Anda di halaman 1dari 39

NILAI FILOSOFIS KEGALUHAN DALAM BIDANG

EKONOMI DAN BIDANG SOSIAL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Kagaluhan

Dosen Pengampu:

Dewi Ratih, S.Pd., M.Pd.

Oleh:

Pradeti Azzahra Putri

2107220009

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI IA

UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, saya panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena atas
Rahmat dan Ridhonya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“NILAI FILOSOFIS KAGALUHAN DALAM BIDANG EKONOMI DAN
BIDANG SOSIAL”, makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas UAS
mata kuliah Kagaluhan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dosen
Mata Kuliah Bahasa Indonesia yaitu Ibu Dewi Ratih, S.Pd., M.Pd. yang telah
memberikan tugas untuk membuat makalah ini sehingga penulis dapat menambah
wawasan serta pengetahuan tentang Nilai Filosofis Kagaluhan dalam Bidang
Ekonomi dan Bidang Sosial.

Dalam makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat mengetahui Nilai
Filosofis Kagaluhan dalam Bidang Ekonomi dan Bidang Sosial. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi peserta didik dalam meningkatkan pembelajaran
sejarah dan kegaluhan.

Ciamis, 1 februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................2

1.4 Manfaat..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Definisi Nilai Filosofis Kagaluhan pada Bidang Ekonomi dan Sosial.....3

2.1.1 Pengertian Kagaluhan.......................................................................................3


2.1.2 Pengertian Nilai.................................................................................................5
2.1.3 Pengertian Filosofis...........................................................................................8
2.1.3 Pengertian sosial...............................................................................................9
2.1.4 Pengertian Ekonomi........................................................................................10
2.1.5 Pengertian Nilai-nilai Filosofis Kagaluhan Bidang Ekonomi.............................11
2.1.5 Pengertian Nilai-nilai Filosofis Kagaluhan Bidang Sosial..................................11
2.1.6 Pengertian Nilai-nilai Filosofis kagaluhan Bidang Sosial Ekonomi...................11
2.2 Faktor Penyebab dan Dampak Negetive Korupsi...................................11

2.3 Prinsip Etika dan Nilai-nilai Anti Korupsi..............................................12

2.4.1 Prinsip Etika.....................................................................................................12


2.4.2 Nilai-nilai Anti Korupsi.....................................................................................16
2.4 Tujuan Pendidikan Serta Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti Korupsi
19

BAB III PENUTUP...............................................................................................22

3.1 Kesimpulan..............................................................................................22

3.2 Saran.............................................................................................................22

ii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi atau perkembangan yang ada pada saat ini, khususnya dalam
bidang ekonomi dan bidang sosial tidak terlepas dari adanya keterlibatan peran
sejarah dalam perkembangannya tersebut. Sejarah merupakan kesinambungan atas
perubahan dan perkembangan pada massa kini yang disebabkan oleh pristiwa atau
kondisi yang terjadisebelumnya atau masa lalu, karena kondisi yang ada pada saat
ini tidak muncul begitu saja. Wertheim,menuliskan, “History is a continuity and
change” yang artinya sejarah adalah peristiwa yang berkesinambungan dan
perubahan.

Perubahan adalah keadaan lain dari waktu ke waktu. Sebagai contoh,


Kondisi sosial dan ekonomi pada masyarakat galuh yang dulu masih sederhana
mengalami perubahan sosial dan ekonomi yang dari waktu ke waktu menjadi
lebih berkembang ketika pada massa kolonial belanda. Hal ini, melihat pengaruh
dari peradaban yang memberikan warna bagi perkembangan ekonomi dan budaya
saat ini terutama pada daerah Kabpaten Ciamis. Perubahan yang termasuk
kategori peristiwa adalah perubahan tersendiri yang memiliki makna penting
bangi masyarakat. Makadari itu sejarah memiliki makna penting bagi perubahan
baik sosial, ekonomi, budaya, di kehidupan di masyarakat.

Dalam sejarah peradabannya, dapat dilihat kerajaan galuh banyak


menyimpan dan mengandung nilai-nilai filosofis yang dapat menjadi suatu
pandangan mengenai cara bertingkah laku masyarakat, sebagai prinsip atau
standar dasar dalam hidup yang terdapat dalam pandangan hidup seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan melalui peradaban galuh.

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam


pengetahuan tentang nilai filosofis pada bidang sosial dan bidang ekonomi
kagaluhan pada pembelajaran kagaluhan. Sehingga dapat memberikan manfaat

1
2

kepada pembaca dalam mempelajari kebudayaan dan ekonomi berdasarkan


peradaban sejarah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi nilai-nilai filosofis kagaluhan pada bidang sosial dan
bidang ekonomi?
2. Apa saja nilai-nilai filosofis kagaluhan pada bidang sosial dan bidang
ekonomi?
3. Apa saja bukti berupa bentuk peninggalan-peninggalan pada massa
kerajaan galuh dalam perkembangan bidang sosial dan bidang ekonomi?
4. Apa yang akan di dapat dari pengetahuan tentang nilai-nilai filosofis
kagaluhan pada bidang sosial dan bidang ekonomi?

1.3 Tujuan
1. Untuk memberi pengetahuan tentang nilai-nilai filosofis kagaluhan pada
bidang sosial dan bidang ekonomi.
2. Untuk mengetahui Apa saja nilai-nilai filosofis kagaluhan pada bidang
sosial dan bidang ekonomi.
3. Untuk melihat bukti berupa bentuk peninggalan-peninggalan pada massa
kerajaan galuh dalam perkembangan bidang sosial dan bidang ekonomi.
4. Kajian ini akan mengkaji pengetahuan tentang nilai-nilai filosofis
kagaluhan pada bidang sosial dan bidang ekonomi sebagai manfaat
pengetahuan tentang sejarah kagaluhan pada bidang sosial dan bidang
ekonomi.

1.4 Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan tentang nilai-nilai filosofis kagaluhan
pada bidang sosial dan bidang ekonomi.
2. Untuk membantu pembaca mengapresiasi nilai-nilai filosofis
kagaluhan pada bidang sosial dan bidang ekonomi, sekaligus sebagai
bentuk pelestarian sejarah budaya lokal kagaluhan melalui pendidikan
kagaluhan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nilai Filosofis Kagaluhan pada Bidang Ekonomi dan Sosial
2.1.1 Pengertian Kagaluhan
Menurut Poerbatjaraka (Iskandar, 1998: 14), galuh berasal dari bahasa
Sansekerta galu yang berarti perak atau permata. Selain itu, galu juga biasa
dipergunakan untuk menyebut putri raja (yang sedangmenerima) dan belum
menikah. Senada diungkapkan Iskandar (1997: 96), menyebutkan bahwa
secaratradisional oleh orang Jawa Barat, galeuh atau inti. Dari pengertiantersebut
timbul pergeseran kata inti menjadi hati, sebagai inti darimanusia. Dalam
pengertian lain, kata galeuh disejajarkan dengan kata galih, kata halus dari beuli
(beli).

Sukardja (2002: 2), menyebutkan bahwa kata galuh terkait dengan ilmu
kagaluhan, yakni ilmu yang mengajarkan tentang falsafah kehidupan manusia.
Dalam pada itu, galuh diartikan sebagai permata, tetapi bukan permata yang
berkilauan melainkan permatakehidupan. Permata kehidupan kelak itu letaknya
ditengah-tengah hati, istilah dalam bahasa Sunda Galuh Galeuhna Galih. Permata
kehidupan itu adalahkejujuran menjalani hidup, yang berarti hidup haruslah jujur
agar tercapai kesempurnaan dan terhindar darisegala godaan yang
menyengsarakan. Ilmu kagaluhanitu menuntun manusia untuk mencapai
keselamatanhidup lahir dan batin.

W.J. van der Meulen S.J. dalam bukunya berjudul Indonesia di Ambang
Sejarah (1988),menyatakan kata ”galuh” berasal dari kata “saka lo” (bahasa
Tagalog) yang berarti “dari sungai asalnya” =air. Kata itu berubah menjadi
“segaluh/sagaluh”.

Selain itu, kata“galuh”secara bahasamengandung tiga makna. Pertama,


kata galuh (bhs.Sanskerta; galu) berarti “permata yang paling baik”. Kedua, kata
galuh (bhs. Sanskerta) berasal dari kata aga berarti “gunung”dan lwah berarti“
bengawan, sungai, laut” (Danadibrata, 2009: 203). Ketiga, kata galuhsering

3
dimaknai sebagai galeuh (bhs. Sunda) yang berarti “bagian di jero tangkal kai nu
pang teuasna” (Danadibrata, 2009: 202). Arti-arti kata tersebut jelassangat
simbolis dan sarat muatan makna yang sangat dalam.

Selanjutnya, nama galuh pun mengacu pada namakerajaan dan nama


kabupaten. Nama ”galuh” muncul dalam panggung sejarah sejak berdirinya
Kerajaan Galuh. Kerajaanini didirikan oleh seorang tokoh Sunda
bernamaWretikandayun pada awal abad ke-7 M. Wretikandayunsemula berkuasa
di daerah Kendan (Kendan termasuk wilayahkekuasaan Kerajaan Tarumanagara).

Beberapa sumber tertulis menunjukkan, bahwa nama “Galuh” telah


digunakan jauh sebelum berdirinya Kerajaan Galuh (awal abad ke-7) yang
berpusat di Bojong Galuh (sekaragKarangkamulyan). Mungkin nama atau sebutan
“galuh” mulai dikenal oleh sejumlah warga masyarakat melalui cerita bersifat
mitos, karena cerita itu menyebar di kalangan masyarakat. Tokohsentral dalam
cerita itu adalah Ratu Galuh, penguasa di daerahyang kemudian bernama Galuh.
Ia adalah seorang ratu yang memiliki kesaktian. Diduga cerita itu muncul jauh
sebelum berdirinya Kerajaan Galuh. Boleh jadi sang ratu dalam ceritatersebut
menggunakan kata “galuh” menjadi bagian nama dirinyaatau julukan pada dirinya
(Ratu Galuh), karena parasnya yangcantik dan bersih, sehingga seolah-olah
bersinar seperti permata.

1. Galuh Sebagai Nama Tempat dan Kerajaan

Pada peta Pulau Jawa, khususnya peta kuno, tercatattempat-tempat yang


menggunakan kata “galuh”, antaralain Galuh (Probolinggo), Galuh Timur
(Bumiayu),Samigaluh (Purworejo), Sagaluh (Purwodadi), SirahGaluh (Cilacap),
Rajagaluh, Ujung Galuh, Tatar Galuh(wilayah Kerajaan Galuh). Nama kerajaan:
KerajaanGaluh Purba (abad ke-5 Masehi) di sekitar GunungSlamet, Kerajaan
Galuh, Kerajaan Galuh-Kawali.

2.Galuh Dalam SumberTradisi

Sejalan dengan keberadaan kerajaan dan kabupaten bernama Galuh,


kata/sebutan ”Galuh” juga dikenal olehmasyarakat melalui sumber-sumber tradisi
(sumber tertulis) berupa babad/naskah, antara lain Babad Bojong Galuh, Babad
Galuh-Imbanagara, Carita Ciung Wanara, Carita Lutung Kasarung, Carita
Parahyangan, Sanghyang Siksa Kandang Karesian, Wawacan Sajarah Galuh, dan
lain-lain.

Eksistensi kerajaan dan kabupaten dengan penggunaan kata ini diikuti oleh
corak kehidupan masyarakat yang melahirkan budaya Galuh. Dalam budaya
Galuh terkandung hal-hal yang berupa kearifan lokal, sekaligus bersifat falsafah
yang disebut ”Falsafah Kagaluhan”. Falsafah ini merupakan suatu ilmu yang
diciptakan oleh Prabu Haurkuning – keturunan raja Galuh –, sehingga ilmu itu
disebut ”Elmu Kagaluhan Haurkuning”. Inti ilmu/falsafah itu adalah prinsip
dalam kehidupan manusia:

”Hirup kumbuh téh kudu didasaran ku silih asih. Ananging hirup téh teu
cukup ku asih baé, tapi kudu dipirig ku budi pekerti anu hadé. Kudu aya
pamilih antara hadé jeung goréng. Ari nu sok kaseungitkeun teh taya lian
anging anu berbudi”.

(Hidup bermasyarakat harus dilandasi oleh kasih-mengasihi. Namun tidak


cukup demikian, tetapi harus disertai pula oleh budi pekerti yang baik.
Harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang buruk. Orang
berbudi baik, namanya akan ”harum”).

Satu hal yang pasti bahwa kata ‘Galuh’ ini memiliki landasan filosofis yang dalam
setidaknya kalau kita merujuk etimologi (asal kata) dari kata itu sendiri. Apalagi
hal ini diperkuat dengan falsafah kegaluhan.

2.1.2 Pengertian Nilai


Nilai artinya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan. Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti
bagi kehidupan manusia, khususnya mengenai kebaikan dan tindak kebaikan
suatu hal. Sedangkan secara istilah nilai dalam Kamus Bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai harga.

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan benda
konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut
pembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki, disenangi,
dan tidak disenangi.

Adapun pengertian nilai menurut pendapat beberapa para ahli antara lain:

1. Menurut Milton Rekeach dan James Bank, nilai adalah suatu tipe
kepercayaan
2. yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana
seseorang
3. bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau memiliki dan dipercayai.
4. Menurut Lauis D. Kattsof yang dikutip Syamsul Maarif mengartikan nilai
sebagai berikut: Pertama, nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat
didefinisikan, tetapi kita dapat mengalami dan memahami cara langsung
kualitas yang terdapat dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-
mata subjektif, melainkan ada tolok ukur yang pasti terletak pada esensi
objek itu. Kedua, nilai sebagai objek dari suatukepentingan, yakni suatu
objek yang berada dalam kenyataan maupunpikiran. Ketiga, nilai sebagai
hasil dari pemberian nilai, nilai itudiciptakan oleh situasi kehidupan.
5. Menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yangmelekat pada sesuatu
(Sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi
arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan
berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan
esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia.
Jadi nilai adalah sesuatu yang dipentingkanmanusia sebagai subyek menyangkut
segala sesuatu baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud
dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Esensi belum berarti
sebelum dibutuhkan oleh manusia, tetapi tidak berarti adanya esensi karena
adanya manusia yang membutuhkan. Hanya saja kebermaknaan esensi tersebut
semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap pemaknaan manusia
itu sendiri.

Segala sesuatu dianggap bernilai jika taraf atau level penghayatan


seseorang itu telah sampai pada level dari kebermaknaannya nilai tersebut pada
dirinya. Sehingga sesuatu yang dilihat bernilai bagi seseorang belum tentu dapat
dilihat bernilai bagi orang lain, karena itu terdapat suatu hubungan yang penting
antara subyek dengan obyek dalam kehidupan ini. Maka nilai itu memang sangat
penting dalam kehidupan ini.

Nilai mempunyai dua segi intelektual dan emosional. Nilai sebagai daya
pendorong dalam hidup, yang memberi makna pada tindakan seseorang.
Kombinasi kedua dimensi tersebut akan menentukan sesuatu nilai beserta
fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam pemberian makna dan pengabsahan
terhadap suatu tindakan, unsur emosionalnya kecil sekali, sementara unsur
intelektualnya lebih dominan, kombinasi tersebut disebut norma norma atau
prinsip. Norma-norma atau prinsip-prinsip seperti keimanan, keadilan,
persaudaraan dan sebagainya baru menjadi nilai-nilai apabila dilaksanakan dalam
pola tingkah laku dan pola berfikir suatu kelompok, jado norma bersifat universal
dan absolut, sedangkan nila-nilai khusus dan relatif bagi masing-masing
kelompok.

Dalam masyarakat terdapat kelompok yang berbeda atas dasar sosio-


ekonomis, politik, agama dan etnis masing-masing mempunyai sistem nilai yang
berbeda. Nilai-nilai ditanamkan masyarakat dalam suatu proses sosialisasi melalui
sumber- sumber yang berbeda. Nilai-nilai tidak perlu sama bagi seluruh
masyarakat.

Secara umum, nilai adalah konsep yang menunjuk pada hal hal yang
dianggap berharga dalam kehidupan manusia, yaitu tentang apa yang dianggap
baik, layak, pantas, benar, penting, indah, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak pantas,buruk,
salah dan tidak indah dianggap sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Sesuatu
dikatakan mempunyai nilai, apabila mempunyai kegunaan, kebenaran, kebaikan
dan keindahan. Sedangkan nilai menurut Bapak Simon Sihombing salah satu
warga masyarakat Desa Bero Jaya Timur adalah sebagai suatu keyakinan dan
rujukan untuk menentukan sebuah pilihan.
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang
diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.

2.1.3 Pengertian Filosofis


Secara etimologi, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani.Secara harfiah
dibaca philosophia.Terdiri dari kata philen yang berarti cinta atau mengejar
danSophia yang bermakna kebijaksanaan atau pengetahuan.Makaphilosophy
bermakna cinta kebijaksanaanatau mengejar pengetahuan.11 Secara terminologi,
menurut bahasa Inggris disebut "Philosophy" yang memiliki arti cinta kepada
kebijaksanaan yang mengarahkan pada pencariannya atau pengetahuan tentang
prinsip-prinsip elemen umum, kekuasaan, sebab dan hukum yang dipakai sebagai
menjelaskan fakta dan keberadaan.

Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat memiliki makna


sebuah pengetahuan yang menyelidiki dengan akal budi mengenai hakikat segala
yang ada, sebab, asal, dan hukum-hukumnya, atau teori yang mendasari alam
pikiran atau suatu kegiatan atau ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika,
dan epistemologi.13 Adapun Bertrand Russel dalam bukunya "The History of
Western Philosophy" menyatakan bahwa filsafat itu pertengahan atau titik
pertemuan antara teologi dan sains.

Selain itu definisi dari filsafat banyak dicetuskan oleh para ahli filsafat
atau filsuf seperti:

 Cicero yang berpendapat bahwa filsafat adalah sebagai ibu dari semua seni
atau (the mother of all the art) ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars
vitae yang berarti seni kehidupan.
 Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
 Menurut Plato, filsafat merupakan pengetahuan yang mencoba untuk
mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli. Menurut Descrates,
filsafat merupakan semua pengetahuan di mana Tuhan, alam, manusia
menjadi pokok penyelidikan.
Filosofis berasal dari kata filsafat yang berarti pandangan hidup
seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan
segala hubungan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai filosofis adalah suatu


keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang
diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam
hidup yang terdapat dalam pandangan hidup seseorang atau sekelompok
orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-
citakan.

2.1.3 Pengertian sosial


Pengertian Sosial adalah Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu
“socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang
dalam kehidupan bersama (Salim, 2002). Sudarno (dalam Salim, 2002)
menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari
hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-
pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam posisi-posisi
sosial tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada
suatu masyarakat pada waktu tertentu.

Winandi (dalam Ibrahim, 2003) mendefenisikan struktur sosial


sebagai seperangkat unsur yang mempunyai ciri tertentu dan seperangkat
hubungan diantara unsur-unsur tertentu. Dapat disimpulkan bahwa sosial
adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat yang lahir,
tumbuh, dan berkembangan dalam kehidupan bersama.

Secara khusus kata sosial maksudnya adalah hal-hal mengenai


berbagai kejadian dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia, dan
selanjutnya dengan pengertian itu untuk dapat berusaha mendatangkan
perbaikan dalam kehidupan bersama (Shadily, 1993:1-2).
Dengan kata lain menurut Hassan Shadily, sosiologi adalah ilmu
masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai
anggota golongan atau masyarakatnya (tidak sebagai individu yang
terlepas dari golongan atau masyarakatnya), dengan ikatan-ikatan adat,
kebiasaan, kepercayaan, atau agamanya, tingkah laku serta keseniannya
atau yang disebut kebudayaan yang meliputi segala segi kchidupannya
(1993:2).

Pembentukan struktur sosial, dan terjadinya proses sosial dan


kemudian adanya perubahan-perubahan sosial tidak lepas dari adanya
aktivitas interaksi sosial yang menjadi salah satu rang linkup sosiologi.
Interaksi sosial merupakan suatu hubungan dimana terjadi proses saling
pengaruh mempengaruhi antara para individu, antara individu dengan
kelompok, maupun antara kelompok (Soekanto, 2003:423).

2.1.4 Pengertian Ekonomi


Ekonomi atau economic dalam banyak literatur ekonomi disebutkan
berasal dari bahasa Yunani vaitu kata Oikos atau Oiku dan Nomos yang
berarti peraturan rumah tanga. Dengan Kata lain pengertian ekonomi
adalah semua yang menyangkut hal-hal yang bernubungan dengan
perikehidupan dalam rumah tangga tentu saja yang dimaksud dan dalam
perkembangannya kata rumah tanga bukan hanva sekedar merujuk pada
satu keluarga yang terdiri dari suami,isteri dan anak-anaknya, melainkan
juga rumah tangga yang lebih luas yaitu rumah tangga bangsa, negara dan
dunia.

Secara umum, bisa dibilang bahwa ekonomi adalah sebuah bidang


kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat,dan
negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. arena ekonomi
merupakan ilmu tentang prilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya
yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau
distribusi.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi ekonomi menurut beberapa
ahli:

• Adam Smith, Ekonomi ialah penyelidikan tentang keadaan dan


sebab adanya kekayaan negara.
• Mill J.S , Ekonomi ialah sins praktikal tentang pengeluaran dan
penagihan.
• Abraham Maslow, Ekonomi adalah bidang pengkajian yang
mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia
melalui penggemblengan segala sumber ekonomiyang ada dengan
berasaskan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi
yang dianggap etektif dan etisien.
• Hermawan Kartajaya, Ekonomi adalah platform dimana sektor
industri melekat diatasnya.
• Paul A. Samuelson, Ekonomi merupakan cara-cara yang dilakukan
oleh manusia dan kelompoknya untuk memanfaatkan sumber-
sumber yang terbatas untuk memperoleh berbagai komoditi dan
mendistribusikannya untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

2.1.5 Pengertian Nilai-nilai Filosofis Kagaluhan Bidang Ekonomi


Mengetahui nilai makna kegaluhan pada segala aspek kegiatan ekonomi

2.1.5 Pengertian Nilai-nilai Filosofis Kagaluhan Bidang Sosial


Mengetahui nilai makna kegaluhan baik berupa sejarah,ideologi, benda dan tak
bena,pada segala aspek bidang sosial

2.1.6 Pengertian Nilai-nilai Filosofis kagaluhan Bidang Sosial Ekonomi


Segala bentuk nilai nilai (pengertian filosofis) pad kegiatan ekonomi melalui
kegiatan sosial

2.2 Nilai-nilai filosofis kagaluhan Bidang Sosial dan Bidang Ekonomi


2.2.1 Sejarah Kerajaan Sunda Dan Galuh
Jawa Barat memiliki banyak nilai sejarah yang sangat kental. Salah satu
wilayah yang menyimpan banyak peninggalan sejarah tersebut adalah kota
Ciamis. Apabila menelusuri dari cerita sejarah kerajaan- kerajaan Indonesia, maka
salah satu kerajaan terkemuka ialah kerajaan Sunda-Galuh (sekita rabad ke-7 M
sampai abad ke-14 M). Kerajaan Galuh berasal dari pecahan Kerajaan
Tarumanegara, yaitu Kerajaan Galuh dan kerajaan sunda. Dimana Kerajaan Sunda
letaknya berada di kota Pakuan Padjajaran yang sekarang lebih dikenal dengan
Kota Pakuan Bogor, sedangkan Kerajaan Sunda berpusat di Kawali Ciamis.
Walaupun, pada akhirnya Kerajaan Galuh di serahkan kepada VOC karena sebuah
perjanjian antara Kerajaan Mataram dan pemerintahan VOC. Setelah berakhirnya
kekuasaan kompeni di nusantara akibat bangkrutnya VOC, Kerajaan Galuh di
keluarkan dari wilayah Cirebon dan di gabung dengan wilayah priangan timur.
Suatu naskah berbahasa sunda yaitu Carita Parahyangan tahun 1580 M,
mengungkapkan mengenai asal usul suatu kerajaan di Tanah Jawa. Kerajaan
tersebut adalah Kerajaan Galuh yang sekarang bernama Ciamis terkenal dengan
sejarah perjalanan panjangnya. Perjalanan panjang tersebut sebenarnya sampai
saat ini “masih gelap”. Dikarenakan ada beberapa episode atau bagian sejarah
yang membuat perjalanan panjang tersebut tidak terungkap secara komprehensif.
Misalnya sejarah yang masih bercampur dengan legenda atau mitos sehingga
cerita lengkap mengenai sejarah pastinya terdapat beberapa versi.
Kerajaan Galuh adalah kerajaan yang pernah menunjukan keeksistensinya di
Nusantara sejak Tahun 1669 M. Awalnya Kerajaan Tarumanegara sering
dikaitkan dengan Kerajaan Galuh ternyata hubungan Kerajaaan Tarumanegara
dengan Kerajaan Galuh yaitu merupakan keturunan langsung. Karena Kerajaan
Tarumanegara mempunyai beberapa bawahan kecil disekitar wilayahnya.
Kerajaan Galuh merupakan lanjutan dari Kerajaan Kendan yang adalah lanjutan
dari Kerajaan Tarumanegara. Nama Raja Kendan ketiga yaitu Sang Kandiawan
yang bergelar Raja Resi Dewa Raja mempunyai 5 anak:
1. Mangukuhan
2. Karungkalah
3. Katung Masalah
4. Sandanggreba
5. Writakandayun.
Dari ke-5 anak Raja Kendan si bungsulah yang paling disukai sang ayah
karena, memiliki sikap lebih baik di banding kakak- kakaknya dan memiliki
watak yang tidak terlalu mementingkan duniawi. Hal inilah yang melatar
belakangi Sang Kandiawan menunjuk Writakandayun sebagai penggantinya.
Karena Sang Kandiawan, memutuskan turun tahta setelah menjabat 15 Tahun dan
memilih untuk menjadi seorang pertapa di Laywatang di Kuningan Jawa Barat.

Pengangkatan Writakandayun sebagai raja menghasilkan pergunjingan di


kalangan Kerajaan Kendan karena biasanya putra sulung atau anak ke-2 yang
berhak menggantikan sang ayah. Namun masalah tersebut tidak meruntuhkan niat
Sang Kandiawan dan tetap memilih anak bungsunya yang masih berusia 21 tahun
untuk menjabat sebagai raja.

Penobatan Writakandayun dilakukan pada malam bulan purnama. Besok


harinya setelah penobatan Writakandayun mengambil keputusan pertamanya yang
merubah sejarah Kerajaan Kendan yaitu memindahkan pusat pemerintahan yang
sebelumnya di kendan ke sebuah lokasi baru yang diapit 2 sungai cimuntur dan
citanduy yang diberi nama Kerajaan Galuh.

Saat Kerajaan Tarumanegara dipimpin oleh Sang Tarusbawa Kerajaan


tersebut sudah mulai kehilangan kejayaan dan pamornya. Apalagi semakin lama
semakin mendapat tekanan dan serangan dari kerajaan Sriwijaya. Beliau
mengganti nama kerajaan Tarumanegara menjadi kerajaan Sunda dan
memindahkan pusat kerajaan ke Pakuan Bogor. Akhirnya Sang Writakandayun
memutuskan untuk mahardika (membebaskan diri dari kerajaan sunda).
Kemudian Sang Maharaja Tarusbawa untuk mengakhiri Kerajaan Tarumanegara
tahun 1670 M, dan membagi 2 wilayahnya yaitu Kerajaan Galuh di bagian timur
dan Kerajaan Sunda di wilayah bagian barat bekas wilayah Tarumanegara.

Awal mula Kerajaan Galuh Sang Writakandayun memerintah Kerajaan Galuh


cukup lama yaitu 90 tahun , dari tahun 612 M – 702 M. Beliau lalu menikah
dengan Putri Seri Makandria , Nay Manawati, atau Dewi Candraresmi, dan
mereka memiliki 3 putra yaitu Sempakwaja, Wanayasa (Jantaka), dan
Mandiminyak (Amara). Seperti dirinya sang writakandayun yang anak bungsu 5
bersaudara, dan dipilih sebagai seorang raja. Beliau juga memilih anak bungsu
sebagai penggantinya. Sebab sempakwaja anak pertama memiliki kelainan fisik
yaitu bergigi ompong menjadi pendeta di galunggung dan bergelar (Batara
Dangiang Guru). Sedangkan anak kedua Jantaka memiliki kelainan fisik yaitu
menderita kemir menjadi pendeta di Denuh. Kerajaan Galuh diperinta selama 7
tahun oleh Mandiminyak 702 M – 709 M. Istrinya yakni Dewi Parwati, dari
kerajaan Keling (kalingga) dan memiliki anak bernama Putri Sanaha. Sayangnya
Mandiminyak dan Pwahaci Rababu, Istri Sempakwaja menjalin hubungan gelap
dan memiliki anak bernama Sena. Lalu Putri Sanaha dengan Sena di nikahkan
walau satu ayah dan memiliki putra yaitu Sanjaya.

Raja Galuh sekaligus Raja sunda ke-3 yaitu Senna memerintah selama 9 tahun
(309 M- 716 M), bergelar Sang Prabu Bratasenna raja putra linggabumi. Ia
bersahabat dengan Tarusbawa raja kerajaan sunda yang memerintah selama 54
tahun (669 M – 723 M). Karena anak Tarusbawa meninggal, Maka dari itu,
Sanjaya anak raja Senna dinikahkan dengan cucu Tarusbawa yang bernama Dewi
Tejakanca Hayu Purwangi atau Nyai Sekar Kancana.

Purbasora adalah anak Sempakwaja dan cucu Writakandayun berniat


menggulingkan sena pamannya pada 716 M. Purbasora merasa lebih berhak atas
singgasana galuh karena ayahnya adalah anak pertama Writakandayun.
Sebenarnya sena dan Purbasora adalah saudara karena 1 ibu yaitu Pwahaci.
Dengan dibantu pasukan dari kerajaan Indraprahasta, purbasora melancarkan
kudeta merebut kerajaan galuh. Sena berhasil kabur sekitar gunung merapi yang
termasuk wilayah kalingga. Kerajaan nenek istrinya Maharani sima.

Purbasora menjadi penguasa kerajaan galuh dari tahun 716 M – 703 M, dan
istrinya bernama Dewi Citra Kirana Putri raja Indraprahasta, Sang Resi Padma
Hariwangsa. Lalu Sanjaya bertekad balas dendam terhadap keluarga Purbasora,
dan ia meminta bantuan Tarusbawa, sahabat ayahnya yang juga kakek istrinya.
Sebelum penyerangan di lancarkan, Sanjaya telah menyiapakan pasukan khusus
yang ia pimpin langsung di daerah gunung shawal. Penyerangan tersebut
dilakukan secara mendadak dan pada malam hari yang imbasnya seluruh keluarga
purbasore tewas. Hanya Bimaraksa yang menjabat patih kerajaan galuh menantu
purbasora yang lolos. Bimaraksa merupakan cucu writakandayun dari putra kedua
Resi Guru Jantaka.

Karena tahta galuh yang kosong sanjaya terpaksa mengangkat dirinya menjadi
raja galuh sekaligus raja sunda sayangnya, Sanjaya menyadari bahwa
kehadirannya di Kerajaan Galuh kurang disenangi karena ia orang Pakuan
(Sunda)

Raja Galuh ke 5 yaitu Premana Dikusuma atau Bagawat Sajalajaya yaitu cucu
Purbasora. Permana memperistri cucu ki Balangantrang yakni Naganingrum.
Putra mereka bernama Manarah atau Surotama. Maka suami istri itu untuk
mewakili keturunan sempakwaja anak pertama, writakandayun anak kedua, agar
lebih mudah mengontrol Kerajaan Galuh.

Daftar Raja - Raja Galuh:

1. Writakandayun (Rahiyangta ri Menir, 612 M - 702 M)


2. Mandiminyak atau Prabu Suraghana (702 M - 709 M)
3. Sanna atau Sena ( 709 M - 716 M)
4. Purbasora (716 M - 723 M)
5. Rakeyan Jambri atau Premana (723 M - 732 M)
6. Tamperan Barmawijaya (732 M – 739 M)
7. Sang Manarah (739 - 746M)
8. Rakeyan ri Medang (746-753)
9. Rakeyan Diwus (753-777)
10. Rakeyan Wuwus (777-849)
11. Sang Hujung Carian (849-852)
12. Rakeyan Gendang (852-875)
13. Dewa Sanghiyang (875-882)
14. Prabu Sanghiyang (882-893)
15. Prabu Ditiya Maharaja (893-900)
16. Sang Lumahing Winduraja (900-923)
17. Sang Lumahing Kreta (923-1015)
18. Sang Lumahing Winduraja (1015-1033)
19. Rakeyan Darmasiksa (1033-1183)
20. Sang Lumahing Taman (1183-1189)
21. Sang Lumahing Tanjung (1189-1197)
22. Sang Lumahing Kikis (1197-1219)
23. Sang Lumahing Kiding (1219-1229)
24. Aki Kolot (1229-1239)
25. Prabu Maharaja (1239-1246)
26. Prabu Bunisora (1357-1371)
27. Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475)
28. Dewa Niskala (1475-1483)
29. Ningratwangi (1483-1502)
30. Jayaningrat (1502-1528)
31. maharaja cipta sanghyang di galuh ( 1528-1595 )
 Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Galuh
Kerajaan Galuh pernah mengalami masa sulit setelah Perang bubat dengan
Kerajaan Majapahit. Dalam peristiwa tersebut, Prabu Linggabuana gugur dan
meninggalkan putra mahkota Wastukancana yang usianya masih 9 Tahun.
Situasi sulit itu berhasil diatasi oleh Bunisora, adik Prabu Linggabuana,
yang bertanggung jawab atas kelanjutan tahta sekaligus menjadi wali dan guru
untuk Wastukancana. Ketika usianya menginjak 23 tahun, Wastukancana
dinobatkan menjadi raja Kerajaaan Sunda-Galuh. Pama masa pemerintahan
Wastukancana, Kerajaan Galuh mencapai puncak kejayaannya.
Wastukancana adalah raja yang berumur panjang yang memerintah selama 104
tahun (1371-1475).Masa Kerajaan Galuh kemudian berakhir pada 1595 ketika
dikuasai oleh Kerajaan mataram.
Peninggalan Kerajaan Sunda-Galuh:

Candi Cangkuang adalah Candi Hindu yang berada


tepatnya di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang,
Kecamatan Leles, Garut. Bangunan ini merupakan
candi yang pertama kali ditemukan di tanah Sunda
dan menjadi candi Hindu satu-satunya
Prasasti Cikajang adalah salah satu prasasti
peninggalan Kerajaan Sunda Galuh. Prasasti
Cikajang ditemukan di daerah perkebunan teh di
Cikajang, Garut, Jawa Barat, yaitu di Lereng Barat
Daya Gunung Cikuray.

Prasasti Mandiwunga ditemukan pada tahun 1985 di


Desa Cipadung, kecamatan Cisaga, Ciamis. Kini
prasasti ini disimpan di museum Negeri Sri Baduga,
Bandung, Jawa Barat. Yang berisi tulisan “masa
krsna paksa nawami haryang pon wrehaspati wa ra
tatkala sima ri mandiwunga”.

Prasasti Rumatak atau Prasasti Geger Hanjuang


adalah salah satu dari prasasti Kerajaan Galuh.
Selain itu, Prasasti Rumatak juga merupakan
sumber otentik adanya Kerajaan Galunggung.
Ditemukan di Bukit Geger Hanjuang, Desa
Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten
Tasikmalaya tahun 1877.

Prasasti Galuh adalah salah satu prasasti


peninggalan Kerajaan Galuh, yang beraksara dan
berbahasa sunda kuno tanpa pertanggalan. Prasasti
ini diperkirakan bersal dari sekitar abad 14 - 15 M.
Isinya sangat singkat dan merupakan
candrasangkawa (pertanggalan yang disusun dengan
kalimat yang mengandung nilai angka tertentu).
Daftar Raja- Raja Sunda:
1. Tarusbawa (Menantu Linggawarman, 669-723 M)
2. Harisdarma atau Sanjaya (Menantu Tarusbawa, 723- 732 M)
3. Tamperan Barmawijaya (732- 739 M)
4. Rakeyan Banga (739-766 M)
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783 M)
6. Prabu Giliwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 785-795 M)
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Giliwesi 795-819 M)
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819-891 M)
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon, 891-
895 M))
10.Windusakti Prabu Dewageng (895-913 M)
11.Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916 M)
12.Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916-942 M)
13.Atmayadarma Hariwangsa (942-954 M)
14.Limbur Kancana (putra Rakeyan Kamuning Gading, 954-964 M)
15.Prabu Munding Ganawirya (964-973 M)
16.Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973-989 M)
17.Prabu Brajawisesa (989-1012 M)
18.Prabu Dewa Sanghyang (1012-2029 M)
19.Prabu Sanghyang Ageng (1019-1030 M)
20.Prabu Detya Maharaja Sri Jayabuopati (1030-1042 M

 Alasan Kerajaan Sunda runtuh:


1. Kerajaan Sunda runtuh setelah ibu kota kerajaan di taklukan oleh Maulana
Yusuf pada tahun 1579. Sementara sebelumnya kedua pelabuhan utama
Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh Kesultanan Demak pada tahun
1527, Kalapa ditaklukkan oleh Fatahillah dan Banten ditaklukkan oleh
Hasanuddin.
2. Terjadinya perebutan hak kekuasaan oleh keluarga kerajaan
3. Serangan kerajaan islam Banten
2.2.3 Ekonomi dan Sosial Sunda dan Galuh
Pada massanya Ekonomi dan Sosial Kerajaan Sunda dan Galuh dapat
dilihat melalui 3 tahap yaitu, Pertama pada massa sunda dan Galuh Prasejarah,
kedua Kerajaan galuh pada massa prakolonial , ke tiga pada massa kolonial.

1. Sunda dan Galuh Masa Prasejarah

Gambar 1 Batu dan Coet di museum situs karangkamulyan. Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

prasejarah dimulai sejak pembentukan bumi hingga adanya


manusia yang belum mengenal aksara, atau ketika catatan sejarah belum
tersedia. Meski demikian, manusia prasejarah pandai dalam membuat
simbol-simbol atau tanda yang menjadi alat komunikasi. Para ahli di
kawasan Eurasia (Eropa dan Asia) membagi zaman prasejarah ke dalam
tiga periodisasi sejarah atau disebut sistem tiga zaman. Kehidupan sosial
manusia telah eksis sejak masa pra-aksara. Kehidupan sosial manusia
purba pada masa pra-aksara dimulai pada zaman Paleolithikum (Batu Tua)
hingga zaman Logam.
Kehidupan sosial manusia massa ini biasanya berpindah-pindah
(nomaden) secara berkelompok, berburu dan meramu, muncul golongan-
golongan baru seperti tukang, petani, peternak, perajin, pandai besi, dan
lainnya. Mereka saling melakukan interaksi sosial demi mencukupi
kebutuhan masing-masing dan mengembangkan peradaban.
Maka masyarakat sunda dan galuh pada massa ini walau belum di
mengenal kegiatan ekonomi tetapi sudah mengenal kehidupan sosial. Hal
ini di buktikan dengan adanya peninggalan berupa peninggalan arkeologi
yang ada di situs karangkamulyan yaitu terdapat peninggalan coet dan batu
batu untuk kegiatan mengolah bahan pangan sebagai bentuk bukti adanya
kegiatan sosial masyarakat galuh waktu itu dalam mencukupi kebutuhan
masing-masing.

2. Sunda dan Galuh Massa Prakolonial

Pada massa pra-kolonial ini adalah massa munculnya kerajaan-kerajaan


Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan
perdagangan. Pada massa ini kegiatan sosial dan ekonomi sudah bisa di lihat
secara jelas dan sistematis karena sudah mulai terbentuknya sistem pemerintahan
seperti kerajaan. Bentuk kerajaan yang ada pada massa pakolonial sunda dan
galuh yaitu terbentuknya kerajaan sunda.

Kerajaan Sunda merupakan salah satu kerajaan di Jawa Barat yang


berlangsung dari sekitar abad ke-10 hingga abad ke-16. Berdasarkan beberapa
sumber sejarah, Kerajaan Sunda merupakan penerus Kerajaan Galuh. Kerajaan
Galuh itu sendiri merupakan kelanjutan kerajaan Kendan. Penguasa pertama
kerajaan Galuh adalah Wretikandayun yang diangkat menjadi raja Galuh
menggantikan ayahnya, Sang Kandiawan Rahiyangta ri Medangjati.
Wretikandayun diangkat menjadi raja pada 14 Suklapaksa bulan Caitra tahun 534
Saka atau 612 M, saat berumur 21 tahun. Wretikandayun memilih pusat
pemerintahannya di daerah yang disebut Galuh. Ketika Wretikandayun naik tahta,
Galuh masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara. Penguasa
Kerajaan Tarumanagara ketika itu adalah Sri Maharaja Kretawarman (Iskandar Y.
, 1997:107–123).

Pada masa Kerajaan Tarumanagara, pusat pemerintahan diperkirakan di


kawasan pantai utara Jawa Barat. Prasasti Tugu yang ditemukan di daerah Tugu
menyiratkan bahwa ibukota Kerajaan Tarumanagara berada di sekitar Bekasi
sekarang. Pada prasasti Tugu disebutkan dua sungai yaitu Candrabhaga dan
Gomati. Pada 8 paro-petang bulan Phalguna dimulai penggalian sungai Gomati
yang mengalir di lahan tempat tinggal Sang Pendeta nenek Sang Purnawarman.
Melalui studi etimologi, Poerbatjaraka berpendapat bahwa Candrabhaga sekarang
dikenal dengan nama Bekasi yang diduga sebagai pusat Kerajaan Tarumanagara
(Poesponegoro & Notosusanto, 2009 a:52–53). Dugaan ini juga diperkuat dengan
adanya beberapa temuan arkeologis di kawasan Karawang-Bekasi. Temuan
tersebut adalah Arca Wisnu Cibuaya 1 dan 2 yang ditemukan di Cibuaya,
Karawang; kompleks percandian Batujaya dan Cibuaya yang berada di pantai
utara Karawang; dan kompleks situs Buni (Djafar, 2010; Poesponegoro &
Notosusanto, 2009:56). Kompleks Buni berada di pantai utara Jawa Barat
terbentang dari Jakarta hingga Subang.

Pada masa akhir Kerajaan Tarumanagara terjadi penetrasi dari Sriwijaya


melalui Lampung. Prasasti Palas Pasemah yang ditemukan di tepi Way Pisang,
Lampung Selatan berisi peringatan penaklukan daerah Lampung oleh Sriwijaya.
Dalam prasasti tersebut termuat catatan tentang bhûmi jawa yang tidak mau
tunduk kepada Sriwijaya. Berdasarkan segi paleografis prasasti tersebut diduga
berasal dari abad ke-7 (Boechari, 1979:19–20). Keterangan tentang bhûmi jawa
juga terdapat di dalam prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Ś yang ditemukan
di Pulau Bangka. Pembacaan yang dilakukan oleh Poerbatjaraka (1952) pada
bagian akhir menyebutkan “….. Sriwijaya, kaliwat manapik yam bhumijawa tida
bhakti ka Sriwijaya” yang artinya bahwa Sriwijaya sangat berusaha menaklukkan
Bhumijawa yang tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Yang dimaksud dengan
Bhumijawa adalah Tarumanagara (Djafar, 2010:108). Pengaruh kuat Sriwijaya
terhadap Tarumanagara tampak pada bangunan-bangunan keagamaan Budhistis di
kawasan Batujaya, Karawang. Berdasarkan temuan arkeologis di kawasan
Batujaya, percandian Batujaya dibangun dalam dua masa. Pertama, masa
Tarumanagara yang berlangsung pada abad ke-5–7 dan kedua masa pengaruh
Sriwjaya yang berlangsung pada abad ke-7–10 (Djafar, 2001:3–4). Sementara itu,
di pedalaman Jawa Barat ditemukan beberapa candi yang diperkirakan berasal
dari sekitar abad ke-7–8.

Kondisi demikian memberikan petunjuk bahwa ketika Tarumanagara


mendapat pengaruh kuat Budhis dari Sriwijaya, masyarakat Hindu di pedalaman
mengalami perkembangan. Pusat peradaban Hindu di pedalaman terutama berada
di sekitar lereng gunung api kuarter zona Bandung. Beberapa bangunan (dan
unsur bangunan) candi yang terdapat di kawasan itu adalah Candi Cangkuang di
Garut, Candi Bojongmenje dan Bojongmas di Bandung, serta unsur bangunan
candi di Tenjolaya, Bandung timur (Saptono, 2012:34). Selain itu di kawasan
bagian barat juga terdapat pusat-pusat peradaban Hindu. Pada abad ke-10 terdapat
sumber sejarah yaitu Prasasti Kebon Kopi II berisi tentang pulihnya kembali
kedaulatan Kerajaan Sunda. Prasasti Kebon Kopi II berbahasa Melayu Kuna, hal
ini sejalan dengan Prasasti Kota Kapur dan Palas Pasemah sehingga menunjukkan
bahwa Tarumanagara runtuh karena tekanan Sriwijaya. Selanjutnya Sriwijaya
menyerahkan kembali kekuasaan tanah Jawa (Bhumijawa) kepada penguasa
setempat yaitu Raja Sunda (Munandar, Fahrudin, Sujai, & Rahayu, 2011:15).

Selama Kerajaan Sunda berdiri, diketahui setidak-tidaknya mengalami


empat kali perpindahan pusat kerajaan yaitu di Galuh, Prahjjan Sunda, Kawali,
dan Pakwan Pajajaran. Secara geografis, keempat pusat kerajaan tersebut berada
di pedalaman. Matapencaharian masyarakat Kerajaan Sunda cenderung sebagai
peladang, walaupun dijumpai pula masyarakat yang bermatapencaharian lainnya.
Menurut Geertz (1976) wilayah dengan ekosistem perladangan masyarakatnya
akan memiliki kecenderungan meniru mekanisme alamiah. Ekosistem tersebut
tidak perlu membutuhkan keterlibatan tenaga manusia dalam proses memperoleh
produk. Hasil yang dipanen dari usaha perladangan hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan penduduk setempat. Pada aspek organisasi sosial, menurut Harris
(1972) masyarakat peladang hanya berupa kelompok kecil sebagai komunitas
terpisah secara otonom dalam pemukiman-pemukiman kecil yang terpencar. Sifat
ekosistem perladangan seperti itulah yang kiranya dapat menerangkan mengapa
pusat-pusat pemerintahan sebagaimana Tarumanagara tidak bisa tumbuh menjadi
besar (Rahardjo, 2007:115–116). Kelangsungan suatu Negara memerlukan
pasokan surplus barang. Biasanya kerajaan dengan pola agraris akan susah
mempertahankan kelangsungannya. Dalam kenyataannya, Kerajaan Sunda dapat
bertahan lama. Apabila berlandaskan pada teori tersebut, terdapat permasalahan
yang perlu dibahas yaitu mengapa Kerajaan Sunda dapat bertahan lama.

Masyarakat Kerajaan Sunda


Kondisi geomorfologis Kerajaan Sunda berupa pedataran bergelombang
yang memberikan kecenderungan pada masyarakat dengan pola matapencaharian
sebagai peladang. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya dapat
mempengaruhi budayanya. Para penganut environmental determinism
berpendapat bahwa kebudayaan manusia dibentuk oleh kondisi lingkungan tempat
tinggalnya. Sementara itu penganut environmental possibilism berpendapat bahwa
faktor lingkungan tidak serta merta membentuk budaya masyarakat tetapi
membatasi kebudayaan (Iskandar J. , 2009:43–46). Demikian halnya dengan
masyarakat Kerajaan Sunda yang hidup di lingkungan dengan geomorfologi
pebukitan dan pegunungan. Antara kondisi lingkungan dengan budaya masyarakat
terjadi saling pengaruh. Lahan pebukitan menjadikan masyarakat Sunda dekat
dengan kehidupan berladang. Meskipun demikian tidak berarti tidak ada aktivitas
lain di luar berladang.

Kegiatan masyarakat Sunda yang berhubungan dengan bercocok tanam


terlihat pada beberapa naskah. Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, yaitu
salah satu naskah yang menggambarkan kehidupan masyarakat Sunda pada sekitar
abad ke-16 di antaranya berisi mengenai pedoman moral untuk kehidupan
bermasyarakat, termasuk berbagai ilmu yang harus dikuasai untuk bekal
kehidupan. Di dalam naskah tersebut diuraikan mengenai berbagai profesi yang
dilakukan oleh masyarakat Sunda pada waktu itu, diantaranya yaitu pangalasan,
peladang, panyadap, panyawah, penangkap ikan, juru selam, dan lain-lain
(Danasasmita, 1987:103).

Prasasti masa Kerajaan Sunda yang berdasarkan keletakannya dapat


dikaitkan dengan aktivitas masyarakat pada waktu itu yaitu prasasti Sanghyang
Tapak II, prasasti Kawali, prasasti Batu Tulis, dan prasasti Huludayeuh. Ketiga
prasasti tersebut keletakannya memperlihatkan pada ekosistem yang berbeda.
Lokasi-lokasi di mana prasasti itu ditemukan, meskipun tidak berada pada tepian
sungai besar namun tetap memberikan alternatif dalam bercocok tanam yaitu
sebagai ekosistem perladangan dan persawahan. Dengan demikian terlihat bahwa
masyarakat Sunda sudah mengenal rekayasa bercocok tanam yang sesuai dengan
lingkungan masing-masing di mana mereka bertempat tinggal (Saptono, 2013:14).
Walaupun sawah juga sudah dikenal namun ladang merupakan sistem pertanian
yang banyak dijumpai.

Bukti mengenai kegiatan perladangan ini dapat dilihat dalam naskah.


Salah satu naskah yang menyinggung mengenai hal ini adalah naskah Carita
Parahyangan. Dalam naskah Carita Parahyangan dijumpai istilah-istilah yang
menunjukkan pekerjaan di ladang. Naskah ini menyebutkan lahirnya lima orang
titisan Panca Kusika, yaitu Sang Mangukuhan, Sang Karungkalah, Sang
Katungmaralah, Sang Sandanggreba, dan Sang Wretikandajun.

“… Sang Mangukuhan njieun maneh pa(ng)huma, Sang Karungkalah


njieun maneh panggerek, Sang Katu(ng)maralah njieun maneh panjadap, Sang
Sandanggreba njieun maneh padagang” (Atja, 1968:17)

Terjemahannya:

“… Sang Mangukuhan menjadi tukang ngahuma (peladang), Sang


Karungkalah menjadi tukang berburu (pemburu), Sang Katungmaralah menjadi
tukang sadap (pembuat gula merah dari nira enau), Sang Sandanggreba menjadi
pedagang”.

Kutipan ini menunjukkan, bahwa ngahuma, berburu, dan nyadap adalah


jenis-jenis pekerjaan di ladang. Selain dalam naskah Carita Parahyangan, naskah
Sanghiyang Siksakandang Karesian juga menyinggung mengenai kegiatan
perladangan. Dalam naskah tersebut disinggung beberapa peralatan yang
digunakan untuk bekerja di ladang, seperti kujang, patik, kored, baliung, dan
sadap (Poesponegoro & Notosusanto, 2009:387–418; Danasasmita, 1987:108).
Selain itu dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian juga diuraikan
mengenai rumusan kriteria kesejahteraan masyarakat (Danasasmita, 1987:73).
Kriteria kesejahteraan masyarakat menurut naskah Sanghiyang Siksakandang
Karesian adalah sebagai berikut:
… Ini pakeun urang ngretakuen bumi lamba, caang jalan, panjang tajur,
paka pridana, linyih pipir, caang buruan. Anggeus ma imah kaeusi, leuit kaeusi,
paranje kaeusi, huma kaomean, sadapan karaksa, palana ta hurip, sowe waras …

Terjemahannya:

… Ini (jalan) untuk kita menyejahterakan dunia kehidupan, bersih jalan,


subur tanaman, cukup sandang, bersih halaman belakang, bersih halaman rumah.
Bila berhasil rumah terisi, lumbung terisi, kandang ayam terisi, ladang terurus,
sadapan terpelihara, lama hidup, selalu sehat …) (Danasasmita, 1987:94).

Berdasarkan uraian dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian


terlihat bahwa kehidupan masyarakat Sunda bertumpu pada kegiatan pertanian
ladang. Masyarakat Sunda digolongkan sebagai sejahtera bila tercukupi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan. Meskipun pola pertanian ladang merupakan sumber
utama kegiatan produksi pertanian, namun kegiatan pertanian yang berupa
persawahan juga sudah dikenal. Dalam naskah, baik Carita Parahyangan maupun
Sanghyang Siksakandang Karesian masing-masing hanya menyebut sedikit sekali
tentang panyawah ini. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa kegiatan
persawahan tidak begitu populer di kalangan masyarakat Kerajaan Sunda.

Salah satu cerita pantun yang menceritakan tentang kegiatan bertani huma
adalah cerita pantun Lutung Kasarung yang dianggap suci (Ekadjati, Kebudayaan
Sunda Zaman Pajajaran, 2005:148–149). Dalam cerita pantun tersebut
diterangkan mengenai cara-cara berladang yang baik dan benar serta cara
berladang yang buruk dan salah. Menurut cerita pantun tersebut cara berladang
yang baik harus memperhatikan pergantian musim. Penggarapan ladang sebaiknya
dimulai dan diakhiri pada musim kemarau. Sedangkan penanaman benih dan
sampai selesai pemeliharaan tanaman dilaksanakan selama musim penghujan.
Dalam naskah pantun tersebut juga diuraikan mengenai tatacara pembukaan hutan
untuk dijadikan ladang, pembuatan pupuk, cara pemanfaatan lahan, cara
membersihkan dan menjaga ladang, tatacara memanen, dan upacara yang
berhubungan dengan pemujaan kepada Dewi Padi yaitu Nyi Pohaci Sanghiyang
Sri (Ekadjati, 1995:364–365). Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber
tersebut, masyarakat Sunda pada umumnya merupakan masyarakat peladang.
Kerajaan Sunda dapat digolongkan dalam kerajaan yang menyandarkan hidupnya
pada pertanian. Bentuk pertanian yang berlangsung di Kerajaan Sunda terutama
adalah perladangan (Poesponegoro & Notosusanto, 2009:417).

Kegiatan sosial

Sistem organisasi sosial masyarakat peladang biasanya merupakan


kelompok masyarakat sederhana (tribe) yang pemukimannya terpisah dan
terpencar. Pada pemukiman masyarakat yang terpencar akan menentang
munculnya wewenang terpusat. Sifat ekosistem perladangan seperti itulah yang
menyebabkan pusat-pusat pemerintahan dan kerajaan yang mengandalkan
ekonomi perladangan sebagai tulang punggung tidak bisa tumbuh menjadi besar
(Rahardjo, 2007:116). Dalam kenyataannya Kerajaan Sunda dapat berkembang
dan berlangsung lama karena di samping berlandaskan pada ekonomi perladangan
juga sudah menjalankan aktivitas kemaritiman.

Aktivitas Kemaritiman dan Kelangsungan Kerajaan Sunda

Kemaritiman dapat diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan


laut. Lebih spesifik lagi, segala sesuatu itu adalah perdagangan dan pelayaran.
Salah satu petunjuk mengenai adanya aktivitas perdagangan di Kerajaan Sunda
adalah adanya petugas pangurang dasa calagra yaitu petugas pemungut pajak di
pelabuhan (Poesponegoro & Notosusanto, 2009:416). Aktivitas kemaritiman
Kerajaan Sunda dalam bentuk perdagangan dan pelayaran tidak hanya bersifat
lokal (insuler) tetapi sudah mencapai perdagangan regional dan internasional
(interinsuler). Dalam menunjang perdagangan insuler dan interinsuler ini Kerajaan
Sunda mempunyai beberapa kota pelabuhan yang terdapat di pantai utara Jawa
bagian barat. Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai melakukan perdagangan
dengan masyarakat pedalaman. Masyarakat pesisir juga sudah melakukan
hubungan dagang dengan masyarakat luar. Kapal-kapal niaga luar negeri terutama
dari Cina banyak melakukan aktivitas perdagangan di pelabuhan-pelabuhan
Kerajaan Sunda. Sementara itu pedagang dalamnegeri melakukan pelayaran
dagang hingga ke Malaka. Untuk mencapai Malaka digunakan lanchara kargo
berdaya angkut 150 ton. Di Kerajaan Sunda terdapat lebih dari 6 jung dan
lanchara-lanchara dengan tiang berbentuk bangau dan dilengkapi anak tangga
sehingga mudah dikemudikan.

Selain kota-kota yang berada di pesisir, menurut catatan de Barros,


Kerajaan Sunda mempunyai enam pelabuhan yaitu Chiamo, Xacatra atau
Caravam, Tangaram, Cheguide, Pondang, dan Bantam (Djajadiningrat, 1983:83).
Selain de Barros, Tomé Pires juga memberitakan bahwa Çumda mempunyai enam
pelabuhan yaitu Bantam, Pomdam, Cheguide, Tamgaram, Calapa, dan Chemano
(Cotesao, 1967:166). Keterangan antara Barros dan Pires sama-sama
menyebutkan adanya enam pelabuhan. Kalau Barros menyebutkannya dari arah
timur ke barat, sebaliknya Pires menyebutnya dari barat ke timur. Perbedaan yang
ada selain ucapannya ialah bahwa Calapa yang disebut Pires, oleh Barros
disebutnya Xacatra atau Caravam (Saptono, 1998:241).

Tomé Pires juga memberikan gambaran keadaan masing-masing


pelabuhan tersebut (Cotesao, 1967:170–173). Bantam merupakan pelabuhan besar
terletak di tepi sungai. Dari pelabuhan ini perdagangan berlangsung hingga
Sumatra dan Kepulauan Maladewa. Barang-barang yang diperdagangkan antara
lain beras dan lada. Pomdam juga merupakan pelabuhan yang baik. Berada pada
muara sungai. Kapal besar (junk) dapat berlabuh di sini. Barang dagangan berupa
bahan makanan terutama beras dan lada. Cheguide merupakan pelabuhan bagus
yang bisa didarati kapal besar. Pelabuhan ini merupakan pintu gerbang ke Jawa
dari Pariaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung dan tempat-tempat lain.
Barang-barang dagangan berupa beras, buah-buahan, lada, dan bahan makanan.
Tamgaram juga merupakan pelabuhan dan kota dagang yang bagus. Barang
dagangan sebagaimana pelabuhan yang lain. Calapa merupakan bandar yang
paling bagus. Pelabuhan ini sangat penting dan terbagus di antara yang lain.
Jalinan perdagangannya sangat luas yaitu hingga Sumatra, Palembang, Laue,
Tamjompura, Malaca, Makasar, Jawa dan Madura, serta beberapa tempat lain.
Chemano merupakan pelabuhan yang cukup ramai meskipun kapal besar tidak
dapat berlabuh di sini. Di kota ini sudah banyak warga muslim. Perdagangan yang
dijalin hingga seluruh Jawa.

Barang komoditas utama Kerajaan Sunda adalah lada dengan kualitas


tinggi. Produksi lada diperkirakan 1000 bahar per tahunnya. Selain lada
komoditas penting Kerajaan Sunda adalah cabai jawa dan buah asam. Kedua
komoditas ini mampu memenuhi kebutuhan seribu kapal. Kerajaan Sunda selain
menyediakan barang-barang komoditas juga menyediakan tenaga kerja (budak
yang diperjual-belikan) baik pria maupun wanita. Ketersediaan tenaga kerja ini
selain dari lokal juga dipasok dari Kepulauan Maladewa. Perjalanan dari Sunda ke
Maladewa ditempuh sekitar enam hingga tujuh hari. Dalam aktivitas perdagangan
telah digunakan semacam mata uang terbuat dari emas yang dicetak dengan 8
mate, yaitu semacam goresan atau cetakan emas yang digunakan di Timur
(Cotesao, 1967:172).

Hubungan dagang antara masyarakat pesisir dilakukan dengan perahu


yang menyusuri laut pinggir pantai. Sebagaimana pemberitaan Tomé Pires,
aktivitas perdagangan di pantai utara Jawa juga terjalin secara antar kota
pelabuhan. Berlangsungnya perdagangan semacam ini, di Indramayu ditandai
dengan adanya temuan perahu di Desa Lombang, Juntinyuat. Perahu berukuran
panjang 11,5 m dan lebar 3 m serta tinggi sekitar 1,5 m menunjukkan fungsinya
sebagai sarana angkut dalam jarak yang tidak begitu jauh, dalam arti tidak untuk
mengarungi samodra (Michrob, 1992).
Hubungan antar pemukiman di pedalaman dan pesisir dihubungkan
dengan jaringan jalan raya. Jalan-jalan darat menghubungkan pusat kerajaan di
Pakwan Pajajaran ke pemukiman-pemukiman di pedalaman dan pelabuhan-
pelabuhan di pantai utara. Jaringan jalan ada dua yaitu ke arah timur dan barat.
Jalan ke arah timur dari Pakwan Pajajaran menuju Karangsambung di tepi Ci
Manuk melalui Cileungsi dan Cibarusah. Dari Cibarusah menuju Tanjungpura di
tepi Ci Tarum, Karawang kemudian terus ke Cikao, Purwakarta dan lanjut ke
Karangsambung. Di Karangsambung jalan ini bercabang, satu jalur menuju
Cirebon lalu berbelok ke arah Kuningan dan berakhir di Galuh atau Kawali. Jalur
jalan lain dari Karangsambung menuju Sindangkasih, lalu ke Talaga dan berakhir
di Galuh atau Kawali. Jalan ke arah barat dari Pakwan Pajajaran menuju Jasinga
lalu ke Rangkasbitung dan berakhir di Banten. Satu jalur lagi dari Pakwan
Pajajaran ke arah Ciampea dan kemudian ke Rumpin. Dari Rumpin kemudian
dilanjutkan menggunakan jalan sungai (Ci Sadane) menuju muara. Dengan
menggunakan prasarana transportasi jalan darat ini, barang-barang komoditas dari
pedalaman dan dari luar dapat dipertukarkan (diperdagangkan) dengan perantara
pelabuhan-pelabuhan di pesisir (Poesponegoro & Notosusanto, 2009:420).

Berdasarkan beberapa sumber dapat diketahui bahwa Kerajaan Sunda pada


dasarnya merupakan kerajaan yang bercorak agraris khususnya pada sektor
perladangan. Secara teoritis, kerajaan yang ditopang sektor perladangan akan
tidak dapat berlangsung lama. Dalam kenyataannya Kerajaan Sunda bertahan
pada kurun waktu antara abad ke-10 hingga ke-17. Bertahan lamanya Kerajaan
Sunda ternyata didukung aktivitas kemaritiman berupa perdagangan insuler dan
interinsuler. Kerajaan Sunda merupakan penghasil lada dengan kualitas bagus.
Selain itu terdapat barang-barang komoditas lain yang sangat laku di pasaran.
Barang-barang komoditas tersebut adalah cabai jawa, asam, beras, sayur-mayur,
daging (babi, kambing, domba, sapi), anggur, pinang, air mawar, dan emas.
Komoditas yang masuk ke Sunda antara lain budak, kain/tekstil, dan akar-akaran.
Perdagangan secara insuler dilakukan dengan beberapa pelabuhan dagang di
Pulau Jawa, sedangkan secara interinsuler dilakukan dengan beberapa daerah di
Sumatera misalnya Pariaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung, Palembang,
Laue, dan Tanjungpura; di Sulawesi dengan Makasar; dan secara internasional
dengan Malaka, Maladewa, Pagan, dan Cina. Distribusi barang dari pelabuhan ke
beberapa lokasi di pedalaman melalui jaringan jalan darat.

Kerajaan Sunda yang sebagian besar masyarakatnya sebagai peladang


sangat bergantung pada aktivitas kemaritiman untuk kelangsungannya. Dalam hal
ini peran pelabuhan dagang sangat vital. Pelabuhan bukan sekedar tempat
berlabuh tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu sebagai tempat
berlabuh dengan aman, terlindungi dari ombak besar, serta terlindung dari angin
dan arus yang kuat. Tempat ideal untuk pelabuhan adalah muara sungai besar.
Pada jaringan lalu lintas, fungsi pelabuhan juga sebagai penghubung antara jalan
maritim dan jalan darat atau penghubung antara pelabuhan dengan kawasan
pedalaman. Melalui sungai penduduk pedalaman dapat mengangkut hasil bumi ke
pantai (Poesponegoro & Notosusanto, 2009 a:141). Pelabuhan sebagai kota pantai
harus memiliki fungsi kelautan. Laut tidak hanya dilihat sebagai faktor distorsi
mobilitas tetapi juga sebagai lintas enerji barang, manusia, dan informasi dari
pelabuhan satu ke kota lainnya (Nurhadi, 1995:87).

3. Massa kolonial

Pada masa akhir Kerajaan Sunda, peran pelabuhan-pelabuhan dagang


tersebut mengalami kemunduran. Dalam perkembangannya ada yang terus
berlangsung tetapi ada pula yang surut dan berubah fungsi hanya sebagai
pelabuhan nelayan saja. Keadaan pada 1775–1778 di Jawa Barat hanya ada tiga
pelabuhan yaitu Bantan, Batavia, dan Cheribon (Stockdale, 1995:193). Penyebab
menurunnya fungsi pelabuhan terjadi karena beberapa faktor. Hal yang umum
terjadi karena adanya perebutan kekuasaan. Salah satu contoh misalnya yang
terjadi pada pelabuhan Cheguide. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis berpotensi
munculnya ancaman orang-orang Islam di pesisir terhadap Kerajaan Sunda. Pada
1512 Kerajaan Sunda menjalin hubungan dengan Portugis (Graaf & Pigeaud,
1985:146–147).
Ketika itu Jayadewata mengirim utusan yang dipimpin Ratu Samiam
meminta bantuan kepada Alfonso d’Albuquerque. Sebagai balasan pada 1522
pihak Portugis di Malaka ketika itu yang menjadi gubernur Jorge d’Albuquerque,
mengirim perutusan yang dipimpin Henrique Lemé untuk mengadakan perjanjian
dengan raja Sunda. Ketika yang bertahta adalah Samiam (Poesponegoro &
Notosusanto, 2009:394).

Perjanjian berlangsung pada 21 Agustus 1522. Isi perjanjian pada intinya


raja Sunda memberikan ijin kepada Portugis untuk membangun benteng. Raja
akan menyediakan lada sebanyak-banyaknya sebagai penukar barang-barang yang
diperlukan. Sebagai pernyataan persahabatan raja Sunda akan menghadiahkan
1.000 karung lada setiap tahun sejak Portugis membangun benteng
(Djajadiningrat, 1983:79–80). Dalam perjanjian itu pihak Portugis diwakili
Henrique Leme sedangkan Raja Sunda didampingi oleh tiga orang menteri yaitu
Mandari Tadam, Tamungo Sague de Pate, dan Bengar. Menurut Guillot,
perjanjian antara Leme dan pihak Raja Sunda dilakukan di Banten dan selanjutnya
pihak Portugis akan mendirikan benteng di Cidigy atau Cheguide. Lokasi
Cheguide menurut buku pedoman pelayaran dapat ditentukan terletak di antara
Pontang dan Tangerang. Tepatnya antara Tanjung Kait dan Muara Cisadane.
Akhirnya Guillot menarik hipotesis bahwa Cheguide di mana Leme mendirikan
padrao sebagai tanda lokasi akan dibangunnya benteng berada di muara Ci
Sadane, tepi Kali Kramat sekarang. Pembangunan benteng dilaksanakan oleh
Francisco de Sa. Ketika Francisco de Sa menuju Sunda, armadanya terserang
badai. Duarto Coelho salah seorang kapten armada tersebut berhasil sampai di
pelabuhan tetapi kapalnya tengelam di situ. Semua pasukannya diserang oleh
orang-orang Islam yang beberapa hari sebelumnya telah merebut kota itu dari
Samiam (Guillot, 1992; Saptono, 1998:246–248).

Perebutan kekuasaan selain terjadi di Cheguide juga di Sunda Kelapa.


Pada 1527 Sunda Kelapa berhasil direbut oleh pasukan Islam. Kondisi seperti ini
menyebabkan terputusnya hubungan antara kawasan pesisir dengan pusat
Kerajaan Sunda di pedalaman. Jalan niaga Kerajaan Sunda satu persatu jatuh ke
tangan pasukan Islam, sehingga raja hanya dapat bertahan di pedalaman
(Poesponegoro & Notosusanto, 2009:395).

Selain karena perebutan kekuasaan, tidak berfungsinya pelabuhan juga


disebabkan faktor alam. Sebagai contoh adalah pelabuhan Chemanuk
(Indramayu). Pengkajian terhadap sedimentasi yang terjadi di sekitar Ci Manuk,
khususnya daerah delta, sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli misalnya dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (PPPGL, 2016). Ci Manuk
merupakan gabungan dari anak-anak sungai yang lebih kecil, yaitu Ci Lutung, Ci
Pelas dan Ci Keruh. Ketiga anak sungai Ci Manuk tersebut mengalir pada daerah-
daerah endapan volkanik muda berumur Kuarter. Debit air Ci Manuk mencapai
1200 m3/detik di kala musim hujan, yaitu pada bulan Oktober hingga Maret. Pada
musim kering debit sungai ini hanya mencapai 5 m3/detik. Dengan debit sungai
yang sedemikian besar, di kala musim hujan, mengakibatkan alur sungai yang ada
tidak mampu menampung jumlah air sungai, air akan meluap keluar menggenangi
lingkungan sekitar. Dalam situasi tersebut kecepatan aliran air luapan (banjir) Ci
Manuk akan mengalami penurunan karena terhambat oleh berbagai pematang-
pematang, arus dan gelombang laut.

Kadar lumpur air Ci Manuk tergolong tinggi yaitu rata-rata 2.850 mg/liter,
sementara kadar maksimum adalah 8.840 mg/liter, karena memiliki kadar lumpur
yang cukup tinggi maka pertumbuhan daratan baru (akrasi) di kawasan muara
berlangsung dengan kecepatan kurang lebih 200 meter/tahun. Dua faktor penting
yang mempengaruhi dinamika alur Ci Manuk yaitu perubahan yang drastis debit
sungai dan kandungan lumpur yang cukup tinggi. Ci Lutung sebagai salah satu
anak sungai Ci Manuk juga mempunyai arti penting, sungai ini juga memiliki
kadar lumpur lebih dari 2.850 mg/liter. Dari kandungan lumpur yang demikian
tinggi tersebut ditambah dengan kandungan lumpur Ci Manuk dapat mencapai 27
juta ton/tahun. Akibatnya kawasan muara Ci Manuk akan mengalami proses
pendangkalan (akrasi) yang sangat luas dan cepat. Material sedimen terangkut
aliran Ci Manuk memiliki beragam ukuran butir, gosong pasir terkadang
terbentuk pada tengah alur sungai (mid stream bar) yang terdiri dari pasir ukuran
sedang. Pembentukan gosong pasir tersebut dapat menghambat dan menyumbat
aliran alur-alur sungai mengakibatkan proses pengendapan tidak seimbang antara
satu alur dengan alur-alur lainnya. Pendangkalan yang sangat intens menyebabkan
pelabuhan Indramayu tidak dapat berfungsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banyak nilai-nilai yang terabaikan dan tidak dengan sungguh-sungguh
dijalani sehingga penyimpangannya menjadi hal yang biasa. Pendidikan memang
menjadi hal pokok untuk merubah keadaan ini. Akan tetapi, semua itu tidak akan
berjalan dengan lancar apabila tidak didukung oleh lingkungan masyarakat serta
lingkungan keluarga. Oleh karena itulah tugas kita sebagai mahasisa untuk
membangkitkan lagi nilai-nilai serta prinsip-prinsip anti korupsi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

3.2 Saran
Mahasiswa sebagai calon penerus bangsa ini sudah selayaknya lebih peka
dan peduli akan kondisi bangsa dan negara. Pendidikan Anti Korupsi yang didapat
dari bangku perkuliahan harusnya dapat dimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Apabila sudah mengenali dan memahami korupsi, alangkah baiknya
kita dapat mencegahnya mulai dari diri kita sendiri kemudian setelah itu baru
mencegah orang lain.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana. (2016). Korelasi Pendidikan Anti Korupsi Dengan Pendidikan Karakter


Dan Kesadaran Hukum Mahasiswa. Jurnal Stilistika, 47-65.

Habibi, A. (2018). Doktrinasi Anti Korupsi: Program Perguruan Tinggi


Menanamkan Semangat Anti Korupsi ke Alam Bawah Sadar Mahasiswa.
Jurnal Sosial dan Budaya Syari SALAM, FSH UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 5, 25-36.

Noor, R. S. (2020). Pendidikan Karakter Anti Korpsi Sebagai Bagian Dari Upaya
Pencegahan Dini Korupsi Di Indonesia. Morality : Jurnal Ilmu Hukum,
55-73.

Setiadi, W. (2018). Korupsi Di Indonesia Penyebab, Hambatan, Solusi dan


Regulasi. e-jurnal.peraturan.go.id.

Susilawati, L. A. (2012). Dampak Muatan Etika Dalam Pengajaran Akuntansi


Keuangan dan Audit Terhadap Persepsi Etika Mahasiswa yang
Dimoderasi oleh Kecerdasan Kognisi dan Kecerdasan Emosional:. Jurnal
Akuntansi, 22-32.

Wati, S. (2022). Pentingnya Pendidikan Tentang Anti Korupsi Kepada


Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 6-8.

Anda mungkin juga menyukai