Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEWA MENYEWA DALAM ISLAM

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Kelompok III
Elva Ristha Maulidia
Melisa Herziya
Reza Adi Pratama
Siti Faradila D.A
Widya Rahmadani
Yuribi Ardwi Margareta

SMA NEGERI 1 PEMALI

KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini

Pemali, 12 Mei 2023

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................1
Daftar Isi...............................................................................................2
Bab pendahuluan.................................................................................3
A. Latar Belakang .................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...........................................................................4
C.
Tujuan ..............................................................................................4
Bab II Pembahasan ..............................................................................4
A. Pengertian sewa menyewa .............................................................4
B. Rukun dan Syarat sewa menyewa ...................................................5
C. Dalil tentang sewa menyewa ..........................................................8
Bab III Penutup ..................................................................................10
Kesimpulan ........................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada orang lain,
bertolong-tolongan, tukar menukar untuk memenuhi kebuatuhan
hidupnya baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam atau suatu usaha yang lain yang bersifat pribadi
maupun untukk kemaslahatan umat.
Dalam pergaulan sehari-hari ada kalanya kita sebagai
manusia dihadapkan pada suatu permasalahan keluarga yang
mau tidak mau harus dihadapi. Ada kalanya keberadaan kitab
suci umat Islam sering kita abaikan, padahal Al-Quran dan As-
sunnah merupakan pedoman hidup bagi umat Islam karena
didalamnya telah diatur sedemikian lengkapnya tentang
kehidupan dan tata cara beribadah baik itu berhubungan dengan
Allah SWT sebagai Maha Pencipta juga didalam Al-Qur’an pun
telah diuraikan bagaimanana cara kita berhubungan dengan
sesama makhluk hidup lainnya.
Muamalah merupakan bagian dri rukun Islam yang
mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain.
Contoh hokum Islam yang termasuk muamalah salah satunya
adalah Ijarah atau sewa-menyewa.
Dalam makalah ini akan kami jelaskan secara sederhana
tentang definisi ijarah, rukun dan syrat sah ijarah, juga dalil
tentang ijarah.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian sewa menyewa?
2. Apa rukun dan syarat sewa menyewa?
3. Bagaimana dalil tentang sewa menyewa?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian sewa menyewa
2. Mengetahui Rukun dan syarat sewa menyewa
3. Mengetahui dalil tentang sewa menyewa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sewa Menyewa


Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah
adalah ijarah atau sewa-menyewa, kontrak, menjual jasa,
upah-mengupah dan lain-lain. Al Ijarah berasal dari kata Al
Ajru yang berarti Al ‘Iwaḍu (ganti).1 Akad ijarah identik
dengan akad jual beli, namun demikian, dalam ijarah
kepemilikan barang dibatasi dengan waktu. Secara harafiah,
al ijarah bermakna jual beli manfaat yang juga makna istilah
syar’i. Al ijarah bisa diartikan sebagai akad pemindahan hak
guna atas jasa dalam batasan waktu tertentu, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang.
Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan
sewamenyewa itu adalah pengambilan manfaat sesuatu benda,
jadi dalam hal ini bendanya tidak kurang sama sekali, dengan
perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa,
yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang
disewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat
barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya seperti
pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti
pekerja.

B. Rukun dan Syarat Sewa Menyewa


Sewa menyewa/ijarah merupakan sebuah transaksi atas
suatu manfaat. Dalam hal ini, manfaat menjadi obyek manfaat
transaksi. Dari segi ini, ijarah dapat dibedakan menjadi dua.
Pertama, ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda
yang lazim disebut persewaan. Misalnya menyewa rumah,
pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Kedua, ijarah yang
mentransaksikan manfaat SDM (Sumber Daya Manusia) yang
lazim disebut perburuhan.4 Adapun rukun sewa-menyewa ada
4 macam yaitu sebagai berikut :
1. Yang menyewakan
2. Yang menyewa
3. Barang atau sesuatu yang disewakan
4. Harga atau nilai sewa
Menurut ulama hanafiyah, rukun al-ijarah itu hanya satu
yaitu ijab (ungkapan menyewakan). Akan tetapi, jumhur ulama
mengatakan bahwa rukun al-ijarah itu ada tiga yaitu :
1. Orang yang berakad
2. Sewa atau imbalan
3. Manfaat atau sighat (ijab dan qabul)
Ulama hanafiyah mengatakan bahwa orang yang berakad,
sewa atau imbalan, dan manfaat termasuk syarat-syarat al-
ijarah bukan hukumnya. Kalau kita lihat dari rukun ijarah yang
dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan jumhu ulama pada
dasarnya tidaklah terdapat perbedaan yang jauh dari rukun
ijarah yang ada dalam kitab Fiqh Nabawi yaitu :
yang menyewakan yang menyewa, barang atau sesuatu yang
disewakan dan harga atau nilai sewa. Sewa-menyewa
dipandang sah, jika memenuhi syarat-syaratnya sebagai berikut:
1. Yang menyewakan dan yang menyewa telah baligh, berakal
sehat dan sama- sama ridho.
2. Barang atau sesuatu yang disewakan itu mempunyai
faedah yang berharga, faedahnya dapat dinikmati oleh yang
menyewa dan kadarnya jelas, misalnya :rumah disewa satu
tahun, taksi disewa dari Yogya sampai Solo satu hari, atau
seorang pekerja disewa mengerjakan membuat pintu
berukuran sekian meter.
3. Harga sewanya dan keadaannya jelas, misalnya : rumah
Rp. 1.000.000/bulan, dibayar tunai atau angsuran.
4. Barang yang diambil manfaatnya, harus masih tetap
wujudnya sampai waktu yang telah ditentukan menurut
perjanjian.
5. Waktunya harus dapat diketahui dengan jelas, misalnya
sehari, seminggu atau sebulan dan seterusnya.
6. Dalam sewa-menyewa ini adakalanya berupa jasa, seperti
dokter, tukang pijat, supir dan lain-lain. Dan adakalanya berupa
“kegunaan” suatu barang, seperti : kebun untuk ditanami,
rumah untuk dihuni, mobil untuk mengangkat barang.
Mereka yang melakukan akad itu mestilah orang yang
sudah dewasa dan tidak cukup hanya sekedar mumayyiz saja.
Untuk ijarah yang sah ada unsur-unsur penting yang terdiri
dari penyewa dan yang menyewakan, barang yang
disewakan, harga sewa, persetujuan persewaan.Pihak-pihak
yang melakukan perjanjian harus secara legal memenuhi
syarat berpartisipasi dalam kontrak ijarah dan harus ada harga
sewa yang pasti.
Agama menghendaki agar dalam pelaksanaan ijarah itu
senantiasa diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa
menjamin pelaksanaannya yang tidak merugikan salah satu
pihak serta terpelihara pula maksud-maksud mulia yang
diinginkan agama. Dalam kerangka ini, ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan aktivitas
ijarah, yaitu :
1. Para pihak yang menyelenggarakan akad haruslah berbuat
atas kemauan sendiri dengan penuh kerelaan. Dalam konteks
ini, tidaklah boleh dilakukan akad ijarah oleh salah satu pihak
atau kedua-duanya atas dasar keterpaksaan, baik keterpaksaan
itu datangnya daripihak-pihak yang berakad atau dari pihak lain.
2. Di dalam melakukan akad tidak boleh ada unsur penipuan,
baik yang datang dari mu’jir (orang yang menyewakan) ataupun
dari musta’jir (penyewa). Banyak ayat ataupun riwayat yang
berbicara tentang tidak bolehnya berbuat khianat ataupun
menipu dalam berbagai lapangan kegiatan, dan penipuan ini
merupakan suatu sifat yang amat dicela agama. Dalam
kerangka ini, kedua pihak yang melakukan akad ijarah pun
dituntut memiliki pengetahuan yang memadai akad objek yang
mereka jadikan sasaran dalam berijarah, sehingga antara
keduanya tidak merasa dirugikan atau tidak mendatangkan
perselisihan di kemudian hari.
3. Sesuatu yang diakadkan mestilah sesuatu yang sesuai dengan
realitas, bukan sesuai yang tidak berwujud.
4. Manfaat dari sesuatu yang menjadi objek transaksi ijarah
mestilah berupa sesuatu yang mubah, bukan sesuatu yang
haram. Ini berarti bahwa agama tidak membenarkan
terjadinya sewa-menyewa atau perburuhan terhadap sesuatu
perbuatan yang dilarang agama, seperti tidak boleh
menyewaka rumah untuk perbuatan maksiat, baik
kemaksiatan itu datang dari pihak penyewa atau yang
menyewakan.

C. Dalil Sewa Menyewa


Al ijarah akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas
dalil-dalil yang terdapat dalam Al-quran, Hadits ataupun ijma
ulama. Namun denikian terdapat ulama yang tidak
memperbolehkannya, diantaranya Abu Bakar al Ashamm,
Ismail bin ‘Aliyah, Hasan Basri dan lainya. Dengan alasan, jika
kita gunakan qiyas (analogi), akad al ijarah identik dengan
bai’ul ma’dum yang dilarang, manfaat sebagai objek tidak bisa
duhadirkan ketika akad. Akan tetapi, pendapat ini disanggah
Ibnu Rusyd dengan mengatakan bahwa walaupun manfaat tidak
bias dihadirkan ketika akad, namun akad bisa dipenuhi
ketika akad telah berjalan. Di antara dalil (landasan syariah)
yang memperbolehkan praktik akad al ijarah adalah sebagai
berikut (Zuhaili, 1989, jilid IV, hal. 730):
1. QS Az Zukhruf (43):32)
ْ ‫ُمَهأ ْ ُمَهْض َع ب َاْنَع َفَر وۚ َاْيُّندٱلِ ٰة َو َيْح ٱل ِِ ف ْ ُمَهَتشيِ َّع م مُ َهْنَيب َاْنَم َس ق ُ ْنَح نۚ َ ِّك َبر‬
‫ََتْمَح ر َ نوُ ِم ْس َقي ٍ ْض َع ب َ ْقَو فَ نوُ َع ْمَج ي اَّ ِّم م ٌْْ َيخ َ ِّك َبر ُ َتْمَحَر وۗ ًّاِيْر ُخ س اً ْض َع ب‬
‫مُ ُهْض َع ب َ ِذ َّخ َتِّيل ٍ ٰت َ َجَر د‬
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari
apa yang mereka kumpulkan”. QS Az Zukhruf (43):32) yat
ini menunjukkan pada keabsahan praktik ijarah. Lafadz
“sukhriyyin” yang terdapat dalam ayat diatas bermakna
“saling mempergunakan”. Menurut Ibnu Katsir, lafadz ini
diartikan dengan “supaya kalian saling bisa
mempergunakan satu sama lain dalam hal pekerjaan atau
hal yang lain, karena diantara kalian saling mempergunakan
sebagai yang lain” dengan demikian, orang tersebut bisa
mempergunakan sesuatu itu dengan cara melakukan
transaksi,, salah satunya dengan akad sewa menyewa/ijarah
(Ibnu Katsir, Jilid IV, hal. 192). Berdasarkan penafsiran ini,
maka lafadz “sukhriyyin” yang terdapat dalam ayat ini dapat
diguynakan sebagai istidlal atas keabsahan praktik ijarah,
kontrak ijarah sah dan dapat dibenarkan oleh syariah.
2. QS Al-Baqarah : 233
“Dan jika dan jika ingin anakmu disusukan orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa
yang kamu kerjakan.”
As – Sunnah:
“Dari Handhala bin Qais berkata: Saya bertanya kepada
Rafi bin Khadij tentang menyewakan bumi dengan emas
dan perak, maka ia berkata: Tidak apa-apa, adalah orang-
orang di jaman Rasulullah saw menyewakan bumi dengan
barang-barang yang tumbuh di perjalanan air dan yang
tumbuh di pangkal-pangkal selokan dan dengan beberapa
macam dari tumbuh-tumbuhan lalu binasa ini, selamat itu
dan selamat itu dan binasa yang itu, sedangkan orang
yang tidak melakukan penyewaan kecuali melakukan
demikian, oleh karma itu kemudian dilarangnya, apapun
sesuatu yang dimaklumi dan ditanggung, maka tidak apa-
apa”. (HR. Muslim)
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pada dasarnya, ijarah atau sewa menyewa di definisikan
ssebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan
imbalan tertentu. Ada yang menerjemahkan ijarah sebagai
jual beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat
tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-
menyewa yaitu mengambil manfaat dari barang yang
dipersewakan. Transaksi Ijarah dilandasi adanya
pemindahan manfaat (hak guna 0, bukan pemindahan
kepemilikan ( hak milik ). Jadi pada prinsipnya ijarah hampir
sama dengan prinsip jual beli.

Anda mungkin juga menyukai