Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

Keperawatan Luka

Gigitan Hewan

Disusun Oleh :
kelompok I

1. Rahmadyani
2. Fadlia
3. Inri susanti
4. Fera suhada
5. Rai cristovel
6. Reski liansyah
7. Gilang agustian bachmid

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI D4 KEPERAWATANTAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikm Wr. Wb.


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan.
Makalah ini saya susun sebagai tugas kelompok PEMBERDAYAAN judul
“FGD“
Terimah kasih saya ucapkan kepada selaku dosen mata kuliah pendidikan
pemberdayaan yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi
kelancaran terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas makalah ini saya susun semoga bermanfaat dan
memenuhi mata kuliah dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi diri kami dan khususnya untuk membaca. Tidak ada gading tang tak
retak, begitulah adanya makalah ini dengan segala kerendahan hati, saran –
saran dan kritik yang kontruktif dan membangun sangat kami harapkan dari
para para pembaca/penyimak guna peningkatan pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang .

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Pendahuluan........................................................................................
BAB II DEFINISI...........................................................................................
BAB III PATOGENESIS...............................................................................
A. Gejala klinis.........................................................................................
BAB IV PENANGANAN LUKA GIGITAN HEWAN MENULAR RABIES
A. Pemberian vaksin dan serum anti rabies.........................................
B. Dosis dan cara pemberian serum anti rabies (SAR).......................
C. Dosis dan cara pemberian VAR untuk pengebalan sebelum digigit
(Pre Exposure Immunization)...........................................................
BAB V GIGITAN ULAR & SABU (Serum Anti Bisa Ular)......................
A. Penyebab terjadinya gigitan ular......................................................
B. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa............................................
C. Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular.....................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Hewan peliharaan seperti anjing atau kucing dapat bersahabat dengan


pemiliknya. Tetapi terkadang hewan peliharaan itu bisa juga menggigit bila
merasa terpojok atau terprovokasi. Gigitan hewan peliharaan sering terjadi tiba-
tiba. Anjing biasanya lebih sering mengigit ketimbang kucing. Namun gigitan
kucing bisa lebih menyebabkan infeksi. Berbagai macam penyakit dapat
disebarkan melalui gigitan tersebut.
Kita boleh berhati-hati jika kita memelihara hewan di rumah. Gigitan
hewan tidak hanya menorehkan rasa sakit, namun juga memicu trauma
berkepanjangan pada anak-anak. Bermain bersama hewan peliharaan tentu saja
mengasyikkan.Anak-anak juga menyukainya. Banyak manfaat yang bisa diambil
ketika anak dibiarkan bermain bersama hewan. Di antaranya, mengajak anak
berbagai kasih sayang dengan makhluk lain, sebagai ilmu pengetahuan bagi anak.
Apalagi, banyak buku bacaan yang mempunyai tokoh hewan.Apalagi ada hewan-
hewan jenis tertentu yang bagus untuk menunjang perkembangan anak.
Namun, saat anak bermain dengan hewan, orang tua mesti waspada penuh
agar hewan tidak menggigit. Tidak hanya sakit secara fisik, penelitian terbaru
menunjukkan, anak yang terkena gigitan hewan akan mengalami gangguan stres
pascatrauma (post-traumatic stress disorder/PTSD). Sejumlah orang biasanya
menderita PTSD setelah mengalami suatu peristiwa yang membuat mereka atau
orang lain dalam bahaya, seperti kecelakaan mobil atau penyerangan oleh orang
tak dikenal. Orang yang menderita PTSD sering kali mengalami gangguan ingatan
dan bayangan mimpi peristiwa yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari
mereka.
PTSD dapat menyebabkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan pada
anak-anak karena dapat mengganggu perkembangan normal mereka,kata Dr
Nancy Kassam-Adams, Wakil Direktur The Center for Pediatric Traumatic Stress
at The Children’s Hospital di Philadelphia, Amerika Serikat. Dia mencontohkan,
seorang anak yang mengalami kesulitan belajar membaca sehingga menyebabkan
peristiwa yang traumatik. Anak yang mengalaminya kemungkinan besar dapat
pulih, namun dalam waktu lebih lama dibandingkan dengan orang dewasa.
Selanjutnya, Dr Li Ji, seorang dokter anak di Peking Union Medical College
Hospital di Beijing, China, dan rekan-rekannya mempelajari 358 anak usia 5–17
tahun yang datang ke bagian unit gawat darurat (UGD) di Peking University
People’s Hospital setelah digigit seekor hewan, seperti kucing, kelinci, anjing,
atau tikus. Banyak jenis hewan mulai dari anjing dan kucing ke hamster, musang,
musang, dan tupai dapat menggigit orang dewasa dan anak-anak. Banyak kali,
gigitan berasal dari hewan peliharaan keluarga.

Luka gigitan hewan ini salah satunya bisa menyebabkan penyakit rabies,
rabies adalah infeksi yang sangat jarang tetapi fatal yang mungkin timbul dari
gigitan hewan. Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat
ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu
gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies
disebut juga penyakit anjing gila.

Di Amerika Serikat, tidak seperti seluruh dunia, hewan liar seperti


kelelawar, sigung, rakun, dan rubah menyebar lebih dari 90% dari infeksi rabies.
Gigitan hewan harus dilaporkan ke departemen kesehatan setempat.Mereka
mungkin meminta bantuan para medis dalam menemukan hewan sehingga dapat
dibatasi dan diamati gejala rabiesnya.

Sifat-sifat virus ini tidak dapat hidup di alam bebas, mudah sekali mati
pada pemanasan 50°C dalam waktu 15 menit, mati oleh sinar matahari. Virus ini
dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Karena kapsulnya
terdiri dari lemak sehingga memudahkan kita untuk mematikan virus tersebut
dengan zat-zat larut lemak seperti sabun atau detergen.
BAB II
PEMBAHASAN

Luka gigitan adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau
manusia. Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada
kesempatan khusus untuk mencari makanan. Pada manusia yang menggigit dan
menyebabkan luka dapat disebabkan faktor kejiwaan atau emosi. Beberapa
kelainan seperti sindrom Lesch-Nyhan menyebabkan manusia menggigit dirinya
sendiri.
Gigitan dan cakaran hewan/hewan yang sampai merusak kulit kadang kala
dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan,
sedangkan beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya.
Dalam kasus tertentu gigitan hewan (terutama oleh hewan liar) dapat menularkan
penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap nyawa manusia. Kelelawar,
musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus rabies.
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini
dapat menyebabkan:
> Kerusakan jaringan secara umum
> Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
> Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
> Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
> Awal dari peradangan dan gatal-gatal.
Gigitan yang sangat umum dan dapat menyebabkan rasa sakit yang
signifikan dan cepat dapat berkembang menjadi infeksi dan kekakuan di tangan.
Pengobatan dini dan tepat adalah kunci untuk meminimalkan potensi masalah dari
gigitan.
Ketika gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari luka. Bakteri ini
kemudian dapat tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi berkisar
dari ketidaknyamanan ringan sampai komplikasi yang mengancam jiwa.

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap pengembangan infeksi,


termasuk jenis dan lokasi, kondisi kesehatan pra-luka yang ada di orang yang
merusak kekebalan digigit mereka (seperti diabetes, penyakit vaskular, kanker,
HIV), keterlambatan dalam pengobatan, kehadiran benda asing dalam luka
(seperti chip dari gigi), dan jenis hewan yang sedikit individu.
Mayoritas gigitan hewan di Amerika Serikat disebabkan oleh anjing,
dengan gigitan kucing jauh kedua. Gigitan hewan lain termasuk hewan pengerat,
kelinci, musang, hewan ternak, monyet, ular, buaya, dan di daerah pesisir, hewan
laut (ikan hiu, belut). Infeksi lebih sering terjadi pada gigitan kucing, karena gigi
mereka sangat tajam, gigi runcing yang dapat menyebabkan luka tusukan yang
dalam.Gigitan ini sering jauh lebih dalam yang awalnya dihargai, bahkan oleh
individu yang digigit. Kulit biasanya robek jika tergigit, penyegelan dari luka
tusukan, menghalangi drainase terbuka dan memungkinkan infeksi untuk
berkembang.
Perhatian utama dari semua luka gigitan adalah infeksi berikutnya. Di
Amerika Serikat, sekitar 1% dari gigitan anjing dan sekitar 5-10% dari gigitan
kucing memerlukan rawat inap. Dengan perawatan yang cepat dan tepat,
prognosis biasanya sangat baik untuk pemulihan dari cedera ini.

Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan
dari hewan ke manusia.Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan
misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga
penyakit anjing gila.

Sifat-sifat virus ini tidak dapat hidup di alam bebas, mudah sekali mati
pada pemanasan 50°C dalam waktu 15 menit, mati oleh sinar matahari. Virus ini
dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia.Karena kapsulnya
terdiri dari lemak sehingga memudahkan kita untuk mematikan virus tersebut
dengan zat-zat larut lemak seperti sabun atau detergen.

Menurut WHO, meskipun saat ini telah tersedia vaksin untuk mencegah
penyakit rabies, tetapi penyakit rabies tersebut masih menimbulkan masalah
kesehatan yang cukup banyak di berbagai negara Asia & Afrika, dimana tingkat
kematiannya mencapai 95%

Penularan virus rabies biasanya terjadi ketika air liur yang sudah terinfeksi
dari inang kontak dengan hewan lain. Jenis penularan yang paling umum adalah
melalui gigitan dari inang yang air liurnya sudah terinfeksi virus rabies. Meskipun
demikian, cara penularan lain belum banyak tercatat seperti misalnya penularan
melalui selaput lendir (seperti pada mata, hidung & mulut), penularan melalui alat
hirup serta penularan karena transplantasi mata atau organ tubuh lainnya.

Diagnosis rabies pada hewan dapat dilakukan setelah terdeteksi adanya


virus rabies pada bagian otak manapun, tetapi untuk lebih pastinya sebaiknya tes
tersebut juga menyertakan jaringan dari otak besar & otak kecil.

Manusia biasanya tertular virus rabies karena gigitan dari hewan yang
terinfeksi virus rabies. Tetapi pada kasus tertentu yang jarang, manusia juga dapat
tertular virus rabies melalui kontak non gigitan. Semua gigitan binatang, tidak
perduli letaknya mempunyai bahaya potensial untuk menularkan virus rabies.
Menurut situs health.gov.on.ca yang medicastore kutip, yang dimaksudkan
dengan kontak non gigitan adalah melalui goresan, luka terbuka ataupun selaput
lendir (seperti pada mata, hidung & mulut) yang terkontaminasi dengan air liur
yang mengandung virus atau zat lain dari hewan yang menderita rabies.
BAB III

PATOGENESIS

Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu
virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak
mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-
perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu
sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak
yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.

Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar


luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap
sel-sel sistem limbik,

Hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-


neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada
saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir
tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan
jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

GEJALA KLINIS

1. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri


ditenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat


bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan
terhadap rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala


hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.

Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya,


yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang
sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.

Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula


ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita
atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat
telinga penderita.

Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi.


Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai
dengan saat-saat responsif. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung
sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering
terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

4. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi


Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan
paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum
tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
BAB IV

PENANGANAN LUKA GIGITAN HEWAN MENULAR


RABIES

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan
cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang
masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan
dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit,
kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).

Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan


namun di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali
seperti di atas. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi.
Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi
Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di
sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler.
Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin
anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

PEMBERIAN VAKSIN DAN SERUM ANTI RABIES

Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR)
disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan
mempertimbangkan hasil-hasil penemuan dibawah ini.

a. Anamnesis :

- Kontak / jilatan / gigitan


- Kejadian didaerah tertular / terancam / bebas

- Didahului tindakan provokatif / tidak

- Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies

- Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat di tangkap atau dibunuh
dan dibuat.

- Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies.

- Penderita luka gigitan pernah di VAR dan kapan?

- Hewan yang menggigit pernah di VAR dan kapan?

b. Pemeriksaan Fisik

- Identifikasi luka gigitan (status lokalis).

c. Pemeriksaan Laboratorium

Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat
menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan
serologis kadang-kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis
cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama , misalnya gejala
paralis yang dominan dan mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan
laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Virus rabies
dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal dan urin penderita. Walaupun
begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari jaringan otak
dan bahan tersebut setelah 1 – 4 hari sakit. Hal ini berhubungan dengan adanya
neutralizing antibodies.

Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test (FAT) dapat menunjukkan


antigen virus di jaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan
hapusan kornea, bahkan setelah teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa
negatif, bila antibodi telah terbentuk.

Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak


akan terbentuk sampai hari ke 10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan
meningkat dengan cepat. Peningkatan titer yang cepat juga nampak pada hari
ke 6 – 10 setelah onset klinis pada penderita yang diobati dengan anti rabies.
Karakteristik responimun ini, pada kasus yang divaksinasi dapat membantu
diagnosis. Walaupun secara klinis gejalanya patognomonik namun Negri
bodies dengan pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatif pada 10 % - 20
% kasus, terutama pada kasus kasus yang sempat divaksinasi dan penderita
yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu.

Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah
diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada
kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan,
badan dan kaki.

Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang
termasuk luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah
bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang
lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Untuk kontak (dengan air liur
atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak
ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak PERLU diberikan
pengobatan VAR maupun SAR. Sedangkan apabila kontak dengan air luir
pada kulit luka yang tidak berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan
kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.

Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah sebagai
berikut :

I. Dosisi dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)


1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

Kemasan :

Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)

- Cara pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah


deltoideus (anak–anak di daerah paha).

– Dosis :

VAKSINASI DOSIS DOSIS WAKTU

ANAK DEWASA PEMBERIAN


Dasar 0,5 ml 0,5 ml 4 x pemberian:

- Hari ke-0, 2x
Pemberian sekaligus

(deltoideus kiri

dan kanan)

- Hari ke 7 dan

21

Ulangan - - -

b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit
(Post ExposureTreatment)
- Cara pemberian : sama seperti pada butir 1.a.

- Dosis :

VAKSINASI DOSIS ANAK DOSIS WAKTU


DEWASA PEMBERIAN

Dasar 0,5 ml 0,5 ml 0,5 ml

4 x pemberian:

- Hari ke-0, 2x
pemberian
sekaligus
(deltoideus kiri dan
kanan)

- Hari ke 7 dan 21

Ulangan 0,5ml 0,5 ml Hari ke 90

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)

Kemasan :

- Dos berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml.

- Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)

- Cara pemberian :
Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan (sc) di sekitar
daerah pusar.

Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intra cutan (ic) di


bagaian fleksor

lengan bawah . - Dosis :

VAKSINASI DOSIS DOSIS WAKTU KET


ANAK DEWASA PEMBERIAN

Dasar 1 ml 2 ml 7 x Pemberian Anak:


setiap hari
3 tahun ke
bawah

Ulangan 0.1 ml 0,25 ml Hari ke 11, 15,

30 dan 90

b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post
ExposureTreatment)

- Cara pemberian : sama seperti pada butir 2.a.

- Dosis

VAKSINASI DOSIS ANAK DOSIS WAKTU KET


DEWASA PEMBERIAN
Dasar 1 ml 2 ml 7 x Pemberian Anak:
setiap hari
3 tahun ke
bawah

Ulangan 0.1 ml 0,25 ml Hari ke 11, 15,

25, 35 dan 90

II. Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)

1. Serum hetorolog (Kuda)

- Kemasasn : vial 20 ml (1 ml = 100 IU)

- Cara pemberian :

Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya


disuntikkan intramaskuler.

- Dosis :

JENIS SERUM DOSIS WAKTU KETERANGAN


PEMBERIAN

Serum Heterolog 40 IU/kg BB Bersamaan dengan Sebelunya


Pemberian VAR dilakukan skin test
hari ke-0

2. Serum Momolog
Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )

- Cara pemberian :

Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya


disuntikkan intramuskuler.

- Dosis :

JENIS SERUM DOSIS WAKTU KETERANGAN


PEMBERIAN

Serum Homolog 20 IU/kg BB Bersamaan dengan Sebelunya tidak


Pemberian VAR dilakukan skin test
hari ke-0

III. Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit
(Pre ExposureImmunization)

1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

Kemasan :

Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.

- Cara pemberian (cara I) :

Disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus.

- Dosis :

VAKSINASI DOSIS WAKTU PEMBERIAN


Dasar I. 0,5 ml Pemberian I (hari ke – 0)
II. 0,5 ml Hari ke 28
Ulangan 0,5 ml 1 tahun setelah pemberian
1
Ulangan Selanjutnya 0,5 ml Tiap 3 tahun

- Cara pemberian (cara II) :

Disuntikkan secara intra cutan ( dibagian fleksor lengan bawah ).

- Dosis :

VAKSINASI DOSIS WAKTU PEMBERIAN


Dasar I. 0,1 ml Pemberian I (hari ke – 0)
II. 0,5 ml Hari ke 7
III. 0,1 ml Hari ke 28
Ulangan 0,1 ml 1 tahun setelah pemberian
1
Ulangan Selanjutnya 0,5 ml Tiap 6 bulan – 1tahun

2. Suncling Mice Brain Vaccine (SMBV)

Kemasan :

Dus berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml

Dus berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.

- Cara pemberian :

Disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagian flektor lengan bawah.

- Dosis :
VAKSINASI DOSIS ANAK DOSIS WAKTU
DEWASA PEMBERIAN
Dasar I. 0,1ml I. 0,25 ml Pemberian I
II. 0,1ml II. 0,5 ml 3 minggu setelah
pemberian I
III. 0,1ml III. 0,1 ml 6 minggu setelah
pemberian I
Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Tiap 1 tahun

PERAWATAN RABIES PADA MANUSIA

- Penderita dirujuk ke Rumah Sakit.

- Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan Ringer Laktat/NACI


0,9%/cairan lainnya,kalau perlu diberi anti konvulsan dan sebaiknya penderita
difiksasi selama di perjalanan danwaspada terhadap tindak–tanduk penderita
yang tidak rasional, kadang – kadang maniacaldisertai saat–saat responsif.

- Di Rumah Sakit penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi.

- Tindakan medik dan pemberian obat–obat simptomatis dan supportif


termasukanti biotik biladiperlukan.

- Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka


sewaktu menanganikasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan
paramedis memakai sarung tangan, kacamata dan masker, serta sebaiknya
dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidurnya .

EFEK SAMPING PEMBERIAN SAR DAN PENANGANANNYA

Reaksi terhadap SAR heterolog dapat terjadi, walaupun serum heterrolog


yang digunakansudah dimurnikan dan dipekatkan, Sebelum digunakan hendaklah
dilakukan pengujian terlebihdahulu (skin test ). Jika digunakan serum heterolog
dapat terjadi serum sicknecs ( 15 % - 25 %kasus ), kemungkinan terjadi pula syok
anafilaktif.

1. Serum Sickness :

1.1. Gejala dan tanda klinis : panas,urtica.

1.2. Penanganan :

- Hentikan pemberian SAR.

- Beri pengobatan simptomatis( antihstamine, dll ).

2. Syok Anafilaktik

Penanganan:

- Baringkan penderita dengan kaki lebih tinggi dari kepala

- Beri adrenalin 0,3 – 0,5 ml sc / im. Anak -anak 0,01 mg / Kg BB ( 1ampul


adrenalin = 1 m1= 1 mg ).

- Monitoring “ vital sihn “ ( tanda – tanda vital )

- Tiap 5 –10 menit ulangi adrenalin( 0,3 – 0,5 ml sampai tekanan sistolik
mencapai 90–100mmHg, denyut jantung tidak melebihi 120 x / menit.

- Bila nafas berhenti, usahakan pernafasan buatan, kepala ditarik ke belakang


dan rahang keatas, beri pernafasan dari mulut ke mulut.

- Bila jantung berhenti lakukan kompresi jantung luar.

- Kortikosteroid, seperti oradexon 1 ampul i. v. at dexamethasone 5 – 10 mg i.


v.
- Intra venous Fluid Drip ( IVFD ) : Ringer laktat atau NaCI 0,9 %

- O2 ( jika ada ).

- Penderitan yang sembuh jangan terlalu cepat dipulangkan, observasi dulu


dengan seksama.
PURIFIED VERO RABIES VACCINE ( PVRV )

Komposisi :

Vaksin kering beku, 1 dosis imunisasi dengan daya proteksi lebih besar atau sama
dengan 2,5 ml Internasional Unit, sebelum dan sesudah pemanasan selama 1 bulan
pada suhu + 37o c.

Virus rabies ( Wistar Rabies PM / WI 38 – 1503 M strain ), diperoleh dari biakan


pada vero contineous cellines, diinaktivasi dengan beta propiolakton. Maltosa qs 1
dosis imunisasi. Albumin plasenta manusia qs 1 dosis imunisasi Pelarut : NaCI 4
% 0, 5 ml.

Indikasi :

1. Pencegahan rabies kepada mereka yang mempunyai resiko besar untuk


mendapat infeksi.

a. Group profesi :

- Dokter Hewan

- Teknisi yang bekerja pada hewan

- Karyawan laboratorium yang bekerja dengan virus rabies

- Karyawan rumah potong hewan

- Petugas kesehatan ( dokter / perawat ) yang menangani kasus luka gigitan


hewan penularrabies / penderita rabies.

- Petugas peternakan yang menangani hewan perular rabies, dll.

b. bayi, terutama yang berisiko terinfeksi rabies


2. Pengobatan setelah kontaminasi

Bila seorang pasien yang telah divaksinasi dengan vaksin anti rabies
secara komplit dengan VPRV dan dalam jangka waktu 3 bulan setelah
divaksinasi digigit lagi oleh anjing, kucing, kera maupun hewan lain yang
positif rabies, maka pasien tadi tak perlu divaksinasi lagi : sedangkan, digigit
anjing tersangka rabies lagi antara 3 bulan 1 tahun cukup diberi VAR 1 kali
pada hari ke –0-1 tahun atau lebih dianggap penderita baru.

Kontra Indikasi

Mengingat pentingnya pencegahan rabies, semua kontra indikasi adalah


sekunder bila terdapat kasus tersanka/kontaminasi dengan virus rabies.

Perhatian :

Hati – hati terhadap kasus alergistreptomisin dan/atau neomisin (terdapat


dalam vaksin)

Interaksi Obat :

Kortikosteroid dan obat–obat imunosupresif dapat menyebabkan kegagalan


vaksinasi/ imunisasi. Pada kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan anti bodi
secara serologis

Efek Samping :

Efek samping yang terjadi seperti : kemerahan dan indurasi ringan pada tempat
bekas suntikan. Jarang terjadi demam .

Penyimpanan : Antara 2o C – 8o C

Kadaluwarsa : 3 ( tiga ) tahun


SUCKLING MICE BRAIN VACCINE (SMBV)

Merupakan vaksin rabies kering untuk manusia.

Vaksin ini dibuat dari jaringan otak bayi mencit yang masih menyusui, yang
bebas dari kuman

patogen. Bayi mencit disuntik intra serebral dengan virus fexed rabies strain
Pasteur, dan waktu

panen berumur kurang dari 10 hari. Kemudian virus dimatikan dengan


betapropio/laktor,

ditambah kanamisin 0,025 , mertiolat 0.01 dan dibeku keringkan Vaksin


tidakmengandung faktor

paralitik, mempunyai proteksi terhadap 106 LD 50 virus.

Indikasi :

Untuk mencegah timbulnya rabies, pengobatan harus dimulai sedini-


dininya setelah digigit oleh hewan yang mencurigakan. Bila seorang pasien yang
telah divaksinasi dengan vaksi antirabies secara komplit dengan SMBV dan masih
dalam jangka waktu 3 bulan setelah divaksinasi, digigit lagi oleh anjing, kucing
dan kera ataupun hewan lain yang positif rabies, maka pasien tadi tak perlu di
vaksinasi lagi, 3 –6 bulan, cukup diberi 2 kali sun cutan (sc) di sekitar pusar
dengan interval 1minggu : sedangkan apabila digigit anjing tersangka rabies lagi
antara 6 bulan atau lebih dianggap penderita baru.

Imunisasi sebelum digigit (Pre Exposure Immunization) sebagai


pencegahan misalnya pada pemelihara hewan, petugas kesehatan yang menangani
luka gigitan hewan penular rabies dan penderita rabies, petugas peternakan yang
menangani hewan penular rabies, pegawai laboratorium yang bekerja dengan
virus rabies dan lain–lain

Reaksi :

Baik pada suntikan sub cutan intra cutan dapat terjadi reaksi lokal yang tidak
berarti, seperti kemerahan, gatal–gatal dan pembengkakan. Bila ini terjadi atasi
dengan pemberian obat – obat simptomatis (antihistamine, dan lain–lain ).
Sediaan kortikosteroid tidak boleh diberikan. Gejala neuroparalitik sangan jarang
terjadi dengan vaksin ini.

Penyimpanan : pada suhu 2o C – 8o C

Kadaluwarsa : Satu (1) tahun.

SERUM ANTI RABIES (SAR)

Serum Anti Rabies buatan Perum Bio Farma adalah serum heterolog,
berasal dari serum kuda. Serum anti rabies jenis lain ialah serum homolog yang
berasal dari serum manusia. Serum ini dibuat oleh IFFA Merieux Perancis dengan
nama Imogam dan produksi Cutter USA dengan nama Hyperab / Bayrab.

Untuk pemberian serum heterolog, karena serum ini berasal dari serum
kuda, sebelum diberikan kepada penderita, perlu dilakukan skin test terlebih
dahulu. Skin tes ini dilakukan secara intra cutan ( ic ) sebanyak 0,1 ml cairan ( 1 /

Anjing doberman jantan di Pitbull Cross. Salah satu ciri anjing yang terkena
rabies adalah terus-terusan mengeluarkan air liur.
BAB V

GIGITAN ULAR & SABU (Serum Anti Bisa Ular)

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering
dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya
pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling
kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah
satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan
subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka
untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi
mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.

Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia.


Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa
memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat
saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara
subkutan atau intramuskular.

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi,yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.

Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada
spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah
hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang
terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada
umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk
famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular
tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).

Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili
Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan
tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungaruscandidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan
ular king kobra (Ophiophagus hannah).Viperidae memiliki taring panjang yang
secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila
sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu
Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata.
Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).

Penyebab terjadinya gigitan ular

Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan,


pawangular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika
orang tidakmengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular
secara tidaksengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika
ular memasukirumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau
tikus.

Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa


spesiesular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa
ular berbisadapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara
yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk
kepala segitiga, ukuran gigitaring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat
bekas taring.
Ciri-ciri ular berbisah :
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas diditan : luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular tidak berbisah :
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan : dua gigitan utama akibat gigi taring
Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)
Ular berbisa dengan bekas taring.

Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :

1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.

2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan


sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-
biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa


padakorbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang
diinjeksikan ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan
kaki menjadi kaku, dankepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular
akan bervariasi sesuai spesiesular yang menggigit dan banyaknya bisa yang
diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal,pendarahan lokal, memar, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksilokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

Tanda dan gejala

Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa
terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul
parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti
envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah
adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala
hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit
seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing
(urine) atau hematuria,

yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran


pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan
(anus).Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala,
menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil
dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.

Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual,


hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur.

Patofisiologi
Jenis-jenis ular

Gigitan Elapidae

(misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai,
coral snakes,mambas, kraits)

1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.

2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.

3. Setelah digigit ular

a. 15 menit: muncul gejala sistemik.

b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga


sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit
kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

Gigitan Viperidae/Crotalidae

(ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):

1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak
di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.

2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.

3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae

1. (misalnya : ular laut) :

Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah

2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting
untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae

1. (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)


Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri
di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin.

2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.

Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik,
seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.

Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular


berbisa, yaitu terjadi edem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P:
pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis
(kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Komplikasi

1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas

Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular

Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:

1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular

Sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh
korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan
pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup
korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di
rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian
segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang
cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit
dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi
otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan
bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-
immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan
karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan
lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk
mencegah peningkatan penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai
pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras
sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam),
pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian
antihistamin dan kortikosteroid harus dihindarikarena tidak terbukti
manfaatnya.

4. Terapi yang dianjurkan meliputi:

a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Gambar 2. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.

b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis


dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling
bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang
terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus
kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah
tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat
mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek
sistemik yang lebih berat.

c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi


penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan;
penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan
bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock
perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba
memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat
rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.

d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan


toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.

e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara


intramuskular.

f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat


mati/panik.

g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas
protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum
kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi
terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila
terdapatkerusakan jaringan lokal yang luas.

Cara pemberian SABU :

1. Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:


Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan.
2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini
kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.

Setelah dibawa ke rumah sakit :

Beri SABU (serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 mL berisi :

1. 10-15 LD50 bisa Ankystrodon

2. 25-50 LD50 bisa Bungarus

3. 25-50 LD50 bisa Nya sputarix

4. Fenol 0,25% v/v

Teknik pemberian :

2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan


kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100ml (20 vial).

Deskripsi Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)

- Nama & Struktur Serum anti bisa ular polivalen (kuda)


:
Kimia
- Sifat Fisikokimia : -
- Keterangan : Serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang
dikebalkan terhadap bisa ular yang memiliki efek
neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra,
Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular
Ankystrodon rhodostoma - ular tanah) yang keban

Golongan/Kelas Terapi Obat Yang mempengaruhi Sistem Imun.

Indikasi

Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian

Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis
yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang
masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum.
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali
dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian
diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang
atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum
(80 - 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai
suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-
anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa.

Stabilitas Penyimpanan

Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2
tahun.

Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk
envenoming sistemik yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan
untuk menyelamatkan jiwa.

Efek Samping

1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau
dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.

2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-
gatal, eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.

3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum


secara intravena.

4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan
serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.

Interaksi

- Dengan Obat Lain : Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.

Pengaruh

- Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular
pada kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi
kemungkian risiko penggunaan serum anti bisa ular.

- Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu
melebihi kemungkinan risiko pada bayi.

- Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar


terhadap envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan
kemungkinan aktivitas fisik yang lebih besar. Anak-anak membutuhkan dosis
yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan
berat badan (pediatric weight-adjusted dose): disebabkan hal ini dapat
menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular
yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan
berat badan pasien.

Parameter Monitoring

Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun
laboratorium. Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular.
Monitoring yang diperlukan dapat berbeda tergantung dari jenis ular yang
menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang menggigit, monitor
coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.

Bentuk Sediaan:

Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :

10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)

25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)

25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel


darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah,
BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

Peringatan

Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum antibisa


ular ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian
Timur (misalnya jenis-jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus,
Pseudechis papuanus dll) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cysta).

InformasiPasien

Informasikan pada pasien mengenai kemungkinan efek samping yang


tertunda, terutama serum sickness (demam, rash, arthralgias).Tindakan pertama
pada gigitan ular:

1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.

2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi
beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-
gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak
jaringan dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.

3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran


racun

4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara


memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.

5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.


6. Penderita dilarang untuk bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika
atau sedativa.

7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat
untuk menerima perawatan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

 (Inggris)Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms Twelfth


Edition. hlm. 1003-1005.
 (Inggris)Mrak RE (1994). "Rabies encephalitis in humans: pathology,
pathogenesis, and pathophysiology" (pdf). J Neuropathol Exp Neurol53
(1): 1.
 Inggris)Wirblich C (2008). "PPEY motif within the rabies virus (RV)
matrix protein is essential for efficient virion release and RV
pathogenicity" (pdf). J Virol82 (19): 9730.
 (Inggris)Situs klikdokter.com: Rabies diakses 16 Mei 2010
 Situs tabanankab.com: Rabies diakses 16 Mei 2010
 (Inggris)Smith, DW. "Rabies: the biting reality" (pdf). Texas Cooperative
Extension The Texas A&M University System. p. 1. Diakses pada 16 Mei
2010.
 (Inggris)Situs hmc.psu.edu: Rabies diakses 16 Mei 2010
 (Inggris)Situs animalhealthchannel.com: Rabies Diagnosis diakses 16
Mei 2010
 (Inggris)Situs who-rabies-buletin.org: Diagnosis of rabies in animals
diakses 16 Mei 2010
 (Inggris)Situs rabies.emedtv.com: Rabies Symptoms diakses 16 Mei
2010
 (Inggris)Situs cdc.gov: Medical care rabies diakses 16 Mei 2010
 (Inggris)Situs nwcphp.org: rabies prevention diakses 16 Mei 2010
 (Inggris)Dowdle WR (1994). "Quest for a life-long protection by
vaccination" (pdf). Proc Natl Acad Sci USA91: 2464.
 Ditjen Peternakan, Ditjen PPM & PLP, Ditjen PUOD (1993) Paket
Program Pemberantasan Rabies Terpadu se Pulau
Jawa dan Kalimantan.
 Ditjen Peternakan, Ditjen PPM & PLP, Ditjen PUOD (1993) Paket
Program Pemberantasan Rabies Terpadu se Pulau Sumatera dan
Sulawesi.
 DitjenPPM & PLP, Depkes R.I. (1993) Pedoman Pelaksanaan Program
Penanggulangan Rabies di Indonesia
 Gindo Simanjuntak, Winarno, Cecilia, Timoria, Sitti Ganefa, Toni
Wandra, Misriyah, Endang, Bahang and Thomas Ruosos (1996)
preventiod and Control of Zoonotic New Emerging and Remerging
Diseases in Indonesia Symposium on Prevention and Control of
Selected Communicable Diseases With Epedemic Potential, SEARO,
New Delhi, 3 – 7 Juni 1996.
 Soesilo Soerjosembodo Koesharjono C, Gindo M. Simanjuntak (1993)
The Current Status of Zoonosis in Indonesia, Directorate of Vector
Borne Disease Control, CDEC & EH. Moh. Indonesia.
 Team Perumus Rapat Teknis Pemberantasn Rabies Terpadu Se Pulau
Jawa dan Kalimantan 1990, Pedoman Teknis Operasional Pembebasan
Rabies Terpadu Se Pulau jawa dan Kalimantan, Dan pulau Sumatera
dan Sulawesi 1993.

 Region, World Health Organization, 2005.

 Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas


Obat danMakanan Republik Indonesia, 2002.
 Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded
News Vol. 28,Vademecum Bio Farma; 2002

 Australia Medicines Handbook; 2004

 Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)


 http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf
 http://id.wikipedia.org/wiki/Retrovirus
 http://explore-onyet.blogspot.com/2011/05/rabies-monyet.html
 http://id.wikipedia.org/wiki/Rabies
 http://veterinaryclinic-drhkoes.blogspot.com/2011/03/rabies-penyakit-
anjing-gila.html
 http://dewatatv.tv/lintas-dewata/lintas-denpasar/2010/12/teknik-baru-
penyuntikan-vaksin-anti-rabies/
 http://www.depkes.go.id/downloads/rabies.pdf

Anda mungkin juga menyukai