Anda di halaman 1dari 35

MALARIA FALCIPARUM

Disusun Oleh :
dr. Titik Fadhilah

Pembimbing :
dr. Ria Katarina Adiarsih, MKK, MARS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
KOTA JAKARTA
OKTOBER 2021
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Telah dipresentasikan laporan kasus oleh :


Nama : dr. Titik Fadhilah
Kasus : Malaria Falciparum
Topik : Ilmu Penyakit Infeksi Tropik
Nama Pendamping : dr. Ria Katarina Adiarsih, MKK, MARS
Nama Wahana : RS Haji Jakarta
Hari/Tanggal : Jumat, 8 Oktober 2021
DPJP : dr. RR, Rahayu, Sp.PD, FINASIM

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,

Dokter Internsip Dokter Pendamping

dr. Titik Fadhilah dr. Ria Katarina Adiarsih, MKK, MARS


BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Hendry
Tanggal Lahir : 22 Oktober 1975
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl Swatantra II No 2A
Tanggal Masuk RS : 4 September 2021
No Rekam Medis : 635328

II. Anamnesis ( Alloanamnesis 5 September 2021)


Keluhan Utama : Demam mengigil

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke UGD RS Haji dengan keluhan demam sejak 5 hr smrs. Demam
terjadi terus menerus, disertai beberapa periode menggigil selama 20-30 menit dan
berkeringat dingin lalu suhu kembali normal. Keluhan lain seperti nyeri kepala, nyeri
otot, badan terasa lemas dan nafsu makan menurun, mual muntah juga dirasakan.
Keluhan seperti buang air besar cair atau kesulitan buang air besar , tinja berwarna
hitam, gusi berdarah, muncul ruam pada kulit, batuk pilek, sesak nafas disangkal oleh
pasien. Terdapat riwayat berpergian dan tinggal di daerah endemis malaria (papua).
Pasien pulang ke Jakarta kurang lebih 2 minggu sebelum demam muncul. Riwayat
penurunan kesadaran disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan yang sama diakui
Riwayat malaria vivax
Riwayat Covid19 disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes disangkal
Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga om meninggal 1 bulan yang lalu karena
malaria

Riwayat social ekonomi :


Pasien memiliki kebiasan makan makanan yang bergizi, merokok (-)
Pasien menggunakan biaya pengobatan dengan umum kelas I, kesan social ekonomi
cukup.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum tampak sakit sedang
Kesadaran compos mentis E4M6V5
Tekanan darah : 103/64 mmHg
Nadi : 92 x/m regular adekuat
Suhu : 36.6 C
RR : 20 x/m
Saturasi O2 : 99 % room air
BB : 62 kg
TB : 170 cm

Status Generalis :
Kepala : Mesosefal
Mata : Mata cowong (-/-), conj palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis,
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-), ronki -/-, wheezing -/-
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak,
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm sebelah medial LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk simetris, datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Dinding perut simetris, supel , Massa (-), Nyeri tekan (+) kuadran
kanan atas, epigastrik
Perkusi : timpani (+), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2 dtik

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 4 September 2021
Pemeriksaaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hb 12.2 g/dl 13.2-17.3
Ht 38 % 40-52
3
Leukosit 7.92 10 /Nl 3.8-10.5
2
Trombosit 112 L 10 /Nl 150-440
Hitung jenis leukosit
Basophil 0 0-1
Eosinophil 0L % 2-4
Batang 0L 3-5
Segmen 74 H 50-70
Limfosit 16 L 25-40
Monosit 10 H 2-8
Imunologi
SarsCov2 Antigen Negative Negatif

Hasil Laboraturium
Tanggal 5 September 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Kimia Klinik
SGOT 50H U/L 0-35
SGPT 35H U/L 0-35
GDS 83 Mg/dl 70-200
Ureum 41 Mg/dl 20-40
Kreatinin 1.2 Mg/dl 0.5-1.5

Rongen thorak AP/lateral


Tanggal 4 September 2021

Kesan :
Tak tampak kelaianan pulmo/cor
Pemeriksaan hematologi Sedian Apus Darah Tepi

V. Diagnosis
Malaria Falcifarum
Observasi Trombositopenia

VI. Penatalaksanaan
Infus Asering 500 cc/24jam
Inj omz 2x40 mg iv
Injodr 3x4 mg iv
Inj pct 1x1 gr vial jika demam tinggi 39C
Sanmol syr 3x1cth
DHP 1X4 Tab slama 3 hari
Primakuin 1x1 tab 1 hari
VII. Follow up
Subject Object Assessment Planning
4 September 2021 Ku tampak sakit sedang Malaria Infus Asering 500 cc/24ja
Demam naik turun , Td : 140/82 falciparum Inj omz 2x40 mg i
kadang mengigil, lemas N : 98 Obs Injodr 3x4 mg iv
(+) Rr 20 trombositopeni Inj pct 1x1 gr vial jika demam tinggi 39C
Sanmol syr 3x1cth
Suhu : 37.1 a
DHP 1X4 Tab slama 3 hari
Sato2 98% ra Primakuin 1x1 tab 1 hari

5 September 2021 Ku tampak sakit sedang Infus asering 500 cc/24 tpm
Keluhan demam mengigil Td 130/60 Inj omz 2x40 mg iv
tidak ada sudahberkurang N : 65 Injodr 3x4 mg iv
Rr 20 Inj pct 1x1 gr vial jika demam tinggi 39C
Sanmol syr 3x1cth
Suhu : 36.9
DHP 1X4 Tab slama 3 hari
Sat02 :97%

6 september 2021 Ku tampak sakit ringan Infus asering 500 cc/24 tpm,
Lemas demam mual (-) Td 117/75 Aff infus sore
N 75 Pasien sudah boleh pulang, cek hema
Rr 20 Kontrol poli
Suhu : 36 Resep obat pulang : curcuma 3x1 , omz 2x20
Sato2 99% ra mg, domperidone 3x1 C
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung
akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami
komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai
malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis

2. Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium
dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah)
dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada
tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang
menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil serta 22 pada binatang primata) .
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum yang merupakan malaria yang dapat
mengakibatkan hal yang paling serius dan dapat berakibat fatal apabila tidak segera diobati pada
individu yang tidak kebal. Tiga spesies lainnya : Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax
(tertiana) yang tersebar luas tapi jarang fatal, meskipun gejala selama serangan utama mungkin
parah; Plasmodium malariae menyebabkan malaria kuartan yang umumnya ringan, tetapi dapat
menyebabkan nefrosis fatal; dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria oval.

3 Morfologi dan Siklus Hidup Plasmodium


Setiap siklus hidup Plasmodium memiliki beberapa bentuk morfologi yang berbeda-beda
pada tiap fasenya. Adapun morfologi atau bentuk-bentuk dari Plasmodium falciparum dapat
dilihat pada gambar 2.1 dimana bentuk-bentuknya dijelaskan sebagai berikut:
1. Sporozoit
Bentuk sporozoit ini merupakan bentuk infektif dari parasit yang berada dalam kelenjar
ludah nyamuk yang dibentuk dalam ookista melalui proses sporogoni.
2. Tropozoit muda
Pada bentuk tropozoit muda dapat dilihat adanya cincin berbentuk halus dengan 2 - 3
bintik kromatin kecil, mengandung sedikit sitoplasma yang mengelilingi vakuola. Bentuk
tropozoit merupakan suatu bentuk aseksual yang dapat ditemukan dalam eritrosit.
3. Tropozoit tua
Pada bentuk ini ditemukan cincin yang semakin besar dan tidak teratur.
4. Skizon
Pada bentuk ini bintik yang ada didalam sel tersebut merupakan suatu merozoit, yang
mana apabila skizon yang ada telah matang maka skizon yang ada akan pecah dan
melepaskan merozoit yang terkandung dalamnya.
5. Makrogametosit
Bentuk makrogamet ini merupakan suatu bentuk gametosit betina yang hanya
membentuk satu makrogamet. Pada bentuk ini ditemukan adanya sitoplasma yang berwarna
kebiruan dengan kromatin yang padat. Bentuk dari makrogamet ini menyerupai bulan sabit.
6. Mikrogametosit
Pada bentuk ini ditemukan adanya warna dari sitoplasma yang kemerahan dengan
kromatin yang tidak padat.

Tropozoit muda Tropozoit tua Pigment dalam sel

Skizon Makrogametosit Mikrogametosit


Gambar 2.1. Morfologi Plasmodium falciparum

Plasmodium memiliki 2 hospes untuk melangsungkan hidupnya yaitu pada manusia dan nyamuk.
Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang
membentuk sporozoit di dalam nyamuk disebut sporogony. Gambar 2.2. Siklus hidup Plasmodium
Siklus aseksual dimulai dari sporozoit infeksius daari kelenjar ludah nyamuk anopheles
betina dimasukkan ke dalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga
puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik
dari pada daur hidupnya. Di dalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang
menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas,
sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut
stadium preeritrositik atau eksoeritrositiki. Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-
sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang
membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi
skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi
merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen
dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk
mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan
lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual
Siklus aseksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna
oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak ke
pinggir parasit. Di pinggir ini beberapa filamen dibentuk menjadi seperti cambuk dan bergerak
aktif seperti mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet ke dalam
makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut
ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membrane basal dinding lambung. Di tempat
ini ookinet membesar dan disebut ookista. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan
beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit atau menusuk
manusia maka sporozoit masuk ke dalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik

4 Patogenitas dan Gejala Klinis


Perjalanan penyakit malaria berbeda antara orang yang tidak kebal (tinggal di daerah non-
endemis) dan orang yang kebal (tinggal di daerah endemis malaria). Kesalahan atau
keterlambatan diagnosis malaria pada orang non-imun, akan menyebabkan risiko tinggi
terjadinya malaria berat atau malaria dengan komplikasi
Perjalanan penyakit malaria dimulai dari serangan demam dengan disertai oleh gejala
lainnya dimana dalam perjalanan ini akan diselingi oleh periode bebas penyakit juga. Gejala khas
demamnya adalah periodisitasnya. Masa tunas instrinsik pada malaria adalah waktu antara
sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung
antara 8- 37 hari, tergantung pada spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum, terpanjang
untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat
imunitas hospes. Di samping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan
oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi darah yang mengandung
stadium aseksual
Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai timbulnya gejala penyakit disebut masa
inkubasi. Masa inkubasi maupun periode prapaten ditentukan oleh jenis plasmodiumnya. Masa
prapaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah untuk
pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (microscopic threshold).
Berikut tabel periode prapaten dan masa inkubasi plasmodium:

Tabel 2.1 Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium


Jenis Plasmodium Periode Prapaten Masa Inkubasi
P. Vivax 12,2 hari 12-17 hari
P. Falciparum 11 hari 9-14 hari
P. malariae 32,7 hari 18-40 hari
P. Ovale 12 hari 16-18 hari

Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan P.falciparum lebih berat dan lebih akut
dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain, sedangkan gejala yang disebabkan oleh
P.malariae dan P.ovale adalah yang paling ringan. Gambaran khas dari penyakit malaria ialah
adanya demam yang periodik, pembesaran limpa (splenomegali), dan anemia (turunnya kadar
hemoglobin dalam darah)
1. Demam
Sebelum timbul demam biasanya penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit kepala, nyeri
tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak di bagian perut, diare ringan, dan kadang-
kadang merasa dingin di punggung. Umumnya keluhan seperti ini timbul pada malaria yang
disebabkan P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada malaria karena P.falciparum dan P.malariae,
keluhan-keluhan tersebut tidak jelas
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit
yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (tumor nekrosis faktor). TNF akan
dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi
demam.
Pada orang non imun biasanya demam terjadi lebih kurang 2 minggu setelah kembali dari
daerah endemis malaria. Demam atau riwayat demam dengan suhu tubuh lebih dari 38°C
biasanya ditemukan pada penderita malaria. Pada permulaan penyakit, biasanya demam tidak
bersifat periodik, sehingga tidak khas dan dapat terjadi setiap hari. Demam dapat bersifat remiten
(febris remitens) atau terus menerus (febris kontinua).
Demam pada malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya, tergantung dari plasmodium
penyebabnya. P.vivax menyebabkan malaria tertiana yang timbul teratur tiap tiga hari.
P.malariae menyebabkan malaria quartana yang timbul teratur tiap empat hari dan P.falciparum
menyebabkan malaria tropika dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24 – 48 jam.
Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung selama 8 – 12
jam. Lamanya serangan demam berbeda untuk tiap spesies malaria.
Serangan demam yang khas pada malaria terdiri dari tiga stadium, yaitu :
a. Stadium menggigil
Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering membungkus
badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat menggigil seluruh tubuhnya bergetar, denyut
nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, serta kulit pucat. Pada anak-anak sering
disertai kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit – 1 jam dan dengan meningkatnya
suhu badan.
b. Stadium puncak demam
Penderita berubah menjadi panas tinggi. Wajah memerah, kulit kering dan terasa panas
seperti terbakar, frekuensi napas meningkat, nadi penuh dan berdenyut keras, sakit kepala
semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak).
Suhu badan bisa mencapai 41°C. Stadium ini berlangsung selama 2 jam atau lebih diikuti dengan
keadaan berkeringat.
c. Stadium berkeringat
Seluruh tubuhnya berkeringat banyak, sehingga tempat tidurnya basah. Suhu badan turun
dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan sering tertidur. Setelah bangun dari tidur,
penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan tugas seperti biasa. Padahal, sebenarnya
penyakit ini masih bersarang dalam tubuhnya. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
2. Pembesaran limpa
Limpa merupakan organ retikuloendotel, dimana parasit malaria dieliminasi oleh sistem
kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut limpa membesar dan tegang, penderita merasa nyeri
di perut kwadran kiri atas. Pada perabaan konsistensinya lunak. Bila sediaan limpa diwarnai
terlihat stadium parasit lanjut dan pigmen hemozoin yang tersebar bebas atau dapat juga
ditemukan dalam monosit. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti. Kemudian
limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung
parasit dalam kapiler dan sinusoid. Eritrosit yang tampaknya normal mengandung parasit dan
butir hemozoin tampak dalam histosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Hiperplasia, sinus melebar
dan kadang-kadang trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa.
Dengan meningkatnya imunitas, limpa yang mula-mula kehitaman karena banyaknya
pigmen menjadi keabuan karena pigmen dan parasit menghilang perlahan-lahan. Hal ini diikuti
dengan berkurangnya kongesti limpa, sehingga ukuran limpa mengecil dan dapat menjadi
fibrosis. Pada malaria menahun konsistensi limpa menjadi keras.
3. Anemia
Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia tampak jelas pada malaria falsiparum dengan penghancuran eritrosit
yang cepat dan hebat yaitu pada malaria akut dan berat. Pada serangan akut kadar hemoglobin
turun secara mendadak. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik
atau hipokrom. Dapat juga makrositik bila terdapat kekurangan asam folat. Pada darah tepi selain
parasit malaria, dapat ditemukan polikromasi, anisositosis, poikilositosis, sel target, basophilic
stippling pada sel darah merah. Pada anemia berat dapat terlihat Cabot’s ring, Howel Jolly
bodies dan sel darah merah yang berinti. Dapat terjadi trombositopenia baik pada infeksi P.
falciparum dan P. vivax. Leukopenia ditemukan dalam penderita malaria tanpa komplikasi dan
leukositosis pada penderita malaria berat. Pigmen malaria (hemozoin) dapat ditemukan dalam sel
monosit atau sel PMN.
Anemia disebabkan oleh beberapa faktor:
a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi
di dalam limpa. Dalam hal ini, faktor autoimun memegang peranan.
b. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup
lama)
c. Diseritropoesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam
sumsum tulang, retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer).
Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah bahwa P. falciparum
dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosit
dapat melekat ke endotel kapiler alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P.
falciparum yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi
trofozoit dan skizon P. falciparum akan diliputi dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit
melekat dengan sel hospes. Bila parasit melekat pada sel endotel, maka parasit tersebut tidak
akan dibawa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat eliminasi parasit. Reseptor endotel
pada hospes sangat bervariasi dan parasit yang berbeda dapat melekat dan pada berbagai
kombinasi reseptor tersebut. Suatu protein yang dikenal sebagai P. falciparum erythrocyte
membrane protein-1 (PfEMP1) diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikode
oleh famili gen var yang cukup besar dan sangat bervariasi. Gen ini dikatakan memegang
peranan penting dalam patogenesis P. falciparum
Pada sebagian besar kasus malaria falsiparum, ikatan antara knob dengan endotel hospes
tidak selalu menyebabkan malaria berat. Penyebab infeksi P. falciparum tanpa komplikasi
menjadi malaria berat seperti malaria otak, sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Kemungkinan adalah ekspresi reseptor hospes yang berbeda pada sekuestrasi akan
mempengaruhi terjadinya patogenesis tertentu
Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu
hemodinamik, imunologik dan metabolik. Gejala klinis malaria yang kompleks merupakan
keseluruhan interaksi ketiga gangguan tersebut. Eritrosit yang terinfeksi parasit akan bersifat
mudah melekat. Eritrosit cenderung melekat pada eritrosit di sekitarnya yang tidak terinfeksi, sel
trombosit dan endotel kapiler. Hal tersebut akan menyebabkan pembentukan roset dan gumpalan
dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klinis dapat
terjadi gangguan fungsi ginjal, otak dan syok. Kelainan metabolik yang berhubungan dengan
infeksi Plasmodium merupakan konsekuensi dari gangguan pada membran eritrosit, kebutuhan
nutrisi parasit,peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik dan efek pengobatan
Penderita malaria falsiparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau
mengantuk dan keadaanya sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan
darah ditemukan P. falciparum stadium aseksual (trofozoit atau skizon) dan penyebab lain
(infeksi bakteri atau virus) disingkirkan. Selain itu, dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di
bawah ini:
1. Malaria otak dengan koma
2. Anemia normositik berat
3. Gagal ginjal akut
4. Asidosis metabolik dengan gangguan pernapasan
5. Hipoglikemia
6. Edema paru akut (acute respiratory distress syndrome)
7. Syok dan sepsis (malaria algida)
8. Pendarahan abnormal
9. Kejang umum yang berulang
10. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
11. Jaundice (ikterus)
12. Haemoglobinuria
13. Demam tinggi
14. Hiperparasitemia

Kelompok risiko tinggi untuk menderita malaria berat adalah di daerah hiper/holoendemik
yaitu anak berumur lebih dari 6 bulan (angka kematian tertinggi pada 1-3 tahun) dan ibu hamil.
Selain itu, di daerah hipo/mesoendemik yaitu anak-anak dan orang dewasa. Pendatang
(transmigran) dan pelancong (travellers) juga memiliki risiko tinggi
Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantung umur
penderita, status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan diagnosis
dan pengobatan. Prognosis penderita malaria falsiparum berat akan jauh lebih baik bila penderita
sudah ditangani dalam 48 jam sejak masuk ke stadium malaria berat

5 Malaria Berat
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi P.falciparum yang disertai gangguan
berbagai sistem/organ tubuh. Kriteria diagnosis malaria berat yang ditetapkan WHO, yaitu
adanya satu atau lebih komplikasi, seperti malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal akut,
edema paru, hipoglikemia (kadar gula <40 mg%), syok, pendarahan spontan dari hidung, gusi,
dan saluran cerna, kejang berulang, asidemia dan asidosis (penurunan pH darah karena gangguan
asam-basa di dalam tubuh), serta hemoglobinuria makroskopik (adanya darah dalam urine)
Infeksi malaria falciparum pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia pada ibu dan
janinnya, dan bayi yang dilahirkannya akan mempunyai berat badan rendah. Tentu hal ini dapat
meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Komplikasi infeksi malaria pada kehamilan dapat
berupa abortus, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), anemia, edema paru oleh karena
penimbunan cairan di jaringan paru-paru, gangguan fungsi ginjal, dan malaria kongenital. Oleh
karena itu, pemberian obat pencegah malaria pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemis
malaria sangat penting
Meskipun hanya 1-2% penderita malaria falciparum yang mengalami malaria berat, tetapi
sering menimbulkan kematian. Sekurang-kurangnya 2 juta orang setiap tahun di seluruh dunia
meninggal terutama oleh malaria serebral
Berikut ini beberapa komplikasi malaria berat:
1. Malaria serebral
Malaria serebral adalah malaria falciparum yang mengenai otak, yang disertai kejang-kejang
dan koma tanpa penyebab lain dari koma. Malaria serebral merupakan komplikasi yang paling
sering menimbulkan kematian. Diduga penyebabnya adalah sumbatan kapiler pembuluh darah
otak oleh sel darah merah yang mengandung parasit malaria sehingga otak kekurangan oksigen
(anoksia otak). Gejala dapat timbul secara lambat atau mendadak. Biasanya didahului oleh sakit
kepala dan rasa mengantuk, disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf, dan kejang-
kejang. Penurunan tingkat kesadaran bisa berupa gangguan ringan (seperti apatis, somnolen,
delirium, dan perubahan tingkah laku) sampai berat (keadaan koma). Biasanya, koma pada anak
berlangsung satu hari, sedangkan pada orang dewasa bisa 2-3 hari.
2. Gagal ginjal akut
Pada malaria falsiparum yang berat, kelainan fungsi ginjal sering terjadi terutama pada
penderita dewasa, jarang pada anak-anak. Angka kematian pada malaria berat dengan gangguan
fungsi ginjal dapat mencapai 45%, dibandingkan tanpa kelainan fungsi ginjal yang hanya 10%.
Diduga gangguan pada ginjal diakibatkan oleh sumbatan pada kapiler darah ginjal oleh parasit
malaria sehingga menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Akibatnya, terjadi penurunan
filtrasi pada glomerulus ginjal. Komplikasi gagal ginjal akut dapat menimbulkan asidosis
metabolik, hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat dalam darah), gagal jantung kongestif,
aritmia jantung (gangguan irama jantung), dan perikarditis (peradangan pada perikardium
jantung).
3. Demam kencing hitam (black water fever)
Black water fever adalah sindroma dengan gejala serangan akut, berupa demam, menggigil,
penurunan tekanan darah, hemolisis (penghancuran sel darah merah) intravaskuler,
hemoglobinuria (adanya darah dalam urine), dan gagal ginjal. Namun, parasit malaria yang
dijumpai dalam darah hanya sedikit. Penderita adalah orang yang tidak kebal malaria, yang
terinfeksi P.falciparum secara berulang-ulang, dan pernah mendapat pengobatan dengan kina
secara tidak teratur. Biasanya, penderita mengeluh nyeri pinggang, muntah, diare, gangguan
berkemih, dan kencing yang berwarna hitam. Mekanisme timbulnya black water fever sampai
saat ini masih belum jelas, mungkin disebabkan oleh sumbatan dan gangguan mikrosirkulasi di
ginjal.
4. Anemia berat
Anemia berat timbul akibat penghancuran sel darah merah yang cepat dan hebat. Anemia
berat lebih sering dijumpai pada penderita anak-anak. Pada 30% kasus malaria dengan anemia
diperlukan transfusi darah. Anemia berat sering memberikan gejala serebral, seperti tampak
bingung, kesadaran menurun sampai koma, serta gejala-gejala gangguan jantung-paru. Diagnosis
anemia ditentukan dengan pemeriksaan kadar hemoglogin dalam darah. Anemia paling berat
adalah yang disebabkan oleh P.falciparum.
5. Gangguan fungsi hati
Pada gangguan fungsi hati akibat infeksi malaria falciparum, timbul ikterus (kuning pada
kulit, selaput lendir, mata dan mukosa) akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Jika
gangguan fungsi hati disertai gangguan organ vital lain seperti gagal ginjal akut, maka
prognosisnya lebih buruk. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis
metabolik, dan gangguan metabolisme obat di dalam tubuh.
6. Komplikasi lain
Malaria berat juga dapat menimbulkan komplikasi lainnya, seperti edema paru, pendarahan
spontan, hiperpireksia (suhu tubuh di atas 41ºC), dan sepsis (timbulnya reaksi inflamasi yang
mengenai seluruh tubuh akibat adanya infeksi).

6 Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan
dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (RDT-Rapid
Diagnostik Test). Diagnosis malaria dapat sulit dilakukan, bila :
a. Malaria bukan merupakan penyakit endemik (seperti di AS). Petugas kesehatan tidak familiar
dengan penyakit ini. Petugas kesehatan yang memeriksa dapat lupa untuk
mempertimbangkan adanya penyakit tersebut dan tidak meminta dilakukan tes diagnostik.
Petugas laboratorium dapat kurang berpengalaman terhadap malaria dan gagal mendeteksi
parasit saat meneliti sampel darah dalam mikroskop.
b. Di beberapa area penyebaran malaria cukup besar, sehingga sebagian besar populasi
terinfeksi tetapi penderita tidak sampai sakit. Beberapa pembawa (carier) mempunyai cukup
imunitas untuk melindungi dari sakit malaria, tetapi tidak dari infeksi malaria.
c. Pada banyak daerah endemik malaria, kurangnya sumber daya merupakan hambatan besar
untuk menentukan diagnosis. Petugas kesehatan kurang terlatih, kurang cukup perlengkapan
dan kurang mendapat imbalan. Mereka juga harus membagi perhatian untuk malaria dan
penyakit lain seperti pneumonia, diare, TB dan HIV/AIDS.

6.1 Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan utama: demam, menggigilm berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,mual,
muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.
c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
d. Riwayat sakit malaria.
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f. Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah
ini:
a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk atau berdiri).
c. Kejang-kejang.
d. Panas sangat tinggi.
e. Mata atau tubuh kuning.
f. Pendarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan.
g. Nafas cepat dan atau sesak nafas.
h. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
i. Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitaman.
j. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria).
k. Telapak tangan sangat pucat.

6.2 Pemeriksaan fisik


1. Demam (pengukuran dengan termometer 37,5°C).
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
3. Pembesaran limpa (splenomegali).
4. Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
1. Temperatur rektal 40ºC.
2. Nadi cepat dan lemah atau kecil.
3. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50mmHg.
4. Frekuensi nafas >35 kali per menit pada orang dewasa atau > 40 kali per menit pada balita,
anak di bawah 1 tahun > 50 kali per menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) < 11.
6. Manifestasi pendarahan (petekie, purpura, hematom).
7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor, dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi
air seni berkurang).
8. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat dan lain-
lain).
9. Terlihat mata kuning atau ikterik.
10. Adanya ronki pada kedua paru.
11. Pembesaran limpa dan atau hepar.
12. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
13. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik).

6.3 Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium


1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Tetesan preparat darah tebal merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria
karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat
khusunya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan
identifikasi parasit. Tetesan darah tipis digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila
dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau
Leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pda
beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk
menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b. Spesies dan stadium plasmodium
c. Kepadatan parasit:
1. Semi kuantitatif
(-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan > 10 parasit dalam 1 LPB)
2. Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit). Contoh:
a. Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8.000/µl maka
hitung parasit= 8.000/200 x 1500 parasit= 60.000 parasit/µl.
b. Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5% dan jumlah eritrosit 450.000 maka hitung
parasit= 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/µl.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3
hari berturut-turut.
b. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan
parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria dengan menggunakan
metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstick. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat
darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas
lab serta untuk survei tertentu. Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:
a. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda
P. falciparum.
b. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit
bentuk aseksual atau seksual Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.
Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis yaitu:
a. Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi Plasmodium falciparum.
b. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi Plasmodium falciparum dan non falsiparum.
Oleh karena teknologi baru sangat perlu untuk memperhatikan kemampuan sensitivitas dan
spesifisitas dari alat ini. Dianjurkan untuk menggunakan rapid test dengan kemampuan minimal
sensitifitas 95% dan spesifisitas 95% . Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini
sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam frezzer pendingin
Kelemahan rapid test adalah:
a. Kurang sensitive bila jumlah parasit dalam darah rendah (kurang dari 100 parasit/µl darah).
b. Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif).
c. Antigen yang masih beredar beberapa hari-minggu setelah parasit hilang memberikan reaksi
positif palsu.
d. Gametosit muda (immature), bukan yang matang (mature) mungkin masih dapat dideteksi.
e. Biaya tes ini masih cukup mahal.
f. Tidak stabil pada suhu ruang di atas 30ºC.
3. Tes serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect
fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria
atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi
terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap
sebagi infeksi baru dan tes > 1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain
indirect haemagglutination test, immuno-precipitation technique, ELISA test, dan radio-
immunoassay
4. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai
cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah
parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebaga sarana
penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin
5. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
a. Hemoglobin dan hemotokrit.
b. Hitung jumlah leukosit dan trombosit.
c. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah).
d. EKG.
e. Foto toraks.
f. Analisis cairan serebrospinalis.
g. Biakan darah dan uji serologi.
h. Urinalisis.

6.4 Diagnosis Banding Malaria


Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada
hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza,
bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia,
infeksi saluran kencing, dan tuberkulosis. Pada daerah hiper-endemik sering dijumpai penderita
dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukkan
gejala klinis malaria. Pada malaria berat diagnose banding tergantung manifestasi malaria
beratnya. Pada malaria dengan ikterus, diagnose banding ialah demam tifoid dengan hepatitis,
kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus biasanya tidak
dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya
seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan
koma dapat terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi), gangguan serebrovaskular
(stroke), eklampsia, dan tumor otak
7 Pencegahan dan Vaksin Malaria
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun,
khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaksis yang dianjurkan ternyata
tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk
memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu
dengan cara:
1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (kelambu yang dicelup
dengan pemethrin atau deltamethrin).
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk baik dalam bentuk spray, lotion, asap, atau elektrik.
3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk akan dapat menggigit dan harus memakai
proteksi (baju lengan panjang, kaos kaki/stocking). Nyamuk akan menggigit di antara jam
18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2.000m.
4. Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dengan kawat anti nyamuk.
Tabel 2.2 Obat-obat untuk mencegah malaria pada wisatawan
No Nama Obat Penggunaan Dosis Dewasa
1 Klorokuin Daerah tanpa P.falciparum 500 mg setiap minggu
resisten
2 Meflokuin Daerah dengan P.falciparum 250 mg setiap minggu
resisten kloroquin
3 Doksisiklin Daerah dengan P.falciparum 100 mg setiap hari
resisten multiobat
4 Klorokuin Regimen alternatif 500 mg kloroquin setiap
ditambah menggantikan meflokuin minggu ditambah 200
Proguanil
Primakuin mg proguanil setiap hari
5 Profilaksis terminal infeksi 26,3 mg (15 mg base)
P.vivax dan P.ovale setiap hari selama 14
hari setelah perjalanan
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi terhadap klorokuin, maka
doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin diberikan setiap hari dimulai 1-2
hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria dengan dosis 2 mg/kg BB selama tidak lebih dari
4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada anak umur <8 tahun dan ibu hamil
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan ialah
banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing bentuk stadium
pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah adalah P. falciparum sekarang baru
ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap P. falciparum. Pada dasarnya ada 3
jenis vaksin yang dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra hepatik), vaksin terhadap
bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosis

2.8 Pengobatan Malaria Falciparum


Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan ditemukannya plasmodium
aseksual di dalam darahnya, malaria klinis tanpa ditemukan parasit dalam darahnya perlu diobati.
Prinsip pengobatan malaria:
1. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita malaria berat atau
dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi atau malaria berat memakai obat
parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral.
2. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak terjadi kegagalan
pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu dengan pengobatan ACT (Artemisinin
base Combination Therapy).
3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang
positif dan dilakukan monitoring efek atau respon pengobatan.
4. Pengobatan malaria klinis atau tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT.
ada lima golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan kausal berdasarkan
mekanisme kerjanya, kelima golongan itu adalah :
1. Skizontosida jaringan primer
Obat – obat ini mampu membasmi praeritrosit sehingga mencegah parasit ini untuk masuk
ke dalam eritrosit. Biasanya digunakan sebagai profilaksis kausal, yaitu pengobatan yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Contoh obat golongan ini,
yaitu pirimetamin, proguanil
2. Skizontosida jaringan sekunder
Obat ini mampu membasmi parasit pada daur hidup eksoeritrosit dan digunakan untuk
pengobatan radikal infeksi sebagai obat anti relaps. Namun dalam pengobatan malaria Tropikana
ini, obat yang termasuk dalam golongan ini tidak dapat digunakan sebab parasit Plasmodium
falciparum tidak mengalami fase eksoeritrosit. Contoh obatnya adalah primakuin.
3. Skizontosida darah
Obat- obat ini memiliki kemampuan dalam membasmi parasit pada stadium eritrosit dengan
cara mengakhiri serangan yang terjadi, dimana hal ini berhubungan dengan penyakit akut yang
disertai gejala klinis. Obat golongan ini dibagi menjadi 2 yaitu yang kerjanya lambat dan yang
kerja cepat.
Contoh obat golongan skizontosida kerja lambat yaitu; golongan penghambat sintesis folat
dan antibiotik kecuali antibiotik golongan sepalosporin dan Contoh obat skizontosida kerja cepat
yaitu: derivate artemisin, amodiaquin, chloroquin, kinin dan kinidin, antibiotik golongan
sepalosporin, meflokuin, atovaquone, dan halofantrin.
4. Gametositosida
Obat ini memiliki kemampuan dalam penghancuran semua bentuk seksual termasuk pada
stadium gametosit sehingga transmisinya menuju ke nyamuk dapat dicegah. Contoh obatnya
adalah primakuin.
5. Sporontosida:
Obat ini memiliki kemampuan dalam mencegah atau menghambat gametosit dalam darah
untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Contoh obatnya adalah
primakuin dan proguanil.
Obat-obat malaria yang ada, dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya, yaitu:
1. 4-aminoquinolons contohnya kloroquin dan amodiaquin.
2. Diaminopiridins contohnya pirimetamin, trimetoprim.
3. Biguanida contohnya proguanil dan klorproguanil.
4. 8-aminoquinolon contohnya Primakuin.
5. Alkaloid cinchonae contohnya quinin dan quinidin.
6. Sulfon dan Sulfonamida contohnya sulfadoksin.
7. Kuinolinmetanol dan fenantrenmetanol contohnya meflokuin.
8. Antibiotik contohnya tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin, dan minosiklin.
9. 9-aminoakridin contohnya mepakrin.

8.1 Penatalaksanaan terapi malaria falsiparum menurut DepKes RI (2008)

Di Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh program malaria, yaitu
Artesunate – Amodiaquin serta Dihydroartemisinin - Piperaquin
1. Pengobatan lini pertama
Saat ini Pada Program Malaria untuk pengobatan lini pertama Malaria falsiparum digunakan
obat Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu Artesunat + Amodiakuin + Primakuin atau
Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin.
Obat program yang tersedia saat ini adalah sediaan artesunate – amodiaquin dan
dihydroartemisinin – piperaquin. Setiap kemasan artesunate – amodiaquin terdiri dari 2 blister,
yaitu blister amodiakuin 200 mg ( setara amodiakuin basa 153 mg) 12 tablet dan blister artesunat
50 mg 12 tablet. Obat diberikan selama 3 hari dengan dosis tunggal harian amodiakuin basa 10
mg/kg BB dan artesunat 4 mg/kg BB, primakuin 0,75 mg/kg BB.
Gambar pengobatan Malaria Falciparum dengan DHP dan Primakuin
Tabel 2.3 Pengobatan lini pertama malaria falsiparum dengan artesunat-amodiakuin-primakuin
berdasarkan umur
Dosis menurut Berat Badan:
a. Amodiakuin basa 10 mg/kg BB
b. Artesunat 4 mg/kg BB
c. Primakuin 0,75 mg/kg BB

Artesunat + Amodiakuin + Primakuin, untuk anak umur kurang dari satu tahun dan ibu
hamil serta penderita defisiensi G6PD tidak boleh menerima primakuin. Obat program untuk
dihidroartemisinin - piperakuin adalah Fixed Dose combination (FDC) setiap kemasan terdapat 8
tablet, setiap tablet mengandung dihydroartemisinin 40 mg dan piperakuin 320 mg. Dosis obat
Dihydroartemisinin 2-4 mg/kg BB, piperakuin 16-32 mg/kgBB, dan primakuin 0,75 mg/kg BB.
Sebaiknya dosis ditentukan berdasarkan berat badan. Regimen dosis untuk anak berdasarkan
umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. 4 Pengobatan lini pertama malaria falsiparum dengan dihidroartemisinin – piperakuin-


primakuin berdasarkan umur

Anak dengan berat badan dibawah 10 kg diberikan sesuai dengan dosis dengan melarutkan 1
tablet dengan 5 ml air minum atau sirup.
2. Pengobatan lini kedua
Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis tidak memburuk tapi parasit
aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi) maka diberikan
pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat lini kedua adalah kombinasi Kina +
Doksisiklin /Tetrasiklin + Primakuin.
Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 7 hari. Dosis
maksimal kina adalah 9 tablet untuk dewasa. Kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang
mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul
atau tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali
perhari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk
anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan
tetrasiklin.Tetrasiklin diberikan 4 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kg BB.
Doksisiklin maupun Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 8 tahun dan ibu hamil.
Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis maksimal primakuin 3 tablet untuk
penderita dewasa. Pengobatan lini kedua untuk anak berdasarkan umur dapat dilihat pada table 5
dan 6 dibawah ini.
Tabel 2. 5 Pengobatan lini kedua malaria falsiparum kombinasi kina – doksisiklin berdasarkan
umur

Keterangan: * Dosis di berikan dalam kg/BB


** 2x 50 mg doksisiklin
*** 2 x 100 mg doksisiklin

Tabel 2.6 Pengobatan lini kedua malaria falsiparum kombinasi kina – tetrasiklin berdasarkan
umur
Keterangan: * Dosis di berikan dalam kg/BB
** 4 x 250 mg tetrasiklin
8.2 Kombinasi Artesunat dan Amodiaquin
Kombinasi obat malaria adalah pemberian secara bersamaan dua atau lebih obat
skizontosida darah yang mempunyai cara kerja atau target biokimia yang berbeda. Kombinasi
berbasis artemisin adalah kombinasi yang menggunakan artemisin sebagai salah satu komponen
obat kombinasi. Terapi kombinasi dapat berupa fixed combination dimana semua komponen
diformulasikan dalam satu tablet atau kapsul yang sama, atau setiap komponen berupa tablet atau
kapsul yang berbeda, tetapi diberikan secara bersamaan (co-administrated) .
Terapi kombinasi berbasis derivat artemisin seperti direkomendasikan oleh WHO
berdasarkan adanya argumentasi:
a. Obat-obat dengan mekanisme kerja yang berbeda dapat meningkatkan efikasi.
b. Obat-obat ini dapat meningkatkan efikasi yang lebih tinggi dan penurunan jumlah gametosit
dan menurunkan penyebaran malaria.
c. Obat-obat ini dapat memperlambat resistensi oleh karena kemungkinan resistensi parasit
terhadap obat-obat ini lebih rendah dan oleh karena artesunat dengan cepat mengurangi
resistensi multidrug parasit, dapat membunuh parasit dengan konsentrasi yang tinggi dari
obat kombinasi ini.

Hasil studi Adjuik tahun 1999 di Gabon, menunjukkan bahwa kombinasi artesunat dan
amodiaquin dapat meningkatkan efikasi pengobatan di Gabon dan Kenya dan juga di Senegal.
Kombinasi artesunat dan amodiaquin merupakan kombinasi yang efektif dan ditoleransi dengan
baik. Angka kesembuhan parasit selama 14 hari pemberian kombinasi > 90% pada semua tempat
studi. Kombinasi artesunat dengan amodiaquin merupakan pilihan pada daerah dimana efikasi
klorokuin sudah diketahui

8.2.1 Artesunat
Artesunat merupakan salah satu derivat dari artemisin. Qinghaosu (artemisin) merupakan
obat antimalaria golongan seskuiterpen lakton yang bersifat skizontosida darah untuk P.
falsiparum dan P. vivax. Sebenarnya obat ini merupakan obat tradisional Cina untuk penderita
demam yang dibuat dari ekstrak tumbuhan Artemesia annua (qinghao) yang sudah dipakai sejak
ribuan tahun lalu. Obat ini terutama digunakan untuk pengobatan malaria falsiparum resisten
klorokuin atau multidrug dan malaria berat atau dengan komplikasi karena efek obat yang sangat
cepat dan toksisitas rendah.
Artemisin khususnya artesunat dan artemeter memainkan peranan penting dalam mengobati
malaria tropika yang resisten terhadap berbagai macam obat dimana obat golongan ini
merupakan satu-satunya obat yang efektif terhadap strain yang resisten kinin. WHO
merekomendasikan pengunaan artesunat untuk malaria falsiparum tanpa komplikasi. Artesunat
ketika digunakan dengan obat antimalaria lainnya (amodiakuin, meflokuin atau pirimetamin-
sulfadoksinj) diberikan secara oral kepada dewasa dan anak-anak dengan dosis 4 mg/kg)
(Sweetman, 2009).
a. Spektrum aktifitas
1. Skizontisida darah
Artesunat efektif terhadap stadium aseksual Plasmodium falciparum, Plasmodium vivas,
Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Artesunat mempunyai waktu paruh yang pendek
dan obat bekerja sangat cepat sehingga penggunaan artesunat harus dikombinasikan dengan obat
anti malaria lainnya, seperti amodiakuin

2. Gametosida
Artesunat membunuh stadium gametosit muda Plasmodium falciparum. Untuk pengobatan
radikal penderita malaria falsiparum diperlukan penambahan primakuin. Sama dengan artemisin,
efektif melawan Plasmodium falciparum yang resisten terhadap obat anti malaria lainnya. Tidak
bersifat hipnozoidal tetapi menurunkan angka gametosit karier artemisin potent dan aktifitasnya
cepat terhadap skintosida darah, waktu parasit menghilang lebih pendek daripda klorokuin/kinina
dan respon simptomatik yang cepat. Derivat artemisin ini hanya sedikit larut dalam minyak.
Beberapa studi menunjukkan bahwa artemisin efektif melawan parasit yang resisten terhadap
penggunaan seluruh obat antimalaria. Senyawa ini tidak bersifat hipnozoitisidal dan menurunkan
gametosid bawaan atau carrier
b. Penggunaan
Artesunat (tablet) digunakan sebagai bagian dari kombinasi artesunat dan amodiakuin. Obat
ini menggantikan klorokuin sebagai lini pertama untuk malaria falsiparum tanpa komplikasi.
Khusus artesunat injeksi digunakan untuk pengobatan penderita malaria berat atau malaria
dengan komplikasi terutama di Rumah Sakit. Pengobatan malaria berat atau malaria dengan
komplikasi di fasilitas kesehatan lainnya menggunakan artemeter intramuscular atau kina
parenteral (intramuscular atau intravena). Sebagai bagian dari kombinasi artesunat untuk
pengobatan malaria tanpa komplikasi digunakan artesunat dengan dosis harian tunggal
4mg/kgBB selama 3 hari dengan amodiakuin basa dosis harian tunggal 10 mg/kgBB selama 3
hari. Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik
dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%
c. Farmakokinetik
Farmakokinetik artesunat menyerupai artemeter, setelah pemberian oral atau parenteral,
artesunat dengan cepat dihidrolasi menjadi metabolit aktif yaitu dihidroartemisin. Pada
pemberian oral penyerapan obat sangat cepat dan hanya mencapai 60%. Kemudian obat tersebut
terakumulasi dalam jaringan hati, sedangkan sebagian kecil pada kulit dan mata. Konsentrasi
puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam setelah pemberian oral
d. Toksisitas dan efek samping
Artemisin dan turunannya umumnya dapat ditoleransi dengan baik, meskipun terdapat
laporan gangguan pencernaan ringan (termasuk muak, muntah, diare dan sakit perut), pusing,
sakit kepala, tinnitus, neutropenia, nilai enzim hati yang tinggi dan abnormalitas ECG termasuk
perpanjangan interval QT. Bukti neurotoksisitas parah telah terlihat pada hewan bila diberikan
pada dosis tinggi
e. Kontraindikasi
Seperti artemeter yaitu tidak diberikan pada kehamilan trisemester 1
8. 2. 2 Amodiakuin
a. Spektrum aktifitas obat
Amodiakuin adalah senyawa 4 aminokuinolin merupakan obat antimalaria dimana struktur
dan aktivitasnya mirip dengan klorokuin yaitu:
1. Skizontisida darah
Efektif terhadap stadium aseksual Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale dan Plasmodium malariae.
2. Gametositosida
Membunuh stadium gametosit Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium
malariae. Seperti klorokuin, senyawa ini juga mempunyai efek antipiretik dan antiradang. Pada
beberapa studi di Afrika menunjukan bahwa bereaksi baik terhadap Plasmodium falciparum
yang telah resisten terhadap klorokuin. Sebagai bagian dari kombinasi artesunat untuk
pengobatan malaria tanpa komplikasi digunakan artesunat dengan dosis harian tunggal
4mg/kgBB selama 3 hari dengan amodiakuin basa dosis harian tunggal 10 mg/kgBB selama 3
hari.
b. Penggunaan:
Amodiakuin digunakan bersama artemisinat terutama untuk pengobatan malaria falsiparum
tanpa komplikasi yang resisten klorokuin atau resisten multidrug. Kombinasi artesunat dan
amodiakuin dipilih sebagai pengganti klorokuin untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa
komplikasi. Khusus untuk darah yang mempunyai masalah dengan Plasmodium vivax yang
resisten klorokuin (antara lain Papua, Lampung), kombinasi obat ini dapat juga digunakan
sebagai pengganti.
c. Farmakokinetik
Penyerapan melalui usus cepat dan sempurna, dan segera diubah dalam hati menjadi
metabolit aktif desetilamodiakuin. Metabolit ini memiliki efek sebagai antimalaria. Data kurang
lengkap tentang eliminasi waktu paruh dalam plasma dari desetilamodiakuin. Amodiakuin dan
desetilamodiakuin dapat dideteksi melalui urine beberapa bulan setelah minum obat.
d. Toksisitas dan efek samping
Toksisitas amodiakuin sama dengan klorokuin. Amodiakuin mempunyai rasa yang lebih
enak daripada klorokuin, namun resiko yang tinggi untuk terjadi agranulositosis letal, hepatitis
toksik bila digunakan sebagai profilaksis yaitu terjadi 1:1000 dan 1:5000. Belum jelas apakah
resiko lebih rendah bila amodiakuin digunakan sebagai pengobatan. Dosis yang berlebihan dapat
menimbulkan kardiotoksik tapi kasus lebih kecil dibandingkan klorokuin, spastic, pingsan,
konvulsi, gerakan involunter. Efek samping pengobatan (dosis standard) untuk terapi malaria
adalah sama dengan klorokuin seperti mual, muntah, sakit perut, diare dan gatal-gatal.
Penanganan efek samping dengan pengobatan simtomatik.
e. Kontraindikasi
Penderita dengan hipersensitif terhadap amodiakuin, klorokuin dan gangguan hepar.
f. Interaksi obat
Tidak ada data yang cukup tentang interaksi obat.

8. 3 Kombinasi Dihydroartemisinin dan Piperaquin


Hasil penelitian di Timika ( Papua) Obat antimalaria Dihydroartemisinin – Piperaquin,
efikasinya lebih dari 95 % dan efek samping yang lebih rendah /sedikit dibanding Artesunat–
Amodiakuin. Selanjutnya obat tersebut diharapkan dapat digunakan di seluruh Indonesia,
terutama jika terjadi efek samping terhadap obat Artesunat – Amodiakuin

8. 3. 1 Dihydroartemisin
Dihydroartemisinin adalah metabolit aktif utama derivat artemisinin, tetapi
dihidroartemisinin dapat juga diberikan langsung secara oral atau melalui rektal.
Dihidroartemisinin relatif tidak larut dalam air dan membutuhkan bahan tambahan lain untuk
menjamin absorpsinya. Efektifitas pengobatannya sebanding dengan artesunat oral. Saat ini,
kombinasi fixed-dose dihydroartemisinin dengan piperakuin sedang dievaluasi sebagai
kombinasi berbasis artemisinin (ACT) baru yang menjanjikan
Dihydroartemisin cepat diabsorbsi bila diminum oral, puncak level dicapai setelah 2,5 jam.
Absorbsi melalui rektal lambat, dengan puncak level terjadi ± 4 jam setelah digunakan. Ikatan
protein plasma sekitar 55%. Eliminasi waktu paruh 45 menit melalui usus dan glukuronidase
hepatik
Artemisin dan turunannya umumnya dapat ditoleransi dengan baik, meskipun terdapat
laporan gangguan pencernaan ringan (termasuk muak, muntah, diare dan sakit perut), pusing,
sakit kepala, tinnitus, neutropenia, nilai enzim hati yang tinggi dan abnormalitas ECG termasuk
perpanjangan interval QT. Bukti neurotoksisitas parah telah terlihat pada hewan bila diberikan
pada dosis tinggi
8. 3. 2 Piperaquin
Piperaquin adalah derivate bisquinoline yang pertama disintesa pada tahun 1960 dan
digunakan luas di China dan Indochina sebagai profilaksis dan pengobatan selama lebih dari 20
tahun. Sejumlah penelitian dari China melaporkan bahwa ini ditoleransi baik pada chloroquine
untuk membunuh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Obat ini merupakan salah
satu campuran yang aman untuk ACT (Artemisinin Combination Therapy), dimana mempunyai
keuntungan antara lain murah, terapi jangka pendek dengan penyembuhan yang sangat baik dan
toleransi yang baik dan dapat menurunkan transmisi dan munculnya resistensi parasit
Beberapa studi melaporkan hasil efikasi kombinasi Dihydroartemisinin-Piperaquin
kombinasi (cure rate 28 hari > 95%) dan regimen tidak berhubungan dengan sifat kardiotoksik
dan efek samping yang lain. Karakteristik piperaquin baru-baru ini diungkapkan bahwa obat ini
larut dalam minyak dengan volume yang besar untuk didistribusikan saat bioavaibilitas, waktu
paruh yang panjang yang terjadi pada anak dibandingkan dengan dewasa. Toleransi, efikasi,
profil dan biaya murah dari piperaquin membuatnya menjanjikan sebagai partner ACT

8. 4 Primakuin
Primakuin diberikan secara oral dan diabsorpsi baik dari saluran cerna. Metabolismenya
terjadi cepat dan sangat sedikit obat yang tertinggal dalam tubuh setelah 10-12 jam. Waktu
paronya 3-6 jam. Tafenokuin terurai lebih lambat sehingga menguntungkan dan dapat diberikan
per minggu. Pada dosis terapi primakuin menyebabkan nyeri abdominal jika diberikan dalam
keadaan lambung kosong. Efek samping lain meliputi anemia dan leukositosis ringan. Overdosis
dapat menimbulkan leukopenia, agranulositosis, simptom saluran cerna, anemia hemolitik dan
methemoglobinemia dengan sianosis. Hindari penggunaan primakuin bersama obat-obat yang
dapat meningkatkan risiko hemolisis atau yang mensupresi sumsum tulang
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke UGD RS Haji dengan keluhan keluhan
demam sejak 5 hr smrs. Demam terjadi terus menerus, disertai beberapa periode menggigil
selama 20-30 menit dan berkeringat dingin lalu suhu kembali normal. Keluhan lain seperti nyeri
kepala, nyeri otot, badan terasa lemas dan nafsu makan menurun, mual muntah juga dirasakan.
Keluhan seperti buang air besar cair atau kesulitan buang air besar, tinja berwarna hitam, gusi
berdarah, muncul ruam pada kulit, batuk pilek, sesak nafas disangkal oleh pasien. Terdapat
riwayat berpergian dan tinggal di daerah endemis malaria (papua). Pasien pulang ke Jakarta
kurang lebih 2 minggu sebelum demam muncul. Riwayat penurunan kesadaran disangkal pasien.
Pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal suhu 37.1C. Pemeriksaan penunjang cek sedian
apusan darah cito untuk melihat parasite ditemukan plasmodium falsiparum tropozoid hal ini
menegakkan diagnosis pada pasien yaitu malaria falsiparum.
Malaria merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit genus
Plasmodium yang ditransmisikan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
Plasmodium di dalamnya atau melalui transfusi darah. Malaria adalah penyakit endemis yang
masih menjadi permasalahan kesehatan global, setidaknya terdapat 219 juta kasus malaria yang
tersebar di 89 negara di dunia pada tahun 2017. Menurut data WHO tahun 2017 setidaknya
terdapat 435 ribu kasus kematian yang disebabkan oleh infeksi malaria di seluruh dunia. 1
Jumlah kasus positif kasus malaria di Indonesia adalah 0.85% per 1000 penduduk Indonesia
tahun 2015. Daerah endemis malaria tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia dengan
konsentrasi terbanyak di wilayah timur Indonesia. Malaria dengan infeksi yang berat dapat jatuh
pada beberapa kondisi seperti gangguan kesadaran, kelemahan otot, kejang berulang, distres
pernafasan, perdarahan abnormal, syok, edema paru, anemia berat, asidosis metabolik, gangguan
fungsi ginjal. Malaria yang terjadi pada kelompok beresiko seperti ibu hamil dapat menyebabkan
keguguran, lahir kurang bulan, berat badan lahir rendah, dan kematian. Prognosis malaria
bergantung pada kecepatan dan ketepatan dalam diagnosis dan pengobatan malaria.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Gudeline For The Treatment Of Malaria Second Edition. World Health Organization.
2010.

2. Harijanto P.N. 2006. Malaria dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta. FKUI. Hal 1754 – 1770

3. Laihad, Dr. Ferdinand. 2009. Draft Guideline For Malaria Control/Treatment In


Emergencies. Jakarta. Ministry of Health – Indonesia.

4. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun
2008.

Rancangan Permenkes RI Tentang Pedoman Tatalaksana Malaria. Departemen


Kesehatan RI. Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai