Anda di halaman 1dari 6

RESUME VIII

PSIKOLOGI KONSELING

“Kesiapan (Readiness) dalam Konseling”

Dosen :

Dr. Netrawati, M.Pd,. Kons.

Disusun Oleh :

Giva Raudatul Jannah ( 21006118)

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
A. Pengertian Kesiapan

Kata kesiapan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 1059) berasal
dari kata siap, yang berarti “sudah bersedia (untuk)”, sehingga dengan
mendapatkan awalan ke- dan akhiran –an dapat diartikan bahwa kesiapan adalah
suatu perbuatan atau tindakan (termasuk hal atau rancangan dan sebagainya) yang
sudah tersedia, yang mengarah kepada suatu tujuan tertentu.

Kesiapan adalah hal penting yang harus ada ketika individu melakukan
suatu hal, adapun pengertian kesiapan menurut Sukardi (2007:58) kesiapan
merupakan kemampuan untuk menerima suatu situasi dan bertindak dengan
cepat. Dengan begitu individu bisa dikatakan ia siap menghadapi suatu hal adalah
ketika ia mampu untuk merespon stimulus dengan cepat dan tepat.

Menurut Surya (dalam Mulyasa, 2004: 197) Kesiapan dapat diartikan


sebagai sejumlah pola-pola atau kecakapan tertentu yang diperlukan untuk suatu
tindakan. Dalam teori yang dikemukakan oleh Thorndike, kesiapan merupakan
salah satu hukum yang ada dalam teori belajarnya yaitu hukum kesiapan atau Law
of Readiness yang berbunyi “Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang
kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat”.
Organisme yang dimaksud disini adalah individu yang mempunyai kesiapan
dalam melakukan hal/pekerjaannya yang memperoleh hasil memuaskan karena
semua keputusan dan tindakan dipertimbangkan dengan matang sesuai dengan
stimulus yang diterima.

Menurut Sudarsono dalam Tri Anni (2006: 21) yaitu kesiapan untuk
menanggapi atau bereaksi menerima reaksi tertentu, ada tiga keadaan yang
menunjukkan berlakunya hukum ini, yaitu:

1. Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berprilaku dan


dapat melaksanakannya, maka dia akan mengalami kepuasan.
2. Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berprilaku tetapi
tidak dapat melaksanakannya, maka ia akan merasa kecewa.
3. Apabila individu tidak memiliki kesiapan untuk bertindak atau
berperilaku, dan dipaksa untuk melakukannya maka akan menimbulkan
keadaan yang tidak memuaskan.

Berdasarkan beberapa pengertian kesiapan diatas dapat disimpulkan


bahwa yang dimaksud kesiapan adalah titik kematangan seseorang yang meliputi
kapasitas fisik dan mental untuk belajar, disetai pemahaman yang dimiliki dan
diperlukan suatu tindakan.

Kesiapan konselor sangat diperlukan karena dalam hal ini konselor


melaksanakan suatu program baru di sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan
dan karakteristik siswa sehingga dapat membantu siswa menjadi pandai, mandiri,
bertanggung jawab dan dapat mengembangan potensinya secara optimal.
Pelaksanaan program baru di sekolah tidak terlepas dari kendala atau masalah,
agar dapat meminimalisir adanya kendala dalam melaksanakan layanan BK sesuai
KTSP maka perlu adanya kesiapan yang tinggi.

Kesiapan konselor merupakan kemampuan konselor untuk melaksanakan


layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilihat dari pemahaman konselor
dalam layanan bimbingan dan konseling sehingga dapat diaplikasikan melalui
sikap konselor. Pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat,
merupakan wujud dari kesiapan konselor dalam melaksanakan layanan konseling.
Konselor dikatakan siap jika konselor telah berhasil memenuhi semua yang
terkandung dalam wujud kesiapan konselor diatas. Dari beberapa wujud kesiapan
tersebut peneliti memfokuskan penelitian pada wujud kesiapan konselor yaitu
pemahaman dan sikap konselor terhadap layanan BK sesuai KTSP karena kalau
hanya ditinjau dari pemahaman saja masih kurang bila tidak diimbangi dengan
sikap konselor tersebut. Dalam wujud kesiapan pemahaman konselor didalamnya
sudah mencakup pengetahuan dan nilai/keyakinan sedangkan dalam sikap
konselor terdapat minat konselor untuk melakukan sesuatu didalamnya terhadap
KTSP.

B. Keefektifan dalam Konseling.

Apabila ditinjau dari diri klien keefektifan konseling mengikuti lima


tahapan (Prayitno & Amti, 2010). Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Klien menyadari bahwa dirinya bermasalah

Seringkali banyak ditemukan bahwa seseorang tidak menyadari bahwa


dirinya bermasalah. Meskipun banyak orang memandang bahwa sebetulnya
dia bermasalah. Kenapa tidak, misalnya, seorang bapak anak-anaknya tidak
sekolah, seorang mahasiswatidak siap menghadapi ujian akhir semester, dan
seorang istri dikhianati oleh suaminya dan sebagainya. Individu yang tidak
sadar bahwa dia memiliki masalah apabila diberi juga pelayanan konseling
tentu hasilnya bakal tidak efektif. Demikian tugas pertama konselor adalah
membangkitkan kesadaran bahwa dia mengalami masalah.

2. Klien menyadari bahwa dirinya memerlukan bantuan orang lain untuk


mengentaskan masalah yang dialaminya.

Ada orang meskipun dia menyadari bermasalah, namun tidak


menyadari bahwa dia memerlukan bantuan. Individu ini cenderung pasrah
dengan kondisi bermasalah, dan menganggap sesuatu yang harus diterima dan
dijalani. Atau barangkali orang ini tidak mengetahui bahwa masalahnya itu
dapat diatasi dengan bantuan dari oranglain.

3. Klien mencari sumber (dalam hal ini konselor) yang dapat memberikan
bantuan.

Apabila klien sudah menyadari bahwa masalahnya ini dapat


dientaskan dengan cara dibantu orang lain yang lebih ahli, maka hendaklah
dicarinya “orang” yang dapat membantu tersebut. Apabila dia meminta
bantuan kepada sembarangan orang dapat terjadi bahwa masalahnya dapat
menjadi bertambah rumit dan kompleks. Dengan demikian pengetahuan
tentang profesi dan personal yang dapat memberikan bantuan
perlu diperolehnya.

4. Klien terlibat secara aktif dalam proses perbantuan (dalam hal ini konseling).

Apabila seseorang telah menjalani proses bantuan, dia harus terlibat


dalam arti tidak bersifat pasif, namun harus aktif. Keaktifan di sini maksudnya
adalah aktif berpikir, aktif menanggapi, aktif memberikan informasi yang
diperlukan dan juga aktif melakukan latihanlatihan yang mungkin diberikan
konselor. Tanpa keaktifan seperti yang dimaksudkan itu maka konseling tidak
dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan.

5. Klien menerapkan hasil upaya perbantuan

Sebagus apapun hasil konseling, misalnya ada sejumlah kegiatan yang


sangat tepat dan bagus sekali dilakukan klien dalam rangka pengentasan
masalahnya, sebagai hasil dari pembahasan konseling, namun klien tidak
menjalankannya, akan tidak ada artinya. Kegiatan adalah langkah tindak
lanjut konseling, hasil kegiatan tersebutlah yang menjadi indikator
keberhasilan konseling. Tentunya dalam konseling ada klien-klien yang tidak
menerapkan hasil upaya bantuan dengan berbagai alasan. Oleh karena itu
hendaklah menjadi bahan kajian untukevaluasi konsep yang sudah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi 3).
Jakarta: Balai Pustaka

Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK.


Bandung: PT. Rosdakarya

Prayitno., & Amti, E. (2010). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konsleling. Jakarta:


Ghalia Indonesia.

Sukardi, Dewa Ketut. 2007. Pengantar Pelaksanaan Program BK di Sekolah.


Jakarta: Rineka cipta

Tri Ani, Chatarina. 2006. Psikologi Belajar. UNNES Press

Anda mungkin juga menyukai