Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

G DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKLETAL : FRAKTUR ANTEBRAHIE
DEKSTRA
DI RUANG ICU
RSU St. ANTONIUS PONTIANAK

PEMBIMBING : Ners.Elisabeth. WS, S.kep

OLEH :
DIONESIUS HERIDIKTUS
NIM : 20050299

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN


PONTIANAK
2008
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. G Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal: Fraktur
Antebrachie di unit ICU RS.St. Antonius Pontianak.”
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis mengalami beberapa hambatan-
hambatan dan kesulitan, namun berkat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak dan
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Agustinus HS., SKM, selaku direktur
Akademi Keperawatan Dharma Insan Pontianak, yang telah memberikan kesempatan
untuk melakukan praktek.
2. Bapak dr. Charles Hutasoit, Sp.A, selaku
direktur Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan pengamatan kasus di Rumah Sakit Santo Antonius
Pontianak.
3. Ners. Elisabeth WS , S.kep selaku
pembimbing selama praktek di ruangan Akademi Keperawatan Dharma Insan
Pontianak.
4. Kepala ruangan beserta staf keperawatan,
Dokter dan Tim kesehatan lainnya diruang ICU Rs.St.Antonius Pontianak, yang telah
membantu dan memberikan kesempatan penulisan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien.
5. Petugas perpustakaan Akademi
Keperawatan Dharma Insan Pontianak yang telah membantu penulis untuk
mendapatkan buku-buku yang berhubungan dengan makalah yang penulis susun.
Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Pontianak,Mei 2008
Penulis

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Sylvia A., Patofisiologi, 1995).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang)
yang biasanya disebabkan oleh tekanan yang datang tekanan yang lebih besar dari
yang diserap oleh tulang. (Lukman dan Sorensens, Medical Surgical Nursing,
1994)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang pada
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer A, et al. 2000).
Jadi, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh
suatu trauma atau tenaga fisik, dimana kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
bentuk frakturnya.

2. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur tertutup
Fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur dimana tulang tidak
menonjol keluar melewati kulit.
b. Fraktur terbuka
Robeknya kulit pada tempat fraktur, luka berhubungan dengan kulit ke tulang.
Oleh sebab itu fraktur berhubungan dengan lingkungan luar, sehingga
berpotensi terjadi infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3
berdasarkan beratnya fraktur.
 Grade I : disertai kerusakan pada kulit yang minimal kurang dari 1 cm.
 Grade II : seperti pada grade I dengan kulit dan luka memar pada otot.
 Grade III : luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan pada pembuluh darah.
c. Fraktur komplit
Patah yang melintang ke seluruh tulang dan sering berpindah dari posisi
normal.
d. Fraktur inkomplit
Meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian tulang dimana yang
mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Tipe fraktur ini disebut juga green
stick atau fraktur hickoristik.
e. Fraktur comminuted
Fraktur yang memiliki beberapa fragmen tulang.
f. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan tulang yang pokok, seperti
osteoporosis. Garis fraktur membentuk sudut oblique (sekitar 45 o) pada batang
atau sendi pada tulang.
g. Fraktur longitudinal
Garis fraktur berkembang secara longitudinal.
h. Fraktur transversal
Garis fraktur menyilang lurus pada tulang.
i. Fraktur spiral
Garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang
3. Anatomi Fisiologi

Gambar I : Anatomi Tulang

Tulang merupakan struktur padat yang hidup, karena terdiri atas sel-sel
dan jaringan tulang. Permukaan tulang terbungkus oleh periosteum atau selaput
pembungkus tulang yang merupakan lapisan jaringan ikat dan banyak
mengandung serabut- serabut saraf. Struktur tulang terdiri atas bagian yang padat
atau pars kompakta dan bagian yang berongga- rongga. Bagian yang berongga
terdiri atas pars spongiosa ( yang berongga kecil ) dan medulla tulang ( yang
berongga besar ). Yang berongga kecil berisi sumsum tulang merah, tempat
pembuatan sel- sel darah dan trombosit. Sedangkan medulla tulang berisi jaringan
lemak dan berwarna kekuningan. Tulang juga dibagi menurut bagian tengah atau
diafisis dan bagian ujung (epififis). Batas epifisis dan diafisis merupakan zona
pertumbuhan tulang. Lutut.
Pada lutut terdapat patella sebagai tempurung lutut atau tulang sesamoid
yang berkembang didalam tendo otot kuadrisep extensor. Apex patella meruncing
kebawah. Letaknya didepan sendi lutut, tetapi tidak ikut serta didalamnya. Otot
yang menggerakkan daerah lutut adalah muskulus quadrisep femoris dan yang
mempersarafi daerah lutut adalah nervus femoralis. Pembuluh darah yang
memperdarahinya adalah arteri poplitea. Fungsi patella untuk menjaga posisi
ketika sedang flexi dan melindungi tulang lutut.
Tibia
Tulang tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah.
Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondil disebelah
belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam
persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar kebawah menjadi maleolus
medial. Tibia membuat sendi dengan 3 tulang yaitu femur, fibula dan talus.
Muskulus peroneus dan muskulus tibialis anterior yangmengatur pergerakan pada
tulang tibia dan membuat gerakan dorso-fleksi. Begitu pula dengan nervus yang
mempersarafinya adalah nervus peroneus dan nervus tibialis. Sedangkan
pembuluh darah yang memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior dan
anterior. Tulang tibia bersama otot yang disekitarnya berfungsi menyangga
seluruh tubuh dari paha keatas dan mengatur pergerakan untuk menjaga
keseimbangan tubuh pada saat berdiri dan beraktifitas.
Fibula
Tulang fibula adalah tulang betis yang berada disebelah lateral tungkai
bawah. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang
sebelah luar dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung bawah
memanjang menjadi maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang
memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior. Dan otot-otot yang terdapat pada
daerah betis adalah muskulus gastroknemius dan muskulus soleus pada sisi
posterior serta muskulus peroneus dan tibialis anterior pada sisi anterior. Nervus
peroneus dan tibialis juga mempesarafi daerah sekitar tulang fibula ini.
Tarsal
Tulang tarsal berjumlah 7, yang secara kolektif disebut tarsus. Tulang
kalkaneus adalah tulang terbesar dari telapak kaki. Dari sebelah belakang tulang
tersebut membentuk tumit. Fungsi dari tulang kalkaneus ketika berdiri dalam
keadaan normal berat tubuh dipindahkan dari tibia ke tulang talus yang kemudian
ditransfer ke tulang kalkaneus. Tulang ini juga memberi kaitan pada otot besar
dari betis dengan perantaraan tendo Achilles. Disebelah atas tulang kalkaneus
bersendi dengan tulang talus. Talus merupaka titik tertinggi dari telapak kaki yang
mendukung tibia dan bersendi dengan maleolus dari fibula. Didepan tulang talus
terletak tulang navicular, yang bersendi dengan tulang talus dan kuneiformis.
Tulang kuneiformis terdiri dari 3 buah tulang yaitu kuneiformis medial,
intermedia dan lateral sesuai dari posis ke 3 tulang tersebut. Sebelah distal dari
tulang kuboid dan kuneiformis juga bersendi dengan tulang-tulang metatarsal dari
kaki. Tulang tarsus ini membentuk kaki yang diperdarahi oleh arteri dorsalis pedis
dan digerakkan oleh tendo dari muskulus gastroknemius dan tendo Achilles untuk
melakukan gerakan plantar fleksi.
Metatarsal
Tulang metatarsal berjumlah 5. Tulang metatarsal I-III bersendi
dengantulang kuneiformis, sedangkan yang IV dan V bersendi dengan kuboid.
Dan sebelah distal dari tulang metatarsal bersendi dengan proximal falang. Falang
II-V terdiri atas 3 bagian yaitu falang proximal,medial dan distal. Sedangkan
falang I terdiri atas proximal dan distal. Dibawah tulang metatarsal terdapat
lengkungan longitudinal dan lengkungan transversal dimana ketika dalam posisi
berdiri seluruh berat tubuh dipindahkan pada kedua lengkugan ini. Ligamen dan
tendo memelihara lengkungan ini dengan mengikat kalkaneus dengan bagian
distal dari tulang metatarsal. Secara keseluruhan tulang-tulang metatarsal dan
tarsus membentuk kaki yang digerakkan oleh tendo Achilles dan tendo muskulus
gastroknemius dan diperdarahi juga oleh arteri dorsalis pedis.

Proses Penyembuhan Tulang


Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondial ketika
tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan
parut, namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam
penyembuhan tulang :
1. Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila
ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan
yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang.
Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih
besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi,
pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan
hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast dan osteoblast (berkembang dan osteosit, sel endotel, sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks
kolagen pada patahan tulang.
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek-
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran
tulang.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalui proses penulangan endokondrial.
5. Remodeling
Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus
yang melibatkan tulang kompak dan kanselus - stres fungsional pada tulang.

4. Etiologi
Fraktur dapat ditimbulkan oleh trauma:
a. Trauma langsung (direct), yaitu bila fraktur terjadi di tempat bagian tersebut
mendapat rudapaksa, misalnya : benturan/pukulan pada tulang yang
menyebabkan fraktur
b. Trauma tidak langsung (indirect), misalnya : penderita jatuh dengan kaki
dalamkeadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada femur.
c. Trauma ringan juga dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah
rapuh atau ada undergong diseases disebut fraktur patologik yaitu fraktur yang
terjadi karena bentuk yang patoligis akibat proses penyakit seperti
osteoporosis, penyakit metabolic, penyakit infeksi pada tulang dan juga dapat
disebabkan oleh tarikan otot dan ini sangat jarang terjadi. Kekuatan dapt
berupa pemulihan, penekanan, dan penarikan.
d. Malnutrisi
Menurunnya kadar Ca, F, K, dan vitamin D

5. Patofisiologi
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena
kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf
sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3
grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit,
Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema
pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh
darah.

Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan


nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada grade III kerusakan jaringan yang
luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya
sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga
mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah
kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak
jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat
biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia,
takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis
otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan
kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen
yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan
maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan
sesuai letak anatominya dengan gips.

6. Tanda dan Gejala


a. Sakit (nyeri)
b. Inspeksi : bengkak, deformitas (perubahan struktur dan bentuk tulang)
c. Palpasi : nyeri, krepitasi, nyeri sumbu
d. Gerakan : aktif (tidak bisa :function laesa), pasi (gerakan abnormal)
e. Syndrom compartment (pain, pallor, pulselessness, parasthesi, paralysis)
f. Oripitasi
g. Perubahan warna kulit : pucat, ruam cyanosis, geips
h. Bengkak atau penumpukan cairan karena kerusakan pembuluh darah
i. Ekimosis (perdarahan subcutan)
j. Spasme otot karena adanya tarikan involunter di sekitar fraktur
k. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi fraktur dan pergeraan bagian fraktur
l. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi larena adanya gangguan saraf dimana
saat ini dapt terjepit dan terputusnya oleh fragmen tulang
m. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena tidak stabilnya tulang,
nyeri atau spasme otot
n. Pergerakan abnormal
o. Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila digerakan
p. Hasil foto roentgen yang abnormal
q. Terdapat nyeri tekan

7. Test Diagnostik
a. Anamnese
b. Pemeriksaan umum
c. X-Ray : menentukan lokasi/luas/batas dan tingkat fraktur/trauma
d. Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
e. CT Scan tulang dengan kontras/tanpa kontras, bonescan MRI-Scan untuk
melihat fraktur dan kemungkinan kerusakan jaringan lunak dan saraf sekitar
fraktur
f. Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan Ht, Hb.
Peningkatan sel darah putih sebagai respons normal terhadap respon stress
setelah trauma.
g. Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan perdarahan.
h. Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
i. EKG: mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan
sebagai persiapan operasi.

8. Penatalaksanaan Medis
Pemilihan jenis tindakan lokasi fraktur, potensial nekrosis, pilihan
pasien, dan kesukaan dokter yang merawat.
Jenis tindakan untuk fraktur antara lain :
1. Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan
memberi beban seminimal mungkin pad daerah distal.
2. Manipulasi dengan Closed reduction and external fixation
(reduksi tertutup + fiksasi eksternal), digunakan gips sebagai fiksasi eksternal,
dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani
pembedahan.
3. Prosedur operasi dengan open reduction and internal
fixation (ORIF). Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi tulang (misalnya: sekrup, plat, kawat, paku). Alat ini
bisa dipasang di sisi maupun di dalam tulang, digunakan jenis yang sama
antara plate dan sekrup untuk menghindari terjadinya reaksi kimia.
4. Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka
kadang dilakukan juga debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan
lunak di sekitar fraktur.
5. Reposisi setiap pergeseran atau angulasi pada ujung
patahan harus direposisi dengan hati-hati melalui tindakan manipulasi yang
biasanya di bawah anestesi umum
6. Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.
7. Perlu dilakukan mobilisasi
Kemandirian bertahap.

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita fraktur dapat dibagi dalam
2 tingkatan, yaitu sebagai berikut :
1. Komplikasi dini (1 x 24 jam) pasca fraktur
Komplikasi dini yang biasa terjadi pada fraktur adalah pendarahan, emboli
paru, emboli lemak, gas ganggren, tetanus, compartment syndrome, vaslular
necrosis dan infeksi, syok hipovolemik

2. Komplikasi lanjut
Komplikasi lanjut pada fraktur yuang dapat terjadi adalah kekakuan
sendi/kontraktur, disuse antropi otot, malunion, nomunion, gangguan
pertumbuhan (fraktur epifisis) osteoporosis post trauma dan plebotrombosis.
a. Infeksi
b. Nekrosis vaskuler
c. Cedera saraf
d. Borok
e. Osteomylitis
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan memadai.
- Adanya kegiatan yang beresiko cedera.
- Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
2. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
- Apa dan bagaimana jenis makanan yang disukai klien ?
3. Pola eliminasi
- Apakah klien ada masalah dalam BAB / BAK sehari – hari ?
- Bagaimana biasanya karakteristik jumlah, warna dan konsistensi dari urine
atau feces ?
4. Pola aktivitas dan latihan
- Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas/kecelakaan lain.
- Tidak kuat menahan beban.
- Ada perubahan bentuk/pemendekan pada bagian yang kontraktur.
5. Pola tidur dan istirahat
- Bagaimana kebiasaan tidur-istirahat sebelum dan ketika sakit ?
- Apakah klien sering terbangun disaat tidur ?
- Apakah klien mengunakan obat-obat tidur dalam merangsang rasa ngantuk
?
6. Pola persepsi kognitif
- Biasanya mengeluh nyeri pada daerah fraktur
- Mengeluh kesemutan/baal
- Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
7. Pola persepsi dan konsep diri
- Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena cedera.
- Rasa khawatir akan dirinya, tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
8. Pola hubungan peran dan hubungan dengan sesama
- Peran terganggu karena adanya nyeri.
- Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi
kebutuhan keluarga.
9. Pola reproduksi seksualitas
- Bagaimana hubungan klien dengan pasangan hidup, apakah harmonis ?
- Apakah klien ada mengalami penurunan dalam hal seksualitas selama
sakit ?
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
- Ekspresi sedih
- Merasa terasing di rumah sakit.
- Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi
kebutuhan keluarga dan melindungi.
- Merasa tak berdaya.
11. Pola nilai kepercayaan
- Menganggap cedera adalah hukuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan kerusakan
jaringan lunak.
b. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan dengan
menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan trombus, hipovolemia.
c. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada jaringan
lunak.
d. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
e. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya luka
operasi.
b. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
e. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
f. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan
imobilisasi.

3. Perencanaan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan kerusakan
jaringan lunak.
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu
2-3 hari ditandai dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,
ekspresi wajah santai, dapat menikmati waktu istirahat dengan tepat,
dan mampu melakukan teknik relaksasi dan aktivitas sesuai dengan
kondisinya.
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
2. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan mengurangi
rasa nyeri.
3. Pertahankan bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/ Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
4. Mempertahankan tirah baring sampai tindakan operasi.
R/ Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
5. Dengarkan keluhan klien.
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien.
6. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri (latihan nafas dalam).
R/ Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
7. Kolaborasikan dengan dokter mengenai masalah nyeri.
R/ Intervensi tepat mengatasi nyeri.

b. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan dengan


menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan trombus, hipovolemia.
Hasil yang diharapkan : Perfusi jaringan perifer memadai ditandai dengan
terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi dan sensori normal, TTV
dalam batas normal dalam waktu 2-3 hari.

Intervensi:
1. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/ Ketidakefektifan volume sirkulasi mempengaruhi tanda-tanda vital.
2. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan bagian distal fraktur.
R/ Warna kulit pucat merupakan tanda gangguan sirkulasi.
3. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi
motorik/sensorik.
R/ Rasa baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila sirkulasi
pada saraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
4. Identifikasi tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba.
R/ Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan.
5. Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter (mppp, Hb,
Ht).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
6. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk menyiapkan klien intervensi pembedahan.
R/ Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih parah.

c. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada jaringan
lunak.
Hasil yang diharapkan : Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan tanda-tanda vital dalam batas normal dan pemeriksaan
laboratorium normal.
Intervensi:
1. Kaji tanda-tanda vital tiap 3-4 jam.
R/ Infeksi yang terjadi dapat meningkatkan suhu tubuh.
2. Monitor hasil laboratorium (leukosit).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi.
3. Rawat luka secara steril.
R/ Mengurangi risiko terjadinya infeksi.
4. Beri diet tinggi kalori dan tinggi protein.
R/ Makanan yang bergizi akan membantu meningkatkan pertahanan
tubuh.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
R/ Mengidentifikasi supaya infeksi tidak terjadi.

d. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan


mobilisasi.
Hasil yang diharapkan : Kecemasan tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, mampu melakukan
aktivitas sebagaimana mestinya, dan mengungkapkan perasaan lebih
santai, ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ Menentukan intervensi yang tepat.
2. Beri dan luangkan waktu bagi klien untuk mengungkapkan perasaannya.
R/ Mengetahui tingkat kecemasan klien dan memenuhi kebutuhan untuk
didengarkan.
3. Ajarkan dan bantu klien untuk melakukan teknik-teknik mengatasi
kecemasan.
R/ Mengurangi kecemasan klien.
4. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang
telah berhasil digunakan untuk mengatasi kecemasan yang lain.
R/ Klien tampak lebih rileks dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang
menimbulkan kecemasan.
5. Berikan dukungan kepada klien untuk berinteraksi dengan keluarga, orang
tua terdekat.
R/ Orang terdekat merupakan pemberi support sistem yang paling tepat.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi untuk mengurangi
kecemasan klien.
R/ dapat memulihkan klien ke tingkat awal.

e. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi


mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
Hasil yang diharapkan : Klien dapat mengetahui tentang penyakit,
penyebab, tanda gejala, pengobatan, pencegahan serta tindakan
operasi dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi:
1. Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakitnya, penyebab, tanda
gejala, pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien mengenai penyakit yang sedang
dialaminya.
2. Jalin hubungan saling percaya.
R/ Mempercepat proses penerimaan diri.
3. Jelaskan tentang rencana operasi dan post operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien.
4. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
R/ Meningkatkan pengetahuan dan kerjasama klien.
5. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di
bawah fraktur.
R/ Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelemahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari.
6. Anjurkan penggunaan back pack.
R/ Untuk memanipulasi kruk atau dapat mencegah kelelahan otot yang
tidak perlu bila satu tangan digips.
7. Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat.
R/ Menurunkan risiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat
berlanjut melalui osteomielitis.

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya luka
operasi.
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu
2-3 hari ditandai dengan: ekspresi wajah tenang, klien
mengungkapkan nyeri berkurang.
Intervensi:
1. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Napas dalam dapat mengendorkan ketegangan, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
4. Berikan posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatominya.
R/ Posisi anatomi memberikan rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi
darah.
5. Berikan terapi analgetik sesuai dengan program medik.
R/ Analgesik akan menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.

b. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.


Hasil yang diharapkan : Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan kulit bersih, pasien tidak mengalami infeksi tulang.
Intervensi:
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P) tiap 4 jam.
R/ Peningkatan TTV dapat menunjukkan adanya infeksi.
2. Rawat luka operasi dengan baik dengan tehnik antiseptik.
R/ Mencegah dan menghambat berkembangnya bakteri.
3. Tutup luka operasi dengan kasa steril.
R/ Kasa steril dapat menghambat masuknya kuman ke dalam luka.
4. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.
5. Berikan terapi antibiotik sesuai dengan program medik.
R/ Antibiotik akan menghambat hidup dan berkembangnya bakteri.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
Hasil yang diharapkan : Klien dapat mobilisasi seperti biasanya dalam
waktu 2-3 hari ditandai dengan klien dapat mobilisasi sendiri, dapat
melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain.
Intervensi:
1. Observasi TTV (S, TD, N, P) tiap 4 jam.
R/ Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.
2. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas, mobilisasi secara
mandiri.
R/ Menentukan tingkat keperawatan sesuai kondisi pasien.
3. Bantu pasien dalam pemenuhan higiene, nutrisi, eliminasi yang tidak
dapat dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dengan pasien yang baik mengefektifkan
pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
4. Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/ Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan.
5. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
R/ Kerjasama antara perawat dan keluarga akan membantu dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.
6. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai
kemampuan pasien dan sesuai program medik.
R/ Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses
penyembuhan.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
Hasil yang diharapkan : Perubahan nutrisi tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan penyembuhan tulang dan jaringan dapat kembali
secara bertahap sempurna seperti normalnya.
Intervensi:
1. Kaji abdomen, catat adanya bising usus, distensi abdomen dan keluhan
mual.
R/ Distensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan
penurunan tak adanya bising usus untuk mencerna makanan.
2. Berikan perawatan oral.
R/ Menurunkan rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi, mukosa
membran kering.
3. Bantu pasien dalam pemilihan makanan/cairan yang memenuhi kebutuhan
nutrisi tinggi kalsium.
R/ Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada
pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan
penyembuhan.
4. Kaji adanya peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan
ketajaman visual.
R/ Mewaspadai terjadinya hiperglikemia karena peningkatan pengeluaran
glukagon dan penurunan pengeluaran insulin.
5. Menganjurkan klien untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayur-
sayuran.
R/ Konsumsi buah dan sayur-sayuran dapat meningkatkan proses
penyembuhan tulang.
6. Kolaborasi dengan ahli diet.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
e. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
Hasil yang diharapkan : Tidak terjadi komplikasi post operasi dalam waktu
2-3 hari ditandai dengan tidak ada perasaan nyeri, sesak, mati rasa dll.
Intervensi:
1. Kaji keluhan pasien.
R/ Mengetahui masalah pasien.
2. Observasi TTV (S, T, N, P) tiap 4 jam.
R/ Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal dari komplikasi.
3. Anjurkan dan ajarkan latihan aktif dan pasif.
R/ Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran darah.
4. Kolaborasi dengan dokter.
R/ Mengetahui dan mendapatkan penanganan yang tepat.
f. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya dan
prosedur pembedahan.
Hasil yang diharapkan : Regimen terapeutik menjadi efektif dalam waktu 2-
3 hari ditandai dengan klien dapat mengetahui penyakit, tanda dan
gejala, pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
Intervensi:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Untuk mengukur sejauh mana pengetahuan pasien tentang penyakit.
2. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif
secara teratur.
R/ Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan dapat mencegah terjadinya
kontraktur pada tulang.
3. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
R/ Hal kurang jelas dapat diklarifikasi kembali.
4. Anjurkan pasien untuk menaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/ Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
5. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang
fraktur.
R/ Mencegah stres pada tulang.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Tujuan dari pelaksanaan yaitu membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan komplikasi
lebih lanjut, pemulihan kesehatan dan manifestasi koping. Selama tahap
pelaksanaan, perawat harus mengumpulkan data dan memilih tindakan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien. Dalam memberi
Asuhan Keperawatan, perawat harus bekerja sama dengan pasien, keluarga pasien
serta tim kesehatan yang lain sehinggan Asuhan Keperawatan yang diberikan
dapat optimal dan komprehensif.
5. Evaluasi keparawatan
Dalam evaluasi kita melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai atau belum.
Pre Operasi
a. Nyeri dapat diminimalkan sampai dengan hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan
b. Risiko tinggi terhadap perubahan neurovaskuler perifer tidak terjadi.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi.
d. Kecemasan dapat diminimalkan sampai dengan hilang
e. Regimen terapeutik menjadi efektif
Post Operasi
a. Nyeri dapat diminimalkan sampai dengan hilang setalah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. Risiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi.
c. Gangguan mobilisasi fisik dapat diminimalkan setelah diberikan tindakan
keperawatan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
e. Risiko tinggi terhadap komplikasi post operasi tidak terjadi.
f. Regimen terapeutik menjadi efektif.
BAB III
PENGAMATAN KASUS

Ringkasan Kasus
Nama : Tn. G
Umur : 14 Tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Protestan
Diagnosa medik : Fraktur Antebrachie + CKB
Tanggal masuk : 20 mei 2008

Pasien tinggal di desa Anton Jl. Darit,kab. landak. Abang pasien mengatakan
“ saya dan adik saya sedang mengendarai motor,tiba-tiba di perjalanan saya dan adik saya
ditabrak truk dari depan,saya langsung jatuh dan adik saya langsung pingsan, kemudian
kami dibawa ke rumah sakit dingabang, yang kemudian langsung di rujuk ke RSSA. Saat
kejadian diperkirakan sekitar jam 16.00 WIB, sesampainya di UGD pasien langsung
dilarikan ke ICU karena kondisinya yang begitu parah ”.
Pada saat pengkajian pada tanggal 21 mei 2008, pasien sudah dirawat 1 hari di
Unit ICU dan masih tidak sadarkan diri. Pengkajian sepenuhnya di lakukan ke Abang
pasien yaitu Tn. M, pasien dirawat oleh dr. Jhon Hard, keadaan umum : pasien tampak
sakit berat, kesadaran soporos, terpasang infus RL drif Remopain 1 Ampul + Tradosik 1
Ampul 15 tts/mnt, terpasang NGT, Oksigen 10 liter / menit, pasien tampak berbaring
lemah, pada kedua mata pasien tampak hematoma, muka bengkak dan pasien tampak
gelisah. Mengobservasi TTV : S = 36,2 0C, N =111 x / mnt, P = 16 x / mnt, TD = 120 /
90 mmHg, SPO2 =92 %
ANALISA DATA
Nama/ umur : Tn. G / 14 tahun
Ruang/ Bed : ICU / 07

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1 Data Subjektif: - Adanya fraktur Nyeri
Data Objektif
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak berbaring lemah
 Kesadaran spoors
 Tampak lengan kanan dibalut
elastic verban dan di pasang bidai
 Terpasang O2 10 lpm
 Posisi baring kepala di tinggikan
300C
 TTV, S: 36 2, N: 111 x/mnt, P: 16
x/mnt,TD :120/90 mmhg.
 Spo2: 92 %
Perubahan Nutrisi kurang dari
2 kemampuan untuk kebutuhan tubuh
Data Subjektif: -
mencerna nutrisi
Data Objektif:
sekunder terhadap
 Pasien tidak bisa mencarna
penurunan tingkat
makanan,karena penurunan tingkat
kesadaran.
kesadaran.
 Gigi,rongga mulut dan lidah pasien
tampak kotor dan berbau
 Peristaltik usus 7 kali /menit
Data Subjektif: -
3. DataObjektif: Kelemahan fisik dan Gangguan mobilitas
 Pasien tampak terbaring pemasangan Gips fisik
lemah dan gelisah
 Mobilisasi di tempat tidur
sepenuhmya di bantu oleh keluarga
dan perawat
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama / umur : Tn. G / 14 tahun
Ruang / Bed : ICU / 07

No Tgl/ Waktu Diagnosa keperawatan Nama


jelas
1 21 mei 2008 Nyeri yang berhubungan dengan adanya
fraktur.

2 21 mei 2008 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan Perubahan kemampuan
untuk mencerna nutrisi sekunder terhadap
penurunan tingkat kesadaran.

3 21 mei 2008 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan


dengan kelemahan fisik dan pemasangan G
ips
RENCANA KEPERAWATA
Nama : Tn. G Ruang :ICU
Umur/Jenis Kelamin :14 thn No bed :07

N Tgl/jam Diagnosa Keperawatan Tujuan/Hasil yang Rencana tindakan Nama


O diharapkan Tindakan Perawat, Observasi
Penyuluhan, Kolaborasi
1. 21-5-08 Data Subjektif: - Tujuan : 1. Kaji tingkat nyeri, tanda nyeri
Data Objektif Nyeri teratasi setelah non verbal (perubahan TTV,
 Pasien tampak gelisah dilakukan tindakan emosi, tingkah laku) dan
 Pasien tampak berbaring keperawatan selama 3 x 24 evaluasi respon pasien terhadap
lemah jam tindakan pemberian rasa
 Kesadaran spoors nyaman yang sudah diberikan

 Tampak lengan kanan dibalut Sasaran : 2. Jelaskan prosedur sebelum

elastic verban dan di pasang - Pasien mengatakan nyeri memulai tindakan keperawatan

bidai berkurang atau terkontrol 3. Ajarkan tekhnik relaksasi yang

 Terpasang O2 10 lpm - Ekspresi wajah pasien sesuai (pengubahan posisi,


tampak rileks relaksasi, distraksi, imaginasi)
 Posisi baring kepala di
Skala nyeri ringan 1-2 4. Anjurkan pasien meminta
tinggikan 300C
pengobatan nyeri sebelum nyeri
 TTV, S: 36 2, N: 111 x/mnt, P:
menjadi hebat
16 x/mnt,TD :120/90 mmhg.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
 Spo2: 92 %
pemberian therapy antibiotic,
anti inflamasi dan analgesic
sesuai indikasi

1. Kaji kemampuan klien untuk


mengunyah, menelan.
2. 21-5-08 DS: - Tujuan : Kekurangan
R / : Faktor untuk menentukan
DO: nutrisi tidak terjadi
pilihan terhadap jenis makanan.
 Pasien tidak bisa mencarna Kriteria Hasil :
2. Auskultasi bising usus, catat
makanan,karena penurunan 1. Klien tidak mengalami
adanya penurunan hilangnya
tingkat kesadaran. tanda-tanda malnutrisi
suara.
 Gigi,rongga mulut dan lidah 2. Berat badan dalam batas
R / : Fungsi saluran cerna biasanya
pasien tampak kotor dan normal
tetap baik pada cedera kepala, jadi
berbau
biasanya usus membantu dalam
 Peristaltik usus 7 kali /menit
menentukan respon untuk makan.
3. Timbang berat badan sesuai
indikasi
R / : Mengevaluasi keefektifan atau
kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi
4. Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan dalam waktu yang
sering dengan teratur.
R / : Meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan.
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang pemberian nutrisi yang
sesuai.
R / : Merupakan sumber yang
efektif untuk mengidentifikasi
kebutuhan kalori tergantung usia.

1. Kaji derajat mobilisasi pasien


DS: - Tujuan: dengan menggunakan skala
3. 21-5-08
DO: 1. Mampu melakukan ketergantungan
 Pasien tampak terbaring aktifitas fisik dan ( 0-4 )
lemah dan gelisah aktifitas kehidupan R / : seseorang dalam semua
 Mobilisasi di tempat kategori sama-sama mempunyai
tidur sepenuhmya di bantu sehari-hari. resiko kecelakaan.
oleh keluarga dan perawat 2. Tidak terjadi komplikasi 2. Letakkan pasien pada posisi
(dekubitus) tertentu untuk menghindari
Kriteria Hasil : kerusakan karena tekanan.
Pasien R / : Perubahan posisi yang teratur
mendemonstrasikan meningkatkan sirkulasi pada
tehnik / prilaku yang seluruh tubuh.
memungkinkan 3. 3. Bantu untuk melakukan rentang
dilakukannya kembali gerak
aktifitas. R / : Mempertahankan mobilisasi
dan fungsi sendi
4. Tingkatkan aktifitas dan
partisipasi dalam merawat diri
sendiri sesuai kemampuan
R / : Proeses penyembuhan yang
lambat sering kali menyertai trauma
kepala, keterlibatan pasien dalam
perencanaan dan keberhasilan.
5. 5. Berikan perawatan kulit dengan
cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan
elastisitas kulit
PELAKSAAN KEPERAWATAN
Nama / umur : Tn. G / 14 tahun
Ruang / Bed : ICU / 07

Tgl DP Waktu Pelaksanaan keperawatan Nama


21/5/08 07.00 Aplusan Herry
07.20 Mengkaji keadaan umum pasien: pasien tampak
sakit berat,kesadararan soporos,pasien tampak
gelisah, terpasang infus RL 15 tpm ditangan
sebelah kiri, terpasang kateter urine,terpasang O2
10 lpm via NRM,posisi baring ditinggikan 300 Herry
08.00 Memandikan pasien diatas tempat tidur,menganti
alat tenun dan merapikan tempat tidur. Herry
08.25 Membuaang urine 300 cc Herry
08.30 Mengobservasi tanda-tanda vital: S: 36,2,
N:73x/mnt,P 16 x/mnt,TD:120/90 mmhg Herry
08.40 Memberi injeksi neorotam 1 gr,rantin 1 amp, IV
via infuse. Herry
09.00 Mengobservasi tanda-tanda vital : S : 36,N : 80
x/mnt,P: 18 x/mnt, TD : 120/80 mmhg. Herry
10.20 Infus macet diperbaiki tidak berhasil,meng uff
infus Herry
10.40 Memasang infus kembali RL 15 tts/mnt di tangan
sebelah kanan. Herry
11.00 Memberi makan cair 250 cc + air putih 50 cc via
NGT. Herry
11.10 Mengobservasi tanda-tanda vital : S : 36 2,N: 84
x/mnt,P : 18 x/mnt,TD : 120/80 mmhg. Herry
11.30 Atas instruksi dokter meninggikan kapala
pasienl,melakukan perawatan luka dan menganti
perban, dan menganjurkan keluarga agar memberi
gerakan mobilitas perlahan lahan. Herry
13.00 Mengkaji keadaan umum pasien: pasien tampak
sakit berat, kesadaran soporos, terpasang infus RL
15 tts/mnt via NRM di tangan sebelah kanan,
terpasang kateter urine,terpasang NGT,
Mengobservasi tanda-tanda vital : S : 36 2,N: 80
x/mnt, P : 18 x/mnt,TD : 120/90 mmhg. Herry
22-5-08 07.00 Aplusan Herry
07.20 Mengkaji keadaan umum pasien: pasien tampak
sakit berat, kesadaran soporos,terpasang infus RL
15 tts/mnt via NRM di tangan sebelah kanan,
terpasang kateter urine,terpasang NGT,pasien
tampak lemah. Herry
07.30 Memandikan pasien dengan air hangat,menganti
baju dan celana pasien ,menganti alat tenun dan
merapikan tempat tidur,memasang kembali kateter
yang telepas. Herry
08.10 Mengobservasi tanda-tanda vital : S : 36 2,N: 80
x/mnt, P : 18 x/mnt,TD : 120/90 mmhg Herry
08.40 Memberi injeksi neorotam 1 gr,rantin 1 amp, IV
via infuse. Herry
09.10 Mengobservasi tanda tanda vital: S: 37 0
N:88x/mnt, P: 16 x/mnt,TD:130/90 mmhg Herry
10.45 Memberi makan cair 250 cc + air putih 50 cc via
NGT. Herry
11.00 Membuang urine 350 cc Herry
11.10 Mengobservasi kembali tanda vital: S:369
N:97x/mnt,P: 20 x/mnt,TD: 130/90 mmhg Herry
13.00 Mengkaji keadaan umum pasien: pasien tampak
sakit berat, kesadaran soporos, terpasang infus RL
15 tts/mnt, terpasang infus RL 15 tts/mnt via NRM
di tangan sebelah kanan, terpasang kateter
urine,terpasang NGT, Mengobservasi tanda-tanda
vital : S : 36 2,N: 88 x/mnt,N : 18 x/mnt, P : 20
x/mnt,TD : 120/90 mmhg. Herry
23-5-08 07.00 Aplusan Herry
07.10 Mengkaji keadaan umum pasien: pasien tampak
sakit berat, kesadaran soporos,terpasang infus RL
15 tts/mnt via NRM di tangan sebelah kanan,
terpasang kateter urine,terpasang NGT,pasien
tampak lemah dan gelisah. Herry
07.30 Memandikan pasien diatas tempat tidurr,menganti
celana dean baju pasien ,menganti alat tenun dan
merapikan tepat tidur pasien. Herry
07.45 Membuang urine 350 cc. Herry
08.10 Mengobsevasi tanda vital:s: 37.c, nadi:72
kali/menit,TD:110/80 mmhg. Herry
08.40 Memberi injeksi neorotam 1 gr,rantin 1 amp, IV
via infuse. Herry
09.10 Mengobservasi tanda tanda vital: S: 37 0
N:88x/mnt, P: 16 x/mnt,TD:130/90 mmhg
Memberi makan cair 250 cc + air putih 50 cc via
NGT. Herry
10.45 Memberi makan cair 250 cc + air putih 50 cc via
NGT. Herry
11.00 Mengobservasi kembali tanda vital: S:369
N:97x/mnt,P: 20 x/mnt,TD: 130/90 mmhg Herry
13.00 Mengkaji keadaan umum pasien: pasien tampak
sakit berat, kesadaran soporos, terpasang infus RL
15 tts/mnt, terpasang infus RL 15 tts/mnt via NRM
di tangan sebelah kanan, terpasang kateter
urine,terpasang NGT, Mengobservasi tanda-tanda
vital : S : 36 2,N: 88 x/mnt, P : 20 x/mnt,TD :
120/90 mmhg. Herry
13.30 Membuang urine 200 cc. Herry
14.00 Pasien tampak tenang. Herry
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama / umur : Tn. G / 14 tahun


Ruang / Bed : ICU / 07

NO Tgl waktu EVALUASI(SOAP) NAMA


1 21/5/08 13.00 S:- Herry
O:
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak berbaring lemah
 Kesadaran soporos
 Terpasang O2 10 lpm
 Posisi baring kepala di tinggikan 30 0C
 TTV, S: 36 2, N: 111 x/mnt, P: 16 x/mnt,TD
s:120/90 mmhg.
 Spo2: 100 %
A:masalah Nyeri belum teratasi
P: tindakan 1-6 lanjut

11 13.00 Herry
S: -
O:
 Pasien tidak bisa mencerna makanan,karena
penurunan tingkat kesadaran.
 Gigi,rongga mulut dan lidah pasien tampak
kotor dan berbau
 Peristaltik usus 7 kali /menit
 BB 55 kg,TB 160 cm
 IMT: 20,75 kg/m2
 Terpasang NGT
A: masalah kekurangan nutrisi belum terpenuhi
III P: rencana tindakan 1-5 lanjut

Herry

13.00

22/5/08 Emiliana

S:-
13.00 O:
 Pasien tampak terbaring lemah
 pasien tampak sakit berat
 kesadaran soporos
 TTV, S: 36 2, N: 111 x/mnt, P: 16
x/mnt,TD s:120/90 mmhg.
 Spo2: 100 %
 Aktivitas seluruhnya di bantu oleh
keluarga atau perawat
11
A: masalah imobilisasi belum teratasi
Emiliana
P: rencana tindakan 1-5 lanjut
S: -
O:
13.00  Pasien tampak lemah
 pasien tampak sakit berat
 kesadaran soporos Herry

 terpasang infus RL 15 tts/mnt


 terpasang kateter urine,
III
 pasien tampak lemah dan gelisah.
A: masalah perfusi jaringan belum teratasi
P: rencana tindakan 1-6 dilanjutkan

13.00

S:-
O:
 Pasien belum bisa mencerna makanan
lewat mulut,karena penurunan tingkat
Herrry
kesadaran.
 BB 55 kg,TB 160 cm
 IMT: 20,75 kg/m2
 Terpasang NGT
1
A: masalah kekurangan nutrisi belum teratasi
P: rencana tindakan 1-5 dilanjutkan
23/5/08

S:-
13.00
O:
 Pasien tampak terbaring lemah
 pasien tampak sakit berat
 kesadaran soporos
 TTV: S : 36 2,N: 88 x/mnt,N : 18 x/mnt,
P : 20 x/mnt,TD : 120/90 mmhg. Herry
 Aktivitas seluruhnya masih di bantu
oleh keluarga atau perawat
II A: masalah imobilitas belum teratasi
P: rencana tindakan 1-5 dilanjutkan

S: -
13.00 O:
 Pasien tampak lemah
 pasien tampak sakit berat
 kesadaran soporos Herry

 terpasang infus RL 15 tts/mnt


 terpasang kateter urine,
 pasien tampak lemah dan gelisah
 TTV :S : 36 2,N: 88 x/mnt, P : 20
x/mnt,TD : 120/90 mmhg.
A: masalah Nyeri teratasi
P: rencana tindakan 1-6 dilanjutkan
13.00

S: -
O:
 Pasien belum bisa mencerna makanan Herry

lewat mulut,karena penurunan tingkat


kesadaran.
 BB 55 kg,TB 160 cm
 IMT: 20,75 kg/m2
 Terpasang NGT
A: masalah kekurangan nutrisi belum terpenuhi
P: rencana tindakan di lanjutkan
III

S: -
O:
 Pasien tampak terbaring lemah
 pasien tampak sakit berat herrry
 kesadaran soporos
 TTV: S : 36 2,N: 88 x/mnt, P : 20
x/mnt,TD : 120/90 mmhg.
 Aktivitas seluruhnya masih di bantu
oleh keluarga atau perawat
A: masalah imobilitas belum teratasi
P: rencana tindakan di lanjutkan

Anda mungkin juga menyukai