jenis jamur yang diteliti,
antaranya beberapa spesies jamur konsumsi yang telah terbukti sebagai sumber
senyawa bioaktif dan berkhasiat bagi kesehatan, serta dapat digunakan sebagai
suplemen potensial; jamur tiram yang telah terbukti membantu memecahkan
problema malnutrisi dan penyakit, mengandung asam folat yang berguna untuk
mencegah dan mengobati penyakit anemia, serta cocok untuk menu diet bagi
penderita diabetes, kolesterol, dan hipertensi; dan jamur merang (Volvariella
volvacea) yang merupakan salah satu spesies jamur pangan yang banyak
dibudidayakan di Asia Timur dan Asia Tenggara yang beriklim tropis atau subtropis.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai jamur konsumsi
dikaitkan dengan beberapa penelitian spesifik, seperti penelitian oleh Zhou et al.
pada tahun 2012 yang mempelajari efek Ganoderma lucidum pada kanker,
penelitian oleh Mattila et al. pada tahun 2001 yang mempelajari kandungan nutrisi
pada jamur tiram, dan penelitian oleh Finimundy et al. pada tahun 2013 yang
mempelajari aktivitas anti mikroba dari ekstrak jamur. Jurnal penelitian ini
memberikan informasi tentang mekanisme jamur akan membantu kita untuk lebih
menggambarkan peran dan sifat berbagai fitokimia jamur dalam pencegahan dan
pengobatan beberapa penyakit degeneratif. Seperti mempelajari efek Ganoderma
lucidum pada kanker dan menemukan bahwa jamur ini memiliki aktivitas anti
kanker, mempelajari kandungan nutrisi pada jamur tiram dan menemukan bahwa
jamur ini mengandung banyak nutrisi penting seperti protein, serat, vitamin, dan
mineral, serta mempelajari aktivitas anti mikroba dari ekstrak jamur dan
menemukan bahwa ekstrak air L. edodes secara signifikan menurunkan proliferasi
sel pada tumor.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah yang telah disusun yaitu:
1. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk
jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi
tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding
berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa.
Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Struktur jamur juga terdapat dinding
hifa, membran hifa, haustoria, plectenchym, stroma, serta spora seksual dan
aseksual.
2. Jamur terdiri dari jamur makroskopis dan jamur mikroskopis. Klasifikasi jamur
dibagi menjadi filum Ascomycota, Basidiomycota, Oomycota, Zygomycota, dan
Deutromycota.
3. Reproduksi jamur terbagi atas dua tipe yaitu aseksual dan seksual. Reproduksi
aseksual dengan pembentukan tunas sedangkan reproduksi seksual adanya persatuan
dua inti jamur. Pada jamur dikenal beberapa macam spora aseksual, yaitu:
konidiaspora, sporangiospora, arthospora, khlamidospora, blastospora dan zoospora.
Blastospora merupakan spora aseksual yang terbentuk pada khamir.
4. Jamur memiliki peran yang sangat banyak dalam kehidupan, seperti sumber
konsumsi, obat-obatan, serta dalam berbagai bidang industri. Jamur juga dapat
menjadi indikator kondisi lingkungan. Selain peran menguntungkannya yang sangat
banyak, juga terdapat jamur merugikan yang bersifat racun, dan parasit yang
merugikan.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
32
BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR
ISSN : 2528 - 7168 (PRINTED) ; 2548 - 6659 (ON LINE)
Volume 5 (2) : 227 - 232, Juli – Desember 2020
Abstrak
Jamur halofilik adalah kelompok mikroorganisme yang dapat hidup dan beradaptasi
pada kondisi lingkungan salin.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
karakteristik fisiologis jamur halofilik berdasarkan faktor lingkungan dari sumur air
asin di desa Suak, Kabupaten Sintang.Metode yang digunakan yaitu dengan
menumbuhkan jamur halofilik pada media cair Potato dextrose broth (PDB),
selanjutnya dilakukan karakterisasi fisiologis jamur.Uji fisiologis meliputi uji salinitas,
suhu dan pH.Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik fisiologis, semua isolat
jamur dapat tumbuh pada salinitas 50‰ (slightly halophiles) dan 150‰ (moderate
halophiles) kecuali isolat JAS8, dan semua isolat jamur tidak dapat tumbuh pada
tingkat salinitas 250‰ (extreme halophiles).Semua isolat jamur dapat tumbuh pada
suhu 30°C (mesofil) dan 40°C (mesofil), kecuali isolat JAS3. Hanya isolat JAS3 dan
JAS7 yang dapat tumbuh pada suhu 10°C, dan semua isolat jamur dapat tumbuh
pada suhu 40°C, kecuali isolat Cladosporium JAS3. Semua isolat Jamur dapat
tumbuh pada pH 4 (asam) dan 7 (netral), namun isolat JAS4 dan JAS7 tidak dapat
tumbuh pada pH 9, sedangkan isolat jamur yang lain dapat tumbuh pada pH
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa jamur memiliki karakteristik yang tidak selalu
sama berdasarkan faktor lingkungan.
Kata Kunci:Halofilik, jamur, Sumur Air Asin, salinitas
Abstract
Halophilic fungi are a group of microorganisms that can live and adapt in the saline
environment. This research to aim to determine the physiological characteristics of
fungi based on environmental factorsfrom the saltwater well in the village of Suak,
Sintang Regency.The method used was growing halophilic fungi in Potato dextrose
broth (PDB) media, then carried out the morphological and physiological
characterization of fungi. The physiologicaltest include testing the salinity,
temperature and pH. Based on observation’s result that, all isolates of the fungi can
grow at the salinity of 50‰ (slightly halophiles), and 150‰ (moderate halophiles)
except isolate JAS8, and all isolates not able to grow at salinity level of 250‰
(extreme halophils). All isolates of the fungi can growth at temperatures of 30°C
(mesophyll) and 40°C (mesophyll), except isolate JAS3.Only isolate JAS3 and JAS7
that can be grown at a temperature of 10°C, and all isolate the fungus can grow at a
temperature of 40°C, except isolate JAS3. All the isolates of Fungi are able to grow
at pH 4 (acidic) and 7 (neutral), but isolate JAS4 and JAS7 can not grow at pH 9,
whereas isolates of the fungus that the other can grow at such pH. This suggests
that the fungus has characteristics that are not always the same based on
environmental factors.
http://journal.unhas.ac.id/index.php/bioma 227
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
Pendahuluan
Sumur air asin yang berada di Desa Suak merupakan salah satu lingkungan
yang memiliki kadar garam yang cukup tinggi. Lingkungan salin dapat menyeleksi
organisme tertentu yang dapat hidup pada lingkungan tersebut sehingga hanya
organisme yang toleran yang dapat hidup pada lingkungan salin. Menurut Gunde-
Cinerman et al. (2014), pertumbuhan optimal jamur secara in vitro yaitu pada
rentang salinitas yang luas dari 50 hingga 170‰ NaCl, dan jamur telah banyak
diisolasi dari lingkungan bersalinitas di atas 10‰ NaCl. Gunde-Cinerman et al.
(2005) berhasil mengisolasi jamur halofilik anggota genus Aspergillus, Penicillium
dan Cladosporium. Selain salinitas, faktor lingkungan lain yang dapat memengaruhi
pertumbuhan jamur diantaranya suhu dan pH. Menurut Cao (2007), suhu dapat
memengaruhi diameter koloni jamur. Suhu optimum pertumbuhan koloni yaitu pada
suhu 28ºC dan pertumbuhan koloni paling kecil terjadi pada suhu 39ºC, pH
optimum pertumbuhan jamur yaitu 5, 6 dan 7, pH dibawah 5 menyebabkan
pertumbuhan jamur menjadi lambat dan produksi pigmen berkurang, namun pada
pH di atas 7 pertumbuhan jamur melambat tetapi tidak memengaruhi produksi
pigmen jamur.
Halofilik adalah organisme yang tumbuh subur dalam lingkungan bersalinitas
tinggi. Menurut Gunde-Cinerman et al. (2006), kondisi hipersalin secara signifikan
mengurangi keanekaragaman hayati karena adanya kondisi lingkungan yang
selektif yaitu hanya akan ada mikroorganisme (jamur dan bakteri) halofil yang
dapat tumbuh dan berkembang biak di sana. Mikroorganisme ini dikenal mampu
untuk beradaptasi pada lingkungan yang ekstrim. Lingkungan salin umumnya tidak
banyak organisme yang dapat bertahan dalam lingkungan tersebut. Lingkungan
yang memiliki konsentrasi garam tinggi dapat menjadi habitat alami untuk
mikroorganisme halofilik dan halotoleran. Menurut Musa et al. (2018), jamur yang
toleran garam (halotolerant) adalah jamur yang dapat berkembang dalam
lingkungan salin. Jamur ini terdiri dari kelompok organisme yang membutuhkan
garam untuk pertumbuhan dan metabolismenya. Menurut Jones (2009), jamur
yang diisolasi dari air asin terdiri dari 321 jenis, di antaranya dari kelas Ascomycota
dan Basidiomycota. Mikroorganisme yang tidak beradaptasi terhadap lingkungan
yang merugikan seperti lingkungan hipersalin (kondisi rendah aktivitas air) dapat
mengakibatkan efek seperti penyusutan sitoplasma sel. Untuk mengatasi
lingkungan yang memiliki konsentrasi NaCl yang tinggi, suatu sel mikroba harus
memiliki mekanisme adaptasi yang akan memungkinkannya untuk melawan efek
salinitas tinggi (Zajc, 2012).
Hingga saat ini belum ada informasi penelitian jamur halofilik dari sumur air
asin di Desa Suak. Menurut Gunde-Cinermanet al.,(2005), Jamur yang dapat
tumbuh dan berkembang biak pada salinitas di atas 100‰ dan mampu tumbuh
secara in vitro pada media dengan konsentrasi NaCl 170‰ dianggap halofilik. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian awal mengetahui karakteristik jamur halofilik
secara in vitro untuk digunakan penelitian selanjutnya dalam melihat potensi jamur
halofilik tersebut.
Metode Penelitian
http://journal.unhas.ac.id/index.php/bioma 228
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
label, magnetic stirer, gelas beaker, pipet ukur, rak tabung, timbangan digital,
spatula, oven dan. Bahan-bahan yang digunakan yaitu Potato Dextrose Broth
(PDB), alkohol 70%, HCl, NaOH dan Sodium klorida (NaCl).
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel
Air asin diambil di sumur air asin Desa Suak, Kecamatan Sepauk, Kabupaten
Sintang. Sampel diambil menggunakan botol vial 30 ml sebanyak 3 ulangan pada
tiap waktu, selanjutnya sampel dikompositkan berdasarkan waktu pengambilan,
sampel dibungkus dengan aluminium foil. Sampel selanjutnya dibawa ke
Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematikan dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Pembuatan Media
Kentang sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam satu liter akuades, lalu
direbus di atas hotplathingga mendidih, kemudian diambil airnya. Air rebusan
kentang tersebut ditambahkan dextrose 20 g dan kloramfenikol sebanyak 0.050 g
agar bakteri tidak tumbuh pada media tersebut, selanjutnya air rebusan kentang
ditambahkan akuades hingga volumenya satu liter, lalu dipanaskan di atas hotplate
hingga mendidih.
Isolasi Jamur
Isolasi jamur dilakukan dengan metode cawan tuang. Sampel air asin
diambil sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml akuades steril dalam
tabung reaksi, selanjutnya divortex agar homogen sehingga didapatkan
pengenceran 10-1.Kemudian dari pengenceran 10-1 diambil kembali sebanyak 1
ml lalu dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades steril sehingga
didapatkan pengenceran 10-2, selanjutnya dilakukan hal yang sama hingga
pengenceran 10-5. Tiap pengenceran diambil sebanyak 1 ml kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian media PDA yang telah ditambahkan
NaCl dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml, selanjutnya diinkubasi
selama 5-7 hari pada suhu 25°C (Rajpal, 2016).
Pengamatan koloni yang tumbuh dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pengamatan mikroskopis jamur dilakukan dengan membuat
preparat menggunakan metode slide kultur. Pembuatan slide kultur dilakukan
dengan menyiapkan cawan petri yang telah diberi tisu pada bagian dalam,
kemudian diletakan batang penahan gelas objek dan gelas objek di atasnya.
Media PDA yang telah memadat dipotong menggunakan pisau steril dengan
ukuran 1x1 cm kemudian diletakan di atas gelas objek. Isolat jamur diambil
menggunakan ose steril kemudian ditusuk pada empat sisi potongan agar
tersebut selanjutnya ditutup meggunakan gelas penutup. Akuades steril
kemudian diteteskan pada tisu dalam cawan petri. Cawan petri kemudian ditutup
selanjutnya diinkubasi selama 7 hari. Gelas penutup gelas objek kemudian
dipindahkan ke gelas objek baru yang telah ditetesi lactophenol, selanjutnya
diamati morfologis jamur dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali
(Sanjaya, 2010).
Uji Salinitas
Uji salinitas terhadap jamur dilakukan dengan menggunakan media PDB
yang ditambah NaCl dengan konsentrasi yaitu 50‰ (Slightly halophiles), 150‰
(Moderate Halophiles), dan 250‰ (Extreme Halophiles). Satu ose isolat jamur dari
media PDA dipindahkan ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml media PDB kemudian
dihomogenkan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Hasil uji
http://journal.unhas.ac.id/index.php/bioma 229
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
Uji Suhu
Satu ose isolat jamur dari media PDA dipindahkan ke dalam tabung reaksi
berisi 10 ml media PDB kemudian dihomogenkan. Selanjutnya diinkubasi pada
suhu berbeda yaitu pada suhu 10°C (psikrofil), 30ºC, 40ºC (mesofil), dan 50ºC
(termofil) selama 7 hari. Hasil uji suhu dilakukan dengan mengukur biomassa jamur
pada hari ke7.
Uji pH
Satu ose isolat jamur dari media PDA dipindahkan ke dalam tabung reaksi
berisi 10 ml media PDB yang telah dimodifikasi pH nya. pH media dimodifikasi
dengan menambahkan 1 M HCl atau 1 M NaOH untuk menyesuaikan media pada
pH yang diinginkan yaitu 4 (asam), 7 (netral), dan 9 (basa). Selanjutnya diinkubasi
pada suhu ruang selama 7 hari (Cao, 2007). Hasil uji pH dilakukan dengan
mengukur biomassa jamur pada hari ke7.
M = M1 - M0
Keterangan: M = massa miselium jamur M1 = berat keras saring + miselium
M0 = berat kertas saring (Chanif et al, 2015)
Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk gambar (foto dan
grafik), dan tabel.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil isolasi dan pengamatan terhadap karakter morfologis
koloni secara makroskopis dan mikroskopis, diperoleh 10 isolat jamur dengan kode
isolat JAS1,JAS2, JAS4,JAS5, JAS9 & JAS10 (Gambar 1), isolat JAS6, JAS7, dan
JAS8 (Gambar 2), dan serta isolat JAS3 (Gambar 3).Berdasarkan hasil uji kondisi
fisiologis beberapa faktor lingkungan (salinitas, suhu dan pH), semua isolat jamur
memiliki kemampuan tumbuh pada kisaran yang berbeda-beda. Hasil pengamatan
karakteristik fisiologis, isolat JAS1, JAS2, JAS4, JAS5, JAS9, JAS10, JAS6, JAS7,
dan JAS3, mampu tumbuh pada tingkat salinitas hingga 150‰ (slightly halophiles),
sementara isolat JAS8 hanya mampu tumbuh pada tingkat salinitas 50‰ (slightly
http://journal.unhas.ac.id/index.php/bioma 230
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
halophiles. Isolat JAS1, JAS2, JAS4, JAS5, JAS9, JAS10, JAS6, dan JAS8, dapat
tumbuh hingga suhu 40°C (mesofil), sementara isolat JAS3 dapat tumbuh pada
suhu 10°C (psikrofil) dan 30°C (mesofil), isolat JAS7 dapat tumbuh pada rentang
yang lebih besar yaitu 10°C (psikrofil) sampai 40°C (mesofil). Isolat JAS1, JAS2,
JAS5, JAS9, JAS10, JAS6, JAS8, dan JAS3 mampu tumbuh pada rentang pH 4
(asam) hingga 9 (basa), sementara untuk isolat JAS 4 dan JAS7 hanya dapat
tumbuh pada pH 4 (asam) dan 7 (netral) (Tabel 1).
Tabel 1. Kemampuan Tumbuh Jamur Halofilik Dari Sumur Air Asin Di Desa Suak,
Sintang, Berdasarkan Faktor Lingkungan
Kode Isolat
Faktor
Lingkungan JAS JAS JAS JAS JAS JAS JAS JAS JAS JAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Salinitas
50 ‰ + + + + + + + + + +
150 ‰ + + + + + + + - + +
250 ‰ - - - - - - - - - -
Suhu
10°C - - + - - - + - - -
30°C + + + + + + + + + +
40°C + + - + + + + + + +
50°C - - - - - - - - - -
PH
4 + + + + + + + + + +
7 + + + + + + + + + +
9 + + + - + + - + + +
Keterangan: (+) tumbuh
(-) tidak tumbuh
Gambar 1.Struktur makroskops dan mikroskopis(1000x) isolat JAS1 (A), JAS2 (B),
JAS4 (C), JAS5 (D), JAS9 (E), JAS10 (F) : a. phialides, b. konidia, c.
vesikel, d. stipe (konidiofor).
http://journal.unhas.ac.id/index.php/bioma 231
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
Gambar 2.Struktur makroskopis dan mikroskopis (1000x) isolatJAS6 (A), JAS7 (B),
JAS8 (C): a. konidia, b. phialides, c. stipe.
http://journal.unhas.index.php/bioma 227
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
0,13
0,14
Biomassa (g)
0,11
0,12
0,1
0,1
0,09
0,09
0,1 0,08
0,08
0,07
0,07
0,08
50‰
0,06
0,06
0,06
0,06 150‰
0,04
0,04
0,04
250‰
0,03
0,04
0,02
0,01
0,02
0
0
0
0
0
0
0
JAS1 JAS2 JAS3 JAS4 JAS5 JAS6 JAS7 JAS8 JAS9 JAS10
Kode Isolat
Gambar 4. Hubungan biomassa Jamur (g) dan Salinitas (‰)
0,11
0,12
Biomassa (g)
0,09
0,1
0,08
0,08
0,06
0,06
0,06
0,06
10°C
0,06 30°C
0,04
0,04
40°C
0,03
0,04 50°C
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
JAS1 JAS2 JAS3 JAS4 JAS5 JAS6 JAS7 JAS8 JAS9 JAS10
Kode Isolat
http://journal.unhas.index.php/bioma 228
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
0,14 Biomassa (g)
0,12
0,11
0,12
0,09
0,09
0,1
0,08
0,08
0,08
0,08
0,07
0,08
pH 4
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06 pH 7
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
pH 9
0,03
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0
0
0
JAS1 JAS2 JAS3 JAS4 JAS5 JAS6 JAS7 JAS8 JAS9 JAS10
Kode Isolat
Gambar 6. Hubungan biomassa Jamur (g) dan pH
Pembahasan
http://journal.unhas.index.php/bioma 229
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
isolat tidak dapat tumbuh pada salinitas 250‰ (extreme halophiles).Hal ini
menunjukkan bahwa isolat jamur dari sumur air asin Desa Suak Kabupaten Sintang
termasuk golongan moderate halophiles dan slightly halophiles. Menurut Olliver et
al., (1994), mikroorganisme yang mampu tumbuh pada kadar salinitas 20‰ - 50‰
tergolong slightly halophiles, mikroorganisme yang mampu tumbuh pada kadar
salinitas 50‰-200‰ tergolong moderate halophiles, mikroorganisme yang mampu
tumbuh pada kadar salinitas lebih dari 200‰ termasuk dalam kelompok extreme
halophiles.
Hasil pengujian biomassa jamur halofilik dari air sumur air asin di Desa Suak,
Kabupaten Sintang terhadap salinitas menunjukkan adanya perbedaan biomassa
jamur dan tingkat salinitas (Gambar 4). Menurut Waheed et al., (2019), kadar
salinitas memengaruhi pertumbuhan jamur anggota spesies Aspergillus niger dan
Penicillium oxalicum, semakin tinggi konsentrasi salinitas, semakin
kecilbiomassanya. Aboul-Nasr (2014), menyatakan bahwa tingkat salinitas yang
berbeda dapat memengaruhi rata-rata berat kering jamur A. flavus, pada tingkat
salinitas 50‰ jamur A. flavus memiliki berat paling besar yaitu 0.6 g, sementara
pada tingkat salinitas 100‰ jamur ini tidak dapat tumbuh. Menurut Al-Musallam et
al. (2011), anggota genus Cladosporium spp. yang diiolasi dari pesisir laut di Kwait
Selatan dapat tumbuh hingga tingkat salinitas 200‰, namun tumbuh baik pada
tingkat salinitas 5‰.
Suhu merupakan salah satu faktor yang banyak berpengaruh terhadap
metabolism sel diantaranya yaitu suhu.Suhu yang tinggi dapat menyebabkan
denaturasi protein, mengahambat kerja enzim dan kerusakan sel sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan biomassa jamur (Darah et al.
(2011).Berdasarkan hasil uji kemampuan tumbuh terhadap suhu, hanya isolat
JAS3dan anggota genus Penicillium JAS7 dapat tumbuh pada suhu 10°C.Semua
isolat dapat tumbuh pada suhu 30°C. Pada suhu 40°C isolat JAS1 memiliki
biomassa tertinggi yaitu 0.11 g, isolat JAS3 tidak dapat tumbuh, sementara isolat
lain tumbuh, dan semua isolat tidak tumbuh pada suhu 50°C (Gambar 5).
Berdasarkan hasil uji suhu menunjukkan bahwa isolat jamur halofilik yang diisolasi
dari sumur air asin desa Suak Kabupaten Sintang tergolong dalam kelompok
mesofil karena dapat tumbuh pada suhu 40°C. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Palacios-Cabrera et al., (2005), beberapa anggota genus Aspergillus yaitu anggota
spesies Aspergillus niger tumbuh optimal pada suhu diatas 30°C. Hal ini diduga
berkaitan dengan suhu air asin Desa Suak yang memiliki suhu 29-31°C (mesofil)
sehingga ketika dilakukan pengujian suhu 50°C (termofil) semua isolat tidak dapat
tumbuh.Menurut Madigan et al.(2009), mikroorganisme dikelompokan berdasarkan
kemampuan tumbuhnya terhadap suhu terdiri dari psikrofil (<15°C), mesofil (15-
40°C) dan termofil (>40°C). Menurut Crous et al. (2007), anggota genus
Cladosporium mampu tumbuh pada suhu rendah yaitu 4°C (psikrofil), namun tidak
dapat tumbuh di bawah suhu tersebut, jamur ini memiliki suhu optimal pertumbuhan
yaitu 25°C, suhu maksimum 30°C,sedangkan pada suhu di atas 37°C genus ini
tidak dapat tumbuh lagi. Jamur dengan kode isolat JAS7 mampu tumbuh pada suhu
rendah yaitu 10°C (psikrofil). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wigmann et al.
(2015) bahwa beberapa anggota genus Penicillium dapat tumbuh pada suhu
0°C(psikrofil), di antaranya anggota spesies P. glabrum (29/12 NGT) dan P.
polonicum (33/12 NGT). Litova et al., (2014), juga berhasil mengisolasi jamur
anggota genus Penicillium yang mampu hidup pada kondisi ekstrim di Antartika
pada suhu5°C.
Berdasarkan hasil uji kemampuan tumbuh jamur terhadap suhu, suhu 40°C
merupakan suhu optimal karena pada suhu tersebut secara umum biomassa jamur
meningkat, sementara pada suhu 10°C biomassa jamur semakin kecil dan pada
suhu 50°C tidak ada jamur yang dapat tumbuh (Gambar 5). Menurut Kumawat et
al., (2016), suhu dapat memengaruhi biomassa jamur. Biomassa jamur anggota
spesies Aspergillus multifidum paling optimal pada suhu 25°C karena memiliki
http://journal.unhas.index.php/bioma 230
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
biomassa terbesar, sedangkan pada suhu 5°C biomassa nya paling kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin rendah suhu, semakin kecil biomassa jamur.
Biomassa jamur Aspergillus niger FETL FT3 memiliki biomassa terbesar pada suhu
30°C, pada suhu 50°C biomassanya semakin kecil, hal ini menunjukkan bahwa
suhu dapat mempengaruhi biomassajamur, selain itu pada suhu 50°C metabolisme
sel mulai terhambat, hal ini dapat terlihat dari biomassa jamur yang semakin kecil.
Berdasarkan hasil uji pH, semua isolat dapat tumbuh pada pH 4 (asam) dan pH 7
(netral).Pada pH 9 (basa), dua isolat tidak dapat tumbuh yaitu JAS4 dan anggota
JAS7, sedangkan isolat lain dapat tumbuhpada pH tersebut (Gambar 6). Menurut
Wheeler et al., (1991), konsentrasi pH dalam medium dapat memengaruhi
pertumbuhan jamur seperti biomassa maupun morfologinya. Nilai pH untuk
pertumbuhan jamur memiliki rentang yang luas yaitu dari 3 sampai 8 dengan
pertumbuhan optimum pada pH 5, namun, ada beberapa spesies dari anggota
genus Penicillium yaitu anggota spesies P. crustosum yang dapat tumbuh pada pH
di atas 9 dan ada anggota genus Penicillium yaitu P. islandicum yang tidak dapat
tumbuh pada pH di atas 8. Menurut Abubakar et al., (2013), jamur toleran terhadap
pH asam dan optimal pada pH 5 sampai 6. Ada beberapa spesies dari anggota
Aspergillus seperti Aspergillus parasiticus yang memiliki rentang pH yang lebih luas
yaitu 4 sampai9.Jamur ini memiliki pertumbuhan optimal pada pH 5 dan 7 dan
terendah pada pH 10.Hal ini menunjukkan bahwa jamur memiliki karakteristik
fisiologis yang berbeda-beda berdasarkan faktor lingkungan tempat tumbuhnya.
Kesimpulan
Jamur halofilik dari sumur air asin di desa Suak memiliki karakterisitik
fisiologis yang berbeda-beda terhadap faktor lingkungan.Isolat JAS6, JAS7, JAS3
dapat tumbuh pada salinitas 50‰ (slightly halophiles) dan 150‰ (moderate
halophiles), sementara isolat JAS8 hanya mampu tumbuh pada salinitas 50‰
(slightly halophiles).Isolat JAS3 dan JAS7 dapat tumbuh pada suhu 10°C (psikrofil),
sedangkan isolat lain mampu tumbuh pada suhu 30°C (mesofil) dan 40°C (mesofil),
Semua isolat dapat tumbuh tumbuh pada pH 4 (asam) dan 7 (netral), dan hanya
Isolat JAS4 dan JAS7 yang tidak dapat tumbuh pada pH 9.
Daftar Pustaka
Abubakar, A., Suberu, H.A., Bello, I.M., Abdulkadir, R., Daudu, O.A. dan Lateef,
A.A,2013.Effect PH on Mycelia Growth and Sporulation of Aspergillus
parasiticus.Journal of Plant Science., 1 (4): 64-67
Al-Musallam, A.A.S., Al-Sammar, A.F. dan Al-Sane, N.A, 2011. Diversity and
Dominance of Fungi Inhabiting The Sabkha Area in Kwait.Botanica
Marina., 54: 83-94
Cao, C., Li, R., Wan, Z., Liu, W., Wang, X., Qiao, J., Wang, D., Bulmer, G. dan
Calderon, R, 2007.The Effects of Temperature, pH and Salinity on The
Growth and Dimorphism of Penicillium marneffei.Journal of Medical
Mycology. 45: 401-407
Chanif, I., Djauhari, S, dan Aini, L.Q, 2015. Uji Potensi Jamur Pelapuk Putih Dalam
Bioremediasi Insektisida Karbofuran.Jurnal HPT. 3 (2)
Crous, P.W, Braun, U., Schubert, K. dan Groenewald, J.Z, 2007.The Genus
Cladosporium and Similar Dematiceous Hyphomycetes. Studies In
Mycology. Utrech
Darah, I., Sumathi, G., Jain, K. dan Hong, L.S, 2011.Involvement of Physical
Parameters In Medium Improvement For Tannase Production by
Aspergillus niger FETL FT3 In Submerge Fermentation. Journal of
Biotechnology Research International
http://journal.unhas.index.php/bioma 231
Bioma Volume 5 (2) : 227-232, Juli – Desember 2020
Gunde-Cinerman, N., Butinar, L., Sonjak, S., Turk, M., Ursic, V., Zalar, P. dan
Plemenitas, A, 2005. Halotolerant and halophilic fungi From Coastal
Environments in The Arctics. Departement of Biology. Slovenia
Gunde-Cinerman, N., Zaalar, P., De Hoog, S. dan Plemenitas, A, 2006. Halotolerant
and Halophilic Fungi From Coastal Environments In The Arctics. Springe.
Amsterdam
Gunde-Cinerman, N. dan Zalar, P, 2014.Extreme Halotolerant and Halophilic Fungi
Inhabit Brine in Solar Saltern Around The Globe. Departement of Biology.
Slovenia
Jones, E.B.G., Sakayaroj, J., Suetrong, S., Somrithipol, S . dan Pang, K.L,
2009. Classification of MarineAscomycota, Anamorphic Taxa and
Basidiomycota.Fungal Diversity. 35: 1-187T
Kumawat, T.K., Sharma, A. dan Bhadauria, S, 2016. Influence of liquid culture
media, temperature and hydrogen ion concentration on the growth of
mycelium and sporulation of Arthroderma multifidum. Int. J. Pharm. Sci. 41
(2): 136-141
Litova, K., Gerginova, M., Peneva, N., Manasiev, J. dan Alexieva, Z, 2014. Growth
of Antartctic Fungal Strains On Phenol at Low Temperature. J. BioSci.
Biotech: 43-46
Madigan, M.T., Martinko, J.M. dan Parker, J, 2009.Biology of Microorganisms
12th.Prentice Hall International. New York
Musa, H., Kasim, F.H., Gunny, A.A.N. dan Gopinath, S.C.B, 2018. Salt-adapted
Moulds and Yeasts: Potentials in Industrial and Environmental
Biotechnology. Research Gate:1-13
Olliver, B., Caumette, P., Garcia, J.L. dan Mah, R.A, 1994.Anaerobic Bacteria From
Hypersaline Environtment, Department Of Environtmental Health Sciences.
University Of California.Microbilogical Reviews. 58 (1): 27-38
Palacios-Cabrera, H., Taniwaki, M.H., Hashimoto, J.M. dan Castle de Menezes, H.,
2005. Growth of Aspergillus ocraceus, Aspergillus carbonarius and
Aspergillus niger on Culture Media at Different Water Activities and
Temperatures. Brazilian Journal of Microbiology.26: hal 24-28
Rajpal K, 2016. Isolation And Characterization Of Halophilic Soil Fungi From The
Salt Desert Of Little Rann Of Kutch, India.PeerJ Preprints
Rendowaty, A., Djamaan, A. dan Handayani, D, 2017.Waktu Kultivasi Optimal dan
Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Etil Asetat Jamur Simbion Aspergillus
unguis (WR8) dengan Haliclona fascigera.Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 4
(2):49-54
Sanjaya, Y., Nurhaeni, H. dan Halima, M, 2010. Isolasi, Identifikasi, Dan
Karakterisasi Jamur Entomopatogen Dari Larva Spodoptera Litura
(Fabricius).Bionatura Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. 12 (3): 136-141
Waheed, A.A, Dahham, A.A, Azra, E.K, Kamal, J.A. dan Khaeim, H.M,
2019.Concentrations Effect of Some Salts on Growth of Aspergillus Niger
and Penicillium Oxalicum, Plant Archieves. 12(2): 310- 312
Wigmann, E.F, Moreira, R.C, Alvarenga, V.O, Sant’Ana, Ad.S. dan Copetti, M.V,
2015. Survival Penicillium spp. Conidia During Deep-Frying And Backing
Steps Of Frozen Chicken Nuggets Processing. Departemen Of Food
Science University Of Campinas.Brazil
Wheeler, K.A., Hurdman, B.F. dan Pitt, J.I, 1991. Influence of pH On The Growth of
Some Toxigenic Species of Aspergillus, Penicillium and
Fusarium.International Journal of Food Microbiology. 12: 141-150
Zajc, J., Zalar, P., Plemenitas, A. dan Gunde-Cinerman, N, 2012. The Mycobiota of
The Salterns.Biology of Marine Fungi. 53: 133–158
http://journal.unhas.index.php/bioma 232
Volume 5, Nomor 1, Februari 2020 Nur Afni Sulastina
DOI: https://doi.org/10.36729/jam.v5i1.318
ABSTRAK
Latar belakang: Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi kelangsungan hidup
manusia, salah satunya adalah roti tawar yang sering digunakan sebagai menu sarapan pagi sebagian
masyarakat Indonesia. Roti tawar bisa dikonsumsi biasanya tidak dapat tahan lebih dari 7 hari, bahkan
ada yang hanya 3 hari. Kontaminasi jamur pada makanan dapat menyebabkan kerusakan, terutama
pada saat penyimpanan yang salah satunya Aspergillus sp merupakan spesies yang telah menyebar
luas, karena spora jamur yang mudah disebarkan oleh angin, mudah tumbuh pada bahan-bahan
pangan. Adanya mikroorganisme yang tumbuh di suatu bahan pangan sangat berpengaruh terhadap
penurunan kualitas produknya. Tujuan: Diketahuinya keberadaan jamur Aspergillus sp pada roti
tawar yang dijual di Pasar Tradisional. Metode: Penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dan
sampel berjumlah 16 roti tawar di pasar tradisional dengan teknik samplingnya menggunakan
purposive sampling. Waktu penelitian pada bulan Maret-Juni 2018, Metode pemeriksaan dengan cara
isolasi jamur Aspergillus sp dengan media Sabaroud Dextrose Agar (+). Hasil: Dari 16 sampel yang
diteliti, didapatkan 1 sampel (6,2%) roti tawar yang positif ditemukan jamur Aspergillus sp dan 15
sampel (93,8%) yang negatif. Saran: Diharapkan masyarakat akat sebagai konsumen sebelum
membeli roti tawar agar lebih teliti serta memperhatikan kualitas dan kebersihan roti tawar yang akan
dikonsumsi serta prosuden roti agar menambah waktu kadaluwarsa pada produk rotinya.
ABSTRACT
Background: Food is the most essential basic need for human survival, one of which is white bread
which is often used as a breakfast menu for some Indonesian people. Bread can be consumed usually
can not hold more than 7 days, some even only 3 days. Fungal contamination of food can cause
damage, especially when storage, one of which is Aspergillus sp is a species that has spread widely,
because mold spores are easily spread by the wind, easy to grow on food ingredients. The existence of
microorganisms that grow in a food material is very influential on the decline in the quality of its
products. Purpose: Knowing the existence of Aspergillus sp on white bread sold in Traditional
Markets. Method: The research used is descriptive, and a sample of 16 loaves in traditional markets
with the sampling technique using purposive sampling. When the research was conducted in March-
June 2018, the method of examination was by isolation of the fungus Aspergillus sp with Sabaroud
Dextrose Agar (+) media. Results: From the 16 samples studied, 1 sample (6,2%) of positive bread
was found with Aspergillus sp and 15 samples (93,2%) which were negative. Suggestion: It is
expected that the akat community as consumers before buying white bread to be more thorough and
pay attention to the quality and cleanliness of white bread that will be consumed.
tumbuhi jamur Aspergillus flavus dan Keberadaan Jamur Kontaminan pada Roti
Aspergillus niger. Tawar yang dijual di Pasar Tradisional”.
Adapun penelitian yang dilakukan
oleh (Mizana, Suharti et al. 2016), untuk METODE PENELITIAN
mengidentifikasi pertumbuhan jamur Metode penelitian yang digunakan
Aspergillus sp pada tiga buah sampel roti dalam penelitian ini adalah kuantitatif
tawar yang dijual di kota Padang dapat deskriptif, dengan pendekatan cross-
dijelaskan bahwa jamur Aspergillus sp sectional. Sampel penelitian ini berjumlah
sudah tumbuh pada satu roti tawar dari tiga 16 sampel yang diambil dari 8 populasi
sampel (33,3%) pada hari ke-3 dan dua pedagang roti tawar di Pasar Tradisional.
sampel lainnya baru teridentifikasi pada Teknik sampling yang digunakan adalah
hari ke-4 di suhu kamar (250℃-280℃), Purposive Sampling, di mana pengambilan
sedangkan pada suhu kulkas (100℃- sampel dilakukan atas pertimbangan yang
150℃) jamur baru terlihat tumbuh pada dibuat oleh peneliti yaitu jenis roti (ada
media agar Sabouraud pada hari ke-5 untuk kulit / tidak ada kulit) dan menjelang
ketiga merek roti tawar. Pada suhu kamar tanggal kadaluwarsa (1-2 hari). Metode
secara kasat mata perubahan warna pada yang digunakan adalah metode Isolasi
permukaan roti tawar sudah terlihat, Jamur Aspergillus sp dengan menggunakan
sedangkan pada suhu kulkas tidak terdapat media SDA (+) yang diinkubasi selama 2-7
perubahan warna di permukaan roti tawar hari. Prinsip pemeriksaan yaitu identifikasi
sampai hari ke-14 yang terjadi adalah menggunakan media SDA (+), kemudian
perubahan tekstur yang menjadi sedikit koloni yang tumbuh di determinasi secara
keras. makroskopis dan mikroskopis. Analisa
Berdasarkan latar belakang di atas, data dilakukan secara univariat dan
peneliti melihat roti semakin digemari oleh tabulasi silang. Penelitian ini dilakukan
semua kalangan, jika dulunya masyarakat pada bulan Maret sampai dengan Juni
Indonesia lebih memilih untuk sarapan tahun 2018. Waktu pengambilan data
pagi dengan nasi atau bubur. Roti pun dilakukan pada tanggal 31 Juni – 5 Mei
menjadi pilihan mereka untuk dikonsumsi 2018.
pada pagi hari, selain itu roti dijadikan Dalam melaksanakan penelitian ada
camilan dan biasanya sering menyimpan 4 prinsip-prinsip etika penelitian yang
roti berhari-hari, sehingga peneliti ingin peneliti terapkan yakni (1) Menghindari,
melakukan penelitian mengenai “Analisis mencegah dan meminimalkan timbulnya
bahaya, (2) Meminimalkan kerugian serta
penelitian ini tidak mengganggu privasi dilihat pada tabel sebagai berikut :
nara sumber.
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Jamur Kontaminan Pada Roti Tawar yang dijual
di Pasar Tradisional
No. Hasil Pemeriksaan Jumlah %
1 Positif 1 6,2
2 Negatif 15 93,8
Jumlah 16 100
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat Aspergillus sp. dan 15 sampel (93,8%) roti
diketahui bahwa dari 16 sampel roti tawar tawar tidak ditemukan jamur Aspergillus
yang dijual di Pasar Tradisional, terdapat 1 sp.
sampel (6,2%) roti tawar ditemukan jamur
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Jamur Kontaminan Pada Roti Tawar yang dijual
di Pasar Tradisional Berdasarkan Jenis Roti
Jenis Kontaminasi jamur
Jumlah
Roti Positif Negatif
n % n % N %
Ada Kulit 1 6,2 0 0 1 6,2
Tidak ada Kulit 0 0 15 93,8 15 93,8
Total 1 6,2 15 93,8 16 100
Berdasarkan tabel 2 di atas diperoleh sp dan 15 sampel roti tidak ada kulit
hasil bahwa, dari 16 sampel berdasarkan (93,8%) tidak ditemukan jamur Aspergillus
jenis roti tawar, terdapat 1 sampel roti ada sp.
kulit (6,2%) ditemukan jamur Aspergillus
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Jamur Kontaminan Pada Roti Tawar yang dijual di Pasar Tradisional
Berdasarkan Menjelang Masa Kadaluarsa
Kontaminasi jamur
Jumlah
Menjelang Masa Positif Negatif
Kadaluwarsa n % n % N %
1 hari 0 0 8 50 8 50
2 hari 1 6,2 7 43,8 8 50
Total 1 6,2 15 93,8 16 100
hari masa inkubasi, kisaran jumlah jamur Dari hasil penelitian di atas,
rata-rata adalah 7-10 x 104 koloni per menunjukkan bahwa terdapat 1 sampel roti
piring. Pertumbuhan jamur tidak diamati tawar yang ada kulitnya lebih cepat
selama dua hari pertama di semua sampel terkontaminasi jamur Aspergillus sp., hal
roti. Tetapi pertumbuhan jamur diamati ini disebabkan oleh bagian luar roti tawar
pada semua sampel dari hari keempat. lebih cepat terkena udara sehingga cepat
Jumlah jamur meningkat dengan hari-hari ditumbuhi oleh jamur dibandingkan bagian
penyimpanan. dalamnya.
Dari penelitian di atas menunjukkan Jamur Kontaminan Pada Roti Tawar
yang dijual di Pasar Tradisional
bahwa terdapat 1 sampel roti yang
Berdasarkan Menjelang Masa
terkontaminasi jamur, hal ini disebabkan Kadaluwarsa
Hasil yang diperoleh yakni tidak ada
roti yang terkontaminasi jamur ada banyak
sampel (0%) yang ditemukan jamur
faktor yang mempengaruhi, terutama cara
Aspergillus sp berdasarkan 1 hari
penyimpanan sehingga menyebabkan roti
menjelang masa kadaluwarsa. dan 1
cepat rusak yang berakibat penurunan
sampel (6,2%) ditemukan jamur
kualitas roti yang tidak layak konsumsi.
Aspergillus sp berdasarkan 2 hari
Jamur Kontaminan Pada Roti Tawar
yang dijual di Pasar Tradisional menjelang masa kadaluwarsa dari 8 sampel
Berdasarkan Jenis Roti
yang diteliti.
Dari penelitian ini diperoleh hasil,
Sedangkan sampel roti tawar yang
dari 16 sampel berdasarkan jenis roti
tidak ditemukan jamur Aspergillus sp yaitu
tawar, terdapat 1 sampel roti ada kulit
8 sampel (50%) yang menjelang 1 hari
(6,2%) ditemukan jamur Aspergillus sp dan
masa kadaluwarsa, dan 7 sampel (43,8%)
15 sampel roti tidak ada kulit (93,8%) tidak
yang menjelang 2 hari masa kadaluwarsa.
ditemukan jamur Aspergillus sp.
Hasil penelitian ini tidak begitu sejalan
Dari penelitian yang dilakukan oleh
dengan penelitian (Mizana, Suharti et al.
(Astuti 2015), Hasil penilaian pada
2016), menyatakan bahwa sekitar 66,7%
indikator karakteristik kulit dari sampel
jamur akan lebih mudah tumbuh pada roti
roti manis setelah dilakukan uji bahwa
tawar yang berada disuhu ruang.
bahwa ada pengaruh penggunaan suhu
Ada juga hasil penelitian dari
terhadap kualitas roti manis dilihat d ari
(Syaifuddin 2017), berdasarkan data hasil
aspek karakteristik kulit. Jamur bersifat
penelitian roti tawar yang memiliki masa
aerobik dan paling banyak atau lebih cepat
kadaluwarsa dua hari sebelum kadaluwarsa
tumbuh pada bagian luar permukaan bahan
ditemukan jamur Aspergillus flavus,
pangan yang tercemar. (Buckle 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Linna Fitriani*1, Yuni Krisnawati2, Msy Olivia Rega Anorda3, Ketri Lanjarini4
1,2,3,4 STKIP PGRI Lubuklinggau, Jl. Mayor Toha Kel. Air Kuti, Lubuklinggau 31626, Indonesia
ABSTRACT
This study aimed to determine the types and potential of macroscopic fungi in oil palm
plantations at PT Musi Lestari Plantation and PT Djuanda Sawit Plantation in Musi Rawas
Regency. This research is descriptive qualitative research. Sampling is done by using a
purposive sampling method with roaming techniques. The macroscopic fungal species found
in the field were made into wet herbarium and identified. The research data were analyzed
descriptively. The results of the study obtained 35 species. 35 species of macroscopic fungi
including Clitoybe dealbata, Clitoybe decembris, Collybia sp., Collybia chirata, Collybia
confluens, Collybia butyracea, Marasminus sp., Boletus sp., Hipholoma marginatum,
Pleurotus varreatus, Pleurotus ostreatus, Crepurususus spidus, Crepurususus sp. rameus,
Lactarius sp., Volvariella volvaceae, rhacodes Lepiota, Amanita fulva, Amanita virosa,
Parasola lactea, Auricularia polytricha, Spongipelis sp., Grivola sp., Grivola sp., Grivola sp.,
Fvom phomentarius, Ganoderma sp. , Panus sp., Coltricia sp., Coltricia perennes, Pycnoporus
cinnabarinus, Tulostoma sp., Lycoperdon gemmatum, Peziza repanda, and Peziza
vesiculosa. The conclusions of 35 species were found, belonging to 6 orders, 16 families, and
24 genera. 8 species or 23% macroscopic fungi can be consumed.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki
kelembapan tinggi sehingga memungkinkan untuk tumbuhnya berbagai tanaman dan
mikroorganisme dengan baik. Salah satu mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan
baik di Indonesia adalah jamur (Arifin, 2006). Jamur atau cendawan adalah
organisme heterotrofik. Mereka memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya
(Gandjar, 2006). Selain itu Darwis, dkk (2011) menyatakan bahwa jamur merupakan
organisme eukariotik, berspora, tidak berklorofil, bereproduksi secara seksual dan
aseksual, jamur berdasarkan ukuran tubuhnya ada yang makroskopis yaitu jamur
yang berukuran besar, sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang dan ada juga
jamur yang mikroskopis yaitu jamur yang berukuran kecil dan hanya dapat dilihat
dengan menggunakan alat bantu mikroskop. Jamur makroskopis memiliki struktur
umum yang terdiri atas bagian tubuh yaitu bilah, tudung, tangkai, cincin, dan volva.
Namun ada juga jamur makroskopis yang tidak memiliki salah satu bagian seperti
tidak bercincin (Alexopolus, dkk., 1996).
Jamur mempunyai peranan penting dalam ekosistem. Jamur merupakan
dekomposer (pengurai) dan menjadi penyeimbang keanekaragaman jenis hutan.
Jamur mampu menguraikan bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa, lignin,
protein, dan senyawa pati dengan bantuan enzim. Jamur menguraikan bahan organik
menjadi senyawa yang diserap dan digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan (Hasanuddin, 2014). Jamur secara luas dihargai di seluruh dunia
untuk nilai gizi dan pengobatan. Mereka memiliki rendah lemak, protein tinggi dan
vitamin. Jamur mengandung beberapa mineral dan elemen, serta sejumlah serat
makanan (Badalyan, 2012).
Secara alamiah jamur banyak dijumpai pada tempat dengan kondisi
lingkungan yang lembab. Jamur dapat ditemukan pada batang tumbuhan, di halaman
rumah setelah hujan, pada sisa makanan yang sudah basi dan di tempat-tempat basah
atau tempat yang kaya akan zat organik (Darwis, dkk., 2011). Jamur biasanya
tumbuh pada kondisi lingkungan yang teduh dan tingkat kelembapan yang cukup
tinggi, arus angin dan pencahayaan. Beberapa faktor lainnya adalah kebutuhan sinar
matahari tidak langsung, pada kondisi ini jamur dapat tumbuh dengan cepat, suhu
dan sirkulasi udara yang sejuk, dan kondisi lingkungan dataran rendah sangat cocok
untuk kehidupan jamur makroskopis Hidayati, dkk, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil
observasi pada 14 Mei 2017 di PT Perkebunan Hasil Musi Lestari (PHML) Kecamatan
BTS ULU Kabupaten Musi Rawas dan Perkebunan PT Djuanda Sawit, Kecamatan
Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas bahwa terdapat beberapa jenis jamur
makroskopis yang hidup dan tumbuh di perkebunan kelapa sawit. Jamur tersebut
antara lain Volvariella volvacea, Sclorederma aurantium dan Auricularia polytricha.
Hal ini dikarenakan lingkungan yang memadai untuk pertumbuhan dan
perkembangan jamur. Perkebunan kelapa sawit tidak hanya terdapat banyak pohon
kelapa sawit melainkan juga limbah pengolahan kelapa sawit seperti tandan kosong
kelapa sawit serta limbah dari perkebunannya sendiri seperti serasah, pelepah, serta
pohon yang sudah tumbang.
Berdasarkan hasil wawancara kepada masyarakat di sekitar perkebunan,
masyarakat sering mengkonsumsi beberapa jamur. Selain itu diketahui bahwa
penelitian mengenai jenis jamur makroskopis yang terdapat di dua PT perkebunan
kelapa sawit tersebut belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal yang telah diuraikan
serta peranan jamur yang sangat penting bagi kehidupan, maka dilakukanlah
penelitian dengan tujuan untuk menginventarisasi jamur dan potensi jamur
makroskopis yang terdapat di PT Djuanda Sawit Lestari di Kecamatan Muara Kelingi
Kabupaten Musi Rawas dan PT Perkebunan Hasil Musi Lestari (PHML) Kecamatan
BTS ULU Kabupaten Musi Rawas.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dengan menentukan lokasi
penelitian secara purposive areal sampling (Usman, 2006) yaitu teknik pengambilan
sampel didasarkan pada tujuan tertentu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni
sampai September 2017. Sampel jenis-jenis jamur makroskopis yang ditemukan di
lapangan dibungkus dan dimasukkan ke dalam amplop coklat untuk dibuat
herbarium basah. Pembuatan herbarium basah menggunakan alkohol 70% untuk
merendam spesimen di dalam toples (Darwis, dkk., 2009). Sebelum sampel diambil
dilakukan pemotretan. Identifikasi jenis jamur makroskopis menggunakan buku
acuan dari Mushrooms & Toadstools (Wilkinson, 1982) dan Introductory Mycology
(Alexopoulus, 1962). Untuk melengkapi data sampel penelitian, maka dilakukan
pengamatan faktor abiotik lingkungan, antara lain: pH, suhu, dan kelembapan udara.
Teknik wawancara juga digunakan untuk mengetahui jenis jamur yang dapat dan
tidak dapat dikonsumsi. Responden adalah masyarakat sekitar yang mengkonsumsi
jamur serta penjual jamur.
https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB 22
JURNAL BIOSILAMPARI: Volume 1, Number 1, 2018
ISSN: Print 2622-4275 Online 2622-7770
JURNAL BIOLOGI
https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB 24
JURNAL BIOSILAMPARI: Volume 1, Number 1, 2018
ISSN: Print 2622-4275 Online 2622-7770
JURNAL BIOLOGI
https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB 26
JURNAL BIOSILAMPARI: Volume 1, Number 1, 2018
ISSN: Print 2622-4275 Online 2622-7770
JURNAL BIOLOGI
dikandung jamur bisa mencapai hampir 2 kali lipat jumlah garam mineral dalam
sayur lainnya. Jumlah protein yang dikandung jamur mencapai 2 kali lipat dari
protein yang terdapat dalam asparagus, kol dan kentang, 4 kali dari tomat, wortel dan
6 kali lipat dari jeruk. Selain itu juga mengandung garam-garam besi, tembaga, kalium
dan kapur. Jamur juga kaya akan vitamin B dan vitamin D yang berasal dari substitusi
sinar matahari. Jamur beracun biasanya berwarna sangat mencolok, tidak terdapat
gigitan dari organisme lain dan biasanya berbau busuk karena mengandung senyawa
sulfida (Darwis dkk, 2011). Beberapa jamur dari hasil penelitian yang dapat
dikonsumsi menurut warga dan referensi yang ada antara lain Volvariella volvacea,
Pleurotus ostreatus, dan Peziza repanda.
Menurut Anggraini, dkk (2015) faktor lingkungan pada setiap spesies jamur
berbeda-beda. Pengukuran suhu tanah menunjukan kisaran 27oC-38oC. Hasil
pengukuran kelembapantanah menunjukkan kisaran 70%-80%. Seperti yang telah
peneliti ukur pada jamur Schyzophylum commune memiliki suhu tanah berkisar
23,9oC-26,3oC dengan kelembapantanah 75-82% sedangkan jamur Lenzites sp
tumbuh dengan suhu tanah 23,9oC dan 80% kelembapan tanah. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Hasanuddin (2014) bahwa jamur dapat tumbuh baik di daerah
beriklim dingin maupun panas dengan suhu tanah optimum antara 20oC-28oC.
Kedua perkebunan kelapa sawit merupakan daerah yang baik untuk
pertumbuhan jamur. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang sangat
mendukung yaitu pH 5,2-6,6; suhu 24,5oC-29oC dan kelembapan 85%-92%. Jamur
sangat cocok hidup di daerah yang teduh, sejuk dan lembab seperti yang terdapat
pada limbah tandan kosong kelapa sawit, pelepah lapuk, serasah daun dan tanah,
serta pohon kelapa sawit yang masih hidup maupun yang sudah mati. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hasanuddin (2014), jamur dapat tumbuh baik di daerah beriklim
dingin maupun panas dengan suhu optimum antara 20-280C. Beberapa faktor lainnya
adalah kebutuhan sinar matahari tidak langsung, kelembapan udara, suhu dan
sirkulasi udara. Jamur akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada suhu 160C,
kelembapan 97% serta pH optimum antara 5-7,5.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan yaitu: 1) Sebanyak 35
spesies teridentifikasi, yang tergolong kedalam 6 ordo, 16 family, dan 24 genus. 2)
sebanyak 8 spesies atau 23% jamur dapat dikonsumsi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian penelitian ini terutama kepada STKIP PGRI Lubuklinggau, PT Djuanda
Sawit Lestari di Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas dan PT Perkebunan
Hasil Musi Lestari (PHML) Kecamatan BTS ULU Kabupaten Musi Rawas.
REFERENSI
Alexopoulus, C.J., & Benneke, E.S. (1962). Introductory Mycologi. America: Burgess
Publishing Company.
Anggraini, K., Khotimah, S., & Turnip, M. (2015). Jenis-Jenis Jamur Makroskopis Di
Hutan Hujan Mas Desa Kawat Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau.
Jurnal Protobiont, 4(3), 60-64.
Arifin, Z. (2006). Kajian Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) dalam menekan
https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB 28
Vol. 6. No. 1
Ni Putu Nila Ristiari, Ketut Srie Marhaeni Julyasih, Ida Ayu Putu Suryanti
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui genus jamur mikroskopis yang terdapat
pada rizosfer tanaman jeruk siam (Citrus nobilis Lour.) di Kecamatan Kintamani, Bali.
Penelitian mengacu pada pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian
yaitu penelitian deskriptif. Subjek pada penelitian ini adalah seluruh jamur
mikroskopis pada rizosfer tanaman jeruk siam di perkebunan jeruk siam di Desa
Kintamani. Adapun objek pada penelitian adalah genus jamur mikroskopis pada
rizosfer tanaman jeruk siam yang diisolasi dari salah satu perkebunan jeruk siam di
Desa Kintamani. Tahapan penelitian terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan
analisis data. Hasil penelitian yakni melalui pengamatan makroskopis dan
mikroskopis diperoleh 12 isolat diantaranya berasal dari 4 genus yaitu Aspergillus (4
isolat), Penicillium (3 isolat), Mucor (1 isolat), dan Trichoderma (4 isolat).
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan yaitu 12 isolat jamur mikroskopis yang
ditemukan, memiliki karakteristik makroskopis dan mikroskopis yang berbeda-beda.
Abstract
This research was aimed to know the genus of microscopic fungi that was located in
the rhizosphere of siam citrus plants (Citrus nobilis Lour.) in Kintamani Sub-district,
Bali. The research refered to the qualitative research approach with the type was
descriptive research. The subjects in this research were all microscopic of fungi in the
rhizosphere of siam citrus plants from siam citrus plantation in Kintamani Village. The
objects of the research were the genus of microscopic fungi in rhizosphere of siam
citrus plants which were isolated from one of the siam citrus plantation in Kintamani
Village. The stages of research consisted of preparation stage, implementation, and
data analysis. The results of the research are through macroscopic and microscopic
observations, are obtained 12 isolates which come from 4 genus namely Aspergillus
(4 isolates), Penicillium (3 isolates), Mucor (1 isolate), and Trichoderma (4 isolates).
Based on these results, it can be conclude that 12 microscopic fungi isolates which
are found, have different macroscopic and microscopic characteristics.
10
Vol. 6. No. 1
Tabel 1. Genus jamur mikroskopis pada rizosfer tanaman jeruk siam Kintamani
Kode Isolat Jamur
Genus jamur mikroskopis
Mikroskopis
1 Aspergillus sp. Isolat A
2 Penicillium sp. Isolat A
3 Aspergillus sp. Isolat B
4 Trichoderma sp. Isolat A
5 Mucor sp.
6 Aspergillus sp. Isolat C
7 Trichoderma sp. Isolat B
8 Penicillium sp. Isolat B
9 Trichoderma sp. Isolat C
10 Aspergillus sp. Isolat D
11 Trichoderma sp. Isolat D
12 Penicillium sp. Isolat C
a a
c b
d
(A) (B) (C) (D)
Gambar 1. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis genus Aspergillus pengamatan pada hari ke-6:
A dan C: Karakteristik makroskopis jamur Aspergillus sp. Isolat A dan Aspergillus sp. Isolat B;
B dan D: Struktur mikroskopis perbesaran 400X (a: konidiofor, b: fialid, c: vesikel, d: konidia)
13
Vol. 6. No. 1
b
b
c
c
d
a a
d
(A) (B) (C) (D)
Gambar 2. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis genus Aspergillus pengamatan pada hari ke-6:
A dan C: Struktur makroskopis jamur Aspergillus sp. Isolat C dan Aspergillus sp. Isolat D;
B dan D: Struktur mikroskopis perbesaran 400X (a: konidiofor, b: konidia, c: fialid, d: vesikel)
14
Vol. 6. No. 1
a
a c
b
d
c
e
d e
b
(A) (B) (C) (D)
a
b
d
c
e
(E) (F)
Gambar 3. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis koloni Penicillium pada hari ke-6:
A, C, dan E: Karakteristik makroskopis jamur Penicillium sp. Isolat A, Penicillium sp. Isolat B,
dan Penicillium sp. Isolat C;
B, D, dan F: Karakteristik mikroskopis perbesaran 400X (a: konidia, b: fialid, c: metulae, d:
percabangan konidiofor, e: konidiofor)
Penicillium sp. Isolat A tampak sudah zaitun, terkadang kuning atau kemerah-
memenuhi cawan petri dan permukaan merahan, dan warna sebalik biasanya
koloni berwarna merah muda dengan putih berwarna kuning pucat, sedangkan bentuk
di tepinya pada hari ke-6 setelah inokulasi. mikroskopis jamur Penicillium sp. yaitu
Adapun Penicillium sp. Isolat B, mula-mula memiliki hifa yang hialin, konidia yang bulat,
permukaan koloni berwarna putih dan uniseluler, serta memiliki sekumpulan
kehijauan, kemudian menjadi berwarna fialid.
hijau botol dengan krem di tepinya serta Penicillium sp. dilaporkan dapat
terdapat struktur seperti serat kapas melindungi tanaman terhadap serangan
berwarna putih pada hari ke-6. Sedangkan patogen sekaligus meningkatkan
Penicillium sp. Isolat C, mula-mula terlihat pertumbuhan tanaman (Rozali, 2015).
berwarna hijau kecil ditengah serta Selain itu, Penicilium juga berperan sebagai
disekelilingnya berwarna putih, kemudian dekomposer yang dapat meningkatkan
setelah hari ke-6, koloni tampak berwarna kesuburan tanah (Purwati dan Hamidah,
dartmouth green dengan sedikit putih 2018). Menurut Yuleli (2009), Penicillium
ditepinya. Adapun pengamatan secara sp. merupakan mikroba tanah yang
mikroskopis yang ditunjukkan oleh ketiga berperan di dalam penyediaan unsur hara
genus yakni terdapat kesamaan pada yakni sebagai mikroba pelarut fosfat (P)
dinding konidia yaitu berdinding halus, dengan mengubah senyawa fosfat
dinding konidiofor halus, konidiofor anorganik tidak larut menjadi bentuk terlarut
bercabang, serta memiliki metulae serta (H2PO4¯) dan HPO42- sehingga dapat
fialid. Genus Penicillium memiliki hifa diserap tanaman. Mikroba dengan
bersepta dan hialin. Berdasarkan kemampuan melarutkan P yang tinggi,
identifikasi oleh Anggraeni dan Usman umumnya juga memiliki kemampuan tinggi
(2015), koloni Penicillium sp. awalnya dalam melarutkan kalium (K) (Wulandari, et
berwarna putih, kemudian berubah menjadi al. (2013).
biru kehijauan, abu-abu kehijauan, abu-abu
15
Vol. 6. No. 1
b
c
a
(A) (B)
Gambar 4. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis koloni Mucor sp. pada hari ke-6:
A: Karakteristik makroskopis jamur Mucor sp.
B: Karakteristik mikroskopis perbesaran 400X (a: spora, b: kolumela, c: sporangiofor)
16
Vol. 6. No. 1
c
b
b
a
a c
(A) (B) (C) (D)
Gambar 5. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis koloni Trichoderma pada hari ke-6:
A dan C: Karakteristik makroskopis jamur Trichoderma sp. Isolat A dan Trichoderma sp. Isolat B;
B dan D: Karakteristik mikroskopis perbesaran 400X (a: konidiofor, b: fialid, c: konidia)
b
a
c c
a
(A) (B) (C) (D)
Gambar 6. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis koloni Trichoderma pada hari ke-6:
A dan C: Karakteristik makroskopis jamur Trichoderma sp. Isolat C dan Trichoderma sp. Isolat D;
B dan D: Karakteristik mikroskopis perbesaran 400X (a: konidiofor, b: fialid, c: konidia)
Koloni dari genus ini terlihat memiliki cawan petri. Berbeda dengan genus
struktur garis konsentris yang teratur saat Trichoderma
namun sp. Isolat satu
terdapat A dan Isolat
isolat yangB,
ditumbuhkan di medium PDA. Ketiga isolat koloni genus Trichoderma sp.
memiliki warna permukaan yang didominasi Isolat C
dari genus ini menunjukkan warna dengan warna awal koloni
warna putih dengan campuran sedikit hijau.yakni hijau
permukaan koloni yang didominasi oleh ditengah dengan putih kehijauan ditepinya,
warna hijau yang bercampur sedikit putih, setelah 6 HSI (Hari Setelah Inokulasi),
namun terdapat satu isolat yang memiliki koloni tampak berwarna castleton green
warna permukaan yang didominasi warna bercampur
Pada awal putih.
inkubasi,Adapun
yakni hari koloni
ke-3,
putih dengan campuran sedikit hijau. koloni genus Trichoderma sp.masih
Trichoderma sp. Isolat D Isolat tampak
A yang
Pada awal inkubasi, koloni berwarna
telah putih krem
dipurifikasi dan setelah
di medium PDA, hari ke-6,
hampir
Trichoderma sp. Isolat A yang telah warna putih masih dominan
memenuhi permukaan cawan petri dan dan terdapat
dipurifikasi di medium PDA, mula-mula sedikit campuran
mula-mula hijau, serta
warna permukaan telah
koloni yakni
warna permukaan koloni yakni putih memenuhi
putih dengan seluruh
hijaupermukaan
di bagiancawan petri.
tengahnya,
dengan hijau di bagian tengahnya, Persamaan karakteristik
kemudian pada 6 HSI (Hari Setelah mikroskopis
kemudian pada 6 HSI (Hari Setelah yang ditunjukkan
Inokulasi), tampak olehberwanakeempat
cadmium genus ini
green
Inokulasi), tampak berwana cadmium green yakni terletak pada dinding
bercampur putih dengan cadmium green di konidia yaitu
bercampur putih dengan cadmium green di berdindingserta
tepinya halus,koloni
dindingsudah
konidiofor halus,
memenuhi
tepinya
Koloniserta
dari koloni
genus ini sudah
terlihatmemenuhi
memiliki konidiofor bercabang, serta memiliki
cawan petri. Berikutnya genus Trichoderma fialid.
cawan petri. Berikutnya genus Trichoderma
struktur garis konsentris yang teratur saat Genus
sp. Trichoderma
Isolat B, yang memiliki
berwarnahifa bersepta
putih serta
sp. Isolat B,di yang
ditumbuhkan medium berwarna putihisolat
PDA. Ketiga dan dan hialin. Menurut Noerfitryani
memenuhi dua per tiga luas permukaan dan
setelah 6 HSI (Hari Setelah
dari genus ini menunjukkan warna Inokulasi), Hamzah (2018), ciri-ciri
cawan petri pada 3 HSI (Hari Setelah morfologi
koloni tampak
permukaan koloniberwarna hunter
yang didominasi green
oleh makroskopik
Inokulasi), dancendawan
setelah 6 Trichoderma
HSI (Hari Setelah pada
c
bercampur
warna hijau putih
yang serta sudah sedikit
bercampur memenuhiputih, media PDA, yakni permukaan berwarna
Inokulasi), koloni tampak berwarna hunter
17
Vol. 6. No. 1
hijau terang hingga hijau gelap, tekstur Pengetahuan Alam, Univesitas Pendidikan
seperti kapas, memiliki zonasi konsentris, Ganesha.
sedangkan ciri-ciri mikroskopik konidia
berbentuk bulat, dengan hifa bersepta dan DAFTAR PUSTAKA
hialin. Anggraeni, D. N. dan M. Usman. 2015. “Uji
Trichoderma spp. merupakan jamur Aktivitas dan Identifikasi Jamur
saprofit tanah yang secara alami Rhizosfer pada Tanah Perakaran
menyerang banyak jenis jamur patogen Tanaman Pisang (Musa paradisiaca)
penyebab penyakit tanaman, memiliki terhadap Jamur Fusarium”. BioLink,
spektrum pengendalian yang luas, serta Volume 1, Nomor 2 (hlm. 89-98),
memiliki pertumbuhan yang cepat (Berlian, Januari 2015, p-ISSN: 2356- 458X e-
et al., 2013). Menurut penelitian Suciatmih ISSN: 2550-1305.
(2001), Trichoderma juga termasuk
pendegradasi selulosa dan fosfat. Barnet, H. L. dan B. B. Hunter. 1998.
Illustrated Genera of Imperfect Fungi
Trichoderma merupakan mikroba yang
mampu menghasilkan ketiga komponen Fourth Edition. Amerika: American
selulase, diantaranya selobiohidrolase, Phytopathological Society.
endoglukanase, dan p-glukosidase, Berlian, I., B. Setyawan, dan H. Hadi. 2013.
sehingga genus ini sering disebut selulolitik “Mekanisme Antagonisme
sejati, disamping itu, Trichoderma diketahui Trichoderma spp. terhadap Beberapa
mampu menghasilkan hormon tumbuh Patogen Tular Tanah”. Warta
sehingga dapat memacu pertumbuhan Perkaretan, Volume 32, Nomor 2
tanaman (Salma dan Gunarto, 1999). (hlm. 74-82).
Ellis, D., S. Davis, H. Alexiou, R. Handke,
SIMPULAN DAN SARAN
dan R. Bartley. 2007. Description of
Berdasarkan hasil penelitian,
Medical Fungi Second Edition.
diperoleh simpulan yakni terdapat 12 isolat
Adelaide: Nexus Print Solution.
jamur mikroskopis yang diisolasi dari
rizosfer tanaman jeruk siam Kintamani, Fety, S. Khotimah, dan Mukarlina. 2015.
yang berasal dari 4 genus yakni genus “Uji Antagonis Jamur Rizosfer Isolat
Aspergillus (4 isolat), Penicillium (3 isolat), Lokal terhadap Phytophthora sp. yang
Mucor (1 isolat), dan Trichoderma (4 isolat), Diisolasi dari Batang Langsat
dimana masing-masing memiliki (Lansium domesticum Corr.)”.
karakteristik makroskopis dan mikroskopis Protobiont, Volume 4, Nomor 1 (hlm.
yang berbeda-beda. 218-225).
Berkaitan dengan penelitian yang
Furi, T. N. 2018. Uji Antagonis Fungi
telah dilaksanakan, berikut saran yang
Endofit Trichoderma sp. dan Mucor
ditujukan bagi peneliti yang ingin
sp. terhadap Fungi Patogen
mempelajari lebih dalam mengenai jamur
Penyebab Bercak Daun (Leaf Spot)
mikroskopis pada rizosfer jeruk siam
pada tanaman Stroberi (Fragaria x
Kintamani, maka perlu dilakukan penelitian
ananassa). Skripsi. Malang:
lebih lanjut terkait identifikasi hingga tingkat
Universitas Islam Negeri Maulana
spesies terhadap jamur rizosfer jeruk siam
Malik Ibrahim.
Kintamani tersebut.
Gandjar, I., R. A. Samson, K. van den
UCAPAN TERIMAKASIH Tweel-Vermeulen, A. Oetari, dan I.
Penulis mengucapkan terimakasih Santoso. 1999. Pengenalan Kapang
kepada Laboran Jurusan Biologi dan Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Perikanan Kelautan yang telah membantu Indonesia.
serta memfasilitasi selama penelitian ini Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, dan A. Oetari.
berlangsung di Laboratorium Mikrobiologi, 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Fakultas Matematika dan Ilmu
18
Vol. 6. No. 1
19
Hasil Penelitian Diterima 1-08-2021 Disetujui 15-10-2021
MANFAAT JAMUR KONSUMSI (EDIBLE MUSHROOM) DILIHAT DARI KANDUNGAN
NUTRISI SERTA PERANNYA DALAM KESEHATAN
Netty Widyastuti1*, Donowati Tjokrokusumo1
1Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
ABSTRAK: Beberapa jamur konsumsi (edible mushrooms) adalah makanan berharga yang populer karena
rendah kalori, karbohidrat, lemak, dan natrium, bebas kolesterol. Jamur konsumsi memberikan nutrisi penting,
termasuk selenium, kalium, riboflavin, niasin, vitamin D, protein, dan serat. Sepanjang sejarah, jamur konsumsi
sebagai sumber makanan, juga berfungsi dalam penyembuhan dalam pengobatan tradisional. Telah dibuktikan
bahwa jamur mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan untuk pengobatan beberapa penyakit. Banyak
sifat nutraceutical dalam jamur, seperti pencegahan atau pengobatan Parkinson, Alzheimer, hipertensi, dan
risiko tinggi stroke. Jamur juga digunakan untuk mengurangi kemungkinan invasi kanker dan metastasis
sebagai antitumor. Jamur sebagai antibakteri, penambah sistem kekebalan tubuh dan penurun kolesterol; selain
itu, jamur juga sebagai sumber senyawa bioaktif. Karena sifat-sifat ini, beberapa ekstrak jamur digunakan untuk
meningkatkan kesehatan manusia dan sebagai makanan suplemen.
Kata Kunci: jamur konsumsi, nutrisi, kesehatan
ABSTRACT: Edible mushrooms are popular valuable foods because they are low in calories, carbohydrates, fat, and
sodium: also, they are free of cholesterol. Edible mushrooms provide important nutrients, including selenium,
potassium, riboflavin, niacin, vitamin D, proteins, and fiber. All together with a long history as food source,
mushrooms are important for their healing capacities and properties in traditional medicine. It has reported
beneficial effects for health and treatment of some diseases. Many nutraceutical properties are described in
mushrooms, such as prevention or treatment of Parkinson, Alzheimer, hypertension, and high risk of stroke. They
are also utilized to reduce the likelihood of cancer invasion and metastasis due to antitumoral attributes.
Mushrooms act as antibacterial, immune system enhancer and cholesterol lowering agents; additionally, they are
important sources of bioactive compounds. As a result of these properties, some mushroom extracts are used to
promote human health and are found as dietary supplements.
Keywords: edible mushroom, nutrition, health
meningkat, Cina menjadi produsen terbesar di penting asam amino esensial dan serat, lemak
dunia (Chang and Miles, 2008) . Namun, jamur liar miskin tetapi dengan kandungan asam lemak
menjadi lebih penting karena karakteristik penting yang sangat baik (Tabel 1). Selain itu,
nutrisi, sensorik, dan terutama farmakologis jamur yang dapat dimakan memberikan
(Ergonul et al., 2013). Jamur bisa menjadi sumber kandungan vitamin yang signifikan secara nutrisi
alternatif senyawa antimikroba baru, terutama (B1, B2, B12, C, D, dan E) (Mattila et al., 2001).
metabolit sekunder, seperti terpen, steroid, Dengan demikian, mereka dapat menjadi sumber
antrakuinon, turunan asam benzoat, dan yang sangat baik dari banyak nutraceutical yang
kuinolon, tetapi juga dari beberapa metabolit berbeda dan dapat digunakan secara langsung
primer seperti asam oksalat, peptida, dan protein. dalam makanan manusia dan untuk
Lentinus edodes adalah spesies yang paling meningkatkan kesehatan untuk efek sinergis dari
banyak dipelajari dan tampaknya memiliki aksi semua senyawa bioaktif yang ada ( Pereira et al.,
antimikroba terhadap bakteri gram positif dan 2012).
gram negatif (Alves et al., 2012).
Mereka memiliki nilai gizi yang besar karena
mereka cukup kaya protein, dengan kandungan
Sumber: https://www.hindawi.com/journals/ijmicro/2015/376387/tab1/
leusin, isoleusin, histidin, dan fenilalanin. 72% Di Asia, Ganoderma telah diberikan selama
lemak dalam jamur tiram adalah asam lemak berabad-abad sebagai pengobatan untuk kanker;
tidak jenuh sehingga aman dikonsumsi baik yang itu menunjukkan efek antikanker sendiri atau
menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) dalam kombinasi dengan kemoterapi dan
maupun gangguan metabolisme lipid lainnya. radioterapi. Ganoderma mengurangi viabilitas sel
28% asam lemak jenuh serta adanya semacam kanker manusia, menginduksi apoptosis sel,
polisakarida kitin di dalam jamur tiram diduga menghambat proliferasi sel, menekan motilitas
menimbulkan rasa enak. Jamur tiram juga sel kanker payudara dan prostat invasif, dan
mengandung vitamin penting, terutama vitamin mencegah timbulnya berbagai jenis kanker (Xie
B, C dan D. vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 et al., 2006). (Chen dan Zhong,2011) melaporkan
(riboflavin), niasin dan provitamin D2 penghambatan invasi tumor, metastasis dan
(ergosterol), dalam jamur tiram cukup tinggi. adhesi sel, promosi agregasi sel, dan penindasan
Mineral utama tertinggi adalah Kalium, Fosfor, migrasi sel dalam garis sel tumor usus manusia.
Natrium, Kalsium, dan Magnesium. Mineral Selain itu, (Ye et al., 2009) melaporkan aksi
utama tertinggi adalah : Zn, Fe, Mn, Mo, Co, Pb. antitumor in vitro terhadap leukemia limfositik
Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Me mencapai 56-70% tikus, dan (Lai et al., 2010) melaporkan
dari total abu dengan kadar K mencapai 45%. penekanan karsinoma serviks epidermoid.
Mineral mikroelemen yang bersifat logam dalam Polisakarida yang larut dalam air dari Ganoderma
jarum tiram kandungannya rendah, sehingga bertindak lebih dari 20 jenis kanker dan sangat
jamur ini aman dikonsumsi setiap hari. Dan yang menghambat pertumbuhan tumor (Zhou et al.,
penting, jamur tiram mengandung asam glutamat 2007). Polisakarida aktif biologis utama dari
yang menimbulkan rasa gurih pada masakan Ganoderma adalah β-glukan, dan aktivitas
(Widyastuti, 2016). antikanker dan antimetastatik adalah karena
polisakarida dan komponen triterpenoidnya.
Senyawa ini dapat dikaitkan dengan aktivitas
imunostimulasi dan kapasitas antioksidannya. Ini
juga mengandung sejumlah besar protein dan
peptida dengan aktivitas biologis, seperti lektin,
protein inaktivasi ribosom, protein antimikroba,
ribonuklease, dan lakase, yang penting untuk
aktivitas kehidupan dan juga menunjukkan efek
imunomodulator dan antitumor (Zhou et al.,
2007).
Sejumlah besar informasi ilmiah tentang
komponen bioaktif dan sifat farmakologis,
Gambar 2. Pleurotus ostreatus (jamur tiram) terutama tentang potensi antikanker Ganoderma,
Sumber : https://digital-meter- tersedia; itu difokuskan pada efek antikanker,
indonesia.com/karakteristik-jamur-tiram/ regulasi siklus sel, dan pensinyalan sel ( Zhou et
al., 2007). Selain itu, (Weng dan Yen, 2010)
mempelajari aktivitas penghambatan terhadap
Ganoderma perilaku invasif dan metastasis (yaitu, adhesi,
Jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) migrasi, dan angiogenesis) di berbagai sel kanker
merupakan salah satu simplisia yang banyak secara in vitro atau ditanamkan pada tikus.Saat
digunakan oleh masyarakat sebagai pengobatan ini, Ganoderma diakui sebagai adjuvan alternatif
alternatif untuk menurunkan tekanan darah dan dalam pengobatan leukemia, karsinoma,
kadar gula dalam darah. Khasiat tanaman hepatitis, dan diabetes, serta penambah sistem
tersebut disebabkan oleh adanya senyawa kimia kekebalan tubuh dengan manfaat kesehatan.
yang dikandungnya. Menurut Jaelani (2008) Secara umum, aman digunakan untuk jangka
bahwa zat utama yang terkandung dalam jamur waktu yang lama (Zhou et al., 2012). Serbuk
lingzhi adalah ganodermin, ganoderan, asam kering dan ekstrak air / etanol dari G. lucidum
ganodermin, triterpenoid, adenosin, digunakan di seluruh dunia sebagai suplemen
peptidaglukan, germanium dan polisakarida makanan (Stanley et al., 2005). (Boh , 2012 )
(betaglukan). Kandungan lain dari jamur lingzhi mempelajari sekitar 270 paten untuk tubuh buah
yaitu thiamin, riboflavin, niasin, dan biotin juga dan metode penanaman miselia Ganoderma
mineral antara lain seperti kalium, fosfor, lucidum, jamur basidiomycete dengan efek
kalsium, natrium, tembaga dan magnesium. antikanker yang kuat. Boh menyimpulkan bahwa
J. Teknol. Pangan Kes., 3(2), hal. 92-100 95
Widyastuti dan Tjokrokusumo (2021) Manfaat Jamur Konsumsi (Edible Mushroom) …
aktivitas antikanker jamur ini dapat dikaitkan dilaporkan sebagai pelindung organ, serta dengan
dengan setidaknya lima kelompok mekanisme: efek perlindungan untuk penyakit jantung, hati,
(1) aktivasi / modulasi respon imun host, dan ginjal. Juga, C. sinensis memiliki efek sedatif
(2) sitotoksisitas langsung ke sel kanker, pada sistem saraf pusat (Zhou et al., 2009).
(3)penghambatan tumor- diinduksi angiogenesis, Antrodia cinnanomea adalah jamur obat asli
(4) penghambatan proliferasi sel kanker dan Taiwan dengan berbagai senyawa fungsional dan
perilaku metastasis invasif, dan total 105 aplikasi paten Taiwan. Produk
(5)penonaktifan karsinogen dengan komersial yang berbeda dibuat dengan jamur ini
perlindungan sel. dan telah digunakan untuk mengobati keracunan
makanan dan obat, diare, sakit perut, hipertensi,
gatal-gatal pada kulit, dan kanker (Chen et al.,
2013) Panellus serotinus (Mukitake) sangat luar
biasa di Jepang sebagai salah satu jamur yang
paling enak dimakan. Penggunaan jamur ini
membantu mencegah perkembangan penyakit
hati berlemak nonalkohol ( Inoue et al., 2013).
Jamur kuping
Gambar 3. Ganoderma lucidum Jamur kuping (Auricularia auricula)
Sumber : fieldforest.net merupakan jenis jamur yang makroskopis dan
jamur ini aman untuk dikonsumsi. Seringkali
Jamur lainnya masyarakat yang memanfaatkan jamur ini
Beberapa jenis jamur lain juga dapat dimakan sebagai sayuran yang lezat dengan berbagai
dan memiliki manfaat kesehatan. Trametes macam masakan yang lezat, seperti tumisan,
versicolor telah terbukti meningkatkan potensi sayur lodeh, dan untuk campuran sup.
kemopreventif menghambat pertumbuhan Berbeda halnya dengan jamur merang, jamur
beberapa garis sel kanker manusia, bertindak kuping cenderung memiliki warna yang gelap,
sebagai pembantu dalam pencegahan kanker yaitu coklat dan dengan bentuk yang kenyal.
payudara dan memiliki nilai IC50 yang signifikan Jamur kuping memiliki kandungan nutrisi yang
(Standish et al.,2008). Grifola frondosa baik untuk tubuh, diantaranya lemak, protein,
dipromosikan sebagai agen antikanker, terutama serat, abu, energi, vitamin B, vitamin C, dan juga
pada karsinoma lambung manusia, efek tersebut meneral.
dihasilkan dari induksi apoptosis sel dan secara Sebagian besar spesies Auricularia dapat
signifikan dapat mempercepat aktivitas dimakan dan ditanam secara komersial di
antikanker (Shi et al., 2007). Cina. A. polytricha memiliki sifat obat yang
Dalam konteks ini, dapat disebutkan bahwa
potensial dan dianggap efektif untuk
Cordyceps militaris memiliki beberapa efek
menurunkan kolesterol LDL dan plak
menguntungkan dan digunakan untuk berbagai
keperluan pengobatan. Ini bertindak sebagai aterosklerotik aorta; juga memiliki aktivitas
senyawa antitumor, antiproliferatif, antitumor dan antikoagulan. Selain itu, A.
antimetastatik, insektisida, dan antibakteri. Lebih auricula-judae adalah bahan yang populer di
dari 21 efek menguntungkan yang disetujui banyak masakan Cina; telah digunakan
secara klinis untuk kesehatan manusia telah sebagai tonik darah dan telah menunjukkan
ditemukan dalam jamur ini (Ng and Wang, 2005). sifat antitumor, hipoglikemik, antikoagulan,
Ekstrak C. militaris telah digunakan untuk efek dan penurun kolesterol (Reza et al., 2013).
imunomodulator dan anti-inflamasi. Selain itu, ini
juga merupakan bahan pencegahan kanker dan
efektif terhadap bronkitis kronis, influenza A, dan
infeksi virus (Rao et al., 2010).
Cordyceps sinensis mengandung zat yang
disebut cordycepin, asam cordycepic, dengan
aplikasi terapeutik seperti efek peningkatan
pemanfaatan oksigen, produksi ATP, dan
stabilisasi metabolisme gula darah. Selain itu, ia Gambar 4. Auricularia auricula (jamur
memiliki fungsi antibakteri, mengurangi asma, kuping)
dan menurunkan tekanan darah. Di sisi lain, telah Kompasiana.com
Jang, M.-S., Hee-Yeon P., Hideki U., and Toshiaki O., nutritional inventory of Portuguese wild
2009. Antioxidative Effects of Mushroom edible mushrooms in different habitats. Food
Flammulina velutipes Extract On Chemistry, 130(2):394–403.
Polyunsaturated Oils In Oil-in-water Emulsion. Rao,Y. K., Fang, S.-H., Wu, W.-S., and Tzeng,Y.-M.
Food Sci. Biotechnol. 18(3):604-609. ,2010. Constituents isolated from Cordyceps
Jayakumar, T., Sakthivel, M., Thomas, P. A., and militaris suppress enhanced inflammatory
Geraldine, P. , 2008. Pleurotus ostreatus, an mediator's production and human cancer cell
oyster mushroom, decreases the oxidative proliferation. Journal of Ethnopharmacology,
stress induced by carbon tetrachloride in rat 131(2):363–367.
kidneys, heart and brain. Chemico-Biological Reza, M. A., Hossain, M. A., Lee, S. J., et al.,2014.
Interactions, 176(2-3):108–120. Dichlormethane extract of the jelly ear
Kim, H.-Y., Kim, J.-H., Yang, S.-B., et al., 2007. A mushroom Auricularia auricula-judae (higher
polysaccharide extracted from rice bran Basidiomycetes) inhibits tumor cell growth in
fermented with Lentinus edodes enhances vitro. International Journal of Medicinal
natural killer cell activity and exhibits Mushrooms,16(1):37–47.
anticancer effects. Journal of Medicinal Food, Shi, B. J., Nie, X. H., Chen, L. Z., Liu, Y. L., and Tao,
10(1):25–31. W.Y., 2007. Anticancer activities of a
Kim, Y.W., Kim, K.H., Choi, N.H.J., Lee, D.S.,2005. chemically sulfated polysaccharide obtained
Anti-diabetic activity of betaglucans and their from Grifola frondosa and its combination with
enzymatically hydrolyzed oligosaccharides 5-fluorouracil against human gastric
from Agaricus blazei. J Biotechnol Lett 27(7):7- carcinoma cells. Carbohydrate Polymers,
483. URL: http://www.ncbi.nl-m.nih.gov / 68(4):687–692.
pubmed/15928854. Standish, L. J., Wenner, C. A., Sweet, E. S., et al.,
Lai, L. K., Abidin, N. Z., Abdullah, N., and 2008. Trametes versicolor mushroom immune
Sabaratnam, V., 2010. Anti-human therapy in breast cancer. Journal of the Society
papillomavirus (HPV) 16 E6 activity of Ling Zhi for Integrative Oncology, 6(3):122–128.
or Reishi medicinal mushroom, Ganoderma Stanley, G., Harvey, K., Slivova, V., Jiang, J., and
lucidum (W. Curt.: Fr.) P. Karst. Sliva, D.,2005. Ganoderma lucidum suppresses
(Aphyllophoromycetideae) extracts. angiogenesis through the inhibition of
International Journal of Medicinal Mushrooms, secretion of VEGF and TGF-β1 from prostate
12(3):279–286. cancer cells. Biochemical and Biophysical
Mahajna, J., Dotan, N., Zaidman, B.Z., Petrova, R.D., Research Communications, 330(1):46–52.
and Wasser, S.P., 2009. Pharmacological Takaku, T., Kimura, Y., and Okuda, H., 2001.
values of medicinal mushrooms for prostate Isolation of an antitumor compound from
cancer therapy: the case of Ganoderma Agaricus blazei Murill and its mechanism of
lucidum. Nutrition and Cancer 61(1):16-26. action. Journal of Nutrition, 131(5):1409–
Manzi, P. and Pizzoferrato, L., 2000. Beta-glucans 1413.
in edible mushrooms. Food Chemistry, Thetsrimuang, C., Khammuang, S., Chiablaem, K.,
68(3):315–318. Srisomsap, C., and Sarnthima, R., 2011.
Martin, P., 2010. Medicinal Mushrooms: A Clinical Antioxidant properties and cytotoxicity of
Guide. Mycology Press. UK. crude polysaccharides from Lentinus
Mattila, P., Konko, K., Eurula, M. et al., 2001. polychrous Lev. Food Chemistry, 128(3):634–
Contents of vitamins, mineral elements, and 639.
some phenolic compounds in cultivated Wang, J.-C., Hu,S.-H., Liang, Z.-C., and Yeh, C.-J.,
mushrooms. Journal of Agricultural and Food 2005. Optimization for the production of
Chemistry, 49(5):2343–2348. water-soluble polysaccharide from Pleurotus
Mowsumi,F.R., and Choudhury, M.B.K.,2010. citrinopileatus in submerged culture and its
Oyster Mushroom: Biochemical and Medicinal antitumor effect. Applied Microbiology and
Prospects Bangladesh. J.Med Biochem: Biotechnology, 67(6):759–766.
3(1):23-28 Wasser, S.P., 2002. Medicinal mushrooms as a
Ng., T. B., and Wang, H. X. ,2005. Pharmacological source of antitumour and immunomodulating
actions of Cordyceps, a prized folk medicine. polysaccharides. Appl Microbiol
Journal of Pharmacy and Pharmacology, Biotechnol.60:258–74.
57(12):1509–1519. Weng, C.-J., and Yen, G.-C., 2010. The in vitro and
Pereira, E., Barros, L., Martins, A., and Ferreira, I. in vivo experimental evidences disclose the
C. F. R. ,2012. Towards chemical and chemopreventive effects of Ganoderma
J. Teknol. Pangan Kes., 3(2), hal. 92-100 99
Widyastuti dan Tjokrokusumo (2021) Manfaat Jamur Konsumsi (Edible Mushroom) …
lucidum on cancer invasion and metastasis. Yeh, M.Y., Ko, W.C., and Lin, L.Y., 2014.
Clinical and Experimental Metastasis, Hypolipidemic and antioxidant activity of
27(5):361–369. enoki mushrooms (Flammulinavelutipes).
Widyastuti, N., 2013. Pengolahan Jamur Tiram Biomed. Res. Int. 2014,
(PleurotusL ostreatus) Sebagai Alternatif 352385.doi:10.1155/2014/352385.
Pemenuhan Nutrisi. JSTI BPPT 15(3):1-7. Zhou, X. W., Su, K. Q., and Zhang, Y. M., 2012.
Widyastuti, N., Donowati, dan Giarni, R., 2016. Applied modern biotechnology for cultivation
Heavy Metals Content of the Healthy Drink of Ganoderma and development of their
from Local Oyster Mushroom (Pleurotus products. Applied Microbiology and
ostreatus) with Centrifuge Separation Biotechnology, vol. 93(3):941–963.
Extortion. International Conference on Food, Zhou, X., Gong, Z., Su, Y., Lin, J., and Tang, K., 2009.
Agriculture, & Culinary Tourism, ICFACT, Cordyceps fungi: natural products,
Samarinda 4-6 August 2015.ISBN 978-602- pharmacological functions and developmental
19230-8-5. Hal 75-80. products. Journal of Pharmacy and
Wikipedia, 2017. Pharmacology, vol. 61(3):279–291.
https://id.wikipedia.org/wiki/Jamur_merang Zhou, X., Lin, J., Yin, Y., Zhao, J., Sun, X., and Tang,
(diakses pada 26 Desember 2021, jam 14:16). K., 2007. Ganodermataceae: natural products
Xie, J. T., Wang, C. Z., Wicks, S., et al., 2006. and their related pharmacological functions.
Ganoderma lucidum extract inhibits The American Journal of Chinese Medicine, vol.
proliferation of SW 480 human colorectal 35(4):559–574.
cancer cells. Experimental Oncology,
28(1):25–29.
Ye, L, Zhang, J., Zhou, S., Wang, S., Wu, D., and Pan,
Y., 2009. Preparation of a novel sulfated
glycopeptide complex and inhibiting L1210
cell lines property in vitro. Carbohydrate
Polymers, 77(2):276–279.