Anda di halaman 1dari 2

Nilai-nilai Sufistik dalam Lagu “Satu” Dewa 19

Dewa 19 adalah group band legend di Indonesia. Karya nya sangat banyak diminati
pada era 90an terutama di kalangan remaja. Karyanya abadi, seakan setiap karya yang dibuat
penuh dengan ketulusan hati dan kesucian jiwa para personilnya.
Dari sekian banyak karya yang diciptakan. Lagu berjudul “satu” karangan Ahmad
Dhani adalah yang paling menarik bagi saya. Hal ini karena lagu berjudul satu ini serat akan
nilai-nilai sufistik di dalamnya. Namun, pemaknaan sufistik ini agaknya sulit untuk didapat
ketika seseorang belum memiliki pengetahuan sama sekali mengenai teologi maupun
tasawuf. Pemaknaan yang muncul dalam pikiran seseorang yang kosong sama sekali dalam
ajaran tasawuf, hanya akan memberikan makna cinta biasa terhadap lagu ini.
Bagi saya, penamaan judul “satu” pada lagu tersebut mengarah pada sebuah eksistensi
yang satu, yakni Allah SWT. Karena setiap satu itu Tuhan dan setiap Tuhan itu satu. Tidak
ada Tuhan selain Allah memberikan pemikiran logis sebagai berikut:
Setiap Tuhan itu Satu
Setiap Allah itu Tuhan
Jadi, Allah lah satu-satunya Tuhan.
Demikian pemikiran awal yang ingin diberikan dalam lagu tersebut. Selanjutnya lagu
ini menjelaskan bahwa manusia adalah bagian dari Allah. Hal ini digambarkan dalam salah
satu liriknya “Aku ini adalah dirimu”, dalam pemikiran Irfan Ibn Arabi, teks demikian
disebut dengan Wahdatul Wujud, artinya semua wujud (selain Allah, seperti alam semesta
dan manusia) adalah manifestasi, yang Wujud itu hanya Allah. (Bagir, 2022)
Hubungan antara wujud lain dengan Wujud Allah biasanya digambarkan melalui wajah
dan cermin. Wajah itu satu namun cermin itu seribu, begitulah ucapan Ibn ‘Arabi. Namun,
karena setiap cermin berbeda dalam posisi dan kualitasnya, maka setiap pantulan Wujud ke
dalam setiap cerminnya juga berbeda, maka segala ciptaannya pasti memiliki perbedaan.
(Kartanegara, 2006)
Selanjutnya, marilah kita kembali memaknai lagu dari Dewa 19 yang berjudul “satu”
ini. Lagu ini juga mengajarkan ajaran dari Mansur Al Hallaj, yakni kefanaan dalam diri
seseorang, yang ada hanyalah Allah SWT. dengan adagiumnya yakni Ana al-Haq, ajaran ini
juga di ajarkan di Indonesia oleh Syekh Siti Jenar dengan nama Manunggaling Kawulo Gusti.
Tingkat fana ini -sejauh pemahaman saya- hanya akan dirasakan oleh orang yang sudah
mengenal Allah. Namun, tidak semua yang mengenal Allah akan merasakan maqom fana ini.
Para sufi di kalangan sunni umumnya menggunakan praktik sufistik untuk bisa sampai pada
maqom fana, itupun jika sudah memahami dengan betul ilmu Tauhid dan juga ilmu Fiqih.
Kematangan tingkat fana ini di dapat melalui penyucian jiwa, seperti pembacaan
terhadap suatu amalan tertentu dengan binaan seorang guru. Sebelum memasuki tingkat fana,
seseorang terlebih dahulu diajarkan mengenai kebersihan hati. Dimulai dari tidak memakan
dan meminum yang haram, sampai pada pembersihan penyakit hati seperti riya, ujub dan
lain-lain.
Demikian dahsyat makna lagu ini. Para sufi martir seperti Al Hallaj dahulu sampai
dihukum mati karena mengajarkan ajaran demikian kepada masyarakat umum. Ajaran
demikian sebetulnya bisa diungkapkan di masyarakat umum, namun dengan menggunakan
metode penyampaian rasional seperti yang dilakukan oleh Suhrawardi Al Maqtul, Imam Al
Ghazali, begitupun Mulla Shadra.
Pelajaran yang dapat diambil dalam lagu ini adalah, sebagai manusia kita tidak
sepatutnya sombong, karena seluruh yang kita miliki mulai dari panca indera, ruh dan bahkan
jasad kita sendiri adalah pemberian dari Allah untuk dipergunakan pada aktivitas yang
berorientasi kepada Allah itu sendiri, demikian hal ini adalah tujuan hidup seorang muslim
yang beriman.

Anda mungkin juga menyukai