Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANAJEMEN PENDIDIKAN FORMAL

TENTANG:
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL DI SMP DAN MTs

OLEH :
KELOMPOK 6
DELI RAHMADANI 2030103018
HANIFAH FITRI 2030103031
ULVIA NOVITRI 2030103101

DOSEN PENGAMPU:
VICKY RIZKI FEBRIAN, M.Pd

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS
BATUSANGKAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan kasih-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya, walaupun dibarengi oleh tantangan dan
rintangan. Judul makalah ini adalah “penyelenggaraan pendidikan formal
di SMP/MTs”.Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas perkuliahan manajemen pendidikan formal dan untuk
memahami penyelenggaraan pendidikan formal di SMP/MTs.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih
dan penghargaan yang besar kepada pihak yang telah membantu kami
menyelesaikan makalah ini. Dengan hati yang tulus, pada kesempatan ini
kami menyampaikan rasaterima kasih kepada:
1. Yang terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Kepada dosen pengampu mata kuliah manajemen pendidikan formal,
bapak Vicky Rizki Febrian,M.Pd yang telah memberikan dorongan dan
semangat dalam penyelesaian makalah ini
3. Kepada orang tua yang telah memberikan inspirasi kepada kami dalam
penyelesaian tugas ini.
4. Kepada teman-teman yang telah memberikan masukan kepada kami
sehingga kami tim penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari setiap pembaca untuk kesempurnaan makalah ini
agar perbaikan dapat dilakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Batusangkar, 20 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyelenggaraan Pendidikan Formal di SMP ............................................ 3
B. Penyelenggaraan Pendidikan Formal di MTs ........................................... 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 16
B. Saran ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Oleh Hadari Nawawi (1993: 220) mengelompokkan
pendidikan ini kepada lembaga pendidikan yang kegiatannya dilaksanakan
dengan sengaja, berencana, sistematis dalam rangka membantu peserta
didik dalam mengembangkan potensinya agar mampu menjalankan
kekhalifahnnya.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai dengan
18 tahun dan merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih
tinggi. Pendidikan menengah merupakan awal dari penguatan dan
pengembangan potensi dominan peserta didik yang terpotret pada jenjang
pendidikan dasar. Dengan demikian, program belajar dan pembelajaran
pada jenjang pendidikan menengah harus memperhatikan pengembangan
potensi dominan peserta didik, sehingga program belajar pada jenjang
pendidikan menengah dapat mendukung suksesnya kehidupan peserta
didik, baik pengembangan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Untuk mendukung keberhasilan pendidikan dasar dan menengah seperti
yang dikehendaki dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka penyelenggaraan jenjang
pendidikan dasar dan menengah harus memenuhi ketentuan tentang
standar nasional pendidikan, dalam aspek-aspek: isi kurikulum, lulusan,
proses pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sistem
pengelolaan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan,
dan sistem penilaian pendidikan.

1
Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama
yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam
pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk
lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau
setara SD atau MI.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , penulis membuat rumusan masalah
yang sesuai dengan makalah ini yaitu:
1. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan formal di SMP?
2. Bagaimana penyelengaaraan pendidikan formal di MTs?
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah yang penulis dapatkan maka bisa di jelaskan tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penyelenggaraan pendidikan formal di SMP
2. Untuk mengetahui penyelenggaraan pendidikan formal di MTs

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyelenggaraan Pendidikan Formal di SMP
SMP (Sekolah Menengah Pertama) merupakan pendidikan formal
pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan dan pembelajaran pada tingkat
SMP memberikan penekanan peletakan pondasi dalam menyiapkan
generasi agar menjadi manusia yang mampu menghadapi era yang
semakin berat. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No
20 tahun 2003 pasal 17 tentang pendidikan dasar disebutkan bahwa
pendidikan dasar terdiri dari SD (Sekolah Dasar)/sederajat dan SMP
(Sekolah Menengah Pertama)/sederajat.
Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi
manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan
dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan
diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya
melalui olah hati, olah pikir, olah rasa dan olahraga agar memiliki daya
saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi
pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia.
3
Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan
manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan
secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (Permen No. 22 tahun
2006).
Dalam dunia organisasi, istilah penyelenggaran atau pengelolaan
pendidikan dan ada juga istilah manajemen pendidikan. Menurut
Suharsimi Arikunto (2018) mengemukakan manajemen pendidikan adalah
suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yag berupa proses pengelolaan
usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi
pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
sebelumnya agar efektif dan efesien. Dalam sistem pengelolaan
pendidikan harus mampu mengembangkan delapan standar yaitu :
1. Standar Isi
Aturan dalam standar isi mencakup komponen materi dan
tingkat kompetensi minimal yang dimiliki oleh siswa pada suatu
jenjang pendidikan. Standar isi memuat beberapa hal yaitu kerangka
dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP), dan kalender akademik. Adapun kata lain, standar
isi adalah standar yang mengatur materi dan komponen dari suatu
jenjang pendidikan demi tercapainya lulusan yang kompeten.
2. Standar Proses
Standar proses sangat berkaitan dengan proses pelaksanaan
pembelajaran di suatu jenjang pendidikan. Dalam menyelenggarakan
sebuah proses pembelajaran setiap instansi pendidikan harus
melakukan dengan interaktif, menyenangkan, inspiratif dan partisipatif
atau mengikutsertakan peserta didik dalam sebuah proses
pembelajaran.

3. Standar Kompetensi Lulusan


Standar ini berkaitan erat dengan kriteria kemampuan lulusan
dari suatu instansi pendidikan. Setiap peserta didik yang lulus dari
4
suatu jenjang pendidikan diharapkan memiliki kemampuan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai dengan standar yang
berlaku.
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik bertugas untuk mendidik, membimbing, mengarahkan,
mengajar, menilai para peserta didik. Sedangkan tenaga kependidikan
adalah semua orang yang terlibat dalam suatu nstansi pendidikan mulai
dari kepala sekolah, tenaga laboratorium, tenaga administrasi dan tata
usaha, pustakawan, pengawas sekolah, dan lain-lain. Pendidik maupun
tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi yang sesuai agar suatu tujan pendidikan bisa tercapai.
Kualifikasi akademik yang dimaksud disini ialah syarat minimal
pendidikan yang dimiliki. Tidak hanya kualifikasi akademik saja,
seorang pendidik juga harus menguasai kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi
sosial.
5. Standar Sarana Prasarana
Setiap instansi pendidikan perlu memilki sarana dan prasarana
yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang
berkelanjutan, teratur dan juga nyaman. Dalam standar ini, diatur
mengenai sarana dan prasarana yang wajib dimiliki oleh setiap satuan
pendidikan. Sarana pendidikan yang wajib dimiliki seperti perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku atau sumber belajar
lainnya, perlengkapan habis pakai dan perlengkapan lainnya yang
dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran. Sarana dan
prasarana yang wajib dimiliki sebuah lemabaga pendidikan meliputi
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang TU,
perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya.
6. Standar Pengelolaan

5
Standar pengelolaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu standar
pengelolaan oleh pemerintah daerah, standar pengelolaan oleh satuan
pendidikan dan standar pengelolaan oleh pemerintah.
7. Standar Pembiayaan
Proses pendidikan bisa diselenggarakan karena adanya
pembiayaan yang berkelanjutan. Pembiayaan dalam dunia pendidikan
terdiri dari tiga komponen yaitu: Biaya investasi, yang termasuk dalam
biaya investasi adalah penyediaan sarana dan prasarana, biaya untuk
penembangan sumber daya manusia, dan biaya untuk modal kerja
tetap. Biaya personal adalah biaya yang dibayarkan oleh peserta didik
agar bisa mengakses pendidikan secara berkelanjutan. Biaya operasi,
yang termasuk dalam biaya operasi ini adalah gaji serta tunjangan
untuk pendidik dan tenaga kependidikan, perlengkapan habis pakai,
termasuk juga biaya listrik, air, koneksi internet, dan lain-lain.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan mengatur segala hal yang
berakitan dengan prosedur penilaian pada peserta didik. Penilaian
dilakukan untuk mengatur keberhasilan pemahaman peserta didik
dalam keberhasilan proses pembelajaran selama ini. Penilaian
pendidikan terdiri dari tiga bagian yaitu penilaian hasil belajar oleh
pendidik, penilaian oleh satuan pendidikan, dan penilaian oleh
pemerintah.

Jenjang pendidikan formal ini merupakan lanjutan dari siswa atau


siswi yang telah menempuh kelulusan dari SD (Sekolah Dasar). Jangka
menempuh pendidikan tersebut selama 3 tahun, terhitung dari kelas 7
sampai dengan kelas 9. Penyelenggaraan sekolah menengah pertama
sejalan dengan tujuan kurikulum 2013, yaitu menghasilkan lulusan yang
memiliki karakter, keterampilan, dan keterampilan yang kuat dalam
kehidupan yang digunakan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial,
budaya, dan lingkungan, serta mengembangkan keterampilan. SMP sering
6
disebut dengan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Seiring
berjalannya waktu, penyebutan SLTP kemudian diganti menjadi sebutan
SMP. Di Indonesia, pendidikan formal yang ditempuh bagi siswa-siswi
terhitung selama 12 tahun. Kurikulum pendidikan yang pernah dan berlaku
di SMP serta penjabarannya adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947)
Pada masa kemerdekaan muncul kurikulum yang disebut
kurikulum 1947, istilah yang digunakan dalam bahasa Belanda disebut
“leer plan” yang berarti rencana pelajaran, dan istilah curriculum
dalam bahasa Inggris kurang dikenal masyarakat umum. Sifat politik
merupakan ciri kurikulum 1947, karena sejak semula berorientasi pada
pendidikan Belanda yang ditransformasikan demi kepentingan
nasional.
Dapat dipahami bahwa sistem pendidikan kolonial dikenal
sebagai sistem yang sangat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibangun
dengan membedakan pendidikan untuk anak Belanda, anak asing dari
Timur dan anak lokal atau pribumi. Masyarakat pribumi terbagi
menjadi kelas sosial bawah dan priyai. Pelaksanaan kurikulum 1947
tidak menekankan aspek kognitif, tetapi hanya mengutamakan
pendidikan karakter, misalnya membangun rasa nasionalisme. Struktur
program pada jadwal tahun 1947 terbagi menjadi dua bagian, yaitu
struktur program dengan bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Kurikulum Rentjana pelajaran 1947 masih bersifat sederhana, yaitu
hanya sebagai rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan atau di
implementasikan dalam pembelajaran dikelas. Dengan demikian
bahwa kurikulum belum mencakup seluruh pengalaman yang akan
diperoleh peserta didik baik dalam kelas maupun luar kelas.
2. Kurikulum 1952 (Rentjana Pembelajaran Terurai 1952)
Pada tahun 1952 dilakukan perbaikan pada kurikulum di
Indonesa yang kemudian dikenal dengan kurikulum 1952. Kurikulum
ini lebih memerinci setiap mata pelajaran yang kemudian di beri nama
7
“Rentjana Pelajaran Terurai 1952” dan belum menggunakan istilah
kurikulum. Kerangka kurikulum 1952 reatif sama dengan kurikulum
1947. Namun demikian, sistem pendidikan nasional sudah menjadi
tujuan kurikulum ini. UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah mempengaruhi munculnya
kurikulum 1950 ini.
3. Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964)
Kurikulum di Indonesia pada tahun 1964 mengalami
penyempurnaan kembali. Konsep pembelajaran aktif, kreatif dan
produktif menjadi isu-isu yang dikembangkan pada Rentjana
Pendidikan 1964. Konsep tersebut mewajibkan setiap sekolah
membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan
pemecah masalah (problem solving) terhadap berbagai masalah yang
ada. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep kurikulum pada
era ini lebih bersifat bagaimana peserta didik bersikap aktif, kreatif dan
produktif menemukan solusi terhadap berbagai masalah yang
berkembang dan ada di masyarakat. Cara belajar yang digunakan
kurikulum 1964 adalah sebuah metode yang disebut dengan gotong
royong terpimpin. Selain itu, hari krida ditetapkan pada hari sabtu oleh
pemerintah. Hari Krida artinya pada hari tersebut peserta didik
diberikan kebebasan untuk berlatih berbagai kegiatan disesuaikan
dengan minat dan bakat masing-masing. Seperti kegiatan kebudayaan,
kesenian, olahraga dan berbagai bentuk permainan.
4. Kurikulum 1968
Dilihat dari aspek tujuannya, upaya untuk meningkatkan rasa
cinta tanah air, kuat dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
ketrampilan jasmani, moral, budi pekerti dan keyakinan beragama
lebih di tekankan pada kurikulum 1968. Perubahan dari pancawardana
menjadi pembinaan jiwa pancasila terjadi pada kurikulum 1968. UUD
1945 menjadi kiblat dalam penerapan kurikulum ini secara murni dan
konsekuen. Jumlah dari keseluruhan mata pelajaran pada kurikulum
8
1968 berjumlah sembilan mata pelajaran. Pelajaran dikurikulum ini
bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan nyata yang
terjadi di lapangan.
Kelahiran kurikulum 1968 karena adanya pertimbangan politik
ideologis yang dianut pemerintah saat itu, yaitu orde baru. Correlated
subject curriculum menjadi ciri khas struktur kurikulum 1968, artinya
bahwa materi pada jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi untuk
jenjang pendidikan pada jenjang selanjutnya. Kurikulum 1968 identik
dengan muatan mata pelajaran teoritis, tidak berkaitan dengan
ketentuan obyektif dilapangan atau kehidupan nyata (tematik) adapun
metode pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum ini sangat
tergantung oleh ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun
1960an.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang bersifat sentralistik
atau dibuat oleh pemerintah pusat dan sekolah-sekolah hanya
menjalankan. Kurikulum 1975 berprinsip tujuan dari pendidikan harus
efektif dan efisien. Kurikulum 1975 banyak mendapatkan kritik dari
pelaksana di lapangan. Guru dibuat sibuk menulis perincian apa yang
akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Kurikulum 1975
sebagai pengganti kurikulum 1968 memiliki beberapa prinsip
pelaksanaan, diantarannya adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan harus berorientasi pada tujuan.
b. Menggunakan pendekatan integratif dalam arti bahwa agar tujuan
pembelajaran menjadi tujuan yang inyegratif.
c. Dalam daya dan waktu menekankan keefisien dan keefektifannya.
d. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
(PPSI). Perubahan tingkah laku peserta didik menjadi tujuan utama
dari kurikulum ini.

9
e. Stimulus dan respon yang dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku.
Karena tujuannya adalah perubahan tingkah laku maka teori
pembelajaran yang digunakan adalah teori belajar behavioristik.
6. Kurikulum 1984 (Kurikulum 1975 yang disempurnakan)
Kurikulum 1984 merupakanpenyempurnaan dari kurikulum
1975 dan mengunakan pendekatan proses. Dalam hal ini faktor tujuan
tetap penting meskipun sudah menggunakan pendekatan proses.
Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang
disempurnakan". Subjek belajarnya adalah siswa. Model seperti ini
yang dinakan aktif learning karena siswa yang akan selalu aktif dalam
pembelajaran. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Namun banyak sekolah yang
menerapkan dengan baik dan alhasil siswa tidak melaksanakan
pembelajaran dengan baik dan hanya gaduh di kelas.
7. Kurikulum 1994 (Separate Subject Curriculum)
Kurikulum 1975 dan kurikulum 1984 dipadukan menjadi
kurikulum 1994. Kurikulum 1994 dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada kurikulum ini terjadi perubahan dari sistem semester ke
sistem catur wulan. Dengan sistem catur wulan yang pembagiannya
dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup
banyak. Tujuan pengajaran kurikulum ini yaitu lebih berorientasi pada
materi pelajaran dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
Tujuan dan proses kurang berhasil dipadukan. Muatan nasional
dan muatan lokal sangat banyak porsinya. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya
bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-
isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994
10
menjadi kurikulum yang super padat dan hasilnya juga kurang bagus.
Kurikulum 1994 merupakan kurikulum yang berorientasikan pada
mata pelajaran yang dikenal dengan yang dikenal dengan sebutan
Separate Subject Curriculum, yang di organisasikan dalam mata
pelajaran yang terpisah-pisah sehingga sering juga disebut sebagai
Separate Subject Curriculum.
8. Kurikulum 2004 “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep
pendekatan, strategi kurikulum yang menekankan pada penguasaan
berbagai kompetensi tertentu. Peserta didik tidak hanya menguasai
pengetahuan dan pemahaman, tetapi juga keterampilan, sikap, minat,
motivasi dan nilai-nilai agar dapat melakukan sesuatu dengan penuh
tanggung jawab.
9. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Berdasarkan pengertiannya, Kurikulum merupakan seperangkat
program dan mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan. Di dalamnya berisi rancangan pendidikan
yang diberikan kepada para peserta didik dalam menjalani suatu
periode dalam pendidikan yang ditempuh. Penting bagi setiap lembaga
pendidikan dan peserta didik untuk mengetahui apa itu kurikulum.
Setiap penyusunan yang tertera dalam mata pelajarannya disesuaikan
dengan kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum
pun biasanya diselaraskan dengan maksud serta tujuan dari suatu
sistem pendidikan yang dilakukan. Kurikulum KTSP atau disebut juga
dengan Kurikulum 2006 menjadi salah satu kurikulum yang sudah
lama berlaku di Indonesia. Jadi, sudah diaplikasikan dalam
tingkat sekolah menengah pertama. Salah satu rujukan dalam
pengembangan kurikulum di Indonesia adalah kurikulum KTSP.
Pencapaian kompetensi adalah orientasi dari KTSP, maka dari itu
KTSP sering di sebut dengan KBK yang disempurnakan. Unsur
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang melekat pada KBK
11
serta adanya prinsip yang sama dalam pengelolaan kurikulum yakni
yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS).
Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
secara yuridis telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 mengenai Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP ini
mengacu pada SKL (Standar Kompetensi Kelulusan) dan SI (Standar
Isi). Kedua susunan ini untuk mengatur pendidikan dasar serta
menengah. Di dalam KTSP, sebagian aturan kurikulum dikembangkan
sesuai keinginan pihak daerah maupun sekolah. KTSP lahir dari
semangat dari daerah-daerah bahwasannya pendidikan tidak hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja melainkan juga
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, oleh sebab itu dilihat dari
pola atau model kurikulum pengembangannya KTSP merupakan salah
satu model kurikulum bersifat desentralisasi.
10. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum lanjutan yang diarahkan
untuk mengembangkan kurikulum dengan berbasis kompetensi.
Kurikulum ini telah dirintis semenjak tahun 2004 yang mencakup
kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan secara padu.
Kurikulum 2013 juga diaplikasikan dalam sekolah menengah pertama.
Kurikulum tersebut mengedepankan berbasis karakter dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan serta dunia kerja. Hal ini
menjadi upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat,
terutama dalam penguasaan teknologi. Pengembangan kurikulum ini
didasari dengan pemikiran mengenai masa depan, kompetensi masa
depan, dan persepsi masyarakat. Terdapat perbedaan di dalam
kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya. Di dalamnya tertera
karakteristik dan dituangkan dalam Permendikbud No. 96 Tahun 2013.
Karakteristik pembeda tersebut antara lain, yaitu melakukan
keseimbangan antara sikap spiritual, kreativitas, rasa ingin tahu, kerja
sama dengan intelektual. Lalu, sekolah menjadi sarana masyarakat
12
untuk memberikan pengalaman terencana. Yang dimana setiap siswa,
terutama sekolah menengah pertama mampu menerapkan apa yang
dipelajari dituangkan dalam masyarakat. Dalam hal ini, kurikulum
2013 sesuai dengan perkembangan zaman.
Berkaitan dengan pengembangan kurikulum, kurikulum 2013
lebih menekankan pada pendidikan karakter, dengan harapan
melahirkan insan yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter.
Meningkatkan proses dan hasil belajar yang diarahkan kepada
pembentukan budi pekerti dan peserta didik yang berakhlak mulia
sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan
pendidikan adalah tujuan pendidikan karakter pada kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anak didik secara holostik.
Kompetensi pengahuan, ketrampilan dan sikap ditentukan oleh rapor
dan merupakan penentuan kenaikan kelas dan kelulusan anak didik.
11. Kurikulum Merdeka Belajar
Kurikulum merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran
intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar
peserta didik memilki cukup waktu untuk mendalami konsep dan
menguatkan kompetensi. Rugu memiliki keleluasaan untuk memilih
berbagai peragkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan
dengan kebutuhan belajar agar minat peserta didik. Projek untuk
menguatkan pencapaian profil belajar pancasila dikembagkan
berdasarkan tema tertentu yang diterapkan oleh pemerintah. Projek
tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran
tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.
Kurikulum Merdeka Belajar sendiri merupakan kurikulum
dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten
akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk
mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Dari definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa Kurikulum Merdeka Belajar SMP adalah
13
kurikulum baru yang diterapkan pada jenjang pendidikan SMP dengan
keberagaman pembelajaran intrakurikuler agar siswa dapat
menyesuaikannya dengan kompetensi dan bakat yang
dimiliki. Pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka ini memberikan
siswa kebebasan dalam memilih mata pelajaran yang paling sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu,
kurikulum ini juga memberikan kebebasan pada guru dalam memilih
perangkat ajar sesuai dengan kebutuhan belajar dan minat siswa.
Sejak diperkenalkan pada awal tahun 2022 lalu, Kurikulum
Merdeka Belajar ini sudah mulai diterapkan di berbagai sekolah di
Indonesia, baik pada jenjang pendidikan PAUD, SD, SMP, hingga
SMA/SMK. Penerapan kurikulum baru ini akan terus berlanjut hingga
di tahun 2024 semua sekolah sudah menerapkan Kurikulum Merdeka
Belajar.

Tak terlepas dari semuanya, indikator kesuksesan pendidikan


dilihat dari sejauh mana kualitas pendidikan tersebut. Sesuai dengan
konsep kurikulum 2013, maka penerapan kurikulum sesuai dengan
pengembangan teknologi dan kebutuhan dunia kerja. Maka, peningkatan
kompetensi guru harus lebih profesional. Metode pengajaran pun harus
secara efektif. Menciptakan siswa dan siswi yang kreatif dan aktif juga
tidak mudah. Seorang guru perlu menyiapkan metode dan strategi
pembelajaran, dengan mengingat setiap peserta didik memiliki
karakteristik tersendiri. Misalnya, jika di dalam sekolah menengah pertama
terdapat mata pelajaran IPA. Maka, proses pembelajaran bisa didukung
dengan menggunakan sarana laboratorium. Dengan menggunakan sarana
tersebut, tentunya ini sangat membantu siswa untuk memahami pelajaran
tersebut. Tak hanya teori, tetapi praktik.
Setiap guru memang berhak memberi pelajaran, namun jangan lupa
untuk memberi pemahaman yang mudah kepada setiap siswa.
Pembelajaran praktikum di laboratorium tersebut siswa bisa mendapat
14
pengajaran lebih serta mencoba hal-hal baru dengan sendirinya.
Mengandalkan semua proses panca indera dalam pembelajaran, tentunya
tujuan pembelajaran akan mencapai kemajuan dan mudah dicapai.

B. Penyelenggaraan Pendidikan Formal di MTs


Sistem pendidikan di bawah naungan Kementerian RI, bernama
MTs (Madrasah Tsanawiyah). Sekolah ini merupakan pendidikan yang
setara dengan SMP. Namun, MTs memiliki kelebihan tersendiri
dibandingkan SMP pada umumnya. Semua muatan kurikulum diadopsi
berdasarkan Kementerian Agama. Sehingga, pendidikan di sini sudah
dilatih untuk mengenal dan memahami pendidikan karakter islam dan
melekat pada setiap siswa/siswinya. Di MTs, tidak hanya mempelajari
bidang umum, seperti IPA, Matematika, IPS, PKN, Penjas, Seni Budaya,
dan lain-lain. Namun, di sini mempelajari ilmu agama, seperti Fiqih, Al-
Qur’an, Hadist, Akidah Akhlak, Bahasa Arab, dan Tarikh Islam. Semua
pelajaran ilmu umum dan agama diadaptasikan secara terpadu kepada
siswanya. Demikianlah MTs dengan Sekolah Menengah Pertama yang
pada umumnya memiliki kualitas lulusan dengan iman dan takwa.
Kurikulum madrasah tsanawiyah sama dengan kurikulum sekolah
menengah pertama, hanya saja pada MTs terdapat porsi lebih banyak
mengenai pendidikan agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran
sebagaimana sekolah dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran
seperti: Alquran dan Hadis.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
SMP (Sekolah Menengah Pertama) merupakan pendidikan formal
pada jenjang pendidikan dasar. Jenjang pendidikan formal ini merupakan
lanjutan dari siswa atau siswi yang telah menempuh kelulusan dari SD
(Sekolah Dasar). Jangka menempuh pendidikan tersebut selama 3 tahun,
terhitung dari kelas 7 sampai dengan kelas 9. Dulu, sekolah menengah
pertama ini disebut sebagai Sekolah Menengah Pertama (Sekolah
Menengah Pertama), hingga tahun ajaran 2003-2004 Sekolah Menengah
Pertama diubah namanya menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ada beberapa jenis pendidikan sekolah menengah pertama selain SMP
yaitu MTs (Madrasah Tsanawiyah), SMPLB (Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa), dan Kelompok Belajar/ program paket B. Kurikukum yang
dipakai pada tingkat satuan SMP dan MTs yaitu sama hanya saja MTs
memiliki jumlah mata pelajaran dan jam pengajaran agama yang lebih
banyak daripada SMP.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis merasa memiliki banyak
kekurangan penulis mengharapkan kritik dan saran agar pembuatan
makalah ini kedepannya lebih baik lagi

16
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2018. Evaluasi Program Pendidikan: pedoman teoritis
praktis bagi mahasiswa dan praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Insani, Farah Dina. 2019. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia Sejak
Awal Kemerdekaan Hingga Saat Ini. Jurnal As-Shalam I. Vol 8. No 1
Irawati, Dini, dkk. 2022. Capaian Standar Pengelolaan Pendidkan Pada SD, SMP,
dan SMA di kota Bandung. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. Vol 5. No 1
Mutia. 2019. Pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Bandar Lampung. Skripsi
Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Permendikbud No. 96 Tahun 2013 tentang Badang Standar Nasional Pendidikan
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 17 tentang
Pendidikan Dasar

Anda mungkin juga menyukai