Anda di halaman 1dari 81

PRINSIP PEMAJAKAN MENURUT UU PPh

Pemajakan
Penghasilan

UU PPh

Global/Unitary Schedular
Taxation Taxation
 Pada dasarnya PPh itu menerapkan prinsip global
taxation, dikenakan atas seluruh penghasilan, dari
manapun asalnya baik dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia (world-wide income concept).
 Namun UU PPh tidak sepenuhnya menganut unitary
tax system (suatu skedul tarif diterapkan atas seluruh
gunggungan penghasilan) dan comprehensive income
taxation.
 Atas kategori penghasilan tertentu UU PPh masih
membolehkan penerapan schedular tax system yaitu
pengenaan PPh atas jenis dan sumber penghasilan
tertentu dengan perlakuan pengenaan baik sifat, tarif,
besar, dan tata cara secara tersendiri dan berbeda.
 Pengenaan PPh yang bersifat final, berdasarkan teori
disebut schedular taxation.
 Dasar pertimbangannya kesederhanaan pemungutan,
keadilan/pemerataan pengenaan, dan memperhatikan
perkembangan ekonomi.
 Pasal 17 (7) UU PPh memberikan wewenang kepada
Peraturan Pemerintah/Keputusan Menteri Keuangan
untuk menerapkan tarif tersendiri.
 Sistem skedular dengan tarif tunggal final akan
mengurangi potensi penerimaan pajak karena tidak
mempunyai sifat progresif dan mengesampingkan
rasa keadilan bila dikaitkan dengan income bracket.
 Schedular tax system dengan tarif tersendiri diterap
kan terhadap penghasilan tertentu yang dikenakan
PPh berdasarkan ketentuan UU PPh
Global (Unitary) Taxation vs Schedular Taxation

GLOBAL TAXATION SCHEDULAR TAXATION


 Penghasilan digabungkan  Tax treatment berbeda
tanpa membedakan asal, beda berdasarkan asal,
sumber, dan jenis (equal sumber, dan jenis peng-
treatment for the equals) hasilan
 Satu struktur tarif pajak  Tarif pajak berbeda-beda
atas total penghasilan tergantung sumber, jenis
(Pasal 17 UU PPh) penghasilan
 PKP adalah net income  PKP ialah gross income
(global gross income diku- atau deemed profit atau
rangkan dulu dengan tax deemed taxable income
reliefs) (tanpa tax reliefs)
 SAS atau SAS-WS  Umumnya WS
 PPh dipotong tax credit  PPh dipotong bukan tax
(tidak final) credit (final)
KARAKTERISTIK PPh FINAL

 Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu


digabungkan dengan penghasilan lain yang non final
dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan PPh.
 Jumlah PPh Final yang telah dibayar sendiri atau
dipotong pihak lain tidak dapat dikreditkan.
 Biaya-biaya yang dipergunakan untk memperoleh
penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak dapat
dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung PPh.
PENGGOLONGAN PPh FINAL

 Schedular taxation dapat dilihat pada ketentuan Pasal


4 (2), Pasal 15, Pasal 17 (2) d, Pasal 19, Pasal 21 (5),
dan Pasal 22 (2) UU PPh dan aturan pelaksanaannya.
 Berdasarkan jenis penghasilan objek pajak tertentu
yang dikenakan PPh dengan sistem pemajakan
skedular, PPh Final dapat digolongkan ke dalam
beberapa kelompok.
Penggolongan PPh Final

Psl 4(2)
>12
Psl 22 Psl 15
1 5
PPh
Final
Psl 21 Psl 17(2)d
4 1
Psl 19
1
Pasal 4 Ayat (2) UU PPh

“Penghasilan di bawah
ini dapat dikenai pajak bersifat final :
a. penghasilan berupa bunga … dst … sampai e
yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah”

Schedular Tax System


KATEGORI PPh FINAL PASAL 4 AYAT (2)

1. PPh Final Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya,


2. PPh Final Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara,
3. PPh Final Bunga Simpanan Anggota (OP) Koperasi,
4. PPh Final Hadiah Undian,
5. PPh Final Transaksi Saham dan Sekuritas Lain serta
Derivatifnya yang Diperdagangkan di Bursa,
6. PPh Final Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi
Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal
pada Perusahaan Pasangannya,
7. PPh Final Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan
dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan
Bangunan beserta Perubahannya,
8. PPh Final Usaha Jasa Konstruksi,
9. PPh Final Pengalihan Real Estat dalam Skema
KIK Tertentu,
10. PPh Final Persewaan Tanah dan Bangunan,
11. PPh Final UMKM,
12. PPh Final atas Penghasilan Tertentu Lainnya
(berdasarkan PP).
DASAR HUKUM

• Ps 5 (2) UUD 1945.


• Ps 4 (2) UU No 7 Th 1983 Ttg PPh stdtd Perpu
No 2 Th 2022 Ttg CK (UU PPh).
• PP No 48 Th 1994 Ttg Pembayaran PPh PHTB.
• PP No 27 Th 1996 Ttg Perubahan Pertama PP
No 48 Th 1994 Ttg Pembayaran PPh PHTB.
• PP No 79 Th 1999 Ttg Perubahan Kedua PP No
48 Th 1994 Ttg Pembayaran PPh PHTB.
• PP No 71 Th 2008 Ttg Perubahan Ketiga PP No
48 Th 1994 Ttg Pembayaran PPh PHTB.
• PP No 34 Th 2016 Ttg PPh atas Penghasilan dari PHTB
dan PPJBTB Beserta Perubahannya yang menggantikan
PP No 71 Th 2008 Ttg Perubahan Ketiga PP No 48 Th
1994 Ttg Pembayaran PPh PHTB.
• Per Men Keu No 261/PMK.03/2016 Tgl 30 Des 2016 Ttg
Tata Cara Penyetoran, Pelaporan, dan Pengecualian
Pengenaan PPh atas Penghasilan dari PHTB dan PPJB
TB Beserta Perubahannya,
• Per Dir Jen Pajak No PER-18/PJ/2017 Tgl 7 Nop 2017
Ttg Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban
Penyetoran PPh atas Penghasilan dari PHTB dan PPJB
TB Beserta Perubahannya.
• Per Dir Jen Pajak No PER-26/PJ/2018 Tgl 22 Nop 2018
Ttg Perubahan atas Per Dir Jen Pajak No PER-18/
PJ/2017 Ttg Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan
Kewajiban Penyetoran PPh atas Penghasilan dari PHTB
dan PPJB TB Beserta Perubahannya.
• Per Dir Jen Pajak No PER-21/PJ/2019 Tgl 30 Des 2019
Ttg Perubahan Kedua atas Per Dir Jen Pajak No PER-
18/PJ/ 2017 Ttg Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan
Kewajiban Penyetoran PPh atas Penghasilan dari PHTB
dan PPJB TB Beserta Perubahannya.
• Per Dir Jen Pajak No PER-08/PJ/2022 Tgl 22 Juni 2022
Ttg Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban
Penyetoran PPh atas Penghasilan dari PHTB dan
PPJBTB Beserta Perubahannya.
MEKANISME PENGENAAN

TB

Pihak Pihak
Mengalihkan Memperoleh
TB TB

Rp
PPh FINAL
PHTB BPHTB
PPJBTB
PENGERTIAN

PPh Final PHTB-PPJBTB

PPh yang bersifat final atas


penghasilan yang diterima atau
diperoleh OP atau Badan dari
pengalihan HTB atau PPJBTB
beserta perubahannya
HTB

HTB yang dialihkan adalah semua HTB, antara


lain dapat berupa :
• Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangun
an, dan hak pakai sebagaimana diatur di
dalam UU PA.
• Hak milik atas satuan rusun dan kepemilikan
bangunan gedung satuan rusun sebagaimana
diatur di dalam UU Rusun,

Ps 1 (2) PMK 261


PPJBTB

PPJBTB merupakan kesepakatan jual beli antara


para pihak yang dapat berupa surat perjanjian
pengikatan jual beli, surat pemesanan unit,
kuitansi pembayaran uang muka, atau bentuk
kesepakatan lainnya antara pihak yang menjual
atau bermaksud menjual TB dan pihak yang
membeli atau bermaksud membeli TB.

Ps 1 (3) PMK 261


KLASIFIKASI PHTB

Pengalihan
HTB

Kepada Kepada Pihak Lain


Pemerintah Selain Pemerintah
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN
UMUM OLEH PEMERINTAH DAN/ATAU PEMDA
Ruang lingkupnya meliputi untuk pembangunan :
a. Pertahanan dan keamanan nasional.
b. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta
api, stasiun kereta api, fasilitas operasi kereta api.
c. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air
dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya.
d. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal.
e. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi.
f. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan/atau
distribusi listrik.
g. Jaringan telekom dan informatika pemerintah.
h. Tempat pembuangan dan pengelolaan sampah.
i. Rumah sakit pempus atau pemda.
j. Fasilitas keselamatan umum.
k. Pemakaman umum pempus atau pemda.
l. Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang
terbuka hijau publik.
m. Cagar alam dan cagar budaya.
n. Kantor pempus, pemda, atau desa.
o. Penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/
atau konsolidasi tanah serta perumahan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah dengan
status sewa termasuk untuk pembangunan
rumah umum dan rumah khusus.
p. Prasarana pendidikan atau sekolah pempus
atau pemda.
q. Prasarana olah raga pempus atau pemda.
r. Pasar umum dan lapangan parkir umum.
s. Kawasan industri hulu dan hilir migas yang
diprakarsai dan/atau dikuasai oleh pempus,
pemda, BUMN, atau BUMD.
t. Kawasan ekonomi khusus yang diprakarsai
dan/atau dikuasai oleh pempus, pemda,
BUMN, atau BUMD.
u. Kawasan industri yang diprakarsai dan/atau
dikuasai oleh pempus, pemda, BUMN, atau
BUMD.
v. Kawasan pariwisata yang diprakarsai dan/atau
dikuasai oleh pempus, pemda, BUMN, atau
BUMD.
w. Kawasan ketahanan pangan yang diprakarsai
dan/atau dikuasai oleh pempus, pemda,
BUMN, atau BUMD.
x. Kawasan pengembangan teknologi yang
diprakarsai dan/atau dikuasai oleh pempus,
pemda, BUMN, atau BUMD.

(Ps 10 UU No 2 Th 2012 Ttg Pengadaan Tanah


Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
stdtd Perpu No 2 Th 2022 Ttg CK).
SUBJEK DAN OBJEK

PPh Final PHTB-PPJBTB


dikenakan atas :

Penghasilan dari Penghasilan dari


Pengalihan Hak PPJBTB beserta
atas TB Perubahannya

baik yang diterima atau diperoleh orang


pribadi atau badan dalam kegiatan
usaha dan di luar usaha
Ps 1 (1) PP 34
Penghasilan dari PHTB ialah penghasilan
yang diterima atau diperoleh pihak yang
mengalihkan HTB melalui :

1. Penjualan,
2. Tukar-menukar,
3. Pelepasan hak,
4. Penyerahan hak,
5. Lelang,
6. Hibah,
7. Waris, atau
8. Cara lain yang disepakati para pihak.

Ps 1 (2) PP 34
Pengalihan HTB dengan cara lain
yang disepakati para pihak
 Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (finance lease).
 Sale and lease back.
 Penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan
atau bangunan (inbreng, in-kind participation).
 Penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha (merger, consolidation,
expantion, take over).
 Pembubaran badan hukum (likuidasi).
 Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuat-
an hukum tetap.
Penghasilan dari PPJBTB beserta Perubah-
annya ialah penghasilan yang diterima atau
diperoleh :

1. Pihak penjual yang namanya tercantum


dalam PPJB pada waktu pertama kali
ditanda tangani, atau
2. Pihak pembeli yang namanya tercantum
dalam PPJB sebelum terjadinya perubahan
atau adendum PPJB, dalam hal terjadi
perubahan pihak pembeli dalam PPJB
tersebut.

Ps 1 (3) PP 34
PENGHITUNGAN

PPh Final
Tarif
PHTB DPP
Pajak
PPJBTB
FORMULA

Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai


Kep Pjbt Ris Lel Jual Beli Hg Psr P’alihan

JBNPHTB

DPP PPh Final PHTB-PPJBTB


x
Tarif
=
PPh Final PHTB-PPJBTB
Ps 2 (1,2,3) PP 34
Nilai Keputusan Pejabat

Nilai berdasarkan keputusan pejabat


yang berwenang dalam pengalihan
HTB kepada pemerintah.

Ps 2 (2) a PMK 261


Nilai Risalah Lelang

Nilai menurut risalah lelang dalam


pengalihan HTB sesuai dengan
peraturan lelang (Vendu Reglement
Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189
beserta perubahannya).

Ps 2 (2) b PMK 261


Nilai Jual Beli

Nilai yang sesungguhnya Nilai yang seharusnya


diterima atau diperoleh diterima atau diperoleh
dari PHTB melalui jual beli dari PHTB melalui jual beli
yang tidak dipengaruhi yang dipengaruhi
hubungan istimewa hubungan istimewa

Ps 2 (2) c,d PMK 261


Nilai Harga Pasar

Nilai yang seharusnya diterima ataupun


diperoleh berdasarkan harga pasar dari
PHTB melalui :
a. Tukar-menukar,
b. Pelepasan hak,
c. Penyerahan hak,
d. Hibah,
e. Waris, atau
f. Cara lain yang disepakati para pihak.

Ps 2 (2) e PMK 261


Nilai Pengalihan

Nilai yang sesungguhnya Nilai yang seharusnya


diterima atau diperoleh diterima atau diperoleh
dari PPJBTB beserta dari PPJBTB beserta
perubahannya melalui perubahannya melalui
pengalihan TB yang tidak pengalihan TB yang
dipengaruhi hubungan dipengaruhi hubungan
istimewa istimewa

Ps 2 (3) PMK 261


TARIF DAN DPP

TARIF DPP

Pengalihan HTB kepada pemerintah,


0% BUMN, atau BUMD yang mendapat
penugasan khusus dari pemerintah
JBNPHTB pengalihan RS atau RSS
1% yang dilakukan oleh WP yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan HTB
JBNPHTB selain pengalihan RS atau
2,5% RSS yang dilakukan WP yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan HTB

Ps 2 (1) PP 34
FORMULA UMUM
Selain pengalihan RS atau RSS yang dilakukan WP yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan HTB

PPh Final PHTB-PPJBTB = 2,5% x JBNPHTB

FORMULA KHUSUS
Pengalihan RS atau RSS yang dilakukan WP yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan HTB

PPh Final PHTB-PPJBTB = 1% x JBNPHTB

JBNPHTB
Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan
RS dan RSS

RS dan RSS sesuai dengan kriteria RS dan


RSS yang mendapat fasilitas dibebaskan dari
pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam
Permenkeu yang mengatur mengenai batasan
RS dan RSS yang mendapat fasilitas dibebas
kan dari pengenaan PPN.

Ps 2 (4) PP 34 Ps 2 (4) PMK 261


PMK No 81/PMK.010/2019 Tentang Batasan RS,
RSS, RSaS, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan
Pelajar, serta Perumahan Lainnya yang atas
Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PPN

• Luas bangunan ≤ 36 m²,


• Harga jual ≤ batas harga jual sesuai lampiran PMK
ini (Sumut, 2019, ≤ Rp 140 J, 2020 ≤ Rp 150,5 J),
• Merupakan rumah pertama OP yang berpenghasilan
rendah, untuk tempat tinggal, tidak dialihkan dalam
4 tahun,
• Luas tanah ≥ 60 m²,
• Pembayaran secara tunai, melalui kredit bersubsidi
atau tidak, atau berdasarkan prinsip syariah.
WP USAHA POKOK MENGALIHKAN HTB

Termasuk sebagai WP yang usaha pokoknya


melakukan pengalihan HTB adalah WP yang
dalam kegiatan usahanya mengalihkan HTB
sebagai barang dagangan.

Ps 2 (5) PMK 261


PENGECUALIAN

1. OP berpenghasilan < PTKP yang mengalihkan HTB


dengan jumlah bruto pengalihan < Rp 60.000.000
dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2. Hibah TB dari OP kepada :
– Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat,
– Badan keagamaan, pendidikan, sosial termasuk
yayasan, koperasi atau OP yang menjalankan
usaha mikro dan kecil (diatur Per Men Keu),
sepanjang tidak ada hubungan dengan pekerjaan,
usaha, kepemilikan atau penguasaan antara pihak
pihak ybs.
3. Hibah TB dari badan kepada badan keagamaan,
pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi
atau OP yang menjalankan usaha mikro dan kecil
(diatur oleh Per Men Keu), sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha kepemilikan, pekerjaan,
atau penguasaan antara pihak-pihak ybs.
4. Pengalihan harta berupa TB karena waris.
5. Pengalihan harta berupa TB oleh badan dalam
rangka penggabungan, peleburan, pemekaran
usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan
untuk menggunakan nilai buku.
6. Pengalihan harta berupa bangunan oleh OP atau
badan dalam rangka melaksanakan perjanjian
bangun guna serah, bangun serah guna, atau
pemanfaatan barang milik negara berupa TB.
7. Pengalihan harta berupa TB oleh OP atau badan
yang tidak termasuk sebagai subjek pajak.

Pengecualian dari pembayaran atau pemungutan


PPh diberikan DJP dengan penerbitan
SKB PPh Final PHTB-PPJBTB

Ps 6 PP 34 Ps 10 (1,2) PMK 261


TATA CARA PEMBAYARAN

Dibayar
sendiri

PPh Final
PHTB PPJBTB

Dipungut
DIBAYAR SENDIRI

A. PHTB.
OP atau Badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari PHTB, wajib menyetorkan sendiri
PPh Final PHTB-PPJBTB terutang ke kas negara
sebelum akta, kesepakatan, keputusan, atau risalah
lelang PHTB ditandatangani oleh pejabat berwenang.
1. Terutang pada saat diterima sebagian atau seluruh
pembayaran PHTB,
2. Dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran
termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan pem-
bayaran tambahan lainnya yang dipenuhi pembeli
sehubungan dengan PHTB tersebut.
3. Wajib dibayar paling lambat tanggal 15 bulan
berikut setelah bulan diterimanya pembayaran.
4. Pembayaran PPh Final PHTB-PPJBTB dilakukan
untuk setiap PHTB.
5. PHTB kepada BUMN atau BUMD dengan tarif 0%,
tidak perlu mengisi SSP.

Ps 3 (1-6) PMK 261


B. PPJBTB.
Pelunasan PPh Final PPh PHTB-PPJBTB yang
terutang dari PPJBTB beserta perubahannya wajib
dibayar sendiri ke kas negara oleh OP atau Badan
yang merupakan pihak penjual yang namanya
tercantum dalam PPJBTB pada saat pertama kali
ditandatangani atau pihak pembeli yang namanya
tercantum dalam PPJBTB sebelum terjadi perubahan
atau adendum PPJBTB dalam hal terjadi perubahan
pihak pembeli dalam PPJB tersebut.
1. Terutang pada saat diterima sebagian atau seluruh
pembayaran.
2. Dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran
termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan pem-
bayaran tambahan lainnya yang dipenuhi pembeli
sehubungan dengan PHTB tersebut.
3. Wajib dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikut
setelah bulan diterimanya pembayaran.
4. Pembayaran PPh Final PHTB-PPJBTB dilakukan
untuk setiap PPJBTB.
5. Dalam hal penjual telah melakukan pembayaran PPh
Final PHTB-PPJBTB yang terutang dari PPJBTB
beserta perubahannya sebagaimana dimaksud butir
1, pembayaran tersebut diperhitungkan dalam pelu-
nasan PPh Final PHTB-PPJBTB sepanjang PPJB
dimaksud diakhiri dengan pembuatan akta PHTB.

Ps 5 (1-6) PMK 261


DIPUNGUT

OP atau badan yang menerima atau memperoeh


penghasilan dari PHTB melalui jual beli atau tukar
menukar kepada pemerintah, PPh Final PHTB-
PPJBTB dipungut oleh bendaharawan pemerintah
atau pejabat yang melakukan pembayaran atau
pejabat yang menyetujui tukar-menukar.
1. Wajib disetor ke bank/pos persepsi sebelum
dilakukan pembayaran kepada OP atau Badan
yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-
menukar dilaksanakan.
2. Menggunakan SSP atau sarana administrasi
lain yang disamakan dengan SSP atas nama
OP atau badan yang menerima pembayaran
atau yang melakukan tukar-menukar.
3. PHTB kepada pemerintah dengan tarif 0%,
bendaharawan/pejabat tidak perlu mengisi
SSP.

Ps 4 (1-4) PMK 261


PENYETORAN

Penyetoran PPh Final PHTB-PPJBTB melalui :


1. Layanan pada loket/teller (over the counter), atau
2. Layanan dengan mengunakan sistem elektronik
lainnya,
pada bank/pos persepsi.

Ps 6 PMK 261
TEMPAT TERUTANG

1. Bagi WP usaha pokok melakukan PHTB, PPh


Final PHTB-PPJBTB terutang di lokasi TB berada.
2. Bagi OP atau badan selain butir 1, PPh Final
PHTB-PPJBTB terutang di tempat tinggal OP
yang bersangkutan atau tempat kedudukan badan
dimana SPT Tahunan PPh WP Badan yang
bersangkutan diadministrasikan.

Ps 7 (1,2) PMK 261


KEWAJIBAN NPWP

Dalam pemenuhan hak dan kewajiban berkaitan


dengan PPh Final PHTB-PPJBTB, OP atau
badan yang bersangkutan wajib memiliki NPWP,
kecuali OP yang penghasilannya di bawah PTKP
dan subjek pajak luar negeri tidak termasuk
bentuk usaha tetap.

Ps 8 PMK 261
TUGAS DAN KEWAJIBAN PEJABAT
YANG BERWENANG

PEJABAT YANG BERWENANG


• Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
• Pejabat Lelang,
• Pejabat lain yang diberi wewenang
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Ps 3 (8) PMK 261


TUGAS DAN KEWAJIBAN PEJABAT
YANG BERWENANG

PEJABAT YANG BERWENANG


• Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
• Pejabat Lelang,
• Pejabat lain yang diberi wewenang
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Ps 3 (8) PMK 261


PENANDATANGANAN

1. Pejabat yang berwenang hanya menandatangani


akta, keputusan, kesepakatan atau risalah lelang
atas PHTB apabila kepadanya dibuktikan oleh
OP atau Badan yang mengalihkan HTB bahwa
kewajiban pembayaran PPh Final PHTB-PPJBTB
telah terpenuhi dengan menyerahkan fotokopi
SSP atau hasil cetakan sarana administrasi lain
yang disamakan dengan SSP yang telah dilaku-
kan penelitian oleh KPP.

Ps 3 (7) PMK 261


2. Pihak penjual yang namanya tercantum dalam
PPJBTB pada saat pertama kali ditandatangani
hanya menandatangani perubahan atau aden-
dum PPJBTB apabila kepadanya dibuktikan
bahwa kewajiban pembayaran PPh Final PHTB-
PPJBTB pembeli yang namanya tercantum
dalam PPJBTB sebelum terjadinya perubahan
atau adendum atas PPJBTB telah dipenuhinya
dengan menyerahkan fotokopi SSP atau hasil
cetakan sarana administrasi lain yang disama-
kan yang telah dilakukan penelitian oleh KPP.

Ps 5 (7) PMK 261


3. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN hanya
mengeluarkan surat keputusan pemberian hak,
pengakuan hak, dan peralihan hak atas tanah apa
bila permohonannya dilengkapi dengan SSP atau
hasil cetak sarana administrasi lain yang disa-
makan dengan SSP PPh Final PHTB-PPJBTB
yang telah dilakukan penelitian oleh KPP, kecuali
permohonan sehubungan dengan :
a. Pengalihan HTB kepada pemerintah, BUMN,
atau BUMD yang mendapat penugasan khusus
dari pemerintah.
b. Pengalihan HTB yang dikecualikan dari kewajib-
an pembayaran atau pemungutan PPh Final
PHTB-PPJBTB.

Ps 7 PP 34
PELAPORAN

 OP atau badan yang wajib menyetor sendiri PPh Final


PHTB-PPJBTB yang terutang dari PHTB wajib
melaporkan penghasilan yang diterima/diperoleh dan
PPh yang dibayar dalam suatu masa pajak melalui
SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) paling lambat 20
hari setelah masa pajak berakhir kepada :
1. KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi TB, bagi
WP yang usaha pokoknya melakukan PHTB, atau
2. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
OP atau tempat kedudukan badan, bagi OP atau
badan selain butir 1,
kecuali subjek pajak luar negeri.
 Bendaharawan pemeritah atau pejabat yang melaku
kan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar
menukar wajib menyampaikan laporan mengenai
PHTB paling lambat 20 hari setelah bulan dilakukan
nya PHTB kepada KPP dimana yang bersangkutan
terdaftar.
 BUMN/BUMD harus :
1. Membuat daftar pihak yang mengalihkan HTB
yang dialihkan disertai fotokopi surat penugasan
dan menyampaikannya kepada pejabat yang
berwenang menandatangani akta PHTB sebagai
pengganti SSP.
2. Membuat dan menyampaikan laporan PHTB
paling lama 20 hari setelah bulan dilakukannya
PHTB ke KPP tempat BUMN/BUMD terdaftar,
 OP atau badan yang wajib menyetor sendiri PPh
Final PHTB-PPJBTB yang terutang dari PPJBTB
wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau
diperoleh dan PPh yang dibayar dalam suatu masa
pajak melalui SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir
kepada :
1. KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi TB,
bagi WP yang usaha pokoknya melakukan PHTB,
2. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal OP atau tempat kedudukan badan, bagi
OP atau badan selain butir 1,
kecuali subjek pajak luar negeri.
 Pejabat yang berwenang menandatangani akta, kepu-
tusan, kesepakatan, atau risalah lelang wajib menyam-
paikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta,
keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas PHTB
paling lama 20 hari setelah bulan dilakukannya PHTB
ke KPP tempat pejabat tersebut terdaftar,
 Penjual yang namanya tercantum pada PPJBTB harus
menyampaikan laporan mengenai perubahan atau
adendum PPJBTB paling lama 20 hari setelah bulan
dillakukannya perubahan atau adendum PPJBTB ke :
1. KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi TB, bagi
penjual yang usaha pokoknya mengalihkan HTB,
2. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
OP atau tempat kedudukan badan, bagi penjual
selain butir 1.

Ps 9 (1-6) PMK 261


SANKSI

1. Pejabat yang berwenang menandatangani akta,


keputusan, kesepakatan atau risalah lelang atas
PHTB yang tidak memenuhi ketentuan mengenai :
a. Pengawasan kewajiban pembayaran PPh Final
PHTB-PPJBTB oleh OP atau Badan, dan/atau
b. Pelaporan bulanan penerbitan akta, keputusan,
kesepakatan, atau risalah lelang atas PHTB
kepada KPP,
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Penjual yang menandatangani perubahan atau
adendum PPJB yang tidak memenuhi ketentuan
mengenai :
a. Pengawasan kewajiban pembayaran PPh Final
PHTB-PPJBTB oleh OP atau Badan, dan/atau
b. Pelaporan bulanan perubahan atau adendum
PPJB kepada KPP,
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Ps 8 (1,2) PP 34
PPJBTB
1. Dalam hal terdapat pengalihan HTB melalui
perjanjian atau kerja sama antara pemilik TB dan
OP atau badan lain yang secara substansi
merupakan pembeli HTB, selanjutnya OP atau
badan tersebut mengalihkan HTB dimaksud
kepada pihak ketiga, perjanjian atau kerja sama
tersebut merupakan PPJBTB yang dikenai PPh
Final PHTB-PPJBTB.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh OP atau
badan pemilik TB dari OP atau badan lain yang
secara substansi merupakan pembeli sebagai
mana dimaksud butir 1 merupakan penghasilan
pihak penjual dalam PPJBTB
3. Penghasilan yang diterima atau diperoleh OP
atau badan lain yang secara substansi
merupakan pembeli sebagai mana dimaksud
butir 1 dari pihak ketiga merupakan penghasilan
pihak pembeli dalam PPJBTB.

Ps 11 (1-4) PMK 261


CONTOH PENGHITUNGAN

A menjual ruko di Medan dengan NJOP Rp 950 J


kepada B seharga Rp 900 J. Pada 20 Peb 2017
ditandatangani PPJBTB dengan cara 3 kali cicilan,
Rp 200 J dibayar pada saat PPJBTB ditanda-
tangani, Rp 300 J dibayar 20 Mar 2017, Rp 400 J
dibayar 20 Mei 2017. AJB ditandatangani kedua
pihak 17 Jun 2017.
• A terutang PPh Final PHTB-PPJBTB :
− 2,5% x Rp 200 J = Rp 5,0 J (JT 15 Mar 2017).
− 2,5% x Rp 300 J = Rp 7,5 J (JT 15 Apr 2017).
− 2,5% x Rp 400 J = Rp 10,0 J (JT 15 Jun 2017).
Pada 17 Jun 2017, saat AJB ditandatangani, tidak
ada PPh Final PHTB-PPJBTB yang masih harus
dibayar, karena sudah lunas dibayar 15 Jun 2017.
• B terutang BPHTB :
5% x (950 J - Rp 60 J) = Rp 44,5 J (JT sebelum
AJB ditandatangani, 17 Juni 2017),
2

PT C menjual apartemen di Medan dengan NJOP


Rp 500 J kepada D dengan harga Rp 600 J dan
menandatangani PPJBTB 3 Apr 2017. Pembayaran
disepakati dengan 3 kali pencicilan, masing-masing
Rp 200 J pada saat PPJBTB dibuat, 3 Jun 2017,
dan 9 Ags 3017. AJB ditandatangani 10 Ags 2017.
• PT C terutang PPh Final PHTB-PPJBTB :
− 2,5% x Rp 200 J = Rp 5 J (JT 15 Mei 2017).
− 2,5% x Rp 200 J = Rp 5 J (JT 15 Jul 2017).
− 2,5% x Rp 200 J = Rp 5 J (JT sebelum AJB
ditandatangani, 10 Ags 2017).
• D terutang BPHTB :
5% x (600 J - Rp 60 J) = Rp 27 J (JT sebelum
AJB ditandatangani, 10 Ags 2017),
3

12 Apr 2017, E menjual rumah di Medan dengan


NJOP Rp 3,2 M secara tunai di bawah tangan
kepada F dengan harga Rp 3 M. PPJBTB tidak
dibuat, namun F menerima surat kuasa dari E untuk
menjual dan surat kuasa untuk menandatangani
AJB. Pada 11 Sep 2017, F menjual rumah tersebut
kepada G seharga Rp 3,3 M dan menerima seluruh
pembayarannya. Pada 13 Sep 2017 penandatangan
an AJB oleh F, G, dan Notaris/PPAT H.
• Surat kuasa menjual dan surat kuasa menanda
tangani AJB pada dasarnya merupakan PPJBTB.
Oleh karena itu, 12 Apr 2017, E terutang PPh Final
PHTB-PPJBTB :
2,5% x Rp 3 M = Rp 75 J (JT 15 Mei 2017).
• F terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas PHTB
dari F ke G :
2,5% x Rp 3,3 M = Rp 82,5 J (JT sebelum AJB
ditandatangani. 13 Sep 2017).
• G terutang BPHTB :
5% x (Rp 3,3 M - Rp 60 J) = Rp 162 J (JT sebelum
AJB ditandatangani, 13 Sep 2017).
4

PT I bekerja sama dengan J mengembangkan kawas


an perumahan di tanah milik J. Dalam perjanjian
kerja sama tersebut, bagi hasil masing-masing 50%,
PT I menerima seluruh pembayaran dari pembeli dan
surat kuasa untuk menandatangani PPJB serta AJB
(untuk memecah sertifikat). 1 Ags 17, PT I menanda
tangani PPJBTB dengan K dan menerima uang muka
Rp 250 J dari harga rumah Rp 750 J. 2 Ags 17, PT I
mentransfer Rp 125 J kepada J. 6 Ags 17, pelunasan
rumah sebesar Rp 500 J melalui KPR Bank L. AJB
ditandatangani PT I, K, Not/PPAT M 7 Ags 17. J
menerima pembayaran Rp 250 J dari PT I 8 Ags 17.
• PT I terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas pem-
bayaran dari K pada 1 Ags 17 = 2,5% x Rp 250 J =
Rp 6,25 J (JT 15 Sep 17).
• J terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas pemba-
yaran dari PT I pada 2 Ags 17 = 2,5% x Rp 125 J =
Rp 3,125 J (JT 15 Sep 17).
• PT I terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas pem-
bayaran dari Bank L pada 6 Ags 17 = 2,5% x Rp
500 J = Rp 12,5 J (JT sebelum AJB ditandatangani,
7 Ags 17).
• J terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas pemba-
yaran dari PT I pada 8 Ags 17 = 2,5% x Rp 250 J =
Rp 6,25 J (JT 15 Sep 17).
• K terutang BPHTB = 5% x (Rp 750 J - Rp 60 J) =
Rp 34,5 J (JT sebelum AJB ditandatangani, 7 Ags
17).
5

PT N pada 3 Jan 17 menjual I unit apartemen kepada


O seharga Rp 900 J secara 12 kali cicilan @ Rp 75 J
dengan PPJBTB. Setelah angsuran kedelapan, pada
9 Ags 17, O mengalihkannya kepada P dengan harga
Rp 650 J. Pada 9 Ags 17, adendum PPJBTB dibuat
dan ditandatangani untuk mencantumkan P sebagai
pembeli yg menggantikan O, Berdasarkan adendum
PPJBTB tersebut P meneruskan cicilan yang sudah
dibayar O. Jadwal cicilan P selanjutnya jatuh tempo
pada 3 Ags 17.
• PT N terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas pem-
bayaran 8 kali cicilan berdasarkan PPJBTB antara
PT N dan O untuk masing-masing cicilan sebesar
2,5% x Rp 75 J = Rp 1,875.000 (JT setiap tanggal
15 bulan berikut setelah bulan diterima cicilan).
• O terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas pengha-
silan dari perubahan PPJBTB 9 Ags 17 sebesar
2,5% x Rp 650 J = Rp 16.250.000 (JT 15 Sep 17).
• PT N terutang PPh Final PHTB-PPJBTB atas peng-
hasilan 4 kali cicilan P mulai 3 Ags 17 untuk masing
masing cicilan sebesar 2,5% x Rp 75 J = Rp 1.875
J (JT setiap tanggal 15 bulan berikut setelah bulan
diterima cicilan).
• P terutang BPHTB sebesar 5% x (Rp 900 J - Rp 60
J) = Rp 42 J (JT sebelum AJB ditandatangani).
07 10 23

Anda mungkin juga menyukai