Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Geriantik Oleh :
Ns. Abdul Gowi, M.Kep, Sp. Kep.J

Disusun Oleh :

Bagus Chandra Harun

Daisky Rafif

Fahar Halimi Syahiruddin

Indah

Linda

Iyam Maryam

Karmila Arum

Riska Analia

STIKES HORIZON KARAWANG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
JL. PANGKAL PERJUANGAN KM 1 BYPASS KARAWANG 41316
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai syarat
pemenuhan tugas mata kuliah Kegawatan Geriantik.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Tidak luput pula kami
mengucapkan terimakasih kepada Ns. Abdul Gowi, M.kep, Sp. Kep.J. Sebagai dosen
pembimbing mata kuliah Kegawatan Darurat atas bimbingannya dalam penyusunan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah makalah Keperawatan
geriantik dengan diabetes melitus pada lansia ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Karawang, 20 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala
umum hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari
interaksi kompleks antara faktor genetik dan factor lingkungan. Beberapa proses
patologis terlibat dalam terjadinya diabetes, mulai dari perusakan sel β pada pankreas
dengan konsekuensi defisiensi insulin, sampai abnormalitas yang berujung pada
resistensi insulin (Azis et al., 2020)
Federasi Diabetes Internasional (IDF) adalah organisasi payung yang terdiri dari lebih
dari 230 asosiasi diabetes nasional di lebih dari 160 negara dan wilayah. Federasi ini
telah memimpin komunitas diabetes global sejak tahun 1950. Federasi ini berkantor
pusat di Brussels, Belgia. Hal ini mewakili kepentingan semakin banyak penderita
diabetes dan mereka yang berisiko. Misi IDF adalah untuk mempromosikan perawatan,
pencegahan dan penyembuhan diabetes di seluruh dunia.
Diabetes mellitus menduduki urutan keempat untuk penyakit degenerative dalam
sepuluh penyebab utama kematian. DM merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat
pankreas tidak cukup menghasilkan insulin yang digunakan oleh tubuh dalam mengatur
gula darah atau glukosa. Organisasi International Diabetes Federation (IDF)
memproyeksikan jumlah keseluruhan kasus diabetes pada tahun 2019 sebesar 9,3% dari
total penduduk di dunia atau setara dengan 463 juta orang pada usia lanjut. Jumlah
keseluruhan kasus tersebut diperkirakanakan mengalami peningkatan menjadi 19,9%
seiring dengan penambahan umur penduduk atau 111,2 juta orang pada usia lanjut.
Negara di wilayah Arab-Afrika Utara dan Pasifik Barat menempati peringkat ke-1 dan
ke-2 dengan prevalensi diabetes pada penduduk umur 20-79 tahun tertinggi diantara 7
regional di dunia yaitu sebesar 12,2% dan 11,4%. Sementara itu wilayah Asia Tenggara
dimana Indonesia berada, menempati peringkat ke-3 dengan prevalensi sebesar 11,3%.
Federasi Diabetes Internasional (IDF) adalah organisasi payung yang terdiri dari lebih
dari 230 asosiasi diabetes nasional di lebih dari 160 negara dan wilayah. Federasi ini
telah memimpin komunitas diabetes global sejak tahun 1950. Federasi ini berkantor
pusat di Brussels, Belgia. Hal ini mewakili kepentingan semakin banyak penderita
diabetes dan mereka yang berisiko.
Misi IDF adalah untuk mempromosikan perawatan, pencegahan dan penyembuhan
diabetes di seluruh dunia. IDF juga memproyeksikan jumlah penderita diabetes pada
penduduk lansia pada beberapa negara di dunia yang telah mengidentifikasi 10 negara
dengan jumlah penderita tertinggi. Cina, India dan Amerika Serikat, menempati urutan
tiga teratas dengan jumlah penderita 116,4 juta, 77 juta dan 31 juta. Indonesia berada
pada peringkat ke-7 diantara 10 negara dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu sebesar
10,7 juta. Indonesia menjadi satu-satunya Negara di Asia Tenggara pada daftar tersebut,
sehingga dapat diperkirakan besarnya kontribusi Indonesia terhadapprevalensi kasus
diabetes di Asia Tenggara. DM terjadi pada rentang usia lansia. Hal ini dikarenakan usia
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan toleransi tubuh terhadap
glukosa. Sebanyak 15% responden usia ≥40 tahun sebagai penyandang DM dan sebagian
besar penderita tersebut berusia antara 40-60 tahun. Pada usia tersebut, DM dapat terjadi
akibat interaksi berbagai faktor penyebab yang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup
dalam masyarakat seperti minimnya melakukan aktivitas fisik, pengaturan pola makan
tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran kepola makan
ke barat-baratan dengan komposisi makan yang terlalu banyak mengandung (protein,
lemak, gula, garam, dan sedikit mengandung serat). Hal inilah yang menyebabkan
sebagian besar masyarakat baru sadar terkena penyakit DM setelah mengalami sakit
parah. Oleh karena itu, keberhasilan perencanaan makan tergantung pada perilaku dan
pengetahuan penderita diabetes mellitus DM dalam menjalani anjuran pengelolaan
maupun penatalaksanaan diabetes melitus DM diberikan oleh dokter maupun tenaga
kesehatan lainnya. Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2017, diabetes mellitus (DM) masuk dalam daftar 10 besar jenis penyakit tidak menular
(PTM) dan berada di urutan kelima dengan jumlah 2.436 kasus. Hal ini dikarenakan
koordinasi dan pelaporan berkaitan dengan deteksi dan penanganan PTM umumnya
dilakukan di unit - unit teknis pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan jaringannya
(praktek dokter dll) sehingga tidak optimal.
Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, begitu
pula dengan jumlah lanjut usia (lansia) nya yang menurut data Badan Pusat Statistik
tahun 2021, jumlah lansia di Jawa Barat sebanyak 4,39 Juta jiwa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lansia?
2. Apa pengertian diabetes mellitus?
3. Apa etiologi diabetes mellitus?
4. Apa manisfestasi klinis diabetes mellitus?
5. Apa fatofisiologis dari diabetes mellitus?
6. Bagaimana tanda dan gejala dari diabetes mellitus?
7. Bagaimana pathway dari diabetes mellitus?
8. Apa saja komplikasi dari diabetes mellitus?
9. Apa penataklasanaan dari diabetes mellitus?
10. Apa pencegahan dari diabetes mellitus?
11. Apa bentuk asuhan keperawatan dari diabetes mellitus?
12. Tujuan
1. Mengetahui pengertian lansia
2. Mengetahui pengertian diabetes mellitus Mengetahui klasifikationi diabetes mellitus
3. Mengetahui etiologi dari diabetes mellitus
4. Mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus
5. Mengetahui pathway dari diabetes mellitus
6. Mengetahui patofisiologis dari diabetes mellitus
7. Mengetahui komplikasi dari diabetes mellitus
8. Mengetahui diagnosis dari diabetes mellitus
9. Mengetahui bentuk asuhan diabetes mellitus
10. Mengetahui penatalaksanaan dari diabetes mellitus
13. Manfaat
Untuk menambah pemahaaman dan pengetahuan tentang penyakit BPH (Benign
Prostatic Hyperplasia) sebagai mana mestinya kita sebagai mahawiswa dan untuk
masyarakat sekitar.
BAB II
PENDAHULUAN

A. Pengertian
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi
fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Kemenkes, 2020).
B. Etiologi
Umumnya penyakit diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau besar sel beta
pulau Langerhans pankreas yang berfungsi memproduksi insulin sehingga mengakibatkan defisiensi
insulin. Selain itu, diabetes melitus juga bisa terjadi karena adanya gangguan pada fungsi insulin
dalam memasukkan glukosa ke dalam sel. Gangguan dapat terjadi karena obesitas atau penyebab lain
yang tidak diketahui. (Smeltzer dan Bare, 2015). Penyakit diabetes melitus atau yang lebih dikenal
dengan penyakit kencing manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain
1. Pola Makan: Makan berlebihan dan melebihi kadar kalori yang dibutuhkan dapat memicu
timbulnya penyakit diabetes melitus. Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi
dengan sekresi insulin yang cukup dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat dan pada
akhirnya akan memicu penyakit diabetes melitus.
2. Obesitas (kelebihan berat badan) Orang yang mengalami obesitas dengan berat badan lebih dari
90 kg cenderung mempunyai peluang lebih besar terkena penyakit diabetes melitus. Sembilan
dari sepuluh penderita obesitas berpotensi terkena diabetes melitus. Faktor Genetik
3. Diabetes melitus dapat diturunkan dari orang tua kepada anak. Gan, penyebab penyakit diabetes
melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita penyakit diabetes melitus. Pewarisan
gen ini bisa diwariskan kepada cucu bahkan cicit, meski risikonya sangat kecil.
4. Bahan kimia dan obat-obatan. Bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
peradangan pada pankreas. Peradangan pada pankreas akan mengakibatkan menurunnya fungsi
pankreas sehingga tidak terjadi sekresi hormon untuk proses metabolisme tubuh, termasuk
insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam jangka waktu lama dapat mengiritasi
pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pankreas. Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan peradangan pada pankreas yang secara otomatis akan menyebabkan fungsi
pankreas menurun sehingga tidak terjadi sekresi hormon untuk proses metabolisme tubuh,
termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko
terkena diabetes melitus. Gaya hidup
6. Gaya hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab penyakit diabetes melitus. Jika
masyarakat malas berolahraga, maka berisiko lebih tinggi terkena penyakit diabetes melitus
karena olahraga berfungsi membakar kalori yang tersimpan di dalam tubuhnya. kalori yang
terakumulasi dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab penyakit diabetes melitus selain
gangguan fungsi pankreas.
7. Kadar Kortikosteroid Tinggi. Kehamilan gestasional.
8. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
9. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek insulin
C. Manifestasi Klinis
Proses menua yang terjadi pada usia lanjut dapat mempengaruhi penampilan klinis DM
pada lansia. Gejala klasik DM berupa poliuri, polidipsi dan polifagi tidak selalu tampak
pada lansia dengan DM karena seiring dengan bertambahnya usia akan terjadi kenaikan
ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila
glukosa darah sudah cukup tinggi (Meneilly and Tessier, 2018).
DM pada lansia yang baru timbul saat tua umumnya bersifat asimptomatis atau
ditemui gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku,
menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional berupa delirium, demensia,
depresi, agitasi, mudah jatuh dan inkontinensia urin. Hal ini menyebabkan diagnosa DM
pada lansia sering terlambat.
Manifestasi klinis pasien sebelum diagnosis DM dapat berupa:
1. Kardiovaskuler: hipertensi arterial, infark miokard.
2. Kaki: neuropati, ulkus.
3. Mata: katarak, retinopati proliferatif, kebutaan.
4. Ginjal: infeksi ginjal dan saluran kemih, proteinuria.(Burduli, 2017).
D. Patofisiologi
Pada populasi orang tua terjadi perubahan-perubahan terkait bertambahnya usia, seperti
regulasi-regulasi terkait genetik, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan yang berkontribusi
pada munculnya diabetes mellitus. Pada pembahasan patofisologi ini, Kami akan
fokuskan pada DM tipe 2, dimana terutama terkait dengan perubahan-perubahan pada
tubuh terkait usia.
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut disebabkan oleh 4
faktor yaitu, yaitu:
1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot dan
peningkatan jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan menurunnya jumlah serta
sensitivitas reseptor insulin.
2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.
3. Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga persentase asupan
karbohidrat meningkat.
4. Perubahan neuro-hormonal khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan
dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia lanjut yang
mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor
insulin serta turunnya aksi insulin.(Rochmah, 2019)

Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat adanya
peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-otot skeletal
disebabkan penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier protein GLUT4. Umur
merupakan faktor independen sendiri yang mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin.
Pada usia tua terjadi perubahan distribusi lemak dengan lemak visceral semakin
bertambah dan lemak subkutan menurun. Adiposit visceral terkait dengan resistensi
insulin dan diabetes pada wanita yang lebih tua. Selain itu, penelitian pada orang tua yang
sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot dan hati yang menyebabkan penurunan
fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring bertambah usia abnormalitas mitokondria
semakin ditemukan. Meskipun, deposisi lemak visceral merupakan bagian normal dari
penuaan, ia merupakan mekanisme patogenik utama dari resistensi insulin (Petersen &
Shulman., 2018).

Pola hidup juga berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin
termasuk di dalamnya perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak
saturasi, gula, dan penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot
dan penurunan kekuatan (Gambert & Pinkstaff, 2018).

Faktor lain yang mempengaruhi turunnya toleransi terhadap glukosa adalah


perubahan sekresi hormon-hormon derivat jaringan adiposa, seperti adiponektin dan
leptin. Level leptin menurun seiring usia, dengan penurunan lebih banyak di wanita
dibanding pria (Isidori, Strollo, et al., 2018). Leptin akan menurunkan selera makan, dan
penurunannya akan berkontribusi pada peningkatan adiposit dan perubahan komposisi ini
terlihat pada orang tua. Adiponektin, merupakan protein dengan kemampuan anti-
inflamasi, yang mana kemudian diketahui memiliki efek mengurangi resistensi insulin.
Kadarnya yang tinggi pada orang tua terkait dengan penurunan risiko diabetes (Kanaya,
Harris, et al., 2018).

Selanjutnya, pada usia tua terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Sebagai respon
dari peningkatan kadar glukosa, insulin normalnya disekresikan dalam dua fase, fase
pertama sebagai fase inisial (0-10 menit), yang diikuti oleh fase kedua (10-120 menit)
yang secara berkelanjutan dibutuhkan untuk menjaga darah dalam kondisi euglikemia.
Sebuah studi menunjukkan pada orang tua terjadi reduksi sebesar 50% pada sekresi sel β
pancreas. Penuaan juga dicirikan oleh berkurangnya frekuensi dan amplitudo dari
pengeluaran periodik insulin normal. Kehilangan irama normal ini penting karena irama
ini menghambat pengeluaran glukosa dari hepar. Meskipun mekanisme ini belum
sepenuhnya dimengerti, salah satu hipotesa yang mungkin adalah gangguan pada fisiologi
inkretin derivat gut. Inkretin merupakan dua hormon gastrointestinal yaitu Gastric
Inhibitory Polypeptide (GIP) dan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1), yang mana
mempertinggi sekresi insulin saat adanya pemasukan glukosa dari oral. Pada orang tua
normal tanpa diabetes, pengeluaran dari GLP-1 lebih besar setelah pemasukan glukosa
tapi tidak meningkatkan insulin sesuai yang diharapkan, menandakan adanya resisten sel
β pancreas. Begitu diabetes berkembang, sekresi GLP-1 berkurang, dan sel-sel β menjadi
resisten terhadap efek GIP (Toft-Nielsen, Damholt., 2021).

Berbagai faktor patogenik lainnya adalah penurunan pada fungsi sel-sel β termasuk
kenaikan asam lemak bebas seiring usia dan akumulasi lemak di dalam sel-sel β.
Penurunan massa sel-sel β pankreas dan deposit amilin juga berkontribusi (Gambert &
Pinkstaff, 2018).

Riwayat di keluarga dan genetik juga berkontribusi penting pada perkembangan


diabetes pada orang yang lebih tua, terutama pada mereka dengan pola hidup banyak
duduk dan sedikit aktivitas fisik dan berat yang bertambah seiring meningkatnya usia.
Yang perlu diperhatikan juga adalah munculnya penyakit lain dan pengobatan yang dapat
merubah sensitivitas insulin, sekresi insulin, maupun keduanya.

E. Tanda dan Gejala


Tanda Dan Gejala yang berkaitan Dengan Lansia yang Menderita Diabetes Melitus
1. Peningkatan rasa haus dan buang air kecil
2. Kelelahan ekstrem
3. Luka sembuh lebih lambat
4. Pusing dan atau pingsan
5. Sakit kepala
6. Sensasi kesemutan di tangan dan kaki
7. Penglihatan kabur
8. Masalah gusi
9. Nafsu makan meningkat
10. Mulut kering

F. Pathway

G. Komplikasi
1. Risiko Kardiovaskuler
Faktor-faktor risiko kardiovaskuler harus segera diatasi mengingat kebanyakan
pasien dengan diabetes banyak yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler.
Faktor-faktor risiko ini diatasi dengan menggunakan statin, antihipertensi, dan
antiplatelet. Penggunaan obat-obatan ini juga harus diawasi efek sampingnya seperti
hipotensi postural, bradikardia dan mialgia, pendarahan, serta risiko terjatuh dan
fraktur pada orang tua yang lemah.
2. Peripheral arterial disease (PAD)
Risiko PAD meningkat pada usia yang lebih tua dan 3-6 kali lebih sering dijumpai
pada yang diabetes. Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada ekstremitas bawah,
tekanan disana cenderung meninggi. PAD menyebabkan kaki sakit saat digunakan,
ulserasi, dan gangrene, atau nyeri saat istirahat akibat iskemia, dengan potensi
amputasi pada ekstremitas bawah. Penatalaksanaan PAD diawali dengan pemberian
obat-obatan seperti antiplatelet, antihipertensi, statin, dan pengkontrolan diabetes.
Program olahraga untuk berjalan dapat dicoba, termasuk menggunakan sepatu yang
sesuai dan nyaman, perhatikan juga higienis kaki dan pencegahan yang tepat apabila
terdapat infeksi, untuk meminimalkan risiko amputasi.
3. Komorbiditas dan kelemahan fungsional
Masalah-masalah pada orang tua termasuk lemahnya penglihatan, kelemahan
kognitif, dan masalah sendi, yang mana dapat menghambat kemampuan pasien untuk
mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. Mereka lebih mudah terkena
defisiensi nutrisi dan mungkin melewatkan makan yang membuat mereka berisiko
terkena serangan hipoglikemi. Infeksi yang rekurens biasa terjadi pada orang tua
dengan episode hiperglikemia sebagai akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan
kelemahan ginjal dan hati, yang menyebabkan efek samping obat dapat meningkat.
4. Kehilangan penglihatan
Risiko berkembangnya retinopati dapat diminimalisir oleh pengkontrolan kadar
glukosa darah yang baik dan penatalaksanaan dengan menggunakan ACE inhibitor
dianjurkan. Untuk memonitor terjadinya ini, skrining retina harus dilakukan secara
rutin.
5. Perawatan kaki
Masalah-masalah di kaki mungkin akan menyebabkan rasa sakit, morbiditas, dan
kelainan fungsional. Lemahnya penglihatan, berkurangnya ketangkasan, dan
kelemahan kognitif mungkin akan memperlambat rekognisi adanya masalah pada
kaki yang akhirnya memperlambat untuk mendapat penanganan yang sesuai,
akhirnya menyebabkan komplikasi yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan
untuk melihat adanya risiko kaki diabetic, pasien harus di edukasi untuk bisa
memeriksa kakinya, memperhatikan kebersihan daerah kaki, dan penggunaan sandal
atau sepatu yang nyaman.
6. Gait dan Keseimbangan
Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang serta
polifarmaasi pada pasien diabetes orang tua dapat berkontribusi pada peningkatan
risiko terjatuh dengan konsekuensi fisik dan psikologik. Dalam hal ini dibutuhkan
peranan dari berbagai multidisiplin.
7. Kelemahan
Pasien diabetes dengan kelemahan fisik dan kognitif harus diperhatikan karena
pasien-pasien ini rentan terhadap infeksi.(British Geriatrics Society, 2019)
H. Penataklasanaan
Hal pertama yang disarankan pada penderita diabetes usia lanjut adalah perubahan pola
hidup dan pengurangan berat badan. European Diabetes Working Party Guidelines
menyarankan HbA1c < 7.0% pada orang tua dengan komorbiditas minimal dan < 8.0%
pada orang tua yang lemah, meskipun standar ini dapat berubah-ubah pada setiap
orangnya, dan harus mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti tingkat disabilitas,
angka harapan hidup, dan ketaatan dalam pengobatan.
1. Monitoring kadar glukosa darah
Monitoring kadar glukosa darah penting sebagai edukasi ke pasien dan membantu
mereka untuk memahami penyakitnya, hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi
apabila terjadi hipoglikemia
2. Agen hipoglikemik oral
 National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE)
merekomendasikan metformin sebagai lini pertaa terapi kecuali mereka yang
mempunyai kontraindikasi seperti kerusakan ginjal, tanda-tanda kerusakan
hati atau hipoksia. Hal ini disebabkan metformin memiliki keuntungan
kardiovaskular dan risiko terjadi hipoglikemia yang rendah.
 Sulfonilurea atau berbagai sediaan insulin secretagogues rapid-acting
termasuk repaglinide dan nateglinide, dapat digunakan sebagai lini pertama
apabila penggunaan metformin dikontraindikasikan atau dapat juga dengan
pengkombinasian dengan metformin saat target glikemik tidak tercapai.
Hipoglikemia merupakan efek samping serius pada orang tua, dan edukasi
kepada pasien atau keluarga pasien merupakan hal yang penting. Agen-agen
long-acting seperti Glibenclamide sebaiknya dihindari akibat risiko
hipoglikemia yang cukup tinggi.
 Thiazolidinediones dapat diberikan sebagai terapi tambahan atau juga dapat
diberikan sebagai monoterapi. Ia kontraindikasi pada penyakit hati atau
NYHA 3 dan NYHA 4, dan penggunaannya harus diawasi pada mereka yang
kehilangan tulang atau fraktur.
 Satu-satunya alpha-glucosidase yang dapat diterima adalah acarbose. Ia tidak
menyebabkan penambahan berat badan ataupun hipoglikemia saat digunakan
monoterapi. Ia dapat digunakan saat agen-agen lain tidak bisa ditoleransi,
tetapi penggunaannya terbatas akibat efek sampingnya pada gastrointestinal.
 Agen-agen terbaru seperti Exenatide (analog glucagon-like peptide-1) dan
Sitagliptin (dipeptidyl peptidase-4 inhibitor). Exenatide dapat digunakan pada
pasien obesitas. Apabila agen ini digunakan sebagai monoterapi tidak
menyebabkan hipoglikemia. Akan tetapi, data keamanan mengenai obat-obat
ini belum banyak.
3. Insulin
Keputusan penggunaan insulin harus didiskusikan bersama antara pasien dan
keluarga. Bagi orang tua yang tergantung kepada orang lain untuk memberikan
insulin, pemberian dosis long acting akan lebih nyaman, meskipun cara ini tidak akan
memberikan kontrol yang baik. Agen insulin terbaru yang long acting seperti
Giargine dan Detemir dapat memperbaiki control glikemi dengan frekuensi
hipoglikemia yang lebih jarang.(British Geriatrics Society, 2019)
I. Pencegahan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya
adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan
asimtomatik (contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi
minor, kebingungan akut, atau depresi).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah Integritas Ego Stress, ansietas Adakah riwayat hipertensi,AMI,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress Ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data Objektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan terdapat
bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya sel -
sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan
rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis /
botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena
menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi
altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras
karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
responterhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan
(daya adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap). Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pemafasan
Otot - otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas
sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah berkurang.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti - kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga
sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50
%, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun ( zoome ) karena otot - otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan
pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi
kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroiden sekresinya tidak berubah,
berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga
laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran,
menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun
sekitar (10 -20 % )

B. Diagnosa Keperawatan
Bedasarkan prioritas diagnosa keperawatan SDKI:
 Nyeri akut b.d agen pecendera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
 Risiko ketidakseimbangan cairan b.d peradangan pancreas
 Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
 Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme

C. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi
1 Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri 1.08238
agen pecendera Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi lokasi,
fisiologis (mis. keperawatan selama 3 x 24 jam karakteristik, durasi,
inflamasi, masalah nyeri akut dapat teratasi frekuensi, kualitas,
iskemia, dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
neoplasma)  Keluhan nyeri Menurun  Identifikasi skala nyeri non
 Meringis Menurun verbal
 Gelisah Menurun  Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapieknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika
perluIdentifikasi respons
nyeri
2 Risiko Keseimbangan Cairan L.03020 Manajemen Cairan I.03098
tidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Berikan asupan cairan,
cairan b.d keperawatan selama 3 x 24 jam sesuai kebutuhan
peradangan masalah risiko ketidakseimbangan  Berikan cairan intravena,
pankreas cairan dapat teratasi dengan jika perlu
kriteria hasil: Pemantauan Cairan 1.03121
 Asupan cairan Membaik  Monitor tekanan darah
 Kelembaban membran  Identifikasi tanda-tanda
mukosa Membaik hypovolemia
 Tekanan Darah Membaik (mis.frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
3 Perfusi perifer Perfusi Perifer L.02011 Perawatan Sirkulasi I.02079
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan  Periksa sirkulasi perifer
b.d keperawatan selama 3 x 24 jam (mis. nadi perifer, edema,
hiperglikemia masalah perfusi perifer tidak pengisian kapiler, warna,
efektif dapat teratasi dengan suhu, ankle-brachial index)
kriteria hasil:  Identifikasi faktor resiko
 Denyut nadi perifer gangguan sirkulasi (mis.
Menurun diabetes, perokok, orang
 Edema Perifer Meningkat tua, hipertensi dan kadar
 Pengisian Kapiler kolesterol tinggi)
Meningkat  Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas 3.4 Lakukan
perawatan kaki dan kuku
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan kulit
kering pada kaki)
D. Implementasi

E. Evaluasi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai