Keperawatan Luka
Gigitan Hewan
Disusun Oleh :
kelompok I
1. Rahmadyani
2. Fadlia
3. Inri susanti
4. Fera suhada
5. Rai cristovel
6. Reski liansyah
7. Gilang agustian bachmid
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Pendahuluan........................................................................................
BAB II DEFINISI...........................................................................................
BAB III PATOGENESIS...............................................................................
A. Gejala klinis.........................................................................................
BAB IV PENANGANAN LUKA GIGITAN HEWAN MENULAR RABIES
A. Pemberian vaksin dan serum anti rabies.........................................
B. Dosis dan cara pemberian serum anti rabies (SAR).......................
C. Dosis dan cara pemberian VAR untuk pengebalan sebelum digigit
(Pre Exposure Immunization)...........................................................
BAB V GIGITAN ULAR & SABU (Serum Anti Bisa Ular)......................
A. Penyebab terjadinya gigitan ular......................................................
B. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa............................................
C. Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular.....................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Luka gigitan hewan ini salah satunya bisa menyebabkan penyakit rabies,
rabies adalah infeksi yang sangat jarang tetapi fatal yang mungkin timbul dari
gigitan hewan. Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat
ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu
gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies
disebut juga penyakit anjing gila.
Sifat-sifat virus ini tidak dapat hidup di alam bebas, mudah sekali mati
pada pemanasan 50°C dalam waktu 15 menit, mati oleh sinar matahari. Virus ini
dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Karena kapsulnya
terdiri dari lemak sehingga memudahkan kita untuk mematikan virus tersebut
dengan zat-zat larut lemak seperti sabun atau detergen.
BAB II
PEMBAHASAN
Luka gigitan adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau
manusia. Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada
kesempatan khusus untuk mencari makanan. Pada manusia yang menggigit dan
menyebabkan luka dapat disebabkan faktor kejiwaan atau emosi. Beberapa
kelainan seperti sindrom Lesch-Nyhan menyebabkan manusia menggigit dirinya
sendiri.
Gigitan dan cakaran hewan/hewan yang sampai merusak kulit kadang kala
dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan,
sedangkan beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya.
Dalam kasus tertentu gigitan hewan (terutama oleh hewan liar) dapat menularkan
penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap nyawa manusia. Kelelawar,
musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus rabies.
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini
dapat menyebabkan:
> Kerusakan jaringan secara umum
> Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
> Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
> Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
> Awal dari peradangan dan gatal-gatal.
Gigitan yang sangat umum dan dapat menyebabkan rasa sakit yang
signifikan dan cepat dapat berkembang menjadi infeksi dan kekakuan di tangan.
Pengobatan dini dan tepat adalah kunci untuk meminimalkan potensi masalah dari
gigitan.
Ketika gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari luka. Bakteri ini
kemudian dapat tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi berkisar
dari ketidaknyamanan ringan sampai komplikasi yang mengancam jiwa.
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan
dari hewan ke manusia.Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan
misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga
penyakit anjing gila.
Sifat-sifat virus ini tidak dapat hidup di alam bebas, mudah sekali mati
pada pemanasan 50°C dalam waktu 15 menit, mati oleh sinar matahari. Virus ini
dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia.Karena kapsulnya
terdiri dari lemak sehingga memudahkan kita untuk mematikan virus tersebut
dengan zat-zat larut lemak seperti sabun atau detergen.
Menurut WHO, meskipun saat ini telah tersedia vaksin untuk mencegah
penyakit rabies, tetapi penyakit rabies tersebut masih menimbulkan masalah
kesehatan yang cukup banyak di berbagai negara Asia & Afrika, dimana tingkat
kematiannya mencapai 95%
Penularan virus rabies biasanya terjadi ketika air liur yang sudah terinfeksi
dari inang kontak dengan hewan lain. Jenis penularan yang paling umum adalah
melalui gigitan dari inang yang air liurnya sudah terinfeksi virus rabies. Meskipun
demikian, cara penularan lain belum banyak tercatat seperti misalnya penularan
melalui selaput lendir (seperti pada mata, hidung & mulut), penularan melalui alat
hirup serta penularan karena transplantasi mata atau organ tubuh lainnya.
Manusia biasanya tertular virus rabies karena gigitan dari hewan yang
terinfeksi virus rabies. Tetapi pada kasus tertentu yang jarang, manusia juga dapat
tertular virus rabies melalui kontak non gigitan. Semua gigitan binatang, tidak
perduli letaknya mempunyai bahaya potensial untuk menularkan virus rabies.
Menurut situs health.gov.on.ca yang medicastore kutip, yang dimaksudkan
dengan kontak non gigitan adalah melalui goresan, luka terbuka ataupun selaput
lendir (seperti pada mata, hidung & mulut) yang terkontaminasi dengan air liur
yang mengandung virus atau zat lain dari hewan yang menderita rabies.
BAB III
PATOGENESIS
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu
virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak
mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-
perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu
sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak
yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.
GEJALA KLINIS
1. Stadium Prodromal
2. Stadium Sensoris
4. Stadium Paralis
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan
cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang
masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan
dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit,
kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR)
disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan
mempertimbangkan hasil-hasil penemuan dibawah ini.
a. Anamnesis :
- Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat di tangkap atau dibunuh
dan dibuat.
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat
menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan
serologis kadang-kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis
cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama , misalnya gejala
paralis yang dominan dan mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan
laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Virus rabies
dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal dan urin penderita. Walaupun
begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari jaringan otak
dan bahan tersebut setelah 1 – 4 hari sakit. Hal ini berhubungan dengan adanya
neutralizing antibodies.
Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah
diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada
kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan,
badan dan kaki.
Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang
termasuk luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah
bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang
lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Untuk kontak (dengan air liur
atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak
ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak PERLU diberikan
pengobatan VAR maupun SAR. Sedangkan apabila kontak dengan air luir
pada kulit luka yang tidak berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan
kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.
Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah sebagai
berikut :
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.
– Dosis :
- Hari ke-0, 2x
Pemberian sekaligus
(deltoideus kiri
dan kanan)
- Hari ke 7 dan
21
Ulangan - - -
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit
(Post ExposureTreatment)
- Cara pemberian : sama seperti pada butir 1.a.
- Dosis :
4 x pemberian:
- Hari ke-0, 2x
pemberian
sekaligus
(deltoideus kiri dan
kanan)
- Hari ke 7 dan 21
Kemasan :
- Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.
- Cara pemberian :
Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan (sc) di sekitar
daerah pusar.
30 dan 90
b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post
ExposureTreatment)
- Dosis
25, 35 dan 90
- Cara pemberian :
- Dosis :
2. Serum Momolog
Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )
- Cara pemberian :
- Dosis :
III. Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit
(Pre ExposureImmunization)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.
- Dosis :
- Dosis :
Kemasan :
Dus berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.
- Cara pemberian :
- Dosis :
VAKSINASI DOSIS ANAK DOSIS WAKTU
DEWASA PEMBERIAN
Dasar I. 0,1ml I. 0,25 ml Pemberian I
II. 0,1ml II. 0,5 ml 3 minggu setelah
pemberian I
III. 0,1ml III. 0,1 ml 6 minggu setelah
pemberian I
Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Tiap 1 tahun
1. Serum Sickness :
1.2. Penanganan :
2. Syok Anafilaktik
Penanganan:
- Tiap 5 –10 menit ulangi adrenalin( 0,3 – 0,5 ml sampai tekanan sistolik
mencapai 90–100mmHg, denyut jantung tidak melebihi 120 x / menit.
- O2 ( jika ada ).
Komposisi :
Vaksin kering beku, 1 dosis imunisasi dengan daya proteksi lebih besar atau sama
dengan 2,5 ml Internasional Unit, sebelum dan sesudah pemanasan selama 1 bulan
pada suhu + 37o c.
Indikasi :
a. Group profesi :
- Dokter Hewan
Bila seorang pasien yang telah divaksinasi dengan vaksin anti rabies
secara komplit dengan VPRV dan dalam jangka waktu 3 bulan setelah
divaksinasi digigit lagi oleh anjing, kucing, kera maupun hewan lain yang
positif rabies, maka pasien tadi tak perlu divaksinasi lagi : sedangkan, digigit
anjing tersangka rabies lagi antara 3 bulan 1 tahun cukup diberi VAR 1 kali
pada hari ke –0-1 tahun atau lebih dianggap penderita baru.
Kontra Indikasi
Perhatian :
Interaksi Obat :
Efek Samping :
Efek samping yang terjadi seperti : kemerahan dan indurasi ringan pada tempat
bekas suntikan. Jarang terjadi demam .
Penyimpanan : Antara 2o C – 8o C
Vaksin ini dibuat dari jaringan otak bayi mencit yang masih menyusui, yang
bebas dari kuman
patogen. Bayi mencit disuntik intra serebral dengan virus fexed rabies strain
Pasteur, dan waktu
Indikasi :
Reaksi :
Baik pada suntikan sub cutan intra cutan dapat terjadi reaksi lokal yang tidak
berarti, seperti kemerahan, gatal–gatal dan pembengkakan. Bila ini terjadi atasi
dengan pemberian obat – obat simptomatis (antihistamine, dan lain–lain ).
Sediaan kortikosteroid tidak boleh diberikan. Gejala neuroparalitik sangan jarang
terjadi dengan vaksin ini.
Serum Anti Rabies buatan Perum Bio Farma adalah serum heterolog,
berasal dari serum kuda. Serum anti rabies jenis lain ialah serum homolog yang
berasal dari serum manusia. Serum ini dibuat oleh IFFA Merieux Perancis dengan
nama Imogam dan produksi Cutter USA dengan nama Hyperab / Bayrab.
Untuk pemberian serum heterolog, karena serum ini berasal dari serum
kuda, sebelum diberikan kepada penderita, perlu dilakukan skin test terlebih
dahulu. Skin tes ini dilakukan secara intra cutan ( ic ) sebanyak 0,1 ml cairan ( 1 /
Anjing doberman jantan di Pitbull Cross. Salah satu ciri anjing yang terkena
rabies adalah terus-terusan mengeluarkan air liur.
BAB V
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering
dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya
pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling
kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah
satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan
subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka
untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi
mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi,yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada
spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah
hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang
terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada
umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk
famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular
tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili
Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan
tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungaruscandidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan
ular king kobra (Ophiophagus hannah).Viperidae memiliki taring panjang yang
secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila
sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu
Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata.
Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa
terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul
parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti
envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah
adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala
hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit
seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing
(urine) atau hematuria,
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Patofisiologi
Jenis-jenis ular
Gigitan Elapidae
(misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai,
coral snakes,mambas, kraits)
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
Gigitan Viperidae/Crotalidae
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak
di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae
Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting
untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik,
seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas
Sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh
korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan
pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup
korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di
rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian
segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang
cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit
dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi
otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan
bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-
immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan
karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan
lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk
mencegah peningkatan penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai
pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras
sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam),
pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian
antihistamin dan kortikosteroid harus dihindarikarena tidak terbukti
manfaatnya.
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas
protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum
kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi
terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila
terdapatkerusakan jaringan lokal yang luas.
Teknik pemberian :
Indikasi
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis
yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang
masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum.
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali
dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian
diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang
atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum
(80 - 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai
suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-
anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa.
Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2
tahun.
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk
envenoming sistemik yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan
untuk menyelamatkan jiwa.
Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau
dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-
gatal, eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan
serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Interaksi
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular
pada kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi
kemungkian risiko penggunaan serum anti bisa ular.
- Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu
melebihi kemungkinan risiko pada bayi.
Parameter Monitoring
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun
laboratorium. Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular.
Monitoring yang diperlukan dapat berbeda tergantung dari jenis ular yang
menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang menggigit, monitor
coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.
Bentuk Sediaan:
25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v
Pemeriksaan penunjang
Peringatan
InformasiPasien
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi
beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-
gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak
jaringan dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat
untuk menerima perawatan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA