Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

PERSETUBUHAN PADA ORANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

Oleh:

Alfandy Mamuaja 112020019


Annelis Aulia Sari 112019153
Luky Dea Clara 112019018

Pembimbing: dr. Chatrina Andriyani Sp FM, MH (Kes)


Penguji: dr. Jims Ferdinan Possible, Sp. FM, M.Ked.For

KEPANITERAAN KLINIK/CO-ASSISTEN STASE FORENSIK

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 23 MEI – 25 JUNI 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan hidayah yang telah
diberikan sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan kasus ini berjudul
“Persetubuhan Pada Orang Berkebutuhan Khusus” yang ditujukan untuk memenuhi persyaratan
ujian post test dan kelulusan sesuai standar kompetensi dalam bidang ilmu kedokteran forensik
dan medikolegal saat menjalani kepanitraan klinis atau koas di Rumah Sakit Bhayangkara
Lampung. Tim kerja menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tugas
ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu tim kerja ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Chatrina Andryani, Sp.FM, MH(Kes), selaku pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penyusunan laporan kasus ini.
2. dr. Jims Ferdinan Possible, Sp. FM, M.Ked.For, selaku penguji yang telah memberikan
bimbingan dan saran untuk kemajuan laporan kasus ini.

Akhir kata, tim kerja menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karenanya, saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diperlukan untuk kemajuan dari tim kerja. Tim kerja berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bandar Lampung, 13 Juni 2022


Ketua Tim Kerja

Alfandy Mamuaja

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DATFAR ISI 3
PENDAHULUAN 3
PEMICU/SKENARIO KASUS 5
SURAT PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM5
SURAT PERSETUJUAN MEDIS 6
VISUM ET REPERTUM 6
TINJAUAN PUSTAKA 7
PENGERTIAN VISUM ET REPERTUM 9
DEFINISI VISUM ET REPERTUM 9
DASAR HUKUM VISUM ET REPERTUM 10
FUNGSI DAN PERAN VISUM ET REPERTUM 12
JENIS-JENIS VISUM ET REPERTUM 14
STRUKTUR VISUM ET REPERTUM 18
TATA CARA PENCABUTAN DAN PERMOHONAN VISUM ET REPERTUM 20
PENGERTIAN KEJAHATAN SEKSUAL 21
PEMERIKSAAN MEDIS 24
PERSETUBUHAN 26
PEMERIKSAAN PENUNJANG TANDA PERSETUBUHAN 27
DAFTAR PUSTAKA 31
KESIMPULAN 32
SARAN 32
UCAPAN TERIMA KASIH 33

3
PENDAHULUAN

Kejahatan seksual merupakan setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap
orang lain yang menimbulkan kepuasan seksual bagi dirinya dan mengganggu kehormatan orang
lain. ilmu kedokteran khususnya Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal mempunyai pernan
penting dalam upaya pembuktian kejahatan seksual ini dengan melakukan pemeriksaan pada
korban baik pemeriksaan fisik maupun pengumpulan sampel dari tubuh korban.
Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang ,
tertera pada pasal-pasal yang terdapat pada Bab XIV KUHP, tentang Kejahatan Terhadap
Kesusilaan yang meliputi persetubuhan di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan.
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan merupakan perilaku yang bertentangan
dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis, berkenaan dengan
perkara perzinaan antara laki-laki dan perempuan. kejahatan seksual dapat dekelompokan
sebagai berikut: Senggama dan Non Senggama pada perbuatan senggama di antaranya:
Selingkuh, Senggama dengan wanita tak berdaya, Senggama dengan wanita di bawah umur,
Incest, Perkosaan, sedangkan Non Senggama adalah Perbuatan cabul.

4
I. PEMICU/SKENARIO KASUS
Seorang wanita berusia 21 tahun dengan kebutuhan khusus dibawa oleh ibu dan
pengacara ke RS bhayangkara polda lampung pada hari jumat tanggal 27 mei pukul 14.18
untuk dilakukan untuk dilakukan pemeriksaan karena ada dugaan pelecehan seksual yang
terjadi pada hari rabu tanggal 25 mei 2022 pukul 17.00 WIB. Menurut keterangan ibu
korban, kasus pelecehan ini terjadi di rumah korban yang terdapat di Harapan Rejo 023/005,
seputih agung yang bersebelahan dengan tempat lokalisasi milik ibu korban. Pelaku dikenal
adalah anggota polsek harapan rejo dengan pangkat AIPTU yang sering mengunjungi tempat
lokalisasi tersebut.
Menurut keterangan ibu korban, peristiwa ini pertama kali diketahui oleh saudara
korban sendiri yang saat itu melihat korban terbaring di kasur dengan kondisi telanjang dan
terduga pelaku yang sedang memakai celana di salah satu kamar di rumah korban. Barang
bukti berupa seprei dan pakaian yang digunakan korban langsung dicuci oleh nenek korban.
ini adalah kejadian kedua kalinya yang dialami korban, sebelumnya dilakukan oleh ayah
kandung sendiri pada tahun 2013. korban sudah pernah menikah pada tahun 2019 (selama 3
bulan) kemudian bercerai.

II. Surat Permintaan Visum et Repertum

Pada surat permintaan visum ditemukan beberapa kekurangan seperti:

5
- Tanggal permintaan visum belum dicantumkan
- Dasar hukum dinilai kurang karena dapat dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal
286 KUHP tentang korban dalam keadaan tidak berdaya.
III. Surat Persetujuan Medis

Pada surat persetujuan Tindakan medis terdapat kekurang yaitu nomor surat belum
dicantumkan.
IV. Visum Et Repertum

Lembaran Visum ke satu dari total empat lembar/halaman


No./B/14/V/RES 1.24./2022/Ditreskrimun

VISUM ET REPERTUM
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL
RS BHAYANGKARA POLDA LAMPUNG/UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JL. PRAMUKA NO. 88 RAJABASA
BANDAR LAMPUNG
No telp XXXXXXXX/ faks 072XXXXXXX
Tahun 2022

6
Bandar Lampung, 27 Mei 2022

VISUM ET REPERTUM
No./B/14/V/RES 1.24./2022/Ditreskrimun
No. Rekam Medis:
Pro Justitia

…….Kami yang bertandatangan di bawah ini, tim dokter muda Annelis, Dea, Aldy, selaku
Dokter muda coass dari RS Bhayangkara Lampung, Menerangkan bahwa berdasarkan
permintaan tertulis dari KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH
LAMPUNG yang ditandatangani oleh Sahmin, S.H, Pangkat AIPTU NRP 74050573, Jabatan
Direktur Reserse Kriminal Umum. SELAKU PENYIDIK, dengan permintaan surat visum et
repertum nomor No./B/14/V/RES 1.24./2022/Ditrekrimun, Perihal permintaan pemeriksaan
korban persetubuhan, Tanggal dua puluh tujuh bulan Mei tahun dua ribu dua puluh dua, maka
pada tanggal dua puluh tujuh bulan Mei tahun dua ribu dua puluh dua, Pukul empat belas lewat
delapan belas menit Waktu Indonesia Barat, telah dilakukan pemeriksaan terhadap korban di
Ruang Forensik RS Bhayangkara Polda Lampung, dengan identitas menurut surat visum et
repertum tersebut di atas adalah :

Nama : LUSI APRILIA


Usia : 21 TAHUN
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : Turut orangtua
Agama : Islam
Alamat : Harapan Rejo

Lembaran Visum ke dua dari total empat lembar/halaman


Pemberitaan----------
No./B/14/V/RES 1.24./2022/Ditreskrimun

PEMBERITAAN
Benda-benda --------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. Penutup tubuh : Memakai penutup hidung dan mulut (masker), berwarna putih-----
2. Pakaian pasien : Memakai kaos lengan panjang, warna biru tua, motif bunga, dan
memakai celana panjang, warna putih biru, motif doraemon,
dilapisi dengan rok panjang, warna hitam, dan memakai bra warna

7
ungu dan celana dalam berwarna merah muda ------------------------
3. Benda lain yang dipakai : Memakai sendal berwarna coklat muda------------------------------
4. Benda lain yang diantar : Tidak ada -----------------------------------------------------------------

Tanda Klinis Utama ----------------------------------------------------------------------------------------------


5. Kesadaran : Sadar penuh--------------------------------------------------------------
6. Pernafasan : Dua puluh kali per menit, dalam batas normal ---------------------
7. Denyut nadi : Seratus satu kali per menit, teratur, kuat angkat--------------------
8. Tekanan darah : Seratus tiga belas per tujuh putih lima milimeter air raksa--------
9. Suhu Badan : Tiga puluh tujuh derajat celcius --------------------------------------
10. Tinggi Badan : Seratus enam puluh sentimeter-----------------------------------
11. Berat Badan : Empat puluh lima kilogram---------------------------------------
12. Hal lainnya : Tidak ada------------------------------------------------------------

Identifikasi -----------------------------------------------------------------------------------------------------------
13. Identifikasi umum : Ditemukan orang hidup, dikenal, berjenis kelamin
perempuan, umur dua puluh satu tahun, warna kulit sawo
matang, tinggi badan seratus enam puluh delapan sentimeter,
berat badan empat puluh lima kilogram, rambut kepala berwarna
hitam dan tidak ada uban, bentuk rambut lurus, rambut
sepanjang leher-----------------------------------------------------------
14. Identifikasi khusus : Pada paha ditemukan jaringan parut hingga bokong bagian
bawah----------------------------------------------------------------------

Lembaran Visum ke tiga dari total empat lembar/halaman


No./B/14/V/RES 1.24./2022/Ditreskrimun

Pemeriksaan Luar (regio


tubuh)------------------------------------------------------------------------------------
15. Kepala : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.--------------------------------
16. Wajah : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.--------------------------------
a. Dahi : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.--------------------------------
b. Mata : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.--------------------------------
c. Hidung : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.--------------------------------
d. Pipi : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
e. Telinga : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
f. Mulut : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
g. Gigi : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
h. Rahang : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------

8
17. Leher : Tidak ditemukan tanda kekerasan dan kelainan.-----------------------
18. Dada : Tidak ditemukan tanda kekerasan dan kelainan.-----------------------
19. Perut : Belum teraba tinggi fundus uteri pada symphysis pubis--------------
20. Kelamin : Rambut pubis berwarna hitam, distribusi lebat, panjang tidak
beraturan, ukuran rata-rata rambut pubis adalah 3,5 cm, pada lipatan
paha bagian kanan ditemukan bercak bersisik warna kehitaman
yang menandakan hygiene yang buruk. labia mayora berwarna
kehitaman, kelentit tampak tidak mengendur, lubang urethra
berwarna putih pucat, tidak terdapat secret atau cairan, tidak
terdapat lecet pada labia mayora, ditemukan yang menyerupai
bunga kol yang bertangkai arah jam 2 pada labia mayora. labia
minora berwarna kemerahan, tidak terdapat selaput dara, luka lecet
pada arah jam 5 dan 6, terdapat cairan kental berwarna putih pada
liang bagian dalam, daerah antara lubang dubur dan lubang kelamin
ukuran dua sentimeter, warna coklat kehitaman, tidak terdapat luka
lecet.---------------------------------------------------------------------------
21. Punggung : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
22. Pinggang : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
23. Pinggul : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
24. Bokong : Tidak ada tanda kekerasan dan kelainan.-------------------------------
25. Dubur : Tonus otot tidak terdapat kelainan.--------------------------------------
26. Anggota gerak atas : Tidak ditemukan tanda kekerasan dan kelainan.-----------------------
27. Anggota gerak bawah : Tidak ditemukan tanda kekerasan dan kelainan.----------------------
28. Pemeriksaan tambahan : Usapan lubang kelamin bagian luar dan dalam (swab vagina)
atau laboratorium ditemukan bakteri coccus gram negative, budding yeast, clue cells
29. Tindakan Medis yang dan spermatozoa -------------------------------------------------------------
Diberikan : Tidak
ada.--------------------------------------------------------------------
Lembaran Visum ke empat dari total empat lembar/halaman
No./B/14/V/RES 1.24./2022/Ditreskrimun

KESIMPULAN

Telah diperiksa orang hidup dikenal. Berjenis kelamin perempuan, umur dua puluh satu
tahun, dengan ciri-ciri warna kulit sawo matang, gizi kurang, rambut sepanjang leher, bentuk
lurus, warna hitam.-----------------------------------------------------------------------------------------

Pada pemeriksaan alat kelamin korban ditemukan lecet pada bibir kemaluan kecil, tidak
ditemukan selaput dara, terdapat luka lecet pada bibir kemaluan bagian dalam sebagai tanda
trauma baru dan tidak ditemukan selaput dara akibat trauma tumpul. akibat trauma tumpul.
Pada hasil pemeriksaan penunjang ditemukan infeksi menular seksual, infeksi bakteri dan
jamur pada alat kelamin, serta ditemukan spermatozoa sebagai tanda adanya persetubuhan.

9
Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan sejujur-jujurnya berdasarkan sumpah
jabatan dan keilmuan menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk
dipergunakan demi kepentingan peradilan -------------------------------------------------------------

Pemeriksa,

Alfandy Mamuaja Annelis Aulia Sari Luky Dea Clara


Nim: 112021056 Nim: 112019253 Nim: 112021059
Ketua Anggota Anggota

V. Data Rekam Medis


Nama : Lusi Aprilia
Usia : 21 TAHUN
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : Turut Orangtua
Agama : Islam
Alamat : Harapan Rejo

10
A. Pemeriksaan Medis (Identifikasi Umum)
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : Dua puluh satu tahun
• Tinggi badan : Seratus enam puluh sentimeter
• Berat badan : empat puluh lima kilogram
• Status gizi : gizi kurang (IMT: 17,5)
• Warna kulit : Sawo matang
• Rambut Kepala : Hitam, rambut panjang sampai ke bagian bawah telinga, lurus
• Bentuk wajah : Oval
• Menarche : 13 tahun, siklus 28 hari
Status Mental
Seorang perempuan sesuai dengan usia, memakai pakaian dan sendal diantar ibu dan
didampingi pengacara ke ruang forensik.
Sikap : kooperatif (dengan di bujuk/diimingi sesuatu)
Pembicaraan : tidak spontan, artikulasi tidak jelas, intonasi suara kurang
Atensi : tidak adekuat
Psikomotor : tenang
Mood : eutim
Afek : datar
Korban berkebutuhan khusus karena sejak kecil, menurut ibu korban pada saat bayi korban
sering mengalami kejang 4-5x tetapi tidak pernah diperiksakan ke dokter.
Kriteria retardasi mental menurut DSM V:
1. Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ < 70)
2. Defisit/gangguan fungsi adaptif minimal dua area: komunikasi, perawatan diri sendiri,
hidup berkeluarga, kemampuan social/interpersonal, kemampuan bermasyarakat,
kemampuan akademis dan pekerjaan
3. Timbul sebelum usia 18 tahun

Kronologis berdasarkan hasil permintaan allo-anamnesis


1. Lokasi: rumah korban yang bersebelahan dengan tempat lokalisasi milik ibu
korban

11
2. Kejadian/ Peristiwa yang dialami pasien: pelecehan seksual pada orang
berkebutuhan khusus (retardasi mental)
3. Kesadaran pasien saat peristiwa terjadi: sadar penuh
4. Aktifitas yang dilakukan pasien saat peristiwa awal terjadi: sedang istirahat
dirumahnya
5. Respon tubuh pasien saat peristiwa terjadi: tidak ada perlawanan
6. Pengamatan pasien terhadap pelaku peristiwa: pelaku adalah seorang oknum
polisi berpangkat AIPTU yang sering berkunjung ke tempat lokalisasi ibu korban
7. Situasi di Tempat Kejadian Perkara: ada kakek, nenek, saudara korban
8. Keluhan fisik yang dirasakan oleh pasien sekarang: nyeri dibagian perut bawah.
9. Keterangan lain-lain:
 Terdapat rekaman video yang diambil oleh saudara korban setelah
kejadian
 Ayah korban pernah di penjara selama 8 tahun dan kembali rujuk dengan
ibu korban dengan perjanjian
 Pelaku sempat manawarkan uang sebesar 1 juta rupiah kepada ibu korban
sebagai uang untuk damai

- Pakaian korban: kaos lengan panjang berwarna biru tua dengan motif bunga dan celana
panjang berwarna putih biru bermotif doraemon dan rok panjang berwarna hitam sendal
berwarna coklat muda dan menggunakan penutup hidung dan mulut (masker) berwarna
putih. Bra berwarna ungu dengan bagian tengah terdapat pita celana dalam berwarna
merah dengan bagian tengahnya warna merah muda dengan motif bunga-bunga.
Deskripsi Luka
- Terdapat jaringan parut pada paha kanan hingga bokong bagian belakang bentuk tidak
beraturan akibat terkena air panas saat kecil.
Tanda Kelainan Klinis
Ditemukan tanda kelainan klinis yaituu konjungtiva anemis, tidak ada icterus, turgor kulit
yang lambat, oedema pretibial, tumor, penyakit kulit, sianosis, peristaltic usus meningkat, ronki,
suara bising jantung, asites, hepatomegaly, ditemukan nyeri tekan pada bagian perut bawah,
tidak ditemukan Colic abdomen, melena, haematemesis, epistaksis, emesis, hiperemis

12
conjunctivitis.

Pemeriksaan Tambahan
- Hasil Pemeriksaan EKG: Tidak dilakukan
- Hasil Pemeriksaan X-Ray: Tidak dilakuka
- Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi: Tidak dilakukan
- Hasil Pemeriksaan Swab vagina: Ditemukan sel sperma 0-1/LPB, lalu dilakukan
Pengecatan Gram ditemukan bakteri Gram negatif ekstraseluler 0-6/LPB, lalu ditemukan
budding yeast sel 1->10/LPB (intraseluler dan ekstraseluler) serta ditemukan clue cells 0-
3/LPB

Hasil Pemeriksaan lainnya:

USG: belum dilakukan

VI. TINJAUAN PUSTAKA


VI.1 Pengertian Visum et Repertum
6.1.1 Definisi Visum et Repertum
Visum et repertum berasal dari kata visual yaitu melihat dan repertum yaitu melaporkan. Jadi
visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat berdasarkan permintaan penyidik
memuat segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan dalam pemeriksaan sesuai dengan
keilmuannya sebaik-baiknya untuk kepentingan peradilan dengan mengingat sumpah ketika
menerima jabatan. Menurut pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04.UM.01.06
Tahun 1983 bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut dengan visum et
repertum. Dengan demikian menurut KUHAP keterangan ahli yang diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman oleh dokter ahli atau ahli lainnya disebut visum et repertum. 1,2,4
Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung tentang
Visum et Repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350 pasal 1 dan
pasal 2 yang menyatakan:
Pasal 1:
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada
waktu menyelesaikan pelajaran di negeri belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti

13
yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan
mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa. 1
Pasal 2:
(1) Pada dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di negeri Belanda
ataupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah
sebagai berikut:
“saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyataan-
pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan
peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya.
Semoga tuhan yang maha pengasih dan penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan
batin” 1
Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna:
- Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di negeri belanda
ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus dapat
membuat VeR
- VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam perkara pidana
- VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan pada benda-benda/korban
yang diperiksa.1
Ketentuan dalam Staatsblad ini sebetulnya merupakan terobosan untuk mengatasi masalah
yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap kali
sebelum membuat visum. Seperti dikteahui setiap keerangan yang akan disampaikan untuk
pengadilan haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya ktetantuan ini, maka sumpah
yang telah diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap sebagai sumpah yang
syah untuk kepentingan membuat VeR biarpun lafal dan maksudnya berbeda. Oleh karena itu
sampai sekarang pada bagian akhir cisum, masih dicantumkan ketetntuan hukum ini untuk
mengingatkan yang membuat maupun yang menggunakan visum, bahwa dokter waktu membuat
visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada
pemeriksaan korban menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. 1
Pada seminar lokakarnya VeR di Medan ahun 1981 pengertian visum dirumuskan lebih jelas,
yaitu:
“laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang

14
diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala hal (fakta)
yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia (hidup atau mati) atau benda
yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang
sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut”. 1

6.1.2 Dasar Hukum Visem et Repertum


Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undah Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
Pasal 133
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 3
Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat bukti yang sah
KUHAP pasal 184
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keteragan terdakwa. 1
Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan dengan visum et
repertum adalah pasal 186 dan 187, yang berbunyi:
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.1
Pasal 187(c)
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.1

15
Pasal 179 KUHAP menyebutkan

1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kebaikan.
2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Dari penjabaran diatas jelas bahwa seorang dokter yang kapasitasnya sebagai ahli wajib
memberikan keterangan jika sewaktu-waktu dimintai keterangan ahli oleh penyidik. Visum et
repertum dibuat berdasarkan permintaan dari pihak yang berwenang yaitu penyidik dan penyidik
pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 ayat (1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Yang termasuk
penyidik menurut KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat
Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan pangkat serendah-rendahnya
Pembantu Letnan Dua, sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan
Dua.2
Bila dokter yang dimintai keterangan oleh penyidik menyatakan menolak maka akan
dikenakan sanksi yaitu:
Pasal 216 KUHP yang berbunyi:

1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.2

6.2 Fungsi dan Peran Visum et Repertum


Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP,
Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan, yang berupa

16
keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa
keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli,
sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini
diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI
No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh
dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua hasil Visum et
Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun dokter bukan spesialis
forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. 3
Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban
pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut berbeda sesuai dengan urutannya. Sebagai
contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh hakim bila dibandingkan dengan
keterangan terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang diberikan oleh seorang
dokter spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang lebih besar bila
dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan spesialis forensik.
Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik masih
lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter bukan spesialis
forensik. 5
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti karena segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan.
Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja akan mengalami perubahan alamiah, seperti
misalnya luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami pembusukan atau jenazah yang
telah dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et Repertum
merupakan pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh dokter
ahli. 5
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru. Sesuai
dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta kemungkinan untuk dilakukan
pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika memang timbul keberatan yang
beralasan dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. 5
Visum et repertum berbeda dengan catatan medik dan surat keterangan medik lainnya

17
karena visum et repertum dibuat atas kehendak undang-undang yang berlaku, maka dokter
tidak dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322
KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien dan selama visum et repertum
dibuat untuk dipergunakan dalam proses peradilan.2

6.3 Jenis-jenis Visum et Repertum

Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup dapat dibedakan atas:
(1) Visum seketika (definitive). Visum yang langsung diberikan setelah korban selesai
diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
(2) Visum sementara. Visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan.
Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan,
sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi
tersangka. Dalam visum semsentara ini belum ditulis kesimpulan.
(3) Visum lanjutan. Visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum semsentara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam
visum ini harus dicantumkan nomr dan tanggal dari visum sementara yang telah
diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu
dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir
merawat penderita.1

Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi dua yaitu:

(1) Objek psikis


Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum psikiatrikum. Visum
et Repertum ini perlu dibuat karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi
“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit tidak
dipidana” 3
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita penyakit jiwa
(psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental. Apabila penyakit jiwa (psikosis)

18
yang ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak
pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak antara saat kejadian
dengan saat pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter untuk menentukannya
sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit jiwa yang
bersifat hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan kesimpulan dokter. 2
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa pelaku tindak
pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et Repertum lainnya. Selain itu, Visum et
Repertum psikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau
raga manusia. Oleh karena Visum et Repertum psikiatrikum menyangkut masalah dapat
dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik
pembuat Visum et Repertum psikiatrikum ini adalah dokter spesialis psikiatri yang
bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum. 2

(2) Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu


A. Visum et Repertum orang hidup
a. Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk
mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya
tersebut. Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat catatan medis atas
semua hasil pemeriksaan medisnya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor
ke penyidik atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang dengan
membawa serta surat permintaan Visum et Repertum. Sedangkan para korban
dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau rumah sakit sebelum
melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan Visum et Repertum-nya akan
datang terlambat. Keterlambatan surat permintaan Visum et Repertum ini
dapat diperkecil dengan diadakannya kerja sama yang baik antara dokter atau
institusi kesehatan dengan penyidik atau instansi kepolisian. 2
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter sebaiknya
menentukan juga derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut
juga derajat kualifikasi luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti

19
dalam menegakkan keadilan. 1
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien
mengalami luka ringan, sedang, atau berat. 1
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan
halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak mengganggu kegiatan
sehari-hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan dalam
undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90. Luka sedang adalah
keadaan luka diantara luka ringan dan luka berat. 1
KUHP pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
(3) Kehilangan salah satu panca indra
(4) Mendapat cacat berat
(5) Menderita sakit lumpuh
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. 1,3
Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352 dan penganiayaan
sedang diatur dalam KUHP pasal 351 ayat 1.
KUHP pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda empat ribu lima
ratus rupiah. 1
KUHP pasal 351
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua
tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah

20
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 1
b. Visum et Repertum korban kejahatan susila
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et
Repertum-nya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang
diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh
KUHP meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang
tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur. 3
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan
adanya persetubuhan, adanya kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter
juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan,
dan kelainan psikiatri atau kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut.
Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah
pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang
pengadilan. 3

B. Visum et Repertum orang mati (jenazah)


Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan Visum et Repertum ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan
mekanisme kematian. Jenazah yang akan dimintakan Visum et Repertum-nya harus
diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan, yang
dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum
et Repertum-nya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya
pemeriksaan luar jenazah atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133
KUHAP). 1,3
a. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar
Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan berupa tindakan tanpa
merusak keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan teliti

21
dan sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau
tutup jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar jenazah, perhiasan, ciri-ciri
umum identitas, tanda-tanda tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau
kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar. 2,3
Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan
Visum et Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan
jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab matinya tidak dapat
ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah. Bila dapat
diperkirakan, lama mati sebelum pemeriksaan (perkiraan waktu kematian)
dapat dicantumkan dalam bagian kesimpulan.2,3
b. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi, maka penyidik wajib memberi
tahu kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan
pemeriksaan. Autopsi dilakukan jika keluarga korban tidak keberatan, atau
bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga korban (Pasal
134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat juga berupa jenazah yang didapat
dari penggalian kuburan (Pasal 135 KUHAP).2
Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan membuka rongga
tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi,
toksikologi, serologi, dan lain sebagainya. Dari pemeriksaan dapat
disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan
penyebabnya, dan perkiraan waktu kematian. 2

6.4 Struktur Visum et Repertum


Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari:
1. Pro justitia
Menyadari bahwa semua surat baru sah dipengadilan bila dibuat diatas kertas
materai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya harus
memakai kertas bermaterai. Berpedoman kepada peraturan pos, maka bila dokter menulis
pro-justitia dibagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai.1

22
Penulisan kata Pro-yustisia pada bagian atas dari visum lebih diartikam agar
pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah demi
keadilan (Pro-Yustisia). Bila dokter sejak semula memahami bahwa laporan yang
dibuatnya adalah secara tidak langsung partisipasinya dalam menegakkan hukum dan
keadilan, maka saat mulai memeriksa korban ia telah menyadari bantuan yang diberikam
akan dipakai sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam menegakkanhukum dan
keadilan.1
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa, siapa yang diperiksa,
saat pemeriksaan (tanggal, hari, dan jam), dimana diperiksa, mengapa diperiksa, dan atas
permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi sesuai degnan yang tercantum
dalam permintaan visum.1
3. Pemberitaan
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena apa yang
dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu terdapat
pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya secara objektif.
Biasanya pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera, dan kelainan pada tubuh
korban seperti apa adanya. Misalnya didapati suatu luka dokter menuliskan dalam visum
suatu luka mulai dari panjang, lebar, dalam, tepi luka, dan jarak luka.1
Bila dilakukan autopsi pada jenazah maka diuraikan alat dalam yang berkaitan
dengan perkara dan matinya orang tersebut. Temuan hasil pemeriksaan medik yang
bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan ke dalam
bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.1

4. Kesimpulan
Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting, karena diharapkan
dokter dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya.
Pada korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab-akibat dari
kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan bagaimana
harapan kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan tentang

23
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu umur
korban.1
5. Penutup
Bagian ini tidak memiliki judul dan berisi kalimat baku Bagian penutup ditandai
dengan kalimat “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya
berdasarkan keilmuan saya dan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana “. Bagian ini mengingatkan para dokter bahwa laporan tersebut
dibuat dengan sejujur-jujurnya untuk tujuan peradilan.1
Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat juga disertakan lampiran foto.
Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan yang
disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan dengan kata-kata, dengan
lampiran foto akan memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan
dokter. 1

6.5 Tata Cara Permohonan dan Pencabutan Visum et Repertum


Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat Visum et Repertum. Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:
(1) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
(2) Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter/kepala instansi/kepala
rumah sakit terkait dari penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban.
Juga tidak diperbolehkan melalui jasa pos
(3) Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter
(4) Ada identitas korban
(5) Ada identitas peminta
(6) Mencantumkan tanggal permintaannya
(7) Korban diantar oleh polisi atau jaksa2,3
Jika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan KUHP pasal 133 maka permintaan
dilakukan secaraq tertulis dan disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat dikirim kerumah sakit harus diberi
label mayat yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan
pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.2,3

24
Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak pahaman dari pihak penegak hukum
tentang tata cara permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan kerugian
pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi polisi No.Pol.INS/E/20/IX/75 tentang
tata cara permohonan/pencabutan Visum et Repertum.2,3
Pada dasarnya penarikan/pencabutan Visum et Repertum tidak dapat dibenarkan. Bila
terpaksa Visum et Repertum yang sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan
kembali, maka hal tersebut hanya diberikan oleh komandan kesatuan paling rendah tingkat
Komres dan untuk kota hanya oleh DANTES.2,3

6.6 Pengertian Perzinaan


Kejahatan Seksual
Kejahatan seksual adalah kepuasan seksual sepihak yang diperoleh melalui persetubuhan
tanpa persetujuan korban atau dengan ancaman. Tindakan hubungan seksual tanpa seizin pemilik
tubuh yang didapatkan dengan kekerasan/ ancaman/ paksaan.

Menurut World Health Organization (WHO) kejahatan seksual merupakan semua


tindakan yang dilakuakan dengan tujuan untuk memperoleh tindakan seksual atau tindakan lain
yang diarahkan pada seksualitas seseorang dengan menggunakan paksaan tanpa memandang
status hubungan dengan korban.4

Pasal 284
 Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan:
Ke-1
1. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa
Pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya;
2. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa Pasal 27
BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
Ke-2
1. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang
turut bersalah telah kawin;
2. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui
olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek)
berlaku baginya.

25
 Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan
bilamana bagi mereka berlaku Pasal BW, dalam lenggang waktu tiga bulan diikuti dengan
permintaan bercerai, atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu juga.
 Terhadap pengaduan ini tidak berlaku Pasal 72, 73 dan 75.
 Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum
dimulai.
 Jika bagi suami-istri itu berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan
pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
 Jika bagi suami/istri berlaku Pasal 27 KUH Perdata, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan
pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

BW pasal 27
• Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang
perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.
Merujuk pada ketentuan KUHP yang berlaku saat ini, terdapat 4 (empat syarat) agar seseorang
dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan zina, yaitu:

1. melakukan persetubuhan dengan perempuan atau laki-laki bukan suaminya atau bukan
istrinya. (Orang ini tidak harus telah menikah)
2. dirinya tidak tunduk pada Pasal 27 KUH Perdata;
3. pasangannya yang melakukan persetubuhan itu tunduk pada Pasal 27 KUHPerdata
4. diketahuinya bahwa pasangannya melakukan persetubuhan itu telah bersuami atau beristri,
dan berlaku
ketentuan Pasal 27 KUHPerdata berlaku bagi pasangannya bersetubuh itu.
Ketentuan perzinaan dalam KUHP yang berlaku saat ini bertujuan untuk mengkriminalisasi
pelaku perselingkuhan di mana salah seorang atau kedua pelaku persetubuhan itu merupakan
orang yang sudah terikat dengan ikatan perkawinan sebelumnya. Selain itu Pasal 284 KUHP
adalah merupakan delik aduan absolut yang tidak memungkinkan perbuatan itu dipidana Jika
tidak ada yang mengadukan dari pihak yang dirugikan (suami atau istri yang dikhianati

26
pasangannya) dan, selama perkara itu belum diperiksa dimukan pengadilan. maka senantiasa
pengaduan itu dapat ditarik kembali. Tindak Pidana Perzinaan ini dengan alasan untuk menjaga
kesucian ikatan perkawinan bagi orang yang telah kawin. Selama kedua belah pihak yang
melakukan persetubuhan belum terikat dengan ikatan perkawinan maka delik perzinaan tersebut
belum dapat dikenakan.

• Pasal 285

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.

• Pasal 286

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun

Peran dokter dalam Kasus Overspel adalah


Perlu dipahami terlebih dahulu dua jenis peran yang dapat dimiliki oleh seorang dokter,
yaitu:
1. Attending Doctor: peran dokter klinis yang umum, yang bertujuan mendiagnosis san
mengobati pasien.
2. Assessing doctor: peran dokter dalam membantu pencarian bukti tindak pidana,
khususnya dengan membuat Visum et repertum.
Kedua peran terssebut kadang tidak dapat dipisahkan dan harus dijalankan secara
bersama-sama.
Dalam tingkat penyidikan sebetulnya penegak hukum belum mengetahui sama sekali
apakah suatu peristiwa merupakan peristiwa pidanan atau bukan. Oleh sebab itu perlu
dilakukan penyelidikan dan dalam rangka itu penyidik dapat meminta bantuan dokter, dalam
kapasitasnya sebagai saksi ahli sesuai dengan KUHAP pasal 133, “yang berwenang
melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manusia dan membuat keterangan
ahli adalah ahli kedokterran kehakiman (forensic), dokter dan ahli lainnya”. Secara garis
besar, semua dokter telah mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat

27
keterangan ahli. Jadi Peran dokter disini dalam tingkat penyidikan adalah membantu penyidik
mengumpulkan bukti-bukti supaya dengan bukti itu perkaranya menjadi jelas dan pelakunya
dapat ditangkap.6
Menurut dr Sofwan dahlan, bantuan dokter melakukan pemeriksaan atas korban tindak
pidana seksual adalah mengetahui6:
1. Adanya tanda-tanda persetubuhan atau tidak
2. Identitas laki-laki yang menyetubuhinya
3. Ada tanda-tanda kekerasan atau tidak, yaitu:
a. Kekerasan fisik
b. Obat-obatan yang membuat tidak sadar

6.7 Pemeriksaan Medis8


 Anamnesis
Anamnesis atau metode wawancara pada korban yang dilakukan dokter untuk mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan medis dan juga forensik. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan anamnesis, yaitu:
 Identitas pasien, akan dilaporkan dalam Visum et repertum
 Hasil anamnesis dilaporkan terpisah dari Visum et Repertum dengan judul “keterangan
yang diperoleh dari korban” karena hasil anamnesis tidak bersifat objektif dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor.
 Terdiri dari anamnesis bersifat umum dan bersifat khusus.
o Anamnesis umum: umur, tempat dan tanggal lahir, status pernikahan, siklus
menstruasi, riwayat penyakit (kongenital, herediter, PMS, dll), penggunaannya
obat-obatan tertentu, riwayat hubungan seksual (pernah atau belum, frekuensi,
hubungan seks terakhir), riwayat penggunaan alat kontasepsi (misalnya kondom)
o Anamnesis khusus: waktu kejadian (tanggal dan jam), tempat kejadian, kronologi
kejadian (ada/tidaknya perlawanan; kesadaran korban; penetrasi; ejakulasi), apa
yang dilakukan korban/pasien setelah kejadian.
 Pemeriksaan pakaian
o Lakukan dengan teliti, helai demi helai, apakah terdapat:
 Robekan baju: lama atau baru, sepanjang alur jahitan atau melintang.

28
 Kancing yang terlepas: akibat tarikan atau bukan.
 Bercak/ noda: darah, semen/air mani, lumpur, dll.
 Kondisi pakaian: rapi, benda yang melekat, ada/tidaknya trace evidence
 Benda/sampel segera dikirim ke laboratorium kriminologi untuk
pemeriksaan lanjut.

 Pemeriksaan tubuh korban


o Pemeriksaan Umum
 Yang perlu dilakukan antara lain:
 Deskripsi penampilan: rambut rapi/kusut, ekspresi wajah, emosi
pasien, tenang/gelisah.
 Tanda pernah hilang kesadaran, needle marks
 Tanda-tanda bekas kekerasan dan perlawanan pada daerah
predileksi (mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian
dalam, pinggang).
 Pemeriksaan antropometri: tinggi badan, berat badan
 Tanda-tanda vital
 Pemeriksaan pupil: ukuran (pin point/miosis/midiriasis), refleks
cahaya
 Pemeriksaan sistem organ tubuh: jantung, paru, abdomen.
 Pengumpulan sampel (benda asing, semen, helaian rambut,
jaringan pada kuku).
 Pemeriksaan daerah anus pada kasus sodomi, penetrasi ke anus
akan memberikan tanda khas.
o Pemeriksaan kandungan dan kebidanan
 Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis obstetri-ginekologis.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan:
 Pemeriksaan area genitalia: rambut pubis yang bertautan, semen
yang mengering/ bercak semen, lakukan swab.
 Pada vulva, introitus vagina: tanda bekas kekerasan (hiperemi,
edema, memar, luka lecet); lakukan swab pada vestibulum.

29
 Periksa jenis hymen, keutuhan hymen. Jika sudah ruptur, sudah
lama atau baru, lokasi ruptur, sampai ke insertio atau tidak;
tentukan besar orificium; ada/tidak deflorasi (tidak harus ada).
 Pada frenulum labiorum pudenda dan commisura labiorum:
utuh/tidak.
 Lakukan pemeriksaan dengan speculum jika memungkinkan,
memeriksa vagina dan serviks, ada tidaknya infeksi.
 Lakukan swab pada vagina
 Jika pada hymen masih utuh, pengambilan sampel dilakukan
sebatas vestibulum.
o Pemeriksaan kesehatan mental
 Pasien/ korban dirujuk pada seorang psikolog atau psikiater untuk
diperiksa status mentalnya. Pasien mungkin menderita trauma psikis dan
perubahan tingkah laku. Perujukan dan pemeriksaan ini berkaitan dengan
pelaporan dalam visum et repertum juga untuk pengobatan.
 Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
 Dilakukan analisis sampel yang diperoleh dari tubuh dan pakaian;
 analisis DNA dari semen, rambut pubis.
 periksa ada tidaknya infeksi kuman, misalnya N. gonorrhea.
 periksa darah korban jika indikasi diberi obat-obatan tertentu.
 Jika rentang waktu kejadian dan pemeriksaan cukup lama, maka dapat
dilakukan tes kehamilan.
 Selain itu dapat dilakukan juga pemeriksaan terhadap tersangka antara lain
kecocokan DNA pria dengan DNA pada tubuh korban, ada/tidaknya epitel
vagina pada penis tersangka.
o Pencitraan radiologi
 Pencitraan dapat dilakukan jika diperlukan, misalnya kemungkinan fraktur
akibat kekerasan selama kejadian atau dapat juga untuk mendeteksi
kehamilan.

30
6.8 Persetubuhan
Persetubuhan merupakan perpaduan 2 alat kelamin yang belainan jenis guna memenuhi
kebutuhan biologis yaitu kebutuhan seksual. Perpaduan tersebut tidak harus sedemikian rupa
sehingga seluruh penis masuk kedalam vagina. Penetrasi paling ringan yaitu masuknya ujung
penis (glans penis) diantara dua labium mayor sudah dapat dikategorikan sebagai senggama, baik
diakhiri atau tidak diakhiri dengan orgasme/ejakulasi.9,10
Persetubuhan yang legal adalah yang dilakukan dengan prinsip berikut:
 wanita tersebut adalah istri sah (sesuai UU nomor 1/74 tentang perkawinan) dan ada izin
(consent) dari wanita yang disetubuhi
 wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang dalam keadaan terikat
perkawinan dengan orang lain dan bukan anggota keluarga dekat.

Tanda-tanda persetubuhan
 tanda langsung ditandai dengan adanya robek pada hymen akibat penetrasi penis dan
adanya lecet atau memar akibat gesekan penis
 tanda tidak langsung berupa terjadinya kehamilan dan terjadinya penularan penyakit
kelamin. Terjadinya kehamilan adanya tanda jelas adanya persetubuhan, namun karena
waktu yang dibutuhkan cukup lama maka “nilai” bukti ini menjadi kurang oleh karena
kemungkinan yang menjadi tersangka pelaku kejahatan menjadi bertambah, sehingga
akan mempersulit penyidikan dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemeriksaan DNA.

6.9 Pemeriksaan Penunjang Tanda Persetubuhan9,10


Jenis Pemeriksaan Barang Bukti Metode Hasil yang Diharapkan
yang Diperiksa
Penentuan adanya Cairan Vaginal Tanpa pewarnaan: Sperma yang masih bergerak
Sperma Satu tetes cairan
vaginal ditaruh
pada gelas objek
dan kemudian
ditutup, kemudian
dilakukan
pemeriksaan Gambar 1. Sperma pada
dibawah pemeriksaan tanpa pewarnaan

31
mikroskop dengan
pembesaran 500
kali. Hasil yang
diharapkan berupa
sperma yang masih
bergerak.
Umumnya 2-3 jam
setelah
persetubuhan
masih dapat
ditemukan
spermatozoa yang
bergerak dalam
vagina.

Dengan pewarnaan Bagian basis kepala sperma


Malachite Green: berwarna ungu, bagian hidung
Dibuat sediaan
berwarna merah muda
apus dari cairan
vagina pada gelas
objek, lalu
keringkan di udara.
Kemudian difiksasi
dengan api, warnai
dengan Malachite-
green 1% dalam air
dan tunggu 10-15
menit. terakhir
dicuci dengan air,
warna dengan Gambar 2. Sperma dengan
pewarnaan Malachite-green
Eosin-yellowish
1% dalam air,
tunggu 1 menit,
cuci dengan air,
keringkan dan
priksa dibawah
mikroskop. Hasil
yang diharapkan
berupa bagian basis

32
kepala sperma
berwana ungu,
bagian hidung
merah muda.

Penentuan adanya Pakaian Pewarnaan Baeechi Kepala Sperma berwarna


Sperma merah, bagian ekor biru muda
Penentuan adanya air Cairan Vaginal Kertas Whatmann Warna ungu timbul dalam
mani waktu kurang dari 30 detik
berarti asam fosfatase berasal
dari prostat yang menandakan
adanya indikasi besar, Warna
ungu timbul kurang dari 65
detik berarti indikasi sedang
Reaksi Florence Adanya kholin dalam air mani
akan membentuk kristal kholin
peryodide
Reaksi Berberio Adanya spermin dalam air
mani akan membentuk
spermin pikrat
Pakaian Inhibisi asam Bila timbul warna ungu pada
fosfatase dengan L salah satu reagen dalam waktu
(+) Asam Tartrat satu menit, maka dapat
disimpulkan bahwa bercak
pada pakaian vang diperiksa
adalah bercak air mani,

Bila dalam jangka waktu


tersebut warna ungu timbul
pada kedua reagen, maka
bercak pada pakaian bukan
bercak air mani, asam

33
fosfatase yang terdapat berasal
dari sumber lain.
Cairan dari Sinar ultraviolet, Letak bercak air mani dapat
saluran kemih visual perabaan diketahui
(sekret urethra), dan penciuman
dan cairan dari
leher rahim
(sekret cervix)
Cairan dari Pemeriksaan T. pallidum (Lues, sifilis) mikroskopis
koreng (ulkus) (dark field microscope)
pada genitalia
Darah Tes serologis VDRL positif untuk Sifilis (STS)
menentukan adanya Urin • Hemagglutination terjadi aglutinasi pada
kehamilan inhibition test kehamilan.
(Pregnosticon)
• Agglutination
inhibition test
(Gravindex)
menentukan adanya Darah dan urin • Thin Layer adanya obat yang dapat
racun (toksikologi) Chromatografi menurunkan atau
• Mikrodiffusi, menghilangkan kesadaran.
dsbnya.
penentuan golongan Cairan vaginal serologi (ABO golongan darah dari air mani
darah yang berisi air grouping test) berbeda dengan golongan
mani dan darah darah dari korban.
Pemeriksaan ini hanya dapat
dikerjakan bila tersangka
pelaku kejahatan termasuk
golongan "sekretor".
Penyakit Menular Sekret uretra & Pemeriksaan gram Adanya kuman Neisseria
Seksual: kuman serviks uteri gonorrhea.

34
Neisseria
gonorrhoeae (GO)

Gambar 3. Gambaran N.
gonorrhea pada pemeriksaan
gram

35
VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, Prof. Dr. Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua.
Percetakan Ramadhan: Medan.
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, sudiono S, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia: Jakarta.
3. Idries, Dr. Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.
Binapura Aksara: Jakarta Barat.
4. Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta: Bumi Aksara.
2003.h. 106.
5. Bahiej, Ahmad. 2010. Tinjauan Yudiris atas Delik Perzinahan (Overspel) dalam Hukum
Pidana Indonesia. www.hukumonline.com, diakses tanggal 4 Februari 2022.
6. Dahlan, Sofwan. ilmu kedokteran forensik, pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang : Penerbit Universitas Diponegoro. 2004.
7. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).2022.Zina. https://kbbi.web.id/zina diakses
tanggal 3 April 2022
8. Dewi R. Buku ajar pemeriksaan fisik dan aspek medikolegal kekerasan seksual pada anak
dan remaja. Lampung:Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung;2017.
9. Aflanie I, Nirmalasari N, Arizal MH. Ilmu kedokteran forensik & medikolegal. Ed.1.
Depok: Rajawali Pers;2019.
10. Yudianto A. Ilmu kedokteran forensik. Surabaya:Scopindo Media Pustaka;2020.

36
VIII. KESIMPULAN
Jenis visum kasus ini adalah visum orang hidup, waktu seketika, dan jenis tindak
pidananya persetubuhan pada orang tidak berdaya (retardasi mental).
Terbukti bahwa pada kasus tersebut dari sudut pandang medis adalah kasus persetubuhan
pada orang retardasi mental (dinilai dari status mental) yang mengakibatkan ditemukan
spermatozoa dan penyakit menular seksual pada pemeriksaan penunjang swab vagina, dan
ditemukan luka lecet pada bibir kelamin bagian dalam arah jam 5,6.
Argumentasi pada kasus ini sesuai dengan pasal 286 tentang persetubuhan diluar
pernikahan terhadap korban yang tidak berdaya (retardasi mental). Hal tersebut tidak sesuai
dengan dasar hukum pada SPV pasal 285 tentang kekerasan atau ancaman kekerasan yang
memaksa wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan dikarenakan pada saat kejadian
dilokalisasi (tempat usaha keluarga dan ada saksi anggota keluarga yang melihat) dan tidak
ditemukan adanya tanda kekerasan.
.
IX. SARAN
1. Korban disarankan untuk didampingi oleh psikiater selama pemeriksaan dan tahap
selanjutnya untuk evaluasi keadaan mental korban.
2. Korban disarankan untuk konsultasi ke spesialis kulit dan kelamin untuk evaluasi lebih
lanjut terkait infeksi menular seksual.
3. Sebaiknya tersangka diperiksa juga untuk pemeriksaan sel epitel vagina (squamosa) pada
glans penis dan sekret urethra (maks 7 x 24 jam setelah kejadian).
4. Pada korban dapat dilakukan pemeriksaan skrining penyakit menular akibat hubungan
seksual yaitu Anti HBc, VDRL, TPHA, dan Rapid HIV Test, dan pemeriksaan
mikrobiologi yaitu kultur, serta hifa test/pap smear.

X. UCAPAN TERIMA KASIH


Kami sebagai tim dokter muda kepaniteraan klinik forensic mengucapkan
terimakasi kepada pembimbing kami yaitu dr. Chatarina Andriyani SpFM, MH (Kes)
karena telah memberikan bimbingan dan pembelajaran kepada kami selama masa
periode kepaniteraan kami di RS Bhayangkara Lampung. Serta kami juga
mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang telah diberikan oleh penguji

37
ujian kami yaitu dr. Jims Ferdinan Possible, Sp FM, M.Ked For. Kami mengharapkan
bahwa apa yang kami kerjakan dapat berguna bagi semua instansi, koas
selankjutmya, serta rumah sakit terkait pembelajaran kami.

38

Anda mungkin juga menyukai