Anda di halaman 1dari 12

MODEL DAN SEJARAH LAHIRNYA PENDIDIKAN

DAN INTELEKTUAL ISLAM DI KAMPUS

Diajukan untuk memenuhi tugas Mereview Buku


Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu
Dr. Hj. Siti Munawati, M.Pd.I

Disusun oleh
Afdan Fayrul Admi (46123010115)

FAKULTAS PSIKOLOGI
PRODI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA WARUNG BUNCIT

1
MODEL DAN SEJARAH LAHIRNYA PENDIDIKAN DAN
INTELEKTUAL ISLAM DI KAMPUS

A. Identitas Buku

Judul : Pengembangan Kurikulum

Pengarang : Dr. Hj. Siti Munawati, M.Pd.I

Penerbit : YPM

Edisi Terbit : Cetakan I / Oktober 2019

Kota Penerbit : Tangerang Selatan

Tebal : V + 256 Halaman

B. Latar Belakang
Model dan sejarah lahirnya pendidikan Islam dan intelektual kampus
merupakan aspek penting dalam perkembangan pemikiran dan budaya Islam.
Pendidikan Islam di kampus didasarkan pada sumber primer Islam seperti Al-
Quran, Sunnah, Ijtihad dan Ijma. Penekanan pada perolehan akhlak dan budi
pekerti yang luhur, merupakan hakikat pendidikan Islam yang sesungguhnya.
Mahasiswa sebagai pewaris ilmu mempunyai peran strategis dalam
mengembangkan kembali ilmu pengetahuan dan pemikiran Islam.
Sejarah pendidikan Islam di kampus membawa kita pada masa awal Islam,
dimana masjid merupakan tempat utama untuk belajar agama. Pusat-pusat studi
Islam tumbuh dari masjid-masjid, menciptakan pusat-pusat studi Islam klasik di
berbagai kota. Di Indonesia, pendidikan Islam telah menjadi prioritas sejak awal,
tercermin di berbagai lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga
universitas. Intelektual Muslim yang hadir di kampus, baik kepala sekolah,
pejabat, dosen, dan mahasiswa, mempunyai tanggung jawab penting dalam
pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Mahasiswa sebagai agen regenerasi akan memegang peranan penting
dalam perkembangan peradaban Islam di masa depan. Perguruan tinggi
mempunyai peran strategis dalam membangun peradaban Islam, tidak hanya

2
dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan tetapi juga dalam menerapkan konsep
pendidikan inklusif dan mendorong masyarakat sipil.
Sebagai kelanjutan dari pengajaran pada tingkat dasar dan menengah,
pendidikan Islam di perguruan tinggi memiliki peran penting dalam
mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman,
bertakwa, berakhlak, dan berilmu. Dengan harapan bahwa mahasiswa akan
menjadi agen perubahan yang membawa angin segar bagi masyarakat dan
kehidupan sosial, perguruan tinggi berperan dalam membentuk karakter dan
kualitas bangsa.
C. Model Pendidikan Islam di Kampus
Pendidikan Islam di kampus menggambarkan sebuah upaya penting dalam
mengarahkan mahasiswa untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan ilmu
pengetahuan modern. Filosofi pendidikan ini memanfaatkan sumber-sumber
utama Islam seperti Al-Quran, Sunnah, Ijtihad, dan Ijma sebagai landasan utama.
Hakikat sejati dari pendidikan Islam di kampus adalah mewujudkan akhlak dan
budi pekerti yang luhur. Mahasiswa, sebagai pewaris ilmu, memegang peran
strategis dalam mengembangkan pemikiran dan ilmu pengetahuan Islam.
Penting untuk diingat bahwa pendidikan di perguruan tinggi tidak hanya
tentang akumulasi pengetahuan, tetapi juga pembentukan pribadi yang
berintegritas dan mampu memberikan dampak positif pada masyarakat. Dengan
pemahaman ini, mari kita melangkah lebih jauh dengan tabel yang akan
memberikan gambaran rinci mengenai model pendidikan Islam secara teoritis
dengan pendekatan filosofis.

Tabel 1
Model pendidikan Islam secara teoritis
Aspek Penjelasan
Aspek filosofis Manusia sebagai hamba Tuhan telah dikaruniai kemampuan
atau kodrat dasar, dinamis dan memiliki kecenderungan
sosial keagamaan dalam struktur psiko-fisik (fisik –
spiritual) untuk taat dan berserah diri sepenuhnya kepada
Sang Pencipta yang Maha Esa pada tingkat perkembangan
yang optimal.
Aspek manusia dikaruniai kemampuan dasar untuk memperoleh

3
epistemologis ilmu pengetahuan dan kepercayaan kepada Sang Pencipta
sesuai dengan kemampuan manusia.
Aspek manusia adalah makhluk yang belajar sepanjang hayat
pedagogis berdasarkan nilai-nilai Islam

Berbagai macam sumber ajaran Agama Islam yang menjadi landasan bagi
pendidikan Agama Islam sesuai dengan kedudukan dan kegunaanya yaitu:

Gambar 1
Sumber pokok ajaran Agama Islam

Al-Qur’an

Sunnah Ijtihad Ijma

1. Al-Qur’an
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, secara jelas diartikan sebagai wahyu
langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.
Isinya meliputi 114 surah (bab) dengan lebih dari 6.000 ayat, merangkum ajaran
tentang akhlak, hukum, etika, orientasi hidup, sejarah dan peristiwa masa lalu. Al-
Qur'an dianggap sebagai sumber agama Islam yang utama dan tertinggi, dianggap
sebagai pedoman sempurna yang tidak dapat diubah oleh manusia.
Kedudukannya sebagai wahyu ilahi menjadikannya sebagai tumpuan utama
dalam pengembangan ajaran dan praktik keagamaan umat Islam. Sebagai panduan
yang sempurna, Al-Qur'an memberikan landasan moral dan etika, menetapkan
hukum Syariah, dan memberikan panduan dalam kehidupan sehari-hari umat
Islam. Kemurnian dan keunggulan Al-Qur'an menempatkannya sebagai sumber
hukum yang tiada bandingannya, menjadi pedoman utama dalam menjalani dan
mencari keridhaan Allah SWT.
2. Sunnah
Sunnah mengacu pada tindakan, perkataan dan persetujuan diam Nabi
Muhammad SAW. Sunnah disebarkan melalui hadits, yang merupakan kisah

4
tentang tindakan dan perkataan Nabi. Hadits-hadits tersebut memberikan contoh
konkrit bagaimana Rasulullah menjalani kehidupan sehari-hari, memberikan
penjelasan lebih dalam mengenai ayat-ayat Al-Quran, dan memberikan nasehat
praktis dalam menjalani hidup.
Sunnah menempati tempat yang sangat penting dalam Islam, bersama
dengan Al-Qur'an, yang merupakan hukum Syariah dan membimbing pelaksanaan
ibadah dan kehidupan sehari-hari umat Islam. Kedua sumber ini saling
melengkapi dan menjadi landasan utama ajaran dan amalan agama Islam. Sunnah,
sebagai contoh kehidupan Nabi, menjadi pedoman untuk memahami dan
menerapkan ajaran Al-Qur'an, sehingga memperkaya dan menjelaskan lebih lanjut
nilai-nilai dan norma-norma Islam.
3. Ijtihad
Ijtihad adalah usaha para ulama atau ulama dalam memikirkan dan
menafsirkan hukum Islam dalam rangka menegakkan hukum atau menyelesaikan
permasalahan yang tidak diatur secara jelas dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Proses
ijtihad meliputi penalaran, analisis dan penyimpulan hukum Islam berdasarkan
prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Artinya, ijtihad bertujuan untuk menerapkan
prinsip-prinsip Islam dalam konteks kontemporer, di mana persoalan-persoalan
tertentu mungkin tidak dijelaskan secara jelas dalam sumber-sumber primer.
Kedudukan ijtihad penting dalam konteks hukum Islam yang fleksibel,
memberikan kemampuan untuk menyesuaikan ajaran agama dengan perubahan
zaman dan kebutuhan umat Islam. Dengan demikian, ijtihad berperan sebagai alat
untuk menjaga relevansi dan keberlanjutan hukum Islam dalam menghadapi
tantangan dan dinamika perubahan sosial.
4. Ijma
Ijma merujuk pada kesepakatan para ulama Islam dalam menetapkan suatu
hukum atau pendapat dalam hal tertentu, yang didasarkan pada Al-Quran dan
Sunnah. Konsep ijma menggambarkan keselarasan pandangan antara ulama
terkemuka dalam menyelesaikan suatu masalah hukum atau membuat keputusan
tertentu. Ijma, dengan demikian, mencerminkan kesepakatan resmi umat Islam
yang diwakili oleh para ahli hukum Islam.

5
Dalam konteks isi, ijma menyajikan hasil kesepakatan yang diterima
bersama mengenai suatu masalah tertentu. Kesepakatan ini memberikan pijakan
bagi formulasi kebijakan atau hukum Islam yang bersifat kolektif dan umum.
Meskipun ijma dianggap sebagai otoritas hukum yang kuat dalam Islam, perlu
dicatat bahwa pandangan para ulama modern mungkin berbeda mengenai
relevansinya dalam konteks saat ini. Beberapa orang mungkin memandang ijma
sebagai sumber hukum yang penting dan relevan, sementara yang lain mungkin
memandang lebih kritis terhadap penggunaannya dalam menanggapi perubahan
zaman.
D. Sejarah Lahirnya Pendidikan Islam di Kampus
Kisah lahirnya pendidikan Islam di kampus mempunyai akar yang kuat
dalam perkembangan pemikiran dan kebudayaan Islam. Pendidikan Islam sejak
awal Islam menjadi tujuan utama penyebaran dan penguatan ajaran agama. Pada
awalnya masjid merupakan pusat utama pembelajaran agama, dan seiring
berjalannya waktu berkembang menjadi pusat studi Islam yang lebih terstruktur.
Pada masa awal Islam, Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya
memanfaatkan masjid sebagai tempat belajar dan menyebarkan ajaran Islam.
Masjid-masjid ini kemudian berkembang menjadi pusat kajian Islam klasik di
berbagai kota, seperti Mekkah, Madinah (Hijaz), Basra, Kufah (Irak), Damaskus,
Palestina (Syam) dan Fistat (Mesir), di samping pusat-pusat penelitian awal
lainnya.
Pusat-pusat studi Islam ini menjadi tempat berkumpulnya para ulama,
cendekiawan, dan mahasiswa untuk mendalami ajaran Islam. Pendidikan di masa
itu mencakup pembelajaran Al-Qur'an, Hadits, Fiqih, dan berbagai disiplin ilmu
agama lainnya. Pembelajaran ini dilakukan secara langsung dari guru ke murid
dan seringkali melibatkan diskusi dan debat untuk meningkatkan pemahaman.
Pada masa kejayaan Islam, seperti pada zaman pemerintahan Khalifah
Abbasiyah di Baghdad, pusat studi Islam mencapai puncak kejayaannya.
Universitas atau Baitul Hikmah didirikan, dan para cendekiawan Muslim
berkumpul untuk mendalami ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin, termasuk

6
kedokteran, matematika, astronomi, dan lainnya. Pada masa inilah konsep
pendidikan formal di kampus mulai berkembang.
Seiring dengan berkembangnya agama Islam di berbagai daerah, pusat-
pusat kajian Islam pun berkembang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di
negeri ini, pendidikan Islam telah menjadi prioritas sejak awal penyebaran Islam.
Pendidikan Islam di Indonesia dimulai dari sekolah dasar hingga universitas. Pada
awal abad ke-20, berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam berdiri di Indonesia,
seperti sekolah menengah atas yang didirikan Persatuan Guru Muslim (PGAI) di
Padang pada tahun 1940. Ide pendirian perguruan tinggi Islam juga muncul dari
tokoh Muhammadiyah dan tokoh seperti Dr. Satiman Wirjosandjojo.
Namun perkembangan pendidikan Islam di Indonesia tidak lepas dari
situasi politik dan sosial. Perang Dunia II mempengaruhi sejumlah ide dan
rencana pendidikan Islam. Akhirnya pada tahun 1950 berdirilah Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam Negeri (PTAIN) yang menjadi cikal bakal berdirinya lembaga
pendidikan tinggi Islam di Indonesia.

Tabel 2
Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Tahun Peristiwa
Pendidikan di masjid-masjid sebagai pusat utama
Awal Islam
pembelajaran agama.
Berdirinya berbagai lembaga pendidikan Islam tinggi di
Abad ke-20
Indonesia.
Tahun 1940 Didirikannya sekolah tinggi oleh PGAI di Padang.
Berdirinya PTAIN sebagai cikal bakal pendidikan islam
Tahun 1950
tinggi.
`
Pendidikan Islam di kampus tidak hanya fokus pada pengumpulan ilmu
agama tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan
modern. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan Islam secara keseluruhan, yang
menekankan tidak hanya pada pengembangan jasmani dan intelektual, tetapi juga
pembentukan nilai-nilai moral dan etika yang tinggi.

7
Sejarah lahirnya pendidikan Islam di kampus memberikan dampak yang
besar terhadap perkembangan pemikiran dan budaya Islam di Indonesia dan
dunia. Peran mahasiswa sebagai pewaris ilmu pengetahuan dan agen regenerasi
sangat penting dalam melanjutkan perjuangan melestarikan dan mengembangkan
warisan intelektual Islam.
E. Intelektual Islam di Kampus
Intelektual, atau Cendikiawan, berasal dari kata bahasa Inggris
“intelektual” yang berarti orang yang mempunyai pikiran dan hati nurani yang
jernih. Dalam bahasa Arab, istilah Cendikiawan diartikan sebagai “ulu albab”,
yang secara harfiah berarti orang yang menggunakan kecerdasannya untuk
memahami fenomena alam dan sosial, kemudian merekonstruksinya menjadi ilmu
pengetahuan.
Beberapa pandangan tentang kecerdasan meliputi kemampuan
memperoleh dan menerapkan pengetahuan serta kemampuan intelektual umum
yang meliputi kemampuan menalar, menghasilkan pemikiran, dan menyesuaikan
pemikiran seseorang untuk mencapai mendapatkan hasil akhir.
Tabel 3
Pendapat Para Ahli Mengenai Intelektual
Ahli Pendapat tentang Intelektual
Gunarsa Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan
suatu individu untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
menerapkannya dalam kaitannya dengan lingkungan
dan permasalahan yang timbul.
Andrew Crider Intelektual itu seperti listrik yang mudah diukur tetapi
sulit didefinisikan.
Alfred Binet Intelegensi adalah kapasitas intelektual umum yang
mencakup kemampuan menalar dan menilai,
menciptakan dan merumuskan arah berfikir spesifik,
menyesuaikan fikiran dan pencapaian hasil akhir, dan
memiliki kemampuan mengeritik diri sendiri.

Intelektualitas dalam konteks ini secara khusus merujuk pada mahasiswa


sebagai kelompok yang sangat condong untuk membangun dan mewarisi ilmu
pengetahuan. Mahasiswa sering disebut sebagai intelektual karena mereka
memiliki peran kunci dalam regenerasi ilmu di masa depan. Sebagai pewaris ilmu,

8
mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk menggali, mengembangkan, dan
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh selama pendidikan tinggi.
Kualitas suatu bangsa diidentifikasi dan ditentukan oleh kualitas mahasiswa yang
dihasilkan oleh lembaga pendidikan tinggi tempat mereka menimba ilmu.
Pentingnya peran mahasiswa sebagai pewaris ilmu juga tercermin dalam
kontribusinya terhadap perkembangan masyarakat dan negara. Oleh karena itu,
faktor penentu dalam pembentukan intelektual seseorang tidak hanya bergantung
pada kapasitas individu, tetapi juga dipengaruhi secara signifikan oleh lembaga
pendidikan tinggi tempat mereka mengenyam pendidikan. Perguruan tinggi, yang
dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas,
menjadi katalisator penting dalam membentuk intelektualitas mahasiswa.
Peran perguruan tinggi tidak sebatas menyebarkan ilmu pengetahuan tetapi
juga bertanggung jawab membangun peradaban, khususnya dalam konteks Islam.
Salah satu solusinya adalah dengan melatih intelektual profesional. Para
intelektual ini diharapkan mampu memadukan ilmu akademik dengan nilai-nilai
keislaman sehingga mampu berkontribusi aktif dalam berbagai bidang, baik ilmu
pengetahuan, teknologi, sosial budaya, dan kimia.
Dalam membangun peradaban Islam, perguruan tinggi diharapkan dapat
menghasilkan lulusan yang tidak hanya dapat dipercaya secara akademis tetapi
juga peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan etika. Dengan demikian,
pendidikan tinggi menjadi pusat pembentukan karakter dan peningkatan kapasitas
intelektual sehingga membawa manfaat tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi
seluruh masyarakat dan bangsa. Adapun peranan perguran tinggi dalam
membangun peradaban Islam salah satunya dengan menghasilkan para intelektual
yang professional. Didalamnya terdiri dari:
Gambar 2
Kalangan Intelektual Kampus

Rektor

Birokrat

9
Dosen

Mahasiswa

Penjelasan mengenai kalangan intelektual kampus:


A. Rektorat
Jabatan rektor merupakan puncak kepemimpinan pendidikan tinggi
Indonesia. Sebagai pemimpin institusi, presiden bertanggung jawab atas arah
strategis dan keberlanjutan institusi pendidikan tinggi. Kepemimpinan perguruan
tinggi memegang peranan penting dalam menentukan kebijakan, mengelola
sumber daya dan mengarahkan pengembangan akademik dan non-akademik
sekolah. Dalam kerangka intelektual, rektorat memimpin dalam membentuk visi
dan misi pendidikan tinggi dan menciptakan lingkungan yang mendukung
pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektual.
B. Birokrat
Birokrat di kampus memiliki tanggung jawab khusus dalam membantu
mahasiswa menyelesaikan permasalahan administratif. Mereka bertugas untuk
memastikan kelancaran administrasi, termasuk pendaftaran, administrasi
keuangan, dan hal-hal terkait lainnya. Dalam konteks kalangan intelektual
kampus, birokrat memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang
mendukung fokus mahasiswa pada proses pembelajaran dengan mengurangi
beban administratif yang mungkin dapat menghambat proses akademis.
C. Dosen
Dosen adalah profesional pendidikan dan ilmuwan yang memiliki tugas
utama dalam mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Mereka tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga
sebagai mentee bagi mahasiswa. Peran dosen dalam kalangan intelektual kampus
sangat signifikan, karena mereka menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan bagi

10
mahasiswa, menjembatani transfer pengetahuan dari generasi sebelumnya kepada
generasi penerus.
D. Mahasiswa
Mahasiswa adalah istilah yang merujuk kepada individu yang tengah
menjalani pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi, yang dapat berupa sekolah
tinggi, akademik, dan paling umum adalah universitas. Mereka merupakan
kelompok intelektual di kampus yang berada dalam fase pembelajaran aktif.
Mahasiswa memiliki peran krusial dalam keberlangsungan intelektualitas kampus
karena mereka tidak hanya menjadi penerima ilmu, tetapi juga kontributor dalam
pembentukan lingkungan akademis yang dinamis.
F. Hasil Reviewer
1. Dalam tulisan ini, materi yang disajikan tidak mencakup data atau
perkembangan terkini dalam dunia pendidikan Islam di kampus.
Keterbatasan informasi kontemporer dapat merugikan pemahaman terkini
pembaca.
2. Meskipun membahas model pendidikan Islam dan sejarahnya, penjelasan
yang disajikan kurang memberikan kerangka konseptual yang jelas, seperti
definisi operasional dari konsep-konsep yang digunakan.
3. Pembahasan sejarah lahirnya pendidikan Islam di kampus cenderung bersifat
regional, terutama fokus pada Indonesia. Ini dapat mengurangi keuniversalan
bahan bacaan untuk konteks global atau lintas budaya.
4. Penjelasan yang disajikan cenderung bersifat deskriptif dan kurang dalam
memberikan analisis kritis terhadap perkembangan pendidikan Islam di
kampus. Tidak ada pembahasan yang mendalam mengenai tantangan atau
kritik terhadap model-model yang diusulkan.
5. Meskipun membahas peran intelektual di kampus, materi yang dipaparkan
tidak menyajikan perspektif kritis atau kontroversial terkait intelektualitas di
institusi pendidikan Islam.
6. tidak memberikan perbandingan dengan model pendidikan dari tradisi lain,
sehingga pembaca kehilangan konteks perbandingan yang penting.
G. Saran Reviewer

11
Buku ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang pentingnya
pendidikan Islam di kampus, dengan fokus pada sejarah, model pendidikan, dan
peran intelektual di dalamnya. Sebagai seorang reviewer, saya ingin memberikan
beberapa saran konstruktif.
Pertama, penekanan pada pentingnya mahasiswa sebagai pewaris ilmu dan
agen regenerasi sangat kuat. Namun, bisa lebih bermanfaat jika diperluas dengan
memberikan contoh konkret atau studi kasus tentang bagaimana mahasiswa dapat
mengimplementasikan pengetahuan mereka dalam masyarakat dan bagaimana
mereka dapat menjadi agen perubahan yang positif.
Kedua, dalam menjelaskan model pendidikan Islam di kampus, penulis
menyajikan tabel yang memberikan gambaran teoritis dan filosofis. Namun, saya
sarankan agar tabel tersebut dapat diperinci lebih lanjut dengan memberikan
contoh aplikasi konsep-konsep tersebut dalam konteks pendidikan praktis di
kampus.
Ketiga, pada bagian yang membahas intelektual Islam di kampus, penulis
dapat memberikan lebih banyak contoh nyata tentang bagaimana rektorat,
birokrat, dosen, dan mahasiswa dapat berkolaborasi untuk membangun peradaban
Islam. Hal ini dapat memperkuat argumen dan memberikan inspirasi lebih lanjut
kepada pembaca.
Terakhir, penulis dapat menambahkan bagian atau sub-bagian yang
membahas tantangan dan peluang yang dihadapi pendidikan Islam di kampus saat
ini. Ini dapat memberikan konteks yang lebih aktual dan relevan dengan pembaca,
mengingat perubahan dinamis dalam dunia pendidikan.
Secara keseluruhan, buku ini memberikan kontribusi berharga dalam
pemahaman pendidikan Islam di kampus. Dengan sedikit perincian tambahan dan
contoh konkret, buku ini dapat menjadi panduan yang lebih praktis dan inspiratif
bagi pembaca yang beragam.

12

Anda mungkin juga menyukai