Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PROSES DAN CONTOH PENGEMBANGAN KURIKULUM SERTA ORANG-ORANG


YANG TERLIBAT DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Kurikulum

Dosen pengampu: Prof. Dr. Abna Hidayati, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5:

Nabila Amanda (23004092)

Aritha Dewi Mulia Muslim (23004001)

M.Abid Ihsan Ozzy (23004140)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Penyusunan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai
mahasiswa serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami lakukan.
Dalam tugas ini kami akan membahas mengenai “Proses Pengembangan Kurikulum”. Dengan ini
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
mendukung kami terutama kepada dosen mata kuliah Dasar-Dasar Kurikulum selaku pembimbing
kami.

Tiada gading yang tak retak, demikian pepatah mengatakan. Kami sadari tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan kami.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi kita
semua.

Padang, 20 September 2023

2
Penulis

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan ........................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4-5

1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................... 5

BAB II Pembahasan ........................................................................................................ 6

2.1 Proses Pengembangan Kurikulum ............................................................................ 6-14

2.2 Contoh Pengembangan Kurikulum .......................................................................... 14-17

2.3 Orang-Orang Yang Terlibat Dalam Pengembangan Kurikulum .......................... 18

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 19

3.2 Saran ............................................................................................................................ 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurikulum adalah seperangkat atau sistem rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pembelajaranyang menjadi pedoman dalam aktivitas belajar mengajar. Pengertian kurikulum
diatas memberikan implikasi perlunya dirancang seperangkat rencana pembelajaraan bagi
peserta didik agar dia memperoleh pengalaman belajar.

Seperangkat rencana tersebut dapat berupa unit-unit pelajaran, atau kegiatan belajar, atau
program sekolah. Semua rencana tersebut dapat dilaksanakan di sekolah atau diluar sekolah
atas arahan guru, asalkan membuahkan pengalaman belajar bagi peserta didik.

Agar mampu menghasilkan peserta didik yang sesuai diinginkan, maka perlu dirancang
sejumlah pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Dalam merancang sejumlah
pengalaman belajar tersebut, maka kurikulum perlu dikembangkan secara intensif oleh para
praktisi pendidikan.

Dalam pengembangan kurikulum terdapat sejumlah model yang dikemukakan oleh para
ahli kurikulum. Salah satunya yang dikemukakan oleh Print (1993: 85) menjelaskan bahwa
dalam proses pengembangan sebuah kurikulum ada sejumlah langkah yang perlu dijelaskan
secara sikuen dan berkelanjutan. Langkah tersebut dimulai dari menganalisis situasi,
dilanjutkan dengan analisis tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan khusus, menganalisis
konten yang sesuai, menganalisis pengalaman belajar, menganalisis evaluasi dan selanjutnya
dilanjutkan kembali menganalisis situasi kembali. Proses yang digunakan dalam
pengembangan kurikulum tersebut merupakan satu hal berkelanjutan dan merupakan sabuah
siklus

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pengembangan kurikulum?
4
2. Apa contoh dari proses pengembangan kurikulum?
3. Siapa yang terlibat dalam proses pengembangan kurikulum?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pengembangan kurikulum
2. Untuk mengetahui contoh dari proses pengembangan kurikulum
3. Untuk mengetahui orang-orang yang terlibat dalam proses pengembangan kurikulum

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PROSES PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Analisis Situasional

Analisis situasional merupakan tahapan yang pertama dilakukan dalam pengembangan


sebuah kurikulum. Print (1993:109) menjelaskan analisis situasional didefinisikan sebagai
sebuah proses untuk memeriksa konteks dari kurikulum yang akan dikembangkan dan
mengaplikasikannya dalam kurikulum yang telah direncanakan.

Print (1993:111) menjelaskan bahwa analisis situasional mencakup:

• Identifying local need of students, parents, teachers, and the community,


• Understanding the local curriculum context,
• Facilitating planning and subsequent curriculum development,
• Providing a systematic database for devising curriculum goals and objectives.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diperoleh informasi bahwa dalam


melakukan analisis situasional tersebut terlebih dahulu harus mengidentifikasi kebutuhan
dari siswa yang bersangkutan, orangtua dan masyarakat, harus mempertimbangkan
konteks lokal dari kurikulum. Selanjutnya memfasilitasi perencanaan dan subsekuen dari
pengembangan kurikulum serta menyediakan data yang sistematis untuk mendefinisikan
tujuan umum dan khusus dari kurikulum. Dalam melakukan analisis situasional atau yang
juga dikenal dengan analisis kebutuhan ini berarti pengembang kurikulum dalam hal ini
menjelaskan pentingnya sebuah kurikulum tersebut dikembangkan. Pentingnya
pengembangan tersebut ditinjau dari sisi siswa, orangtua bahkan masya- rakat. Sebuah
kurikulum dikembangkan pasti memiliki tujuan tertentu, dan hal tersebutlah yang
dianalisis oleh para pengembang kurikulum sehingga mereka bisa membuat sebuah
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, orangtua bahkan masyarakatnya.
Siribaddana (2010), menjelaskan bahwa need analysis dalam kurikulum tersebut yakni,
Perceived needs, Expressed needs, Comparative needs, Unperceived needs, Unperceived
needs. Prescribed needs.

6
a) Perceived needs.
Siribaddana (2010) menjelaskan "when the students are assessed to gather their perception
on what they want to learn, it can be defined as assessing perceived needs." Hal ini berarti
bahwa kurikulum terse- but dikembangkan sesuai kebutuhan yang berkembang di
lapangan.

b) Expressed needs
Siribaddana (2010) menjelaskan bahwa similar to perceived needs, the expressed needs
would also be derived from the students and is what the students say that they want to learn.
It will be rather useful in planning out individual training sessions. Menurut kutipan di atas,
di- jelaskan bahwa kurikulum dikembangkan bukan hanya berdasarkan ke- butuhan yang
dirasakan, namun juga kebutuhan siswa tersebut bahwa mereka ingin belajar. Hal ini sangat
berguna dalam mengembangkan kebutuhan individu.

c) Comparative needs
Menurut Siribaddana (2010), kurikulum dikembangkan juga berdasar- kan perbandingan
kebutuhan dari kebutuhan pelatihan yang telah di- jalankan dengan apa yang akan
dilaksanakan. Jadi berdasarkan perban- dingan tersebut maka bisa dirancang kurikulum
yang baru.

d) Unperceived needs.
Kurikulum dikembangkan selain juga berdasarkan kebutuhan siswa yang bersangkutan,
juga didasarkan pada kebutuhan, misalnya pada beberapa program pembelajaran yang
spesifik dianalisis apa yang akan dikembangkan dalam kurikulum.

e) Prescribed needs(2010)
menjelaskan, curriculum revisions can be thought of as being based on prescribed
needs and would derived through the identified deficiencies of the current educational
programme.

Berdasarkan kutipan di atas, dijelaskan bahwa analisis kurikulum juga berdasarkan


revisi yang dapat dianggap sebagai yang berbasis pada kebutuhan yang ditentukan dan
akan diturunkan melalui keku- rangan diidentifikasi dari program pendidikan saat ini.

B. Tujuan

Tujuan merupakan arah dan sasaran yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan
pendidikan. Setelah itu perlu diidentifikasi berbagai materi pelajaran dan kegiatan belajar
bagi pencapaian tujuan. Tujuan tersebut dapat dikatakan sebagai target: makin dekat target
itu itu, makin mudah dibidik (Zais, 1976). Target itu sangat dekat dengan suasana
pengajaran di kelas. Tujuan yang dekat dan spesifik itu dengan mudah dapat dicapai guru
pada saat pembelajaran berlangsung dalam kelas yang pada kurikulum sebelumnya di
7
Indonesia disebut Tujuan Instruksional. Tujuan yang lebih tinggi tingkatnya setelah tujuan
instruksinal adalah tujuan kurikuler. Berikutnya tujuan yang lebih tinggi lagi adalah tujuan
umum yang lebih jauh berada di luar kelas. Tujuan ini baru dapat dicapai setelah tujuan
instruksional dan tujuan kurikuler tercapai. Tujuan inilah yang selama ini disamakan
dengan pendidikan nasional.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Tujuan Umum Pendidikan merupakan


arah umum pendidikan (nasional) yang merefleksikan pernyataan tentang bentuk
kehidupan yang berakar pada nilai nilai filsafat hidup bangsa. Dalam hal ini dapat kita lihat
tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab".

Jika menurut dari tujuan pendidikan di atas, maka jelaslah bahwa tujuan dari
penyelenggaraan pendidikan tersebut, untuk kecerdasan intelektual (kognitif),
pembentukan sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).

C. Konten/Pengalaman Belajar

Komponen konten dan pengalaman belajar menyangkut pertanyaan apa yang akan
diajarkan agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar seperti yang dirumuskan pada
tujuan, komponen pertama kurikulum. Pertanyaan berikut adalah bagaimana menyajikan
materi tersebut agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang diharapkan. Kedua
pertanyaan itu penting karena pelajaran sering diabaikan dan diserahkan sepenuhnya
kepada keputusan guru, atau diambil begitu saja dari buku teks tanpa memperhatikan
apakah materi pelajaran tersebut menunjang tujuan atau tidak.

Dalam mengembangkan kurikulum pendidikan karakter untuk bisa diterapkan pada


siswa, maka perlu didesain konten materi yang mendukung dalam pencapaian kompetensi
yang dimaksud. Dalam memberikan pengalaman belajar peserta didik tersebut, maka
terlebih dahulu harus diperhatikan cara mereka belajar. Ada beberapa teori yang mendasari
pembelajaran karakter, yakni teori belajar konstruktivisme, kognitif, dan sosial.

1. Teori Konstruktivisme
8
Teori konstruktivisme adalah teori dasar yang mendukung untuk merancang model
pembelajaran karakter ini. Pada model pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme ini
dimulai dari penyajian masalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama
antarsiswa. Dalam pembelajaran ini guru-guru memandu siswa menguraikan rencana
pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberikan contoh mengenai
penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas tersebut dapat
diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya
penyelidikan oleh siswa.
Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
menstrasformasikan informasi kompleks, menge- cek informasi baru dengan aturan-aturan
lama dan merevisinya apabila aturan-aturan baru itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar
benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
bersusah payah dengan ide-idenya sendiri.
Teori konstruktivisme ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori pemrosesan
informasi, dan teori psikologi kognitif lainnya. Jadi dalam perancangan model
pembelajaran karakter ini, proses pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme ini
sangat diperlukan, karena diharapkan siswa yang mengkonstruksi sendiri pengetahuannya,
sehingga karakter yang diinginkan tersebut bisa lebih maksimal terbentuk dalam diri siswa.
Karakter yang akan melekat pada diri siswa adalah karakter yang terbentuk karena
konstruksi sendiri oleh siswa dan tentu saja dengan pengarahan oleh guru.

Tasker dalam Fosnot (1989) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme, yakni:
1) Peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan seca- ra bermakna.
2) Pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengonstruksian secara bermakna.
3) Mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dalam


pembentukan karakter peserta didik, maka model pembelajarannya harus dirancang
agar peserta didik secara aktif mampu mengonstruksi sendiri pengetahuannya
secara bermakna sehingga lebih meresap ke dalam jiwa peserta didik. Selanjutnya
peserta didik penting untuk mengaitkan antara gagasan yang telah diperolehnya
berdasarkan peng alaman yang telah dimilikinya selama ini. Dalam hal ini peserta
didik akan lebih mudah dibelajarkan karena informasi yang mereka terima nantinya
berdasarkan pada informasi yang sudah lekat dan dekat de ngannya sehingga lebih
mudah mengonstruksi pengetahuannya sendiri.

Wheatley dalam Wilson (1996: 12) mendukung pendapat di atas de ngan


mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teor belajar konstruktivisme.

9
1) Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif
peserta didik.
2) Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata
yang dimiliki anak.

Berdasarkan hal yang diungkapkan oleh Wheatley tersebut, dapat


diinformasikan bahwa model pembelajaran karakter yang akan diran cang tersebut
pengetahuannya harus diperoleh secara aktif oleh siswa sehingga masuk dalam struktur
kognitfnya.

2. Teori Kognitif

Teori kognitif merupakan teori pendukung yang penting dalam mengembangkan


model pembelajaran karakter ini. Piaget dalam Gl redler (2011) mengemukakan ada empat
faktor yang diperlukan untuk transformasi perkembangan dari satu bentuk penalaran ke
bentuk lain. Faktor tersebut adalah lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial, dan
proses yang disebut sebagai penyeimbang (ekuilibrium). Terkait kematangan dan pengaruh
sosial tersebut akan lebih luas dibahas da lam teori belajar sosial oleh Bandura dan
kematangan peserta didik oleh Vygotsky. Perkembangan kognitif seorang anak sebagian
besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan
pembelajarannya. Pengetahuan datang dari tindakan yang dilakukan oleh peserta didik
untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Piaget meyakini bahwa pengalaman fisik dan
manipulasi lingkungan penting artinya bagi perubahan perkembangan. Sementara itu,
bahwa interaks sosial dengan teman sebaya, misalnya dalam bentuk berdiskusi aka
membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemi kiran itu lebih logis.

Dalam proses pembelajaran, pola pengembangan interaksi harus dilakukan secara


maksimal untuk semua aspek pembelajaran dengan memperhatikan sejumlah framework
yang telah dikemukan di atas. Misalnya dalam konsep interaksi pembelajaran, seorang guru
harus bisa memikirkan bagaimana jenis interaksi yang akan diberikannya pada siswa,
apakah antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru atau hanya siswa dengan material
pembelajaran. Hal ini penting untuk bisa mendesain bagaimana skemata tersebut bisa
dikembangkan dalam suatu pembelajaran. Satu hal yang penting yang perlu diperhatikan
oleh guru dalam membuat pola pengintegrasian pembelajaran adalah dukungan
pembelajaran, apakah dukungan emosional atau lingkungan atau yang lainnya. Karena
pada prinsipnya menurut Reigeluth (1999: 56) bahwa antara domain berpikir dan
emosional itu perlu dikembang- kan secara baik.

Berdasarkan hal yang dikemukan di atas diketahui bahwa sebagai seorang


pembelajar, maka peserta didik membutuhkan dukungan untuk bisa meningkatkan
10
kemampuannya dan untuk bisa tumbuh, Dalam rancangan pembelajaran karakter tersebut,
salah satu metode yang ditawarkan nantinya adanya dengan cara diskusi dan tanya jawab
dengan teman sebaya dan juga melakukan aktivitas itu secara langsung, tentu saja hal
tersebut akan mendukung penjelasan konsep yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Piaget dalam Slavin (1994) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif anak sebagian
besar akan bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya.

Dengan aktifnya anak berinteraksi dengan lingkungan, terutama lingkungan


sekolah dan teman sebaya, maka pendidikan karakter tersebut akan bisa diberikan kepada
anak secara menyeluruh. Sehubungan dengan hal tersebut sangat penting adanya untuk
membantu anak memusatkan perhatian pada proses belajar. Memusatkan perhatian pada
berpikir atau proses mental pada anak didik lebih penting dari pada sekadar mencapai
hasilnya. Teori kognitif ini akan bertolak belakang nantinya dengan teori belajar perilaku
yang hanya mementingkan hasil daripada prosesnya. Konsep ini sedikit bertentangan,
namun konsep teori belajar perilaku yakni adanya stimulus dan respons nanti juga akan
dilibatkan dalam perancangan model pembelajaran karakter ini. Salah satunya adalah
karena dalam merancang suatu model pembelajaran bagi siswa, maka pemberian stimulus
dan juga respons terhadap anak didik akan mengoptimalkan penyerapan perilaku yang
diinginkan pada tahap awal dari pemberlakukan pendidikan berkarakter tersebut. Namun
lambat laun perlakuan tersebut akan diubah, dengan artian bahwa dalam proses
pembelajarannya nantinya penting artinya bahwa peserta didiklah yang akan mengerti dan
paham pentingnya karakter tersebut akan diterapkan kepada mereka.

3. Teori Perkembangan Sosial

Konsep pendidikan karakter yang diinginkan adalah bahwa karakter yang


diharapkan muncul pada anak dan melekat dalam dengan mereka. Hal ini sejalan dengan
keinginan konsep model pembelaja karakter, bahwa karakter yang dibangun tersebut
hendaknya menjad budaya sendiri bagi anak, untuk itu diperlukan proses pembelajara yang
menghendaki bahwa karakter yang dibangun tersebut menjadi fungsi perkembangan
budaya anak. Sehubungan dengan hal tersebu Vygotsky (dalam Gredler 2011)
menyatakan: "Setiap fungsi dalam perkembangan budaya anak muncul dua kali: pertama,
pada tingkat sosial, dan kemudian, pada tingkat individu, pertama, antara orang orang
(interpsychological) dan kedua, kemudian di dalam anak (intrapsy chological) ini berlaku.
sama untuk perhatian sukarela, untuk memor logis, dan pembentukan konsep. Semua
fungsi yang lebih tinggi bensi sebagai hubungan yang sebenarnya antara individu. Pada
tingkat indvidu, menurut vygotsky guru harus membantu untuk mempersiapkan siswa
untuk belajar.

11
Kondisi kesiapan ini oleh Vygotsky disebut zone of proximal dee lopment. Proses
pembelajaran seharusnya dikonsentrasikan pada kondisi kesiapan tersebut. Pikiran atau
konsep di atas mengandung arti bahwa kesiapan belajar adalah sesuatu yang bisa dipelajari
dan diajarkan jika belum terjadi. Konsep plusmatching yang diungkapkan di atas
mengandung implikasi bagi guru bahwa guru harus mencoba menumbuhkan kesiapan
belajar anak melalui strategi upaya Sehubungan dengan konsep ini, maka dalam model
pembelajaran l sistematik rakter bagi peserta didik, sebelum dibelajarkan, maka terlebih
dahul anak harus dipersiapkan dalam pembelajarannya baik dalam persiap fisik dan mental.

Dalam mendukung perkembangan sosial anak, sangat dibutuhkan bantuan dari


orang yang lebih dewasa untuk membantu mengembang kannya. Hal tersebut, Vygotsky
dalam Gredler (2011) berpendap bahwa, pembelajaran pada anak terjadi melalui
perkembangan so al dengan tutor yang lebih berpengalaman. Dalam konteks ini, modd
pembelajaran karakter tersebut dirancang bagi siswa, maka proses perbelajaran dengan
bantuan tutor orang dewasa yang lebih berpengalaan akan lebih membantu tahap
perkembangan sosialnya.

D. Organisasi Pengalaman Belajar

Komponen organisasi berkaitan dengan bagaimana materi pelajaan disusun


(diorganisasikan) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Semua materi dan kegiatan belajar perlu disusun sebaik-baiknya
agar terbentuk program belajar yang terdiri atas unit-unit kegiatan belajar. Dalam
membelajarkan karakter secara efektif kepada peserta didik, maka kita per mmyunun atau
mengorganisasi pengalaman belajar secara hak agar nguan pembelajaran tersebut bisa
tercapai

E. Evaluasi

Evaluasi menyangkut mencari informasi dan bukti untuk mengeta hui apakah
semua materi yang direncanakan dan yang telah diajarkan dapat mencapai tujuan atau
tidak. Evaluasi akan memberikan informasi dan indikasi tentang keberhasilan atau
kegagalan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang direncanakan, maka evaluasi
memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum,

Hasil evaluasi digu nakan sebagai masukan bagi perbaikan kurikulum dan
perbaikan pelak sanaan pembelajaran. Menurut Yusuf (2011), evaluasi itu bermanfaat
untuk:

12
a. Mengetahui penguasaan pengetahuan, sikap dan nilai serta kete- rampilan peserta didik untuk
perbaikan proses pendidikan.
b. Sebagai pengendalian mutu pendidikan dan pengajaran.
c. Pengambilan keputusan tentang peserta didik.
d. Akuntabilitas untuk peserta didik dan publik.
e. Regulasi administratif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa secara garis besar evaluasi dapat
digunakan sebagai alat untuk menentukan perbaikan program. Di samping itu, evaluasi
juga bermanfaat untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sudah benar
atau perlu direvisi. Penilaian dapat dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum
dengan tingkat kecerdasan peserta didik dan kesesuaian antara metode mengajar dengan
tujuan, serta kesuaian antara materi dengan tujuan itu sendiri.

2.2 CONTOH PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum Merdeka Belajar merupakan kurikulum yang menitik beratkan pada


keberagaman pembelajaran intrakurikuler. Struktur pembelajarannya berbeda dengan
kurikulum sebelumnya, salah satu yang membedakan adalah pemilihan mata pelajaran. Siswa
diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran yang sesuai dengan kompetensi dan bakatnya,
sehingga memungkinkan mereka untuk terlibat dalam pembelajaran lintas mata pelajaran,
seperti antara sains dan IPS.

Berikut beberapa contoh cara mengembangkan Kurikulum Merdeka:

• Fokus pada materi esensial: Kurikulum hendaknya fokus pada materi esensial agar
pembelajaran dapat lebih mendalam.
• Lebih banyak waktu untuk pengembangan kompetensi dan karakter: Kurikulum harus
menyediakan lebih banyak waktu untuk pengembangan kompetensi dan karakter.
• Pembelajaran yang berpusat pada siswa: Kurikulum hendaknya berfokus pada pembelajaran
yang berpusat pada siswa, dimana siswa lebih aktif dan mampu memaknai setiap pelajaran
yang diterimanya.
• Soft skill dan pengembangan karakter: Kurikulum harus fokus pada pengembangan soft skill
dan karakter melalui proyek yang memperkuat profil Pancasila siswa,
• gunakan struktur Kurikulum Merdeka: Sekolah hendaknya menggunakan struktur Kurikulum
Merdeka dalam mengembangkan kurikulumnya dan menerapkan prinsip Kurikulum Merdeka
dalam melaksanakan pembelajaran dan penilaian
• Berbagi praktik terbaik: Sekolah harus berkomitmen untuk berbagi praktik terbaiknya dengan
sekolah lain. Itu hanyalah beberapa contoh bagaimana mengembangkan Kurikulum Merdeka.
Sekolah dapat merujuk pada berbagai kebijakan dan pedoman yang dikembangkan oleh para

13
perancang dan pengembang Kurikulum Merdeka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
mendalam tentang kurikulum.

Mulai tahun 2022 hingga 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan tiga opsi kurikulum yang dapat diterapkan
satuan pendidikan dalam pembelajaran, yaitu kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan
kurikulum prototipe. Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan dari kurikulum 2013
yang mulai diterapkan pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19. Kurikulum prototipe
merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan
menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Kurikulum Merdeka
adalah nama baru dari kurikulum prototipe yang resmi diluncurkan oleh Mendikbudristek
Nadiem Anwar Makarim. Pada saat ini, sekolah masih boleh memilih kurikulum yang akan
digunakan di satuan pendidikan masing-masing. Pilihan kurikulum yang diberikan antara lain:
Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka Belajar
merupakan pengembangan dan penerapan dari kurikulum darurat yang diluncurkan untuk
merespon dampak dari pandemi Covid-19.

Perubahan kurikulum terjadi ketika pandemi Covid-19 menyerang. Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Pelaksanaan kurikulum pada kondisi khusus
bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Satuan pendidikan pada kondisi
khusus dalam pelaksanaan pembelajaran dapat memilih antara:

1) tetap mengacu pada Kurikulum Nasional;

2) menggunakan kurikulum darurat; atau

3) melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) yang disiapkan oleh Kemendikbud


merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan
pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat
berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran
di tingkat selanjutnya.

Perubahan kurikulum kembali terjadi dengan munculnya kurikulum merdeka. Sebelum


menjadi kurikulum merdeka kurikulum ini disebut kurikulum prototipe. Kurikulum merdeka
diterbitkan sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran. Kurikulum Merdeka
14
dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada
materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik utama
dari kurikulum ini yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah:

1) Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil
pelajar Pancasila

2) Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam
bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.

3) Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Projek penguatan profil pelajar Pancasila memberikan kesempatan kepada peserta


didik untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan, mengembangkan keterampilan, serta
menguatkan pengembangan enam dimensi profil pelajar Pancasila. Melalui projek ini, peserta
didik memiliki kesempatan untuk mempelajari secara mendalam tema-tema atau isu penting
seperti gaya hidup berkelanjutan, toleransi, kesehatan mental, budaya, wirausaha, teknologi,
dan kehidupan berdemokrasi. Projek ini melatih peserta didik untuk melakukan aksi nyata
sebagai respon terhadap isu-isu tersebut sesuai dengan perkembangan dan tahapan belajar
mereka dengan harapan dapat menginspirasi peserta didik untuk memberikan kontribusi dan
dampak bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Kurikulum Merdeka Belajar ini diluncurkan sebagai bentuk dari tindak evaluasi
perbaikan Kurikulum 2013 yang merupakan salah satu bagian dari upaya pemerintah untuk
mencetak generasi penerus yang lebih kompeten dalam berbagai bidang. Tidak dapat
dipungkiri bahwa Indonesia telah mengalami krisis pembelajaran dalam waktu yang cukup
lama. Hasil studi dan juga hasil ujian PISA telah menunjukkan bahwa banyak anak Indonesia
yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar.
Terdapat kesenjangan pendidikan yang mencolok antar wilayah dan kelompok sosial di
Indonesia. Hal tersebut kemudian diparahkan dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda
lebih dari 2 tahun. Untuk memulihkan keadaan tersebut, diperlukan perubahan yang sistemik.
Salah satunya melalui kurikulum sekolah.

Kemendikbudristek mengembangkan Kurikulum Merdeka dengan tujuan utamanya


yaitu untuk memulihkan pembelajaran dari krisis yang sudah lama dialami anak-anak
Indonesia.

2.3 Orang-Orang Yang Terlibat Dalam Pengembangan Kurikulum

15
Sumber Daya Manusia Pengembangan Kurikulum adalah kemampuann terpadu dari
daya pikir dan daya fiksik yang dimiliki oleh setiap pengembangan kurikulum, dari tingkat
pusat sampai ke tingkat daerahSDM tersebut terdiri atas berbagai pakar ilmu pendidikan,
administrator pendidikan, guru, ilmuwan, orang tua, siswa, dan tokoh masyarakat.'

Unsur ketenagakerjaan tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Tenaga Profesional, meliputi tenaga pendidikan guru, tenaga pendidikan non guru, dan
organisasi profesional.
2. Tenaga Masyarakat, meliputi tokoh masyarakat, orang tua, anggota komite atau dewan
sekolah dan lain-lain.

Dalam proses pengembangan kurikulum, keterlibatan unsur - unsur ketenagaan


tersebut sangat penting, karena keberhasilan suatu sistem dan tujuan pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama pada semua tahapan kurikulum, yaitu perencanaan, pengembangan,
pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan kurikulum. Berikut ini adalah deskripsi tentang tugas dan
wewenang pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan kurikulum

1. Pakar-pakar Ilmu Pendidikan

Spesialis para pengembang kurikulum ini bertugas untuk:

a) Duduk sebagai anggota panitia atau sponsor. Spesialisasi yang ditekuni menjadi jaminan untuk
menyelesaikan tugas pengembangan kurikulum.
b) Mengajukan gagasan dan berbagai masukan yang diperlukan oleh panitia pengembang kurikulum.
c) Melakukan penelitian dalam bidang pengembangan kurikulumHasil yang relevan dimanfaatkan
sebagai informasi baru, data dan fakta dilapangan dapat digunakan untuk menyusunkurikulum yang
serasi
d) Menyusun buku sumber yang dibutuhkan sesuai dengan kurikulum yang sedang
dikembangkanyang selanjutnya dapat dimanfaatkan bagi kurikulum yang bersangkutan
e) Memberikan latihan dan penataran bagi para pengembang kurikulum, atau melaksanakan
konsultasi dengan para pengembang kurikulum tersebut untuk memperoleh kurikulum yang baku.3

2. Administrator pendidikan

Administrator pendidikan merupakan SDM yang berada pada tingkat pusat, provinsi,
kotamadya/kabupaten dan juga kepala sekolah.

a) Administrator Tingkat Pusat (direktur, kepala pusat) mempunyai wewenang dan kepemimpinan
untuk mengarahkan orang serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai
tujuan yaitu dalam penyusuna kerangka kurikulum, dasar hukum, dan program inti kurikulum.

16
Dengan adanya kerangka dasar dan program inti,selanjutnya dapat ditetapkan jenis dan jumlah
mata pelajaran minimal yang diperlukan.

b) Administrator Tingkat Daerah (dinas pendidikan tingkat kotamadya atau kabupaten) bertugas
berdasarkan kerangka dasar dan program inti dari tingkat pusat dan melakukan pengembangan
sesuai dengan kebutuhannya. Administrator tingkat daerah mempunyai wewenang merumuskan
sistem operasional pendidikan bagi sekolahnya. Selain itu juga berkewajiban mendorong dan
mengimplementasikan kurikulum pada setiap sekolah, bekerjasama dengan kepala sekolah dan
guru-guru dalam pengembangan kurikulum di sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
melakukan sosialisasi, serta melaksanakan kurikulum di sekolah tersebut

c) Kepala sekolah yang mempunyai tugas yang lebih berkenan dengan implementasi kurikulum di
sekolah. Peran kepala sekolah dan guru sangat besar dan merupakan kunci keberhasilan
pengembangan kurikulum.

3. Guru

Guru merupakan titik sentral, yaitu sebagai ujung tombak dilapangan dalam pengembangan
kurikulum. Keberhasilan belajar antara lain ditentukan oleh kemampuan professional dari
pribadi guru. Dikarenakan pengembangan kurikulumbertitik tolak dari dalam kelas, dan
seorang guru hendaknya mengusahakan gagasan kreatif dan melakukan uji coba kurikulum di
kelasnya.

Guru adalah sebagai perencanan, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya.
Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, guru merupakan
penerjemah kurikulum.Dia yang mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat untuk
disajikan dikelasnya. Oleh karena itu guru bisa dikatakan sebagai barisan pengembangan
kurikulum yang terdepan.

Adapun peran guru dalam mengembangkan kurikulum antara lain:

• Guru sebagai perencana pengajaran. Artinya, guru harus membuat perencanaan pengajaran dan
persiapan sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar.
• Guru sebagai pengelola pengajaran harus dapat menciptakan situasi belajar yang
memungkinkan tujuan belajar yang telahditentukan.
• Guru sebagai evaluator. Artinya, guru melakukan pengukuran untuk mengetahui apakah anak
didik telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan.

17
Guru merupakan titik sentral suatu kurikulum berkat usaha guru, maka timbul kegairahan
belajar siswa. Sehingga memacu belajar lebih keras untuk mencapai tujuan belajar mengajar
yang bersumber dari tujuan kurikulum, untuk itu guru perlu memiliki ketrampilan belajar
mengajar. Penguasaan ketrampilan tersebut bergantung pada bahan yang dimilikinya dan
latihan keguruan yang telah dialaminya.

Keberhasilan belajar mengajar antar lain ditentukan oleh kemampuan kepribadiannya. Guru
harus bersikap terbuka dan menyentuh kepribadian siswa. Guru perlu mengembangkan
gagasan secaa kreatif, memiliki hasrat dan keinginan serta wawasan intelektual yang luas.
Guru harus yakin terhadap potensi belajar yang dimiliki oleh siswa.

Hal-hal yang perlu dikuasai guru; guru perlu memahami dan menguasai banyak hal agar
pelaksanaan pengajaran berhasil, guru juga harus mau dan mampu menilai diri sendiri secara
terus menerus dalam kaitannya dengan tingkat keberhasilan dan pelaksanaan
pengajarannyaGuru harus menguasai bahan pengajaran sesuai jenjang kelas yang diajarnya,
menguasai strategi pembelajaran yang berguna untuk menyampaikan pengetahuan kepada
siswa dan guru juga harus menjadi suri tauladan bagi siswanya dan memberikan hal-hal yang
bermakna bagi perkembangannya kelak.

4. Orang tua

Sebagai stakeholder dalam penyusunan kurikulum, hanya sebagian orang tua siswa saja yang
dilibatkan, yaitu mereka yang mempunyai latar belakang memadai. Peran orang tua lebih besar
dalam pelaksanaan kurikulum, misalkan saat diperlukan adanya kerjasama yang erat antara
guru atau sekolah dengan orang tua siswa. Oleh karena itu sebagian kegiatan belajar yang
dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah.

Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal, pertama dalam penyusunan kurikulumDalam
penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta hanya terbatas kepada
beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai. Kedua,
dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang sangat erat antara guru dengan para
orang tua muridSebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan dirumah. Dan
orang tua mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anakanya dirumah.

5. Siswa

Dalam meningkatkan kualitas siswa, para pembina kurikulum (guru) hendaknya tidak
melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai pendidik dan pembimbing, sehingga
partisipasi siswa tersebut tidak lepas dari bimbingan guru, seperti pemberian motivasi belajar,
dorongan untuk berpendapat, dan berpartisipasi dalam kegiatan bermanfaat.
18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kurikulum adalah seperangkat atau sistem rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pembelajaranyang menjadi pedoman dalam aktivitas belajar mengajar.

Proses Pengembangan Kurikulum adalah sebagai berikut:

1. Analisis situasional
2. Tujuan
3. Komponen konten dan pengalaman belajar
4. Organisasi Pengalaman Belajar
5. Evaluasi

Kurikulum Merdeka Belajar merupakan kurikulum yang menitik beratkan pada keberagaman
pembelajaran intrakurikuler. Struktur pembelajarannya berbeda dengan kurikulum sebelumnya,
salah satu yang membedakan adalah pemilihan mata pelajaran. Siswa diberi kebebasan untuk
memilih mata pelajaran yang sesuai dengan kompetensi dan bakatnya, sehingga memungkinkan
mereka untuk terlibat dalam pembelajaran lintas mata pelajaran, seperti antara sains dan IPS.

Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pengembangan kurikulum, antara lain:

1. Pakar pakar Ilmu pendidikan


2. Administrator pendidikan
3. Guru
4. Orang tua
5. Siswa

3.2 Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
pembaca. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
terkait ” Proses dan contoh pengembangan kurikulum serta orang-orang yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum”, sehingga akan lebih objektif dan bervariasi dalam melakukan
penelitian.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bentri, Alwen (2018) ; kurikulum dan profesionalisme guru; PrenadamediaGroup

Print, M. (1993)Curriculum development and design. St. LeonardsNSW: Allen & Unwin

Robert, Zais.S. 1976. Curriculum,Principles and Foundations. New YorkHarper & Row,
Publishers

Mubarak, H. A. Zaki. 2022. Desain Kurikulum Merdeka Belajar Untuk Revolusi Industri 4.0 Dan
Society 5.0. Tasikmalaya: Zifatama Jawara

Wiguna, I. K. W., & Tristaningrat, M. A. N. (2022). Langkah Mempercepat Perkembangan


Kurikulum Merdeka Belajar. Edukasi: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(1), 17

Amailik, Oemar, 2008, Kurikulum Pembelajaran, (JakartaBumi Aksara)Hlm: 69

20

Anda mungkin juga menyukai