Anda di halaman 1dari 3

Jurnal Dwi Mingguan

Modul 1.4
Budaya Positif
Putri Dian Mayangsari, S. Pd. Gr

Tak terasa sudah dipenghujung modul 1, kali ini saya akan mencoba membuat refleksi
diri selama mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif.

Saya akan mencoba menggunakan model 4F (Facts, Feelings, Findings dan Future). 4F
merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat
diterjemahkan menjadi 4P.

1. Facts (Peristiwa)

2. Feelings (Perasaan)

3. Findings (Pembelajaran)

4. Future (Penerapan)

Selama mengikuti pemahaman materi modul 1.4 banyak sekali yang telah saya dapatkan.
Saya akan mengurainya dalam tahapan 4F tersebut.

1. Facts (Peritiwa)

Pembelajaran modul 1.4 budaya positif diawali dengan mulai diri sendiri dengan
memahami secara mandiri materi tentang bufaya positif dengan beberapa pertanyaan
pemantik yang harus kami berikan jawaban pada notes yang telah disediakan di LMS.
Selanjutnya kami melanjutkan pada bagian eksplorasi konsep, disini kami juga menjawab
beberapa pertanyaan yang mengacu kepada implementasi budaya positif. Kami juga
bersama CGP lainnya melakukan diskusi virtual secara mandiri, memberi tanggapan atas
pernyataan yang disajikan oleh teman CGP lainnya. Dalam bagian eksplorasi konsep ini
beberapa materi yang kami bahas antaranya adalah, disiplin positif dan nilai-nilai
kebajikan universal, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, restitusi, keyakinan
kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi Kontrol serta segitiga
restitusi.

Tiba dibagian pertemuan tatap maya, kami masuk dalam bagian ruang kolaborasi. Ruang
kolaborasi pertama adalah pertemuan kelompok untuk membahas dan menafsirkan
suatu kasus yang harus kami telaah posisi control dan tahapan segitiga restitusi pada
kasus tersebut. Pada hari selanjutnya ruang kolaborasi yang kami lakukan adalah
presentasi kelompok yang membahas tema pada telaah kasus yang telah kami
diskusikan pada hari sebelumnya. Disini kami saling berbagi atau sharing pengalaman
mengenai penyelesaian masalah dengan menggunakan tahapan segitiga restitusi. Pada
akhirnya kami mendapatakan penguatan materi dari fasilitator kami agar persepsi
mengenai materi tersebut semakin kuat dan dipahami bersama.

Untuk selanjutnya, bagian yang selalu menantang bagi saya, yaitu bagian demontrasi
kontekstual. Pada deminstrasi kontekstual kali ini, kami diminya untuk membuat
skenario segitiga restitusi dan mempraktekkan skenario segitiga restitusi tersebut dalam
bentuk dialog percakapan visual bersama siswa. Disini saya sangat tertantang dengan
tantangan demonstrasi kontekstual, saya berusaha untuk melakukan sesuai dengan
petunjuk dan melakukan dengan penuh penghayatan sesuai dengan skenario yang telah
saya susun.

Kegiatan selanjutnya, kami masuk pada bagian koneksi antar materi. Kami harus mampu
mengkaitkan materi yang telah kami pelajari sedari modul 1.1, modul 1.2, modul 1.3
dengan modul 1.4. Pada bagian ini juga kami berefleksi dengan menjawab beberapa
pertanyaan pemantik yang mengacu pada pemahaman kami terhadap materi dan
implementasi yang kami lakukan disekolah. Bagian tak kalah pentingnya diakhir modul
1.4 kami diminta menyusun rancangan tindakan untuk aksi nyata yang akan kami
lakukan disekolah, penyebaran pemahaman kepada guru dan teman sejawat dengan
mengadakan seminar mengenai budaya positif. Rancangan ini kami susun dari persiapan
hingga pelaporan. Aksi nyata yang akan dilakukan pada awal semester genap nantinya
akan saya laksanakan sesuai dengan pemahaman materi yang telah saya pahami.

2. Feelings (Perasaan)

Setelah mempelajari materi ini, saya mulai menyadari bahwa sesungguhnya beberapa
bagian dari materi ini telah saya lakukan. Tetapi kesempurnaan bagian belum saya
lakukan dengan tepat. Keyakinan kelas telah saya lakukan diawal semester atau awal
pembelajaran, namun saya belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan dasar anak,
keyakinan kelas yang saya lakukan merupakan keyakinan kelas yang timbul dari saya
sendiri. Belum sepenuhnya masukan dari siswa. Begitu juga dengan pelaksanaan segitiga
restitusi, sedari lama saya telah melakukan tindakan menstabilkan identitas dan validasi
tindakan yang salah yang dilakukan oleh siswa saya. Akan tetapi pada bagian
menanyakan keyakinan kelas, belum sepenuhnya saya lakukan. Solusi atas permsalahan
yang dilakukan siswa selalu bersumber dari saya, tanpa siswa sendiri melakukan refleksi
untuk memperbaiki kesalahannya. Dengan mempelajari materi ini saya sangat senang
dan sangat menambah wawasan saya mengenai keyakinan kelas, membimbing motivasi
intrinsic siswa dan melakukan tahapan segitiga restitusi dengan tepat.

3. Findings (Pembelajaran)

Banyak sekali pembelajaran yang saya dapatkan dari pendidikan guru penggerak ini.
Pemahaman saya mengenai budaya positif menjadi lebih luas dan kompleks. Penanganan
kita terhadap siswa juga mencerminkan pembelajaran yang menuntun dan berpihak
pada anak. Saya setuju sekali dengan teori kontrol, ilusi guru mengontrol murid, ilusi
bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, ilusi bahwa kritik dan membuat
orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter, ilusi bahwa orang dewasa memiliki
hak untuk memaksa. Kita tidak dapat sepenuhnya mengontrol sesuai dengan kemauan
kita dan tidak sepenuhnya kita dapat memaksakan kehendak agar mematuhi kita.
Namun kita memberikan motivasi instrinsik agar kepatuhan tersebut timbul dari dalam
diri mereka sendiri, sehingga nantinya budaya atau pembiasaan positif tersebut menjadi
suatu kebutuhan yang harus mereka penuhi sendiri. Kemudian pada membentuk
keyakinan kelas, saya juga mendapatkan pembelajaran, merumuskan keyakinan kelas
merupakan rumusan bersama siswa diyakini dan disepakati bersama. Saya sangat setuju
sekali dengan hal tersebut. Ini memberikan kesempatan kepada kita semua agar siswa
juga diberi ruang untuk mengemukakan kebutuhan dasar mereka, keinginan atas
kenyamanan mereka mendapatkan pendidikan dan pembelajaran yang menyenangkan.
Apabila kebutuhan mereka terpenuhi maka motivasi akan timbul dalam diri mereka
untuk melakukan keyakinan kelas tanpa ada ancaman, paksaan atau penghargaan.

Juga pada penerapan penyelesaian terhadap pelanggaran keyakinan yang telah


disepakati, yang melanggar nilai-nilai kebajikan. Saya juga mendapatkan pembelajaran
bahwa solusi yang tepat adalah solusi yang dikemukakan oleh anak sendiri, kita hanya
membimbing dan menuntun mereka untuk menemukan solusi memperbaiki kesalahan
mereka. Dengan demikian psikis siswa tidak akan terganggu, mereka tidak merasa
dipojokkan atau merasa kecil hati karena kita marah atas kesalahan mereka. Kita dapat
memanfaatkan posisi manajer dalam menyelesaikan permasalahan mereka.

4. Future (Penerapan)

Implementasi yang akan saya lakukan disekolah saya mengenai budaya positif pada
skala kecil akan saya lakukan dikelas saya. Nantinya akan saya harapkan mengimbas
pada teman sejawat lain untuk melakukan budaya positif dikelas. Selain itu juga saya
akan melakukan penyebaran pemahaman mengenai budaya positif ini, dengan
mengadakan seminar. Memberikan pengalaman yang baik akan memberikan imbas yang
baik pula. Pada akshirnya sesuai dengan visi yang saya harapkan, mewujudkan peserta
didik yang berkarakter profil pelajar Pancasila yang relevan dengan keterampilan abad
21. Seyogyanya budaya positif ini mengakar dan menjadi sutau kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi warga sekolah. Dunia berkualitas juga akhirnya akan terpenuhi. Saya
membayangkan itu membuat saya meyakini bahwa hasil produk siswa yang kita bina
merupakan siswa yang memiliki karakter dan berbudi pekerti baik.

Semuanya kembali lagi menjadi suatu tugas kita bersama, peranan kita sebagai guru
penggerak dapat memulai perubahan positif itu. Kerjasama dan kolaborasi antara semua
warga sekolah sangat memegang suatu peran penting. Apabila semua itu terwujud maka,
visi impian tentang dunia berkualitas akan terwujud.

Anda mungkin juga menyukai