Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENGUKURAN DAN PENILAIAN DALAM BK

Tentang
“ITP, SOSIOMETRI DAN SKALA”

Dosen Pembimbing Mata Kuliah:


Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd
Prof. Dr. Daharnis M.Pd., Kons

Oleh :

MHD. IZWAR PUTRA (21151020)

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


JURUSAN S2 BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Subhanawata’ala yang


telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada sayasehingga saya bisa
menyelesaikan makalah Pengukuran dan Penilaian dalam BK dengan judul
“Inventori Lanjutan: ITP, Sosiometri dan Skala”

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih dan semoga Allah
Subhanawata’ala senantiasa meridhoi segala usaha kita, aamiin.

Padang, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................ii


DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Inventori Tugas Perkembangan (ITP)
1. Pengertian ITP...................................................................................3
2. Tujuan dan Kegunaan ITP.................................................................4
3. Aspek Perkembangan ITP.................................................................5
4. Pengadministrasian ITP.....................................................................8
B. Sosiometri
1. Pengertian Sosiometri......................................................................9
2. Tujuan Sosiometri............................................................................12
3. Kegunaan Sosiometri.......................................................................13
4. Pengadministrasian Sosiometri........................................................13
C. Skala
1. Pengertian Skala...............................................................................14
2. Tujuan Skala....................................................................................21
3. Kegunaan Skala................................................................................22
4. Pengadministrasian Skala................................................................22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................24

KEPUSTAKAAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inventori tugas perkembangan (ITP) adalah instrument yang
digunakan untuk memahami tingkat perkembangan individu. Penyusunan
ITP terutama dimaksudkan untuk menunjang kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah, namun dapat juga digunakan untuk mengetahui
tingkat perkembangan anak-anak dan pemuda. Pada umumnya Angket
Inventori Tugas Perkembangan memiliki beberapa karakteristik yang khas.
Program kegiatan, jenis layanan dan isi pelayanan konseling dirumuskan
atas dasar kebutuhan nyata dan kondisi objektif perkembangan subjek
layanan.
Sosiometri merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui hubungan yang ada diantara anggota dalam satu kelompok.
Sosiometri tidak hanya mengungkap hubungan antar individu di dalam
kelompok, tetapi secara lebih luas dapat digunakan untuk mengungkap
berbagai pengalaman individu terkait dengan segala hal yang berkenaan
dengan hubungan sosial mereka.
Skala merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur aspek
afektif. Disusun berdasarkan indikator perilaku untuk mengungkap aspek
yang dimaksud. Teknik ini merupakan salah satu model yang sering
digunakan dalam asesmen pendidikan. Pada saat sekarang telah ada
sejumlah model skala yang dikembangkan dan diusulkan orang.
Penjelasan lebih lanjut mengenai inventori tugas perkembanga, sosiometri
dan skala akan dibahas di dalam makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang
dikemukakan dalam makalah ini adalah:
1. Apa itu Inventori Tugas Perkembangan (ITP)?
2. Apa Itu Sosiometri?
3. Apa itu Skala?
C. Tujuan
Tujuan penulis yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Tentang Inventori Tugas Perkembangan (ITP)!
2. Untuk Mengetahui Tentang Sosiometri!
3. Untuk Mengetahui Tentang Skala!

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Inventori Tugas Perkembangan (ITP)


1. Pengertian ITP
Menurut Sunaryo dkk, inventori tugas perkembangan (ITP) adalah
instrument yang digunakan untuk memahami tingkat perkembangan
individu. Penyusunan ITP terutama dimaksudkan untuk menunjang kegiatan
bimbingan dan konseling di sekolah, namun dapat juga digunakan untuk
mengetahui tingkat perkembangan anak-anak dan pemuda. Pada umumnya
Angket Inventori Tugas Perkembangan memiliki beberapa karakteristik
yang khas, yaitu:
a. ITP berbentuk angket terdiri dari kumpulan pernyataan, dimana setiap
nomor terdiri dari empat butir pernyataan yang mengukur satu subaspek.
b. Tingkat perkembangan siswa dapat dilihat dari skor yang di peroleh pada
setiap aspek.
c. Besar skor yang diperoleh menunjukan tingkat perkembangan siswa.
d. Angkat ITP untuk setiap tingkat pendidikan memiliki jumlah soal yang
berbeda ITP
Bangun tingkat perkembangan dalam ITP ini terdiri atas tujuh
tingkatan dengan karakteristik sebagai berikut:
1) Tingkat Implusif (Imp). Memiliki ciri-ciri identitas diri sebagai bagian
yang terpisah dari orang lain. individu tidak menempatkan diri sebagai
faktor penyebab perilaku.
2) Tingkat perlindungan diri (Pld). Memiliki ciri-ciri peduli terhadap
kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari berhubungan dengan
orang lain. mengukuti aturan sevara oportunistik dan hedonistik (prinsip
menyenangkan diri). Berpikir tidak logis dan stereotip. Cenderung
melihat kehidupan sebagai “zero sum game” cenderung menyalahkan
dan mencela orang lain dengan lingkungan.

3
3) Tingkat konformistik (Kof). Peduli terhadap penampilan diri dan
penerimaan sosial, cenderung berpikir sterotip dan kilse, peduli akan
peraturan eksternal, bertindak denga motif dangkal (untuk memperoleh
pujian), menyamakan diri dalam ekspresi emosi, kurang intropeksi,
perbeddaan kelimpok didasarkan atas ciri-ciri eksternal, takut tidak
diterima kelompok, tidak sensitif terhadap keindividualan, dan merasa
berdosa jika melanggar aturan.
4) Tingkat sadar diri (Sdi). Mampu berpikir alternatif, melihat harapan dan
berbagai kemungkinan dalam situasi, peduli untuk mengambil mandaat
dari kesempatan yang ada, orientasi pemecahan masalah, memikirkan
cara hidup, penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
5) Tahap seksama (Ska) Bertindak atas dasar nilai internal, mampu melihat
diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan, mampu melihat
keragaman emosi, motif dan presfektif diri
6) Tingkat individualistic (Ind). Peningkatan kesadaran individualis,
kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan
ketergantungan, menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang
lain.
7) Tahap otonomi (Oto). Pandangan hidup sebagai suatu keseluruha,
cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun
orang lain.
2. Tujuan dan Kegunaan ITP
Program kegiatan, jenis layanan dan isi pelayanan konseling
dirumuskan atas dasar kebutuhan nyata dan kondisi objektif perkembangan
subjek layanan. Kondisi Objektif subjek layanan yang dapat dipahami
melalui analisis tugas perkembangan. ATP dapat menghasilkan profil
perkembagan sejak layanan yang menjadi dasar bagi pengembangan
program pelayanan konseling.
Pelayanan konseling harus didasarkan atas dan beriorientasi kepada
pencapaian tugas perkembangan subjek layanan . Pemberian layanan yang

4
tepat akan sangat besar manfaatnya bagi subjek layanan untuk mencapai
tugas perkembangan tertentu.
Untuk mengukur tingkat perkembangan atau pencapaian tugas-tugas
perkembangan subjek layanan dari setiap aspek perkembangan, maka dapat
digunakan ITP. Hasil pengelolaan ITP merupakan dasar dalam menyusun
program pelayanan konseling yang berbasis perkembangan subjek layanan.
Dengan memanfaatkan ITP diharapkan pelayanan konseling yang diberikan
kepada subjek layanan sesuai dengan kebutuhan perkembangan subjek
layanan. Selain itu dapat membantu subjek layanan berkembang sesuai
dengan tahap dan tugas perkembangannya.
Untuk mengukur tingkat perkembangan siswa atau pencapaian tugas-
tugas perkembangan dari setiap aspek perkembangan, teori perkembangan
diri. Adapun fungsi ITP yaitu:
a. Dari segi Perencana, yaitu menetapkan tujuan pelaksanaan asesmen,
menetapkan peserta didik sebagai sasaran asesmen, menyediakan buku
dan lembar jawaban ITP sesuai jumlah peserta didik sasaran, dan
membuat satuan layanan asesmen ITP.
b. Dari segi Pelaksana, yaitu memberikan verbal setting (menjelaskan
tujuan, manfaat, dan kerahasiaan data), memandu peserta didik dalam
cara mengerjakan sehingga dapat di pastikan seluruh peserta didik
mengisinya dengan benar.
c. Melakukan pengolahan data kuantitatif mulai dari menghitung hasil
dengan menggunakan format yang spesifik, berdasarkan skor yang
diperoleh menetapkan tingkat pencapaian tugas perkembangan, membuat
grafik aspek perkembangan, serta membuat deskripsi analisis kualitatif
pencapaian tahap perkembangan dan aspek perkembangan dengan
merujuk pada pedoman yang ada.
d. Melakukan tindak lanjut dari hasil asesmen dengan membuat program
layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi peserta didik.
3. Aspek Yang Diukur Dalam Inventori Tugas Perkembangan

5
Tingkatan perkembangan itu merupakan struktur kontinum
perkembangan diri dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
Tingkatan dapat digunakan untuk mendiskripsikan keberadaan individu
dalam kontinum perkembangan. Setiap tingkatan dibangun atas dasar
tingkatan sebelumnya dan menjadi dasar bagi tingkatan berikutnya.
Peningkatan perkembangan sepanjang kontinum perkembangan
menggambarkan perbedaan kualitatif tentang cara-cara individu
berinteraksi dengan lingkungan. Kemudian di dalam ITP mengungkap 10
aspek perkembangan pada siswa SMP. Aspek-aspek yang diungkap
berdasarkan permasalahan dan kebutuhan akan perkembangan siswa yang
dihadapi dalam proses pendidikan di sekolah.
Ada 10 aspek perkembangan pada siswa SD dan SMP, serta 11
aspek pada siswa SMA dan mahasiswa PT. Aspek-aspek yang diungkapkan
berdasarkan permasalahan dan kebutuhan akan perkembangan siswa dan
mahasiswa yang dihadapi dalam proses pendidikan disekolah maupun
dikampus. Aspek-aspek ini sudah lebih banyak muatan empirik sesuai
dengan kondisi Indonesia.
1) Landasan hidup religius
a. Sholat dan berdoa
b. Belajar agama
c. Keimanan d. Sabar
2) Landasan perilaku etis
a. Jujur
b. Hormat kepada orang tua
c. Sikap sopan dan santun
d. Ketertiban dan kepatuhan
3) Kematangan emosional
a. Kebebasan dalam mengemukakan pendapat
b. Tidak cemas
c. Pengendalikan emosi
d. kemampuan menjaga stabiitas emosi

6
4) Kematangan intelektual
a. Sikap kritis
b. Sikap rasional
c. Kemampuan membela hak pribadi
d. Kemampuan
5) Kesadaran tanggung jawab
a. Mawas diri
b. Tanggung jawab atas tindakan pribadi
c. Partisipasi pada lingkungan
d. Disiplin
6) Peran sosial sebagai pria atau wanita
a. Perbedaan sosial laki-laki dan perempuan
b. Peran sosial sesuai jenis kelamin
c. Tingkah laku dan kegiatan sesuai jenis kelamin
d. Cita-cita sesuai jenis kelamin
7) Penerimaan diri dan pengembangannya
a. Kondisi fisik
b. Kondisi mental
c. Pengembangan cita-cita
d. Pengembangan pribadi
8) Kemandirian prilaku ekonomis
a. Upaya menghasilkan uang
b. Sikap hemat dan menabung
c. Bekerja keras dan ulet
d. Tidak mengharap pemberian orang
9) Wawasan Persiapan karir
a. Pemahaman jenis pekerjaan
b. Kesungguhan belajar
c. Upaya meningkatkan keahlian
d. Perencanaan karir
10) kematangan hubungan dengan teman sebaya

7
a. pemahaman tingkah laku orang lain
b. kemampuan berempati
c. kerja sama d. kemampuan hubungan sosial”
11) Persiapan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga
a. Pemilihan pasangan/teman hidup
b. Kesiapan menikah
c. Membangun keluarga
d. Reproduksi yang sehat
4. Pengadministrasian ITP
ITP dapat diadministrasikan secara kelompok maupun individual
dengan cara yang sama yakni:
1. Kepada responden dibagikan buku inventori beserta lembar jawabannya
2. Responden diminta mengisi identitasnya pada lembar jawaban.
3. Konselor membacakan petunjuk pengerjaan, sementara responden
membaca petunjuk yang terdapat dalam buku ITP.
4. Tanya jawab dan penjelasan lebih lanjut bila ada responden yang
kurang/belum memahami cara mengerjakan ITP
5. Responden dipersilahkan mengerjakan ITP dengan cara membaca dengan
cermat, memilih jawaban yang paling sesuai dengan dirinya, serta
menuliskan pilihannya pada lembar jawaban.
6. Waktu pengerjaan secukupnya (sesuai kemampuan peserta) yang penting
semua responden dalam kelompok itu menjawab semua butir inventori.
Tidak boleh ada yang mengosongkan jawaban atau menjawab lebih dari
satu pilihan dalam satu butir. Diperkirakan paling cepat 20 menit dan
paling lambat 40 menit.
7. Khusus bagi kelompok tuna netra, tiap butir pernyataan boleh dibacakan
oleh konselor namun harus dihindari hal-hal yang mempengaruhi pilihan
responden. Hal ini boleh dilakukan sepanjang ITP ini belum ditulis dalam
huruf braile.
8. Selesai pengerjaan, lembar jawaban dan buku ITP dikumpulkan. Buku
ITP diperiksa baik jumlah maupun kondisinya.

8
9. Lembar jawaban siap dikoreksi langsung atau dientry ke Komputer.
Pada waktu responden mengerjakan ITP, mungkin saja ada satu
atau dua peserta yang bertanya tentang materi ITP. Dalam hal ini konselor
boleh menjawab dengan ketentuan:
1. Jawaban konselor tidak mengganggu peserta yang lain
2. Jawaban konselor mempengaruhi pilihan peserta pata butir yang
ditanyakan
3. Pertanyaan hanya berkaitan dengan redaksi atau kalimat yang tidak jelas
atau masalah teknis seperti halaman kurang, huruf tidak jelas, buku sudah
ditulis dll.

B. SOSIOMETRI
1. Pengertian Sosiometri

Sosiometri adalah salah satu metode psikologi sosial yang


dikembangkan oleh Jacob Lewi Moreno (1889-1947), seorang dokter yang
beralih profesi sebagai psikiater, yang dibesarkan di Vienna dan pindah ke
Amerika Serikat tahun 1925, bekerja di bagian utara negara bagian New
York pada tahun 1930-an. Moreno mengembangkan metode ini untuk
menganalisa hubungan antar emosi dalam suatu kelompok. Metode ini
dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemimpin informal, peringkat
sosial dan individu yang terisolir.

Moreno telah tertarik pada dinamika hubungan sejak ia kuliah dan


menurutnya bahwa orang-orang cenderung lebih spontan dan senang bila
diizinkan untuk berhubungan dengan orang lain dan dengan siapa mereka
berkeinginan untuk membangun hubungan baik. Sosiometri tidak hanya
mengungkap hubungan antar individu di dalam kelompok, tetapi secara
lebih luas dapat digunakan untuk mengungkap berbagai pengalaman
individu terkait dengan segala hal yang berkenaan dengan hubungan sosial
mereka.

Kata sosiometri berasal dari bahasa Latin "socius," yang berarti

9
sosial dan bahasa Latin "metrum," yang berarti ukuran (measure).
Sosiometri adalah cara untuk mengukur tingkat keterkaitan antara orang-
orang. Pengukuran keterkaitan dapat berguna tidak hanya dalam penilaian
perilaku dalam kelompok, tetapi juga untuk intervensi yang membawa
perubahan positif dan untuk menentukan tingkat perubahan. Dalam
kelompok kerja, sosiometri dapat menjadi alat yang ampuh untuk
mengurangi konflik dan meningkatkan komunikasi karena memungkinkan
kelompok untuk melihat dirinya secara obyektif dan menganalisis
dinamika tersendiri. Ini juga merupakan alat yang ampuh untuk menilai
dinamika dan perkembangan dalam kelompok dikhususkan untuk terapi
atau pelatihan.

Sosiometri merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk


mengetahui hubungan yang ada diantara anggota dalam satu kelompok.
Cara lain yaitu dengan Qsort, semantic differential atau skala bertingkat.
Sosiometri ini mula-mula dikembangkan oleh Moreno (1934) dengan
publikasinya “Who shall survive”. Pendidik/guru dapat menggunakan
teknik ini untuk mengetahui struktur social kelas, pemilihan bintang kelas,
teman belajar kelompok dan sebagainya. Muri Yusuf (2017:112).

Menurut Gantina & Eka (2011), sosiometri merupakan metode


pengumpulan data tentang pola struktur hubungan antara individu-individu
dalam suatu kelompok. Sosiometri merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan yang ada diantara anggota dalam
satu kelompok. Menurut Tohirin (2009:231) sosiometri merupakan alat
(instrumen) untuk mengumpulkan data tentang hubungan-hubungan sosial
dan tingkah laku sosial siswa. Menurut Winkel (1997:293) sosiometri
merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang hubungan sosial
dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil sampai sedang (10–50
orang), berdasarkan preferensi antara anggota kelompok satu sama lain.

Jacob Levy Moreno menciptakan istilah sosiometri dan melakukan


penelitian sejak 1932-1938 di New York. Definisi kerja sosiometri adalah

10
metodologi untuk melacak vektor energi hubungan interpersonal dalam
kelompok. Bagaimana pola individu mengasosiasikan satu sama lain
ketika bertindak sebagai kelompok menuju suatu tujuan (Creswell di
Moreno, 1960, hal. 140). Moreno sendiri mendifinisikan sosiometri
sebagai "studi matematika sifat psikologis pada suatu populasi, teknik
eksperimental dan hasil yang diperoleh dengan penerapan metode
kuantitatif" (Moreno, 1953, hlm. 15-16).

Sosiometri sebagai alat untuk mengukur hubungan sosial pada anak-


anak dan orang dewasa dengan berbagai konteks sosial. Dalam penelitian
pendidikan, khususnya dalam studi yang bersangkutan dengan pengalaman
sosial anak-anak di sekolah atau kelompok murid yang berbeda, cacat, atau
memiliki ketidakmampuan belajar, ada ketergantungan yang cukup besar
pada penggunaan langkah-langkah ini. Metode ini juga banyak digunakan
di luar pendidikan; misalnya, dalam mempelajari hubungan timbal balik
antara staf tenaga kerja (Jones 2001).
Sosiometri dapat diartikan sebagai suatu metode atau teknik untuk
memahami individu terutama memperoleh data tentang jaringan hubungan
sosial antar individu (antar pribadi) dalam suatu kelompok berdasarkan
preferansi pribadi antar anggota-anggota kelompok.
Di lihat dari segi sejarahnya, metode sosiometri ini mula-mula
dikembangkan oleh Moreno dan Jenning. Metode ini di dasarkan atas
asumsi bahwa kelompok memiliki pola-pola struktur hubungan yang
komplek. Hubungan-hubungan ini dapat diungkapkan dengan menerapkan
pengukuran baik kuantitatif maupun kualitatif.
Sosiometri adalah alat yang tepat untuk mengumpulkan data
mengenai hubungan hubungan sosial dan tingkah laku sosial murid (I.
Djumhur dan Muh. Surya, 1985). Sosiometri adalah alat untuk meneliti
struktur sosial dari suatu kelompok individu dengan dasar penelaahan
terhadap relasi sosial dan status sosial dari masing-masing anggota
kelompok yang bersangkutan (Depdikbud, 1975). Sosiometri adalah alat
untuk dapat melihat bagaimana hubungan sosial atau hubungan berteman

11
seseorang (Bimo Walgito, 1987). Sosiometri adalah suatu alat yang
dipergunakan mengukur hubungan sosial siswa dalam kelompok (Dewa
Ktut Sukardi, 1983).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian
sosiometri adalah suatu tehnik untuk mengumpulkan data untuk
mempelajari hubungan sosial individu di dalam kelompok, sebagai cara
untuk mengukur tingkat keterkaitan di antara manusia, yang merupakan
hubungan sosial seorang individu dengan individu lain, struktur hubungan
individu dan arah hubungan sosialnya dalam suatu kelompok. Dengan kata
lain sosiometri merupakan studi kuantitatif tentang hubungan interpersonal
dalam suatu populasi. Peneliti memiliki data yang kuat, untuk melakukan
intervensi yang tepat.
2. Tujuan Sosiometri
Sosiometri didasarkan pada anggapan bahwa kelompok mempunyai
struktur yang terdiri dari hubungan interpersonal yang kompleks. Posisi
setiap individu dalam struktur kelompoknya dan hubungannya yang wajar
dengan individu lain dapat diukur menggunakan sosiometri. Berikut ini
dikemukakan beberapa tujuan digunakannya sosiometri didalam pelayanan
konseling:
a. Untuk mengetahui intensitas pilihan antar anggota kelompok
b. Untuk mengetahui adanya hubungan social antar anggota tertentu
c. Untuk mengetahui kecenderungan yang ada dalam hubungan social
antar anggota kelompok dalam kondisi tertentu
d. Menemukan murid mana yang ternyata mempunyai masalah
penyesuaian diri dalam kelompoknya
e. Mampu meningkatkan partisipasi social diantara murid-murid dengan
penerimaan sosialnya
f. Membantu meningkatkan pemahaman dan pengertian murid terhadap
masalah pergaulan yang sedang dialami oleh individu tertentu
g. Untuk memperoleh bahan pertimbangan dalam menyusun program
layanan konseling.

12
3. Kegunaan Sosiometri

Budi dan Titin (2007) menerangkan dari sisi kegunaannya, teknik


sosiometri berguna untuk membantu seorang guru dalam mengidentifikasi
siswa yang membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dalam
kelompok kelas. Teknik sosiometri ini juga dapat menggambarkan struktur
sosial seorang siswa dalam kelas atau masyarakat. Berikut beberapa
kegunaan dari sosiometri adalah sebagai berikut:
1) Memperbaiki hubungan sosial individu dalam kelompok (human
relationship).
2) Menentukan keanggotaan kelompok kerja.

3) Meneliti kecenderungan potensi kepemimpinan individu dalam


kelompok.

4) Mengatur tempat duduk dalam kelas.

5) Menemukan norma-norma pergaulan antar siswa yang diinginkan


dalam kelompok tertentu.
6) Mengenali kekompakan dan perpecahan anggota kelompok.

4. Pengadministrasian Sosiometri

Rumiyati mengatakan bahwa tahapan yang harus dilakukan dalam


pengadministrasian penggunaan angket sosiometri pada peserta didik
memiliki beberapa tahapan yang perlu dilakukan, yaitu sebagai berikut.
1) Persiapan

a. Menetapkan kelompok peserta didik yang akan diukur


b. Mempersiapkan angket sosiometri sesuai tujuan
c. Membuat satuan layanan asesmen

2) Pelaksanaan

a. Memberikan verbal seting (menjelaskan tujuan, manfaat dan


kerahasiaan data)

13
b. Membagikan angket sosiometri

c. Menjelaskan cara mengerjakannya

d. Memeriksa apakah sudah benar mengisinya

e. Mengumpulkan kembali angket setelah diisi

3) Pengolahan dan analisis hasil

a. Memeriksa kelengkapan hasil angket

b. Membuat tabulasi hasil dan menghitung skor yang diperoleh setiap


individu
c. Membuat sosiogram berdasarkan hasil tabulasi skor

d. Menghitung indeks pemilihan

e. Membuat analais hubungan sosial dari hasil sosiogram dan


perolahan skor individu.
C. SKALA
1. Pengertian Skala
Menurut Yusuf (2011) teknik ini merupakan salah satu bentuk
diantara model skala yang sering digunakan dalam asesmen pendidikan.
Skala bertingkat ini menggambarkan suatu nilai tentang suatu objek
asesmen berdasarkan pertimbangan. Skala bertingkat, dapat berupa:
a. Skala angka, yaitu apabila skor yang diberikan seseorang tentang
keadaan objek asesmen dapat dilambangkan dengan angka.
b. Skala bertingkat dalam bentuk grafik banyak digunakan orang karena
dapat mengurangi kesalahan-kesalahan atau “bias” dalam mengisinya.
Menurut Sri Milfayetty (2011) skala merupakan instrumen yang
digunakan untuk mengukur aspek afektif. Disusun berdasarkan indikator
perilaku untuk mengungkap aspek yang dimaksud. Teknik ini merupakan
salah satu model yang sering digunakan dalam asesmen pendidikan. Pada
saat sekarang telah ada sejumlah model skala yang dikembangkan dan
diusulkan orang. Model skala apa yang akan dipakai akan menentukan

14
macam pernyataan/pertanyaan yang diperlukan.
Menurut A. Muri Yusuf (2011: 118-119) beberapa langkah dalam
menyusun skala adalah sebagai berikut:
1) Komposisi item dalam satu kesatuan

a) Susun sejumlah item yang hanya mencakup satu dimensi saja.

b) Pernyataan positif dan negatif hendaklah di skor dengan cara yang


berlainan.
2) Pemilihan alternatif jawaban

a) Tentukan beberapa pilihan yang akan digunakan lima, tujuh atau


sembilan.
b) Alternatif yang dipilih hendaklah mudah dipahami peserta didik.

3) Urutan butir

a) Hendaklah ditetapkan secara acak (random)


b) Sediakan waktu secukupnya, sehingga setiap butir dapat diisi sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
Format dan perwajahan instrumen perlu diperhatikan dengan
seksama oleh penyusun skala, mudah dibaca, dipahami dan diisi, serta
indah dilihat. Terdapat empat jenis skala yang dapat digunakan untuk
mengukur atribut, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan
skala ratio.
1) Skala nominal

Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan


untuk objek atau kelas objek untuk tujuan identifikasi. Nomor jaminan
social seseorang, nomor punggung pemain sepakbola, loker, dan lain-
lain adalah suatu skala nominal. Demikian juga, jika dalam suatu
penelitian tertentu pria diberikan kode 1 dan wanita mendapat kode 2,
untuk mengetahui jenis kelamin seseorang adalah melihat apakah orang
ini berkode 1 atau 2. Angka-angka tersebut tidak mewakili hal lain
kecuali jenis kelamin seseorang. Wanita, meskipun mendapat angka

15
yang lebih tinggi, tidak berarti “lebih baik” dibanding pria, atau “lebih
banyak” dari pria. Kita boleh saja membalik prosedur pemberian kode
sehingga wanita berkode 1 dan pria berkode 2.

2) Skala ordinal

Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan


terhadap data berdasarkan urutan dari objek. Disini angka 2 lebih besar
dari 1, bahwa angka 3 lebih besar dari 2 maupun 1. Angka 1, 2, 3,
adalah berurut, dan semakin besar angkanya semakin besar propertinya.
Contoh, angka 1 untuk mewakili mahasiswa tahun pertama, 2 untuk
tahun kedua, 3 untuk tahun ketiga, dan 4 untuk mahasiswa senior.
Namun kita juga bisa memakai angka 10 untuk mewakili mahasiswa
tahun pertama, 20 untuk tahun kedua, 25 untuk tahun ketiga, dan 30
untuk mahasiswa senior. Cara kedua ini tetap mengindikasikan level
kelas masing-masing mahasiswa dan relative standing dari dua orang,
yaitu siapa yang terlebih dahulu kuliah.

3) Skala interval
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka-angka
yang dikenakan memungkinkan kita untuk membandingkan ukuran dari
selisih antara angka-angka. Selisih antara 1 dan 2 setara dengan selisih
antara 2 dan 3, selisih antara 2 dan 4 dua kali lebih besar dari selisih
antara 1 dan 2. Contoh adalah skala temperature, misalnya temperature
yang rendah pada suatu hari adalah 40o F dan temperature yang tinggi
adalah 80o F. Disini kta tidak dapat mengatakan bahwa temperature
yang tinggi dua kali lebih panas dibandingkan temperature yang rendah
karena jika skala Fahrenheit menjadi skala Celsius, dimana C = (5F –
160) / 9, sehingga temperature yang rendah adalah 4,4o C dan
temperature yang tinggi adalah 26,6o.
4) Skala ratio

Merupakan salah satu jenis pengukuran yang memiliki nol


alamiah atau nol absolute, sehingga memungkinkan kita

16
membandingkan magnitude angka-angka absolute. Tinggi dan berat
adalah dua contoh nyata disini. Seseorang yang memiliki berat 100 kg
boleh dikatakan dua kali lebih berat dibandingkan seseorang yang
memiliki berat 50 kg, dan seseorang yang memiliki berat 150 kg tiga
kali lebih berat dibandingkan seseorang yang beratnya 50 kg. Dalam
skala ratio nol memiliki makna empiris absolute yaitu tidak satu pun
dari property yang diukur benar-bnar eksis.
Teknik Penskalaan

Terdapat beberapa cara untuk mengukur sikap, diantaranya adalah


self-report. Self report merupakan metode penilaian sikap dimana
responden ditanya secara lansung tentang keyakinan atau perasaan mereka
terhadap suatu objek atau kelas objek.
1. Skala Likert summated ratings

Merupakan teknik self report bagi pengukuran sikap dimana


subjek diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau
ketidaksetujuan mereka terhadap masing masing pernyataan. Skala
likert adalah salah satu teknik pengukuran sikap yang paling sering
digunakan dalam riset pemasaran. Dalam pembuatan skala likert,
periset membuat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan
suatu isu atau objek, lalu subjek atau responden diminta untuk
mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka
terhadap masing-masing pernyataan.
2. Skala semantic differential
Merupakan salah satu teknik self report untuk pengukuran sikap
dimana subjek diminta memilih satu kata sifat atau frase dari
sekelompok pasangan kata sifat atau pasangan frase yang disediakan
yang paling mampu menggambarkan perasaan mereka terhadap suatu
objek. Misalnya kita kembali menggunakan persoalan pengukuran
sikap terhadap bank. Periset perlu membuat daftar pasangan kata sifat
atau pasangan frase berkutub-dua. Skala yang telah dibuat kemudian

17
disebarkan pada suatu sampel responden. Setiap responden diminta
membaca seluruh frase berkutup dua dan menandai sel yang paling
mampu menggambarkan perasaannya. Responden biasanya diberi
tahu bahwa sel-sel ujung adalah sel-sel objek paling deskriptif, sel
tengah adalah sel netral, dan sel- sel antara sebagai sel agak deskriptif
serta sel cukup deskriptif. Jadi sebagai contoh, jika seorang responden
merasa bahwa pelayanan bank A berkualitas sedang, maka dia akan
menandai sel keenam dari kiri.
3. Skala Thurstone

Skala ini mula-mula dikembangkan oleh Louis Leon


Thurstone, seorang ahli ilmu jiwa bangsa Amerika dan pioner dalam
pengukuran mental. Skala Thurstone bertujuan ingin mengurutkan
responden berdasarkan ciri-ciri tertentu. Langkah-langkah
penyusunan skala thurstone:

a) Menentukan komposisi dalam satu pool


1) Susun dan atau kumpulkan suatu set pernyataan yang
unidimensional. Jumlah soal yang ideal antara 100 dan 200
butir.
2) Kekuatan suatu butir/ per butir soal tidaklah begitu penting

3) Boleh pernyataan positif maupun pernyataan negatif

4) Sususn pernyataan yang unidimensional dan yang bersifat


menyatakan sesuatu itu pada suatu kartu untuk setiap soal.

b) Pemilihan penimbang dan pertimbangan

1) Rumuskanlah populasi penelitian itu

2) Pilih dari populasi yang sama, penimbang/juri yang akan


membantu pengembangan butir soal di atas

3) Jumlah penimbang sebaiknya sebanyak mungkin, antara 40-100


orang

18
4) Kepada penimbang diharapkan mengelompokkan butir soal
yang terdapat dalam setiap kartu ke dalam 11 kelompok dan
memberi skor 1 sampai sebelas atau dari sangat tidak
menyenangkan (skor satu) sampai sangat menyenangkan (skor
11).
c) Penyekoran pertimbangan atau penaksiran skala interval

1) Kumpulkan semua pertimbangan untuk tiap-tiap pernyataan atau


butir soal

2) Distribusikan setiap pernyataan dan pernyataan yang nilainya


sangat menyebar dibuang. Sedangkan skor nilai yang agak
bersamaan digunakan untuk membuat skala.

3) Hitung semi interquartile range untuk setiap pernyataan.

4) Nilai butir soal ditentukan dengan menghitung median untuk


penempatan frekuensi penilai.

5) Tentukan berapa panjang skala dan berapa banyak butir soal

6) Setelah ukuran skala ditentukan, pilihlah soal sebanyak yang


dibutuhkan berdasarkan interval yang sama.

7) Bentuk paralel dapat disusun dengan memilih butir soal lain


berdasarkan interval yang sama pula.
d) Persiapan pengadministrasian dan penskoran

1) Suatu butir soal hendaklah dipilih dari sejumlah (pool) soal-soal


yang lebih luas. Butir-butir soal itu ditempatkan secara random/
acak tanpa nila butir soal itu.
2) Pada setiap butir soal hendakla disediakan tempat untuk
responden menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap
pernyataan itu.
3) Penskoran dilakukan dengan membuat tanda pada butir soal
bahwa responden setuju dengan pernyataan itu. Kemudian

19
mencari skala nilai untuk tiap butir soal dan selanjutnya mencari
median untuk butir soal itu.
Contoh: sikap terhadap mengajar
Skala No. Pernyataan
nilai soal
10,5 1 Mengajar adalah salah satu cara yang paling baik
untuk membantu mengembangkan aspek-aspek
10,3 2 perikemanusiaan.
Mengajar lebih berpengaruh terhadap kemajuan
10,1 3 suatu bangsa dari pada profesi lain
Profesi mengajar dapat membentuk manusia
menjadi lebih baik dari pada yang lain.

4. Skala Guttman (Scalogram Analysis)

Dikembangkan oleh Louis Guttman, skala ini merupakan skala


kumulatif dan ordinal, hanya mengukur satu dimensi saja dari satu
variable yang multidimensi. Langkah-langkah dalam menyusun skala
guttman:
a) Susunlah sejumlah pernyataan yang sesuai dengan masalah yang
akan diselidiki dengan terlebih dahulu menentukan sub-sub
variabelnya dalam satu pool.
1) Susun pernyataan deskriptif mengenai “universe” yang diselidiki

2) Butir-butir soal hendaklah mewakili sikap yang diukur

3) Tempatkan soal itu dengan baik dalam sheet dengan dua


kemungkinan jawaban “ya” atau “tidak”.
b) Uji coba skala

1) Administrasikan skala itu pada sampel yang diperkirakan


memiliki karakteristik yang hampir sama dengan populasi
penelitian.

20
2) Semua butir soal, diskor dengan cara yang telah ditentukan
terlebih dahulu.
3) Skor ditentukan untuk setiap responden.

c) Penyusunan skala

1) Susun suatu chart dengan butir soal sebelah atas dan responden
sebelah kiri.
2) Setelah semua responden selesai diskor, kegiatan berikutnya
adalah mengatur/ menyusun kembali menurut ranking dengan
tidak memperbaiki letak butir soal.
3) Setelah semua responden diurutkan, maka langkah berikutnya
adalah mengatur kembali butir soal dengan menempatkan pada
kolom pertama adalah butir soal yang terbanyak jawaban “ya”,
dan seterusnya dengan tidak merubah urutan responden.
4) Menghitung index reprodusibilitas

 Index ini dihitung untuk menentukan apakah respon yang


diberikan menunjukkan kualitas yang kuat dalam kaitan
dengan total skor yang tertinggi.

 Untuk menghitung index itu, dapat digunakan rumus:

R = 1 – Jumlah kesalahan

Jumlah respon

R= Jumlah Reprodusibilitas
Jumlah kesalahan =jumlah kesalahan dalam skala, yaitu
jawaban di luar bentuk segitiga.
 Jika index reprodusibilitas kecil dari 0,9, maka skala itu tidak
memuaskan untuk digunakan.
 Index reprodusibilitas hanya mengukur ketepatan alat yang
dibuat, sedangkan koefisien skalabilitas menunjuk kepada
baik tidaknya skala itu digunakan.
 Menghitung koefisien skalabilitas, rumusnya: Rs = 1 – e

21
Kalau index skalabilitas besar dari 0,6, maka skala itu dianggap
baik
2. Tujuan Skala
Menurut Sugiyono (2012) tujuan skala adalah untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial.
3. Kegunaan Skala
Pada dasarnya Skala ini berguna bagi kepentingan pemahaman diri
konseli melalui teknik observasi yang lebih khas diukur dari derajat
penilaian. Adapun keguanaannya terperinci adalah sebagai berikut:
a. Mencatat kemunculan sejumlah tingkah laku secara sistematis

b. Mencatat kemunculan sejumlah tingkah laku dalam waktu singkat,

c. Mencatat kemunculan sejumlah tingkah laku dalam derajat penilaian


d. Mencatat kemunculan perilaku di dalam dan/atau di luar sekolah, serta
e. Mencatat kemunculan perilaku individu dan kelompok sekaligus.

f. Untuk mengumpulkan informasi sebagai bahan dasar dalam rangka


penyusunan catatan permanen.
g. Untuk menjamin validitas informasi yang diperoleh dengan metode
lain.
h. Untuk mengambil sampling sikap/pendapat dari responden
4. Pengadministrasian Skala

Pengadministrasian skala dapat dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:

1) Tahap Persiapan (Merancang)

Tahap persiapan mencakup langkah-langkah berikut:

a) Penetapan Topik
b) Penentuan Variabel
c) Penentuan Indikator

d) Penentuan Prediktor

22
e) Penyusunan pernyataan/item.

2) Tahap Pelaksananaan

Tahap pelaksanaan meliputi langkah-langkah berikut:

Penyiapan pedoman/format SP,

a) Penentuan posisi observasi yaitu observer mengambil posisi yang


tepat agar mudah mengamati perilaku observee dan tidak
mengganggu perhatian observee,
b) Pelaksanaan pengamatan yaitu mencatat derajat perilaku observee
yang muncul pada format SP,
c) Pencatatan terhadap perilaku observee (siswa/konseli yang
diobservasi).

3) Tahap Analisis Hasil

Tahap analisis hasil mencakup langkah-langkah berikut:

a) Skoring

b) Analisis dan interpretasi

c) Kesimpulan.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Sunaryo dkk, inventori tugas perkembangan (ITP) adalah
instrument yang digunakan untuk memahami tingkat perkembangan individu.
Penyusunan ITP terutama dimaksudkan untuk menunjang kegiatan bimbingan
dan konseling di sekolah, namun dapat juga digunakan untuk mengetahui
tingkat perkembangan anak-anak dan pemuda.
Sosiometri merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui hubungan yang ada diantara anggota dalam satu kelompok. Cara
lain yaitu dengan Qsort, semantic differential atau skala bertingkat. Sosiometri
ini mula-mula dikembangkan oleh Moreno (1934) dengan publikasinya “Who
shall survive”. Pendidik/guru dapat menggunakan teknik ini untuk mengetahui
struktur social kelas, pemilihan bintang kelas, teman belajar kelompok dan
sebagainya.
Skala merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur aspek
afektif. Disusun berdasarkan indikator perilaku untuk mengungkap aspek yang
dimaksud. Teknik ini merupakan salah satu model yang sering digunakan
dalam asesmen pendidikan. Pada saat sekarang telah ada sejumlah model skala
yang dikembangkan dan diusulkan orang.

B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis juga
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna peningkatan
kualitas dalam penulisan makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Benedicta, Riyanti. 2007. Fear of Succes and Risk Taking Pada Wirausaha
Wanita Bali.

Jurnal Penelitian Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya.

Komalasari, Gantina dkk. 2011. Asesmen Teknik Non Tes dalam Perspektif BK
Komprehensif. Jakarta : PT Indeks.

Moreno, Jacob Levy. 1953. Revised Edition. Who Shall Survive?


Foundation of Sosiometry, Grup Psychotherapy and
Sociodrama. Beacon, New York.

Purwoko, Budi dan Titin Indah Pratiwi. 2007. Pemahaman Individu Melalui
Teknik Non Tes. Surabaya: Unesa University Press.

Komalasari, G. & Wahyuni, E. 2011. Asesmen Teknik Non Tes dalam


Perspektif BK Komprehensif. Jakarta : PT Indeks.

Rumiyati, Agnes T. Konsep Dasar Sosiometri. Modul.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta.

Tim Peneliti Riset Unggulan Terpadu, Petunjuk Teknis Penggunaan ITP-SLTP,


Universitas Pendidikan Indonesia.

Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis


Integritas). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yusri Fadillah.2015.Instrumen Non-Tes Dalam Konseling.P3SDM Melati


Publishing:Padangpanjang Sumatra barat.

Yusuf, A. M. 2011. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Padang: UNP Press.

Winkel, W. S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi


Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

https://wiwidelfita.blogspot.com/2019/09/sosiometri-dan-skala.html

http://repository.unimus.ac.id/3601/7/bab%207.pdf

25
26

Anda mungkin juga menyukai