G DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKLETAL : FRAKTUR ANTEBRAHIE
DEKSTRA
DI RUANG ICU
RSU St. ANTONIUS PONTIANAK
OLEH :
DIONESIUS HERIDIKTUS
NIM : 20050299
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. G Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal: Fraktur
Antebrachie di unit ICU RS.St. Antonius Pontianak.”
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis mengalami beberapa hambatan-
hambatan dan kesulitan, namun berkat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak dan
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Agustinus HS., SKM, selaku direktur
Akademi Keperawatan Dharma Insan Pontianak, yang telah memberikan kesempatan
untuk melakukan praktek.
2. Bapak dr. Charles Hutasoit, Sp.A, selaku
direktur Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan pengamatan kasus di Rumah Sakit Santo Antonius
Pontianak.
3. Ners. Elisabeth WS , S.kep selaku
pembimbing selama praktek di ruangan Akademi Keperawatan Dharma Insan
Pontianak.
4. Kepala ruangan beserta staf keperawatan,
Dokter dan Tim kesehatan lainnya diruang ICU Rs.St.Antonius Pontianak, yang telah
membantu dan memberikan kesempatan penulisan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien.
5. Petugas perpustakaan Akademi
Keperawatan Dharma Insan Pontianak yang telah membantu penulis untuk
mendapatkan buku-buku yang berhubungan dengan makalah yang penulis susun.
Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Pontianak,Mei 2008
Penulis
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur tertutup
Fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur dimana tulang tidak
menonjol keluar melewati kulit.
b. Fraktur terbuka
Robeknya kulit pada tempat fraktur, luka berhubungan dengan kulit ke tulang.
Oleh sebab itu fraktur berhubungan dengan lingkungan luar, sehingga
berpotensi terjadi infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3
berdasarkan beratnya fraktur.
Grade I : disertai kerusakan pada kulit yang minimal kurang dari 1 cm.
Grade II : seperti pada grade I dengan kulit dan luka memar pada otot.
Grade III : luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan pada pembuluh darah.
c. Fraktur komplit
Patah yang melintang ke seluruh tulang dan sering berpindah dari posisi
normal.
d. Fraktur inkomplit
Meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian tulang dimana yang
mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Tipe fraktur ini disebut juga green
stick atau fraktur hickoristik.
e. Fraktur comminuted
Fraktur yang memiliki beberapa fragmen tulang.
f. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan tulang yang pokok, seperti
osteoporosis. Garis fraktur membentuk sudut oblique (sekitar 45 o) pada batang
atau sendi pada tulang.
g. Fraktur longitudinal
Garis fraktur berkembang secara longitudinal.
h. Fraktur transversal
Garis fraktur menyilang lurus pada tulang.
i. Fraktur spiral
Garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang
3. Anatomi Fisiologi
Tulang merupakan struktur padat yang hidup, karena terdiri atas sel-sel
dan jaringan tulang. Permukaan tulang terbungkus oleh periosteum atau selaput
pembungkus tulang yang merupakan lapisan jaringan ikat dan banyak
mengandung serabut- serabut saraf. Struktur tulang terdiri atas bagian yang padat
atau pars kompakta dan bagian yang berongga- rongga. Bagian yang berongga
terdiri atas pars spongiosa ( yang berongga kecil ) dan medulla tulang ( yang
berongga besar ). Yang berongga kecil berisi sumsum tulang merah, tempat
pembuatan sel- sel darah dan trombosit. Sedangkan medulla tulang berisi jaringan
lemak dan berwarna kekuningan. Tulang juga dibagi menurut bagian tengah atau
diafisis dan bagian ujung (epififis). Batas epifisis dan diafisis merupakan zona
pertumbuhan tulang. Lutut.
Pada lutut terdapat patella sebagai tempurung lutut atau tulang sesamoid
yang berkembang didalam tendo otot kuadrisep extensor. Apex patella meruncing
kebawah. Letaknya didepan sendi lutut, tetapi tidak ikut serta didalamnya. Otot
yang menggerakkan daerah lutut adalah muskulus quadrisep femoris dan yang
mempersarafi daerah lutut adalah nervus femoralis. Pembuluh darah yang
memperdarahinya adalah arteri poplitea. Fungsi patella untuk menjaga posisi
ketika sedang flexi dan melindungi tulang lutut.
Tibia
Tulang tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah.
Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondil disebelah
belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam
persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar kebawah menjadi maleolus
medial. Tibia membuat sendi dengan 3 tulang yaitu femur, fibula dan talus.
Muskulus peroneus dan muskulus tibialis anterior yangmengatur pergerakan pada
tulang tibia dan membuat gerakan dorso-fleksi. Begitu pula dengan nervus yang
mempersarafinya adalah nervus peroneus dan nervus tibialis. Sedangkan
pembuluh darah yang memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior dan
anterior. Tulang tibia bersama otot yang disekitarnya berfungsi menyangga
seluruh tubuh dari paha keatas dan mengatur pergerakan untuk menjaga
keseimbangan tubuh pada saat berdiri dan beraktifitas.
Fibula
Tulang fibula adalah tulang betis yang berada disebelah lateral tungkai
bawah. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang
sebelah luar dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung bawah
memanjang menjadi maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang
memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior. Dan otot-otot yang terdapat pada
daerah betis adalah muskulus gastroknemius dan muskulus soleus pada sisi
posterior serta muskulus peroneus dan tibialis anterior pada sisi anterior. Nervus
peroneus dan tibialis juga mempesarafi daerah sekitar tulang fibula ini.
Tarsal
Tulang tarsal berjumlah 7, yang secara kolektif disebut tarsus. Tulang
kalkaneus adalah tulang terbesar dari telapak kaki. Dari sebelah belakang tulang
tersebut membentuk tumit. Fungsi dari tulang kalkaneus ketika berdiri dalam
keadaan normal berat tubuh dipindahkan dari tibia ke tulang talus yang kemudian
ditransfer ke tulang kalkaneus. Tulang ini juga memberi kaitan pada otot besar
dari betis dengan perantaraan tendo Achilles. Disebelah atas tulang kalkaneus
bersendi dengan tulang talus. Talus merupaka titik tertinggi dari telapak kaki yang
mendukung tibia dan bersendi dengan maleolus dari fibula. Didepan tulang talus
terletak tulang navicular, yang bersendi dengan tulang talus dan kuneiformis.
Tulang kuneiformis terdiri dari 3 buah tulang yaitu kuneiformis medial,
intermedia dan lateral sesuai dari posis ke 3 tulang tersebut. Sebelah distal dari
tulang kuboid dan kuneiformis juga bersendi dengan tulang-tulang metatarsal dari
kaki. Tulang tarsus ini membentuk kaki yang diperdarahi oleh arteri dorsalis pedis
dan digerakkan oleh tendo dari muskulus gastroknemius dan tendo Achilles untuk
melakukan gerakan plantar fleksi.
Metatarsal
Tulang metatarsal berjumlah 5. Tulang metatarsal I-III bersendi
dengantulang kuneiformis, sedangkan yang IV dan V bersendi dengan kuboid.
Dan sebelah distal dari tulang metatarsal bersendi dengan proximal falang. Falang
II-V terdiri atas 3 bagian yaitu falang proximal,medial dan distal. Sedangkan
falang I terdiri atas proximal dan distal. Dibawah tulang metatarsal terdapat
lengkungan longitudinal dan lengkungan transversal dimana ketika dalam posisi
berdiri seluruh berat tubuh dipindahkan pada kedua lengkugan ini. Ligamen dan
tendo memelihara lengkungan ini dengan mengikat kalkaneus dengan bagian
distal dari tulang metatarsal. Secara keseluruhan tulang-tulang metatarsal dan
tarsus membentuk kaki yang digerakkan oleh tendo Achilles dan tendo muskulus
gastroknemius dan diperdarahi juga oleh arteri dorsalis pedis.
4. Etiologi
Fraktur dapat ditimbulkan oleh trauma:
a. Trauma langsung (direct), yaitu bila fraktur terjadi di tempat bagian tersebut
mendapat rudapaksa, misalnya : benturan/pukulan pada tulang yang
menyebabkan fraktur
b. Trauma tidak langsung (indirect), misalnya : penderita jatuh dengan kaki
dalamkeadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada femur.
c. Trauma ringan juga dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah
rapuh atau ada undergong diseases disebut fraktur patologik yaitu fraktur yang
terjadi karena bentuk yang patoligis akibat proses penyakit seperti
osteoporosis, penyakit metabolic, penyakit infeksi pada tulang dan juga dapat
disebabkan oleh tarikan otot dan ini sangat jarang terjadi. Kekuatan dapt
berupa pemulihan, penekanan, dan penarikan.
d. Malnutrisi
Menurunnya kadar Ca, F, K, dan vitamin D
5. Patofisiologi
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena
kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf
sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3
grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit,
Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema
pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh
darah.
7. Test Diagnostik
a. Anamnese
b. Pemeriksaan umum
c. X-Ray : menentukan lokasi/luas/batas dan tingkat fraktur/trauma
d. Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
e. CT Scan tulang dengan kontras/tanpa kontras, bonescan MRI-Scan untuk
melihat fraktur dan kemungkinan kerusakan jaringan lunak dan saraf sekitar
fraktur
f. Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan Ht, Hb.
Peningkatan sel darah putih sebagai respons normal terhadap respon stress
setelah trauma.
g. Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan perdarahan.
h. Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
i. EKG: mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan
sebagai persiapan operasi.
8. Penatalaksanaan Medis
Pemilihan jenis tindakan lokasi fraktur, potensial nekrosis, pilihan
pasien, dan kesukaan dokter yang merawat.
Jenis tindakan untuk fraktur antara lain :
1. Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan
memberi beban seminimal mungkin pad daerah distal.
2. Manipulasi dengan Closed reduction and external fixation
(reduksi tertutup + fiksasi eksternal), digunakan gips sebagai fiksasi eksternal,
dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani
pembedahan.
3. Prosedur operasi dengan open reduction and internal
fixation (ORIF). Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi tulang (misalnya: sekrup, plat, kawat, paku). Alat ini
bisa dipasang di sisi maupun di dalam tulang, digunakan jenis yang sama
antara plate dan sekrup untuk menghindari terjadinya reaksi kimia.
4. Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka
kadang dilakukan juga debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan
lunak di sekitar fraktur.
5. Reposisi setiap pergeseran atau angulasi pada ujung
patahan harus direposisi dengan hati-hati melalui tindakan manipulasi yang
biasanya di bawah anestesi umum
6. Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.
7. Perlu dilakukan mobilisasi
Kemandirian bertahap.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita fraktur dapat dibagi dalam
2 tingkatan, yaitu sebagai berikut :
1. Komplikasi dini (1 x 24 jam) pasca fraktur
Komplikasi dini yang biasa terjadi pada fraktur adalah pendarahan, emboli
paru, emboli lemak, gas ganggren, tetanus, compartment syndrome, vaslular
necrosis dan infeksi, syok hipovolemik
2. Komplikasi lanjut
Komplikasi lanjut pada fraktur yuang dapat terjadi adalah kekakuan
sendi/kontraktur, disuse antropi otot, malunion, nomunion, gangguan
pertumbuhan (fraktur epifisis) osteoporosis post trauma dan plebotrombosis.
a. Infeksi
b. Nekrosis vaskuler
c. Cedera saraf
d. Borok
e. Osteomylitis
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan memadai.
- Adanya kegiatan yang beresiko cedera.
- Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
2. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
- Apa dan bagaimana jenis makanan yang disukai klien ?
3. Pola eliminasi
- Apakah klien ada masalah dalam BAB / BAK sehari – hari ?
- Bagaimana biasanya karakteristik jumlah, warna dan konsistensi dari urine
atau feces ?
4. Pola aktivitas dan latihan
- Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas/kecelakaan lain.
- Tidak kuat menahan beban.
- Ada perubahan bentuk/pemendekan pada bagian yang kontraktur.
5. Pola tidur dan istirahat
- Bagaimana kebiasaan tidur-istirahat sebelum dan ketika sakit ?
- Apakah klien sering terbangun disaat tidur ?
- Apakah klien mengunakan obat-obat tidur dalam merangsang rasa ngantuk
?
6. Pola persepsi kognitif
- Biasanya mengeluh nyeri pada daerah fraktur
- Mengeluh kesemutan/baal
- Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
7. Pola persepsi dan konsep diri
- Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena cedera.
- Rasa khawatir akan dirinya, tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
8. Pola hubungan peran dan hubungan dengan sesama
- Peran terganggu karena adanya nyeri.
- Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi
kebutuhan keluarga.
9. Pola reproduksi seksualitas
- Bagaimana hubungan klien dengan pasangan hidup, apakah harmonis ?
- Apakah klien ada mengalami penurunan dalam hal seksualitas selama
sakit ?
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
- Ekspresi sedih
- Merasa terasing di rumah sakit.
- Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi
kebutuhan keluarga dan melindungi.
- Merasa tak berdaya.
11. Pola nilai kepercayaan
- Menganggap cedera adalah hukuman.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan kerusakan
jaringan lunak.
b. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan dengan
menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan trombus, hipovolemia.
c. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada jaringan
lunak.
d. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
e. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya luka
operasi.
b. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
e. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
f. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan
imobilisasi.
3. Perencanaan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan kerusakan
jaringan lunak.
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu
2-3 hari ditandai dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,
ekspresi wajah santai, dapat menikmati waktu istirahat dengan tepat,
dan mampu melakukan teknik relaksasi dan aktivitas sesuai dengan
kondisinya.
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
2. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan mengurangi
rasa nyeri.
3. Pertahankan bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/ Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
4. Mempertahankan tirah baring sampai tindakan operasi.
R/ Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
5. Dengarkan keluhan klien.
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien.
6. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri (latihan nafas dalam).
R/ Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
7. Kolaborasikan dengan dokter mengenai masalah nyeri.
R/ Intervensi tepat mengatasi nyeri.
Intervensi:
1. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/ Ketidakefektifan volume sirkulasi mempengaruhi tanda-tanda vital.
2. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan bagian distal fraktur.
R/ Warna kulit pucat merupakan tanda gangguan sirkulasi.
3. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi
motorik/sensorik.
R/ Rasa baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila sirkulasi
pada saraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
4. Identifikasi tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba.
R/ Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan.
5. Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter (mppp, Hb,
Ht).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
6. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk menyiapkan klien intervensi pembedahan.
R/ Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih parah.
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya luka
operasi.
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu
2-3 hari ditandai dengan: ekspresi wajah tenang, klien
mengungkapkan nyeri berkurang.
Intervensi:
1. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Napas dalam dapat mengendorkan ketegangan, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
4. Berikan posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatominya.
R/ Posisi anatomi memberikan rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi
darah.
5. Berikan terapi analgetik sesuai dengan program medik.
R/ Analgesik akan menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Tujuan dari pelaksanaan yaitu membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan komplikasi
lebih lanjut, pemulihan kesehatan dan manifestasi koping. Selama tahap
pelaksanaan, perawat harus mengumpulkan data dan memilih tindakan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien. Dalam memberi
Asuhan Keperawatan, perawat harus bekerja sama dengan pasien, keluarga pasien
serta tim kesehatan yang lain sehinggan Asuhan Keperawatan yang diberikan
dapat optimal dan komprehensif.
5. Evaluasi keparawatan
Dalam evaluasi kita melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai atau belum.
Pre Operasi
a. Nyeri dapat diminimalkan sampai dengan hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan
b. Risiko tinggi terhadap perubahan neurovaskuler perifer tidak terjadi.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi.
d. Kecemasan dapat diminimalkan sampai dengan hilang
e. Regimen terapeutik menjadi efektif
Post Operasi
a. Nyeri dapat diminimalkan sampai dengan hilang setalah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. Risiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi.
c. Gangguan mobilisasi fisik dapat diminimalkan setelah diberikan tindakan
keperawatan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
e. Risiko tinggi terhadap komplikasi post operasi tidak terjadi.
f. Regimen terapeutik menjadi efektif.
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Ringkasan Kasus
Nama : Tn. G
Umur : 14 Tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Protestan
Diagnosa medik : Fraktur Antebrachie + CKB
Tanggal masuk : 20 mei 2008
Pasien tinggal di desa Anton Jl. Darit,kab. landak. Abang pasien mengatakan
“ saya dan adik saya sedang mengendarai motor,tiba-tiba di perjalanan saya dan adik saya
ditabrak truk dari depan,saya langsung jatuh dan adik saya langsung pingsan, kemudian
kami dibawa ke rumah sakit dingabang, yang kemudian langsung di rujuk ke RSSA. Saat
kejadian diperkirakan sekitar jam 16.00 WIB, sesampainya di UGD pasien langsung
dilarikan ke ICU karena kondisinya yang begitu parah ”.
Pada saat pengkajian pada tanggal 21 mei 2008, pasien sudah dirawat 1 hari di
Unit ICU dan masih tidak sadarkan diri. Pengkajian sepenuhnya di lakukan ke Abang
pasien yaitu Tn. M, pasien dirawat oleh dr. Jhon Hard, keadaan umum : pasien tampak
sakit berat, kesadaran soporos, terpasang infus RL drif Remopain 1 Ampul + Tradosik 1
Ampul 15 tts/mnt, terpasang NGT, Oksigen 10 liter / menit, pasien tampak berbaring
lemah, pada kedua mata pasien tampak hematoma, muka bengkak dan pasien tampak
gelisah. Mengobservasi TTV : S = 36,2 0C, N =111 x / mnt, P = 16 x / mnt, TD = 120 /
90 mmHg, SPO2 =92 %
ANALISA DATA
Nama/ umur : Tn. G / 14 tahun
Ruang/ Bed : ICU / 07
elastic verban dan di pasang - Pasien mengatakan nyeri memulai tindakan keperawatan
11 13.00 Herry
S: -
O:
Pasien tidak bisa mencerna makanan,karena
penurunan tingkat kesadaran.
Gigi,rongga mulut dan lidah pasien tampak
kotor dan berbau
Peristaltik usus 7 kali /menit
BB 55 kg,TB 160 cm
IMT: 20,75 kg/m2
Terpasang NGT
A: masalah kekurangan nutrisi belum terpenuhi
III P: rencana tindakan 1-5 lanjut
Herry
13.00
22/5/08 Emiliana
S:-
13.00 O:
Pasien tampak terbaring lemah
pasien tampak sakit berat
kesadaran soporos
TTV, S: 36 2, N: 111 x/mnt, P: 16
x/mnt,TD s:120/90 mmhg.
Spo2: 100 %
Aktivitas seluruhnya di bantu oleh
keluarga atau perawat
11
A: masalah imobilisasi belum teratasi
Emiliana
P: rencana tindakan 1-5 lanjut
S: -
O:
13.00 Pasien tampak lemah
pasien tampak sakit berat
kesadaran soporos Herry
13.00
S:-
O:
Pasien belum bisa mencerna makanan
lewat mulut,karena penurunan tingkat
Herrry
kesadaran.
BB 55 kg,TB 160 cm
IMT: 20,75 kg/m2
Terpasang NGT
1
A: masalah kekurangan nutrisi belum teratasi
P: rencana tindakan 1-5 dilanjutkan
23/5/08
S:-
13.00
O:
Pasien tampak terbaring lemah
pasien tampak sakit berat
kesadaran soporos
TTV: S : 36 2,N: 88 x/mnt,N : 18 x/mnt,
P : 20 x/mnt,TD : 120/90 mmhg. Herry
Aktivitas seluruhnya masih di bantu
oleh keluarga atau perawat
II A: masalah imobilitas belum teratasi
P: rencana tindakan 1-5 dilanjutkan
S: -
13.00 O:
Pasien tampak lemah
pasien tampak sakit berat
kesadaran soporos Herry
S: -
O:
Pasien belum bisa mencerna makanan Herry
S: -
O:
Pasien tampak terbaring lemah
pasien tampak sakit berat herrry
kesadaran soporos
TTV: S : 36 2,N: 88 x/mnt, P : 20
x/mnt,TD : 120/90 mmhg.
Aktivitas seluruhnya masih di bantu
oleh keluarga atau perawat
A: masalah imobilitas belum teratasi
P: rencana tindakan di lanjutkan