Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TUTORIAL III

MINGGU, 19 NOVEMBER 2023


“ADMINISTRASI PERPAJAKAN “
UNIVERSITAS TERBUKA POKJAR KAB.TEMANGGUNG
TUTOR : TRI RAHARJO,S.IP.,M.Si.
ADBI 4330

NAMA : PUTRI TIAS NUR AINI


NIM : 044715284
FAKULTAS/PRODI : FHISIP/ ADMINISTRASI NEGARA
KELAS : ADNEG 3C

SOAL

1. Terangkan lebih lanjut secara menyeluruh tentang:


a. Apa saja yang dikenakan pajak menurut UU No. 8 Tahun 1983 serta pengenaan PPN dan
PPnBM?
b. Tarif Bea Materai
c. CIF, CFR, dan FOB
JAWABAN
a. PAJAK MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1983
Dalam pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1983 ini maka perlu adanya kejelasan beberapa istilah
sebagai berikut.
1) Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang yang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak sebagai hasil
proses pengolahan (pabrikasi).
2) Jasa Kena Pajak (JKP) adalah semua kegiatan usaha dan pemberian pelayanan
berdasarkan suatu perserikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang,
fasilitas atau hak tersedia untuk dipakai.
3) Dalam penjelasan Pasal ini dikemukakan bahwa semua kegiatan pelayanan dan pekerjaan
jasa antara lain jasa angkutan, borongan, persewaan barang bergerak, persewaan barang
tidak bergerak, hiburan, biro perjalanan, jasa notaris, pengacara, akuntan, konsultan,
kantor administrasi, dan komisioner termasuk dalam pengertian jasa. Untuk sementara
jasa yang dikenakan pajak adalah jasa bangunan/konstruksi yang dilakukan oleh
pemborong dan sub pemborong.
4) Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah orang atau badan dalam bentuk apapun yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan atau melakukan usaha jasa.
5) Mengenai pengertian menghasilkan barang adalah kegiatan mengolah melalui proses
mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau
mempunyai daya guna termasuk membuat, memasak, merakit, mencampur, mengemas,
membatalkan dan menambang atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan
itu.
6) Harga Jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan barang, tidak termasuk pajak yang dipungut
menurut UU ini, potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
7) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan jasa, tidak termasuk pajak yang
dipungut menurut UU ini dan potongan yang dicantumkan dalam faktur pajak.
8) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk pajak yang dipungut
menurut UU ini.
9) Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai pada saat penyerahan BKP atau JKP atau pada saat impor BKP.
10) Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian yang diminta atau yang
diminta oleh penjual atau pemberi Jasa atau Nilai Impor yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang.
11) Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
pada waktu pembelian barang atau jasa yang kena pajak atau impor barang kena pajak.
12) Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Objek PPN
Pasal 4 UU PPN Tahun 1984 sebagaimana telah diubah dan terakhir dengan UU No. 18 Tahun
2000, menyebutkan bahwa PPN dikenakan atas:
a. penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena pajak (PKP);
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. kegiatan membangun sendiri;
h. penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak.
Objek PPnBM
Selain PPN, PPnBM juga dikenakan terhadap:
a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha
yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah
Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
b. impor Barang Kena pajak yang Tergolong Mewah.
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut adalah:
a. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
b. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
c. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;
d. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status;
e. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu
ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.
b. TARIF BEA MATERAI
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut UU Bea
Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek bea meterai
harus sudah dibubuhi meterai atau pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain
sebelum dokumen tersebut digunakan. Pada umumnya, dokumen yang dibubuhi bea meterai
mempunyai nilai/kekuatan bahwa telah terjadi suatu perbuatan seperti penyerahan uang,
perjanjian atau penerimaan melalui dokumen kuitansi.
Sesuai dengan PP No. 42 Tahun 2000
a. Tarif Bea Meterai Rp6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut.
1) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata.
2) Akta-akta Notaris termasuk salinannya.
3) Surat berharga seperti wesel pos, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dari
Rp1.000.000,00.
4) Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
a) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dari tujuan
semula.
b. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut.
1) nominal sampai Rp250.000,00 tidak dikenakan Bea Meterai;
2) nominal antara Rp250.000,00 sampai Rp1.000.000,00 dikenakan bea meterai
Rp3.000,00;
3) nominal di atas Rp1.000.000,00 dikenakan bea meterai Rp6.000,00.
c. Cek dan bilyet giro dikenakan bea meterai dengan tarif sebesar Rp3.000,00 tanpa batas
pengenaan besarnya harga nominal.
d. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp1.000.000,00 dikenakan Bea Meterai Rp3.000,00 sedangkan
yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 dikenakan bea meterai
dengan tarif Rp6.000,00.
e. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum yang
tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan
Rp1.000.000,00 dikenakan Bea Meterai Rp3.000,00 sedangkan yang mempunyai harga
nominal lebih dari Rp1.000.000,00 dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000.00.
c. CIF, CFR, dan FOB
CIF (Cost Insurance and Freigst)
CIF adalah singkatan Cost, Insurance, and Freight. CIF menjadi salah satu metode pembayaran
dagang internasional saat para pelaku bisnis internasional melakukan transaksi ekspor impor.
Pengiriman barang dengan metode CIF ini biasanya menggunakan transportasi pesawat atau
kapal laut. Dalam CIF harga penawaran sudah meliputi harga barang, ongkos kirim
(kapal/pesawat), serta premi asuransi. Dengan kata lain, nilai impor adalah hasil penambahan
bea masuk dengan nilai impor suatu barang.
Apabila eksportir menggunakan metode CIF, pihaknya akan membayar ongkos angkut beserta
premi asuransi barang hingga barang tersebut tiba di pelabuhan tujuan.
Jadi, biaya ongkos kirim dan jaminan barang sudah termasuk dalam harga jual barang karena
semua biayanya ditanggung oleh eksportir.
Dengan demikian, pembelian dan pengiriman barang dengan cara CIF dianggap lebih praktis
dan mudah, meskipun jika menggunakan metode ini harga barang jatuhnya lebih mahal.
CFR (Cost and Freight).
CFR atau Cost and Freight merupakan salah satu metode pembayaran yang termasuk dalam
incoterm (International Commercial Terms) atau istilah perdagangan internasional, dimana
penjual menanggung seluruh biaya pengiriman barang ke pelabuhan tujuan. Biaya yang
termasuk adalah biaya asuransi (jika diminta oleh pembeli), biaya loading barang, biaya
forwarder, dan biaya dokumentasi ekspor. Perpindahan resiko barang terjadi diatas kapal,
sehingga jika terjadi resiko maka adalah tanggung jawab pembeli.
Cost and Freight (CFR) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang dengan Cost and
Freight dilakukan di atas kapal, tetapi ongkos angkut sudah dibayar penjual sampai ke
pelabuhan tujuan, dengan begitu penjual wajib mengurus formalitas ekspor. Selain itu dengan
persyaratan CFR, maka peralihan risiko dan biaya tambahan beralih setelah barang dimuat di
atas kapal. Persyaratan penyerahan barang dengan CFR hanya dapat dilakukan untuk
pengangkutan laut dan pengangkutan antara pulau saja.
FOB (Free On Board)
Free on Board adalah sebuah skema pembayaran dalam kegiatan ekspor-impor di mana
eksportir hanya menganggung biaya pengiriman ke pelabuhan terdekat saja. Maknanya,
eksportir menanggung biaya pengangkutan barang dari tempat mereka hingga barang berhasil
dimuat di atas kapal.
FOB atau free on board incoterms sebagai salah satu istilah perdagangan internasional
merupakan istilah yang menunjukkan bahwa, pihak pembeli bertanggung jawab untuk
menanggung seluruh biaya yang muncul. Mulai dari biaya angkut barang dari gudang penjual
sampai barang tersebut tiba di tangan pembeli. Barang yang masih dalam perjalanan sudah
menjadi hak dan tanggung jawab pembeli. Sementara pihak penjual bertanggung jawab untuk
mempersiapkan semua surat perizinan ekspor, membayar biaya pajak, membuat clean on
board receipt agar barang yang dipesan bisa dimuat dan dikirimkan oleh kapal pengirim.

2. Jelaskan yang anda ketahui mengenai penyusutan dan revaluasi aktiva tetap!
JAWABAN
PENYUSUTAN
Penyusutan merupakan suatu proses alokasi di mana sebagian harga perolehan aktiva menjadi
biaya (cost allocation) sehingga biaya tersebut mengurangi laba usaha (PSAK: 17). Biaya
penyusutan adalah biaya yang bukan merupakan biaya yang dikeluarkan dari kas. Penyusutan
dilakukan sebab masa manfaat dan potensi aktiva yang dimiliki semakin berkurang. Pengurangan
nilai aktiva tersebut dibebankan sebagai biaya secara berangsur- angsur atau proporsional,
misalnya seperlima dari nilai aktiva tetap dibebankan setiap tahun. Contoh dari pembebanan
secara proporsional adalah sebuah toko yang menempati ruangan gedung seluas 25% dari luas
gedung maka 25% dari penyusutan gedung akan dibebankan pada usaha toko tersebut.
Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
dengan suatu manfaat yang lebih dari satu tahun, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai.
Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud dapat dilakukan dalam bagian-bagian yang sama
besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut, kecuali bangunan dapat
dilakukan dalam bagian-bagian harta selama masa manfaat yang dihitung dengan cara
menerapkan tariff penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku
disusutkan sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Tax Policy untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal (Early Suandy, 2003, hal 30) yaitu
berikut ini.
a. Keadilan Pajak (Tax Equity) Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari
Wajib Pajak, apakah perusahaan manufaktur (manufacturing) atau perusahaan jasa
(service industry), bagaimana struktur modalnya, padat modal (capital intensive) atau
padat karya (labour intensive). Dengan yang padat modal akan lebih diuntungkan
disbanding dengan yang lainnya.
b. Kebijakan Ekonomi (Economic Policy)
Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan investasi (capital growth).
Jika penyusutan besar maka after-tax earnings juga besar, return on investment (ROI)
besar sehingga cash flow menjadi tinggi. Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan
penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis dapat diatur dengan
peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau menghambat suatu capital
growth. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi:
1) penyusutan untuk barang baru atau barang bekas;
2) penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu;
3) penyusutan berdasarkan jenis aktiva (asset type);
4) penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil).
c. Administrasi (Administration)
Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan
kompleks. Pemilihan jenis penyusutan baik yang sederhana maupun yang kompleks
tergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia,
dan kepatuhan wajib pajak.

REVALUASI AKTIVA TETAP


Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan
nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan
keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap
dalam laporan keuangan tidak lagi. Revaluasi merupakan salah satu metode penilaian aset tetap.
Jika suatu entitas memilih menggunakan metode revaluasi maka metode ini harus diterapkan
secara konsisten oleh perusahaan. Perusahaan tidak boleh hanya menggunakan metode revaluasi
sesekali untuk tujuan seperti yang disebutkan di atas, tetapi revaluasi harus dilakukan secara
reguler. Penerapan metode revaluasi dilakukan untuk aset tetap dalam kelompok yang sama.
Tidak ada penjelasan rinci pengertian kelompok yang sama, namun secara implisit dapat dikatakan
jika suatu entitas memiliki aset tetap yang disajikan dalam satu kelompok, maka model penilaian
yang digunakan harus sama. Sebagai contoh jika induk menggunakan metode revaluasi maka
konsekuensinya anak perusahaan untuk kelompok aset tanah harus menggunakan metode
revaluasi. Namun untuk peralatan, apakah dianggap satu kelompok atau dapat menggunakan sub
kelompok misal kendaraan, mesin, peralatan kantor, tidak ada pedoman yang mengaturnya. Pada
saat melakukan revaluasi, selisih antara nilai tercatat aset dan nilai hasil revaluasi akan dibukukan
sebagai surplus revaluasi.
3. Berikan salah satu contoh kasus wajib pajak badan yang tidak patuh dalam pembayaran pajak.
Kemukakan pendapat anda mengenai tata cara pemeriksan, sanksi hukum yang dikenakan
terhadap wajib pajak dan fiskus yang teribat didalamnya, serta cara agar kasus tersebut tidak
terulang kembali!
JAWABAN
Sengketa pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group yang telah melanggar Peraturan
Perundang-Undangan Perpajakan dengan melakukan Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Adapun
tiga motif yang dilakukannya yaitu Transaksi Hedging Fiktif, Biaya Fiktif dan Transfer Pricing.
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas,
perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah
keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5
triliun). Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin
Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada
tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG
– yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan
dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah
dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara
Vincent dan wartawan Tempo.
Pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan
keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu
dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing
of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer
pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit
mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di
bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan
begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar
negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan
tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan
perpajakan. Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang
terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan
serangkaian penyelidikan – termasuk penggeledahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta
maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya
penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai
(PPN). Selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun
penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga
Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan
Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk
badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari
SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi
merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang
tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang
tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping
itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
JENIS PEMERIKSAAN PAJAK
1. Pemeriksaan Kantor
Jenis pertama ada pemeriksaan kantor yang merupakan pemeriksaan yang dilakukan petugas
pajak kepada penanggung pajak di kantor DJP atau Direktorat Jenderal Pajak. Kegiatan yang
dilakukan tersebut tidak lain untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak.Pada
jenis pemeriksaan yang pertama ini ada jangka waktunya yaitu maksimal 3 bulan dan bisa
diperpanjang maksimal menjadi 6 bukan. Jangka waktu yang terhitung sejak Wajib Pajak
datang untuk memenuhi panggilan atau undangan pemeriksaan pajak di kantor Direktorat
Jenderal Pajak hingga hasil pemeriksaannya terbit. Semua terkait pelaksanaan pemeriksaan
pajak kantor diatur dalam UU perpajakan pasal 14 ayat 2.
2. Pemeriksaan Lapangan
Lalu untuk jenis pemeriksaan pajak yang kedua ada pemeriksaan lapangan. Kegiatan
perpajakan ini dilakukan di tempat Wajib Pajak atau penanggung pajak atau bisa juga di
tempat lain sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pajak. Sementara jangka waktu
pemeriksaan lapangan ini minimal 4 bulan dan maksimal perpanjangan hanya sampai 8 bulan.
Jangka waktu tersebut dihitung sejak surat perintah dari Direktorat. Jenderal Pajak turun dan
telah diterima Wajib Pajak terkait hingga laporan hasil pemeriksaan dikeluarkan. Ketika
pemeriksaan pajak jenis ini berlangsung lalu ada indikasi transaksi yang berhubungan dengan
Transfer Pricing atau transaksi khusus lain maka akan dilakukan pengujian lebih mendetail
sehingga bisa memakan waktu lebih lama. Oleh karena itu pemeriksaan lapangan pun dapat
berlangsung hingga maksimal 2 tahun.

Pencegahan agar Kasus Tidak Terulang:


a. Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan yang Baik: Menyusun dan menerapkan sistem
keuangan yang baik untuk memastikan ketaatan terhadap peraturan pajak.
b. Audit Internal Reguler: Melakukan audit internal secara berkala untuk memeriksa
kepatuhan pajak dan mengidentifikasi potensi risiko.
c. Pelatihan Karyawan: Melibatkan karyawan dalam pelatihan terkait peraturan pajak untuk
meningkatkan pemahaman mereka.
d. Konsultasi Pajak Profesional: Melibatkan konsultan pajak profesional untuk memberikan
panduan dan memastikan ketaatan pajak.
e. Transparansi dan Keterbukaan: Menjaga transparansi dalam pelaporan keuangan dan
bekerja sama dengan otoritas pajak.

Anda mungkin juga menyukai